Anda di halaman 1dari 11

NAMA : RAFLY MARDIYANTO

NRT : 2019.1873.1.02
KELAS : HUKUM KEIMIGRASIAN D

REVIEW PERKULIAHAN MANAJEMEN RUDENIM

Dalam Rencana Pembelajaran Semester mata kuliah Manajemen Rudenim


peserta didik diharapkan untuk mengetahui dan memahami Rudenim serta tugas
dan fungsi guna menjalankan fungsi keimigrasian. Dalam menjalankan
keimigrasian juga harus memperhatikan norma yang berlaku di Indonesia, jenis-
jenis norma tersebut yaitu:
1. Norma Agama, norma ini bersumber dari perintah Tuhan Yang Maha Esa
dan sanksi yang didapat ketika melanggar norma ini adalah dosa;
2. Norma Kesusilaan, norma ini bersumber pada manusia yang mana sanksi
dari pelanggaran norma ini datang dari dirinya sendiri yaitu berupa
penyesalan, siksaan batin, atau sejenisnya;
3. Norma Kesopanan, ini merupaakan peraturan yang muncul dalam
kehidupan manusia, dan sanksi ketika melanggarnya dapat berupa
cemoohan atau dikucilkan dari lingkungan;
4. Norma Hukum, norma ini dibuat oleh negara berupa peraturan dan
berlakunya peraturan ini dipertahankan oleh alat-alat negara seperti polisi,
jaksa, hakim, dan sebagainya sanksi yang didapat ketika melakukan
pelanggaran terhadap norma ini tercantum dalam hukum itu sendiri.

Dengan adanya Rumah Detensi Imigrasi ini pasti terdapat paying hukum
yang mengaturnya, sehingga dapat beroperasi dengan baik, paying hukum yang
mengatur tentang Rudenim, yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal 81;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 Tentang Peraturan
Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang
Keimigrasian Pasal 206;
3. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI Nomor M.01.PR.07.04
Tahun 2004 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Detensi
Imigrasi;
4. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.05.IL.02.01 Tahun
2006 Tentang Rumah Detensi Imigrasi;
5. Peraturan Direktur Jenderal Imgrasi Nomor F-1002.PR.02.01 Tahun
2006 Tentang Tata Cara Pendetensian Orang Asing;
6. Permenkumham Nomor M.HH-11.OT.01.01.2009 tentang Orgnisasi
dan TatalaksanaRumah Detensi Imigrasi;
7. Peraturan Dirjenim Nomor IMI-1489.UM.08.05 Tahun 2010 Tentang
Penanganan Imigran Ilegal;
8. Surat Edaran Dirjenim Nomor IMI-1504.IL.02.10 Tahun 2010 Tentang
Pelaksanaan Penanganan Imigran Ilegal;
9. Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01
Tahun 2013 Tentang Standar Operasional Prosedur Rumah Detensi
Imigrasi;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2016
Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri;
11. Surat Edaran Nomor IMI.GR.03.03-1194 Tentang Pengawasan
Keimigrasian terhadap Pengungsi;
12. Surat Edaran Nomor IMI.GR.02.03-1912 tentang Perubahan Kebijakan
Penanganan Pencari Suaka dan Pengungsi oleh IOM;
13. Surat Edaran Nomor IMI-UM.01.01-2827 tentang Pengembalian
Fungsi Rumah Detensi Imigrasi.

A. Sejarah Rudenim
Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang
Keimigrasian disebutkan bahwa karantina imigrasi adalah tempat
penampungan sementara bagi Orang Asing yang dikenai deportasi atau
tindakan keimigrasian lainnya. Karantina imigrasi ini merupakan cikal
bakal dibentuknya Rumah Detensi Imigrasi. Karantina imigrasi sebelum
berubh menjadi Rumah Detensi Imigrasi berada di bawah Seksi
Wasdakim, yaitu pada Subseksi Penindakan Keimigrasian.
Sejak diterbitkan Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI
Nomor M.01.PR.07.04 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Rumah Detensi Imigrasi, Rumah Detensi Imigrasi Menjadi UPT yang
mandiri dan lepas dari Kantor Imigrasi. Berikut Orta Rudenim :

Terdapat 13 Rumah Detensi Imigrasi yang tersebar di 13 Provinsi


di seluruh Indonesia, yaitu Rudenim Pusat Tanjung Pinang, Rudenim
Jakarta, Rudenim Pontianak, Rudenim Medan, Rudenim Balikpapan,
Rudenim
Manado, Rudenim Pekanbaru, Rudenim Makassar, Rudenim Surabaya,
Rudenim Jayapura, Rudenim Semarang, Rudenim Denpasar, Rudenim
Kupang.
B. Administrasi Rumah Detensi Imigrasi
Kegiatan Administrasi di Rumah Detensi Imigrasi pada dasarnya
sama dengan kegiatan administrasi Unit Pelaksana Teknis lain di
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
C. Fungsi Teknis Rumah Detensi Imigrasi
Rumah Detensi Imigrasi memiliki fungsi teknis yang berbeda
dengan Kantor Imigrasi. Rudenim Biasa dan Rudenim Pusat pun memiliki
Fungsi yang sedikit berbeda. Fungsi Rudenim sebagai berikut:
a. Rudenim Biasa memiliki fungsi melaksanakan tugas
penindakan, pengisolasian, serta pemulangan dan pengusiran
atau deportasi;
b. Rudenim Pusat memiliki fungsi melaksanakan tugas
pendetensian, pengisolasian, pendeportasian, pemulangan,
pengusulan penangkalan, fasilitasi penempatan Orang Asing ke
negara ketiga, dan pengelolaan tata usaha.
Selain fungsi di atas berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125
Tahun 2016 Rudenim memiliki tugas tambahan, yaitu melakukan
pendataan melalui pemeriksaan paspor, dan penyerahan pengungsi kepada
pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah, serta mengawasi Pencari suaka dan
pengungsi.
D. Manajemen Rumah Detensi Imigrasi
Rumah Detensi Imigrasi melaksanakan tugas ketatausahaan
(Manajemen Umum), Juga melakukan pencatatan pada saat deteni masuk
dan keluar, membuat dokumentasi sidik jari, foto, dan menyimpan benda-
benda milik deteni, serta melaksanakan pemulangan deteni dan
pelaporannya (Manajemen Registrasi, Administrasi dan Pelaporan).
Ketika Deteni masuk ke Rumah Detensi Imigrasi, maka akan
diberikan nomor registrasi, sebagai contoh yaitu: dilakukan pendetensian
di Rumah Detensi Imigrasi Medan pada tahun 2005 maka diberikan
nomor
register 2 P 1 G R 0 0 0 1 D, dalam nomor register tersebut terdapat kode-
kode penting, yaitu:
2P1 : Kode Identitas Pelayanan
GR : Kode Lokasi Rumah Detensi Imigrasi Medan
0001 : Nomor Urut Register
D : Kode Tahun Pelayanan

Di Rumah Detensi Imigrasi juga mempunyai tata kelola keamanan


dan kesehatan, sebagai berikut:
a. Tata Kelola Peralatan dan Kesehatan
- Menyiapkan kebutuhan makan deteni;
- Menyiapkan kebutuhan perawatan kesehatan, kegiatan olahraga,
dan fasilitasi kegiatan ibadah deteni.
b. Tata Kelola Keamanan dan Ketertiban
- Tugas dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan pengamanan,
melakukan pengisolasian dan pemindahan deteni antar Rumah
Detensi Imigrasi serta pengeluaran deteni dalam rangka pengusiran
dan pemulangan, yang dilakukan oleh Seksi Keamanan dan
Ketertiban/Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan
Deportasi (PKPD).

E. Standar Operasional Prosedur Rumah Detensi Imigrasi


Dengan adanya Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor
IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 tentang Standar Operasional Prosedur
Rumah Detensi Imigrasi secara resmi Standar Operasional Prosedur
Rumah Detensi Imigrasi telah ditetapkan dan difokuskan kepada kegiatan
yang menggunakan aplikasi Rudenim.
Dengan adanya Standar Operasional Prosedur Rumah Detensi
Imigrasi ini diharapkan dapat memberi pedoman dan keseragaman bagi
petugas imigrasi di Rumah Detensi Imigrasi dalam melakukan kegiatan
pendetensian, pengisolasian, pendeportasian, pemulangan, pemindahan,
dan fasilitasi penempatan Orang Asing ke negara ketiga secara tertib dan
dapat dipertanggung jawabkan. Selain itu dengan adanya Standar
Operasional Prosedur juga memberikan standarisasi yang jelas terhadap
semua kegiatan yang dilakukan di Rumah Detensi Imigrasi.
F. Prosedur Pendetensian
a. Penerimaan
Kegiatan penerimaan deteni diterima dari Ditjenim, Kanwil
Kemenkumham (Divisi Keimigrasian), dan Kantor Imigrasi dengan
memperhatikan kelengkapan administrasi Deteni Immigratoir
seperti SKEP TAK dan BA Serah Terima yang dilengkapi BAP
dan BA Pendapat, Dokjal CD bila ada, dan barang-barang milik
Deteni. Untuk administrasi Pencari Suaka yang akan di tempatkan
di Rudenimmeliputi BA yang menerangkan identitas diri
(Dokjal/sertifikat dari UNHCR).
Rudenim dapat menolak deteni apabila kelengkapam
administrasinya tidak terpenuhi.
b. Registrasi
Registrasi dilakukan oleh petugas bidang regwat Rudenim
pusat atau Seksi RAP Rudenim. Dalam tahapan registrasi ini
dilakukan identifikasi dan verifikasi identitas diri deteni,
penggeledahan barang dan badan, pengamanan alat komunikasi,
uang, dokumen perjalanan, atau barang yang membahayakan.
c. Perawatan
Perawatan dilakukan bersamaan dengan registrasi, dengan
menyiapkan kebutuhan makan dan minum deteni, peralatan tidur,
mandu dan cuci, serta perlengkapan ibadah. Penyiapan kebutuhan
deteni ini dilakukan oleh Kasi perawatan rudenim pusat atau
Kasubsi Perawatan.
d. Penempatan
Penempatan dilakukan oleh Kasi Penempatan Rudenim Pusat
atau Kassubsi Ketertiban Rudenim. Kegiatan yang dilakukan
dalam penempatan ini adalah dengan menyiapkan tempat/blok
yang
disesuaikan dengan jenis kelamin, status deteni, keamanan dan
kondisi fisik deteni.
Khusus Pencari Suaka perlu diperhatikan latar belakang suku
bangsa yang memungkinkan terjadinya gesekan antar deteni.
e. Pengamanan
Pengawasan dilaksanakan oleh Kasi Keamanan Rudenim Pusat
atau Kasubsi Keamanan Rudenim dengan kegiatan menyiapkan
jadwal penjagaan blok, membentuk regu jaga dan pengamanan
serta regu pengawalan. Selain itu juga dengan melakukan isolasi
terhadap deteni yang melanggar tata tertib.
G. Pelayanan Deteni
Selama berada di Rumah Detensi Imigrasi deteni juga diperikan pelayanan
oleh setiap Kepala Bidang Regwat pada Rumah Detensi Pusat atau Kepala
Seksi Perawatan dan Kesehatan Rumah Detensi, pelayanan yang diberikan
berupa:
- Makan 3 kali sehari;
- Kesehatan dan kebersihan;
- Ibadah;
- Fasilitas kunjungan keluarga, penasehat hukum, dokter,
rohaniawan, dan penjamin;
- Peyegaran atau hiburan, dilakukan dengan penyediaan buku dan
ruang untuk membaca, menonton televisi dan mendengarkan radio;
dan
- Sekolah untuk anak di bawah umur.

H. Prosedur Penanganan Mogok Makan


Deteni melakukan mogok makan karena meminta tuntutannya
dipenuhi. Biasanya deteni menuntut UNHCR agar dapat ditetapkan
statusnya menjadi pengungsi dan segera di salurkan ke negara ketiga.
a. Prosedur Penanganan Mogok Makan Deteni
i. Petugas bidang registrasi dan perawatan dan kesehatan
mencatat dan mendokumentasikan deteni yang menolak
makan dalam rangka mogok makan;
ii. Jika deteni mogok makan selama 72 jam, maka petugas
bidang registrasi dan perawatan atau seksi perawatan dan
kesehatan harus menghubungi dokter;
iii. Keterangan dokter menyatakan deteni benar melakukan
mogok makan atau tidak;
iv. Jika keterangan dokter menyatakan bahwa deteni tidak
makan karena alas an kesehatan, dokter melakukan
pemeriksaan dan penanganan lanjutan;
v. Petugas dilarang memaksa deteni yang mogok makan untuk
makan;
vi. Petugas bidang registrasi dan perawatan atau seksi
perawatan dan kesehatan memberikan pengobatan pada
situasi yang membahayakan jiwa;
vii. Kepala rumah detensi imigrasi melaporkan kepada Direktur
Jenderal Imigrasi pada kesempatan pertama mengenai
setiap terjaadi aksi mogok mkan deteni;
viii. Petugas bidang registrasi dan perawatan atau seksi
perawatan dan kesehatan harus memastikan bahwa deteni
dapat mengakses makanan dan minman walaupun mereka
menolak, serta melakukan pendokumentasian pelaksanaan
pemberian makanan dan minuman kepada deteni.
I. Pencari Suaka dan Pengungsi
Pencari suaka adalah individu atau kelompok yang dengan sengaja
pergi dari negaranya untuk mencari perlindungan atas dasar
perikemanusiaan, agama, diskriminasi ras, politik, dan lain sebagainya.
Dalam rangka pemberian suaka dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Suaka Teritorial; dan
2. Suaka Diplomatik.
Sedangkan untuk pengungsi adalah orang dari daerah atau wilayah
tertentu yang secara terpaksa untuk meninggalkan daerahnya akibat
ketakutan akan alas an ras, agama, kebangsaan dan pandangan politik,
serta menjadi korban dari konflik bersenjata, kebijakan ekonomi atau
korban bencana alam demi alasan kemanusiaan.
Latar belakang adanya pencari suaka dan pengungsi adalah karena
keadaan yang memburuk dalam ranah politik, ekonomi, dan social suatu
negara, sehingga membuat sebagian penduduknya keluar dari negara
tersebut dan mencari perlindungan di negara lain.
Dalam menangani pencari suaka dan pengungsi dibuat sebuah
deklarasi, antara lain:
a. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of
Human Righs)
Dalam deklarasi ini disebutkan bahwa setiap orang berhak
untuk mencari dan mendapatkan suaka di negeri lain guna
melindungi diri dari pengejaran.
b. Declaration Territorial Asylum
Deklarasi ini mengatur tentang pembatasan pemberian
suaka territorial, serta dalam deklarasi ini negara tidak boleh
menolak pencari suaka di perbatasan kecuali mereka masuk dengan
jumlah yang cukup besar.
c. Konvensi 1951 dan protocol 1967
Disini terdapat perubahan terkait pengertian pengungsi
yang semula hanya untuk daerah tertentu diartikan secara umum,
dan juga menghilangkan batas geografis.
Dari deklarasi dan konvensi tersebut menjadi alasan dari sebuah negara
untuk menerima pencari suaka dan melindunginya. Namun tidak semua negara
mengakui pengungsi seperti halnya Indonesia, namun meskipun tidak mengakui
pengungsi Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia
yang mana hal tersebut juga tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
tahun 1945. Selain itu Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM
dijelaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, yang berbunyi
“Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia
dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan
tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan
demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan
kecerdasan serta keadilan.” Dalam Undang-undang ini sudah dijelaskan bahwa
negara Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Para pencari suaka merupakan orang-orang yang terpaksa meninggalkan negara
nya dikarenakan kondisi negara nya sedang tidak stabil, baik itu dikarekan krisis
ekonomi mapun sedang dalam peperangan. Hidup dalam sebuah
peperangan/pertempuran sangat tidak menyenangkan, banyak anak-anak yang
terlantar dan terpisah dari orang tuanya. Korban nyawa terus berjatuhan selama
peperangan berlangsung, tidak hanya itu, dalam kondisi berperang sangat sulit
mendapatkan makanan dan minuman sehingga tidak jarang ditemukan korban
meninggal dikarenakan kelaparan dan dehidrsi parah. Sebagai manusia yang
memiliki hati nurani, sudah sepatutnya kita menaruh simpati kepada orang-orang
ini.

Meskipun tidak meratifikasi Konvensi 51, Indonesia berperan dalam


melindungi pengungsi melalui:

1. Relasi Pemerintah dengan UNHCR


2. Pembuatan Undang-Undang tentang pengungsi
3. UN Peacekeeping
4. Aktifitas Peningkatan Kapasitas

Disisi lain karena menerima pengungsi dan pencari suaka terdapat juga
factor-faktor yang membuat suatu negara menolak pencari suaka dan juga
pengungsi ke dalam negaranya, antara lain yaitu:
- Ketika pencari suaka dan pengungsi masuk ke suatu negara dan
negara tersebut belum siap untuk menampungnya justru akan
mengakibatkan terjadinya terlantarnya pengungsi dan pencari
suaka;
- Dengan adanya pencari suaka dan pengungsi sementara kehidupan
warga negara dari negara yang menampung pencari suaka dan
pengungsi tidak stabil dan masih banyak tindak kejahatan serta
tinggi tingkat kemiskinan, hal ini dapat menimbulkan kecemburuan
social.
- Dan juga terdapat rumor bahwa beberapa pengungsi memiliki
badan tegap layaknya pasukan militer. Apabila ini memang benar
anggota militer akan menjadi ancaman bagi negara yang
menampung pencari suaka dan pengungsi.

Kritik dan Saran


Sebelumnya saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Surya Pranata atas
ilmu dan bimbingannya selama menjalani perkuliahan mata kuliah Manajemen
Rumah Detensi Imigrasi. Materi yang diberikan cukup jelas dan juga untuk
kegiatan pembelajarannya sangat menarik, salah satunya adalah dengan membuat
kelompok debat. Hal ini dapat memaksa saya untuk berfikir dan membuat
argument sehingga dengan begitu saya dapat lebih mudah memahami tentang
materi yang dijadikan bahan debat. Kedepannya mungkin dapat diberikan waktu
yang lebih untuk debat dengan materi yang berhubungan terhadap rudenim.

Anda mungkin juga menyukai