JURNAL
JURNAL
Surya Pranata
Politeknik Imigrasi
suryapranata58@gmail.com
M. Alvi Syahrin
Politeknik Imigrasi
ma.syahrin@poltekim.ac.id
Abstrak
Rumah Detensi Imigrasi yang merupakan tempat penampungan sementara bagi Orang Asing yang
dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian. Rumah Detensi Imigrasi menyediakan perawatan dan
pelayanan kesehatan bagi para Deteni. Perawatan dan layanan yang diberikan kepada Deteni
disetarakan. Di Rumah Detensi Imigrasi ditemukan dua kasus Deteni yaitu Werner Rolf Wullenkord
dan Kingsley Chukwuebuka dalam mengurus biaya rumah sakit dan/atau pemakaman, semua
tanggung jawab dilimpahkan ke Rumah Detensi Imigrasi. Diketahui ada unsur melepaskan tanggung
jawab dan menjadi pengabaian oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui perawatan, pelayanan kesehatan terhadap Deteni di Rumah
Detensi Imigrasi Jakarta dan mengetahui pelayanan kesehatan yang tepat bagi Deteni yang
menderita penyakit kronis. Untuk menjawab permasalahan penelitian dilakukan metode kualitatif dan
pendekatan normatif-empiris. Pendekatan normatif dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-
undangan dan berbagai kajian lain tentang pelayanan kesehatan Deteni, pelayanan Deteni dan
secara empiris dilakukan dengan mengamati gejala-gejala sosial yang terjadi di lapangan. Hasil
penelitian ini, dalam penerimaan calon Deteni, khususnya pemeriksaan kesehatannya harus jelas
dipastikan kondisi kesehatan Orang Asing tersebut. Apabila ternyata kondisinya tidak sehat, maka
calon Deteni perlu ditempatkan di luar Rumah Detensi Imigrasi.
Kata Kunci: Deteni; Pelayanan Kesehatan Deteni; Perawatan Deteni.
Abstract
Immigration Detention House which is a temporary shelter for Foreigners subject to Immigration
Administrative Action. The Immigration Detention House provides care and health services for
Detainees. The care and services provided to Detainee are equalized. At the Immigration Detention
House, two cases of Detainees were found, namely Werner Rolf Wullenkord and Kingsley
Chukwuebuka in taking care of hospital and/or funeral expenses, all responsibilities were devolved to
the Immigration Detention House. It is known that there is an element of abdicating responsibility and
being a waiver by the parties who are supposed to be responsible. The purpose of this research was
to find out the treatment, health services for Detainees at the Jakarta Immigration Detention House
and find out the right health services for Detainees suffering from chronic diseases. To answer the
research problems, qualitative methods and normative-empirical approaches are carried out. The
normative approach is carried out by reviewing laws and regulations and various other research on
Detainee health services, Detainee services and empirically carried out by observing social symptoms
that occur in the field. The results of this research, in the admission of prospective Detainee,
especially the medical examination, must be clearly ascertained the health condition of the Foreigner.
If it turns out that the condition is not healthy, then the prospective Detainee needs to be placed
outside the Immigration Detention House.
Keywords: Detainee; Detainee’s health care; Services of Detainees.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam menjaga tegaknya kedaulatan negara maka Pejim memiliki kewenangan untuk
melakukan penegakan hukum kepada WNI dan WNA yang melanggar aturan Keimigrasian
sesuai dengan prosedur hukum. Pejim memiliki wewenang untuk melaksanakan fungsi
penegakan Hukum Keimigrasian yang meliputi 2 (dua) tindak yaitu:
1. Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK)
2. Penyidikan Keimigrasian
Dalam menindak setiap orang yang melakukan pelanggaran keimigrasian harus
disesuaikan dengan pasal yang tepat untuk menindak lanjuti setiap perbuatan yang
melanggar aturan yang ada. TAK dinilai lebih sering dilaksanakan dalam menegakan
hukum Keimigrasian terkhususnya bagi WNA. Definisi TAK pada dasarnya ialah sanksi-
sanksi administratif yang sudah ditetapkan oleh Pejim terhadap OA di luar proses
peradilan. Jenis jenis TAK diatur lebih lanjut dalam UU Keimigrasian No. 6 Tahun 2011
Pasal 75 yang berisi:
1. Pencantuman dalam daftar Pencegahan atau Penangkalan;
2. Pembatasan, perubahan, atau pembatalan Izin Tinggal;
3. Larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di Wilayah
Indonesia;
4. Keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di Wilayah Indonesia;
5. Pengenaan biaya beban; dan/atau
6. Deportasi dari Wilayah Indonesia.Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian.
Inti dilakukannya TAK untuk memberi tindakan lanjut terhadap OA apabila Ia diketahui
melakukan suatu kegiatan yang berbahaya serta patut diduga membahayakan ketertiban
umum dan keamanan ataupun ditemukan ada OA yang tidak menghormati atau tidak
menaati peraturan-peraturan yang berlaku khususnya melanggar hukum keimigrasian.
Pada saat menunggu proses Deportasi OA yang dikenai TAK ditempatkan sementara di
Rudenim. Pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 Tahun 2013 Pasal 1 angka 24 tertulis
bahwa, Rumah Detensi Imigrasi yang nama lainnya yakni Rudenim merupakan unit
pelaksana teknis yang menjalankan fungsi Keimigrasian sebagai tempat penampungan
sementara bagi OA yang dikenakan TAK. Maka, dalam hal ini Pejim memiliki kewenangan
untuk menempatkan OA dalam Rudenim dengan unsur-unsurnya, antara lain:
1. Apabila OA Berada di Wilayah Indonesia yang tanpa Izin Tinggal dan Izin tinggal
harus diperoleh dengan cara yang sah, kemudian sudah tidak berlaku lagi yang
biasa disebut Overstay;
2. Setiap OA yang Berada di Wilayah Indonesia tanpa memiliki Dokumen Perjalanan
yang sah atau memperoleh Dokumen Perjalanan dengan diperoleh dengan cara
yang sah;
3. Dikenai TAK berupa pembatalan Izin Tinggal karena yang bersangkutan
melakukan hal yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan atau
mengganggu keamanan serta ketertiban umum dengan posisi yang bersangkutan
berada di Wilayah negara Indonesia;
4. Menunggu pendeportasian;
5. OA tersebut dipindahkan dari Ruang Detensi Imigrasi.
Dalam hal pendetensian Deteni juga mendapat hidup yang layak. Deteni mendapat
pelayanan dan perawatan yang cukup di Rudenim. Standard pelayanan serta perawatan
memperhatikan sisi Hak Asasi Manusia (HAM) yang baik. Selain pelayanan serta
perawatan yang cukup terdapat hal-hal yang memerlukan penanganan tertentu seperti
berikut:
1. Penanganan kelahiran;
2. Pemeriksaan Kesehatan;
3. Penanganan Kematian;
4. Penanganan Deteni yang melakukan pelanggaran;
5. Penanganan Deteni yang mogok makan;
6. Penanganan Deteni yang melarikan diri.
Setiap pelaksanaan perawatan atau pelayanan terhadap deteni harus didasarkan pada
ketentuan yang berlaku yakni berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Rudenim.
SOP yang berlaku saat ini didasarkan atas Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor
IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 tentang Standar Operasional Prosedur Rumah Detensi
Imigrasi.Peraturan Direktorat Jenderal Imigrasi Nomor Imi.1917-Ot.02.01 Tahun 2013
tentang Standar Operasional Prosedur Rumah Detensi Imigrasi. Rudenim Jakarta dalam
implementasinya sudah menerapkan aturan SOP Rudenim dengan cukup baik. Penulis
menjabarkan lebih lanjut mengenai pemeriksaan kesehatan dan penanganan kematian
deteni. Hal tersebut yang membuat peneliti ingin mendalami permasalahan pada Rudenim
serta mencari jalan keluar yang harus segera ditangani, Hal ini menjadi sebuah pemikiran
peneliti dikarenakan tidak sedikit Deteni yang tergolong sakit kronis sehingga dilain waktu
penanganannya membutuhkan perhatian lebih serta harus menggunakan prinsip kehati-
hatian dalam penanganannya. Salah satu implementasi penanganan deteni yang tergolong
sakit yaitu kondisi kesehatan deteni selalu dipantau oleh tenaga kesehatan Rudenim.
Tetapi, terdapat lebih dari 2 (dua) kasus Deteni yang dinyatakan meninggal dunia. Dalam
penelitian ini mengambil 2 (dua) contoh kasus Deteni diantaranya yaitu:
1. Deteni atas nama Kingsley Chukwuebuka (KC) yang berkewarganegaraan Nigeria
memiliki riwayat sakit jantung dan;
2. Deteni atas nama Werner Rolf Wullenkord (WRW) yang berkewarganegaraan
Jerman. Rekaman medis terakhirnya menyatakan bahwa yang bersangkutan (Ybs)
mengalami komplikasi (leukimia, gagal ginjal akut, diabetes militus) dan sepsis.
Salah satu dari kasus deteni yang dinyatakan meninggal dunia, yakni kasus yang
dialami oleh Kingsley Chukwuebuka berkewarganegaraan Nigeria. Ybs pada saat
pemeriksaan kesehatan tidak mengakui adanya riwayat sakit jantung dan sesuai hasil
rekaman medis pada saat pemeriksaan kesehatan di awal Ybs dinyatakan dalam keadaan
sehat. Pada saat di Rumah Detensi Imigrasi terdapat keributan Ybs dinyatakan tidak
sadarkan diri pada saat proses penertiban di Rudenim Jakarta. Ybs dinyatakan meninggal
dunia dan mengakibatkan beberapa pihak menyudutkan pihak Rudenim yang senyatanya
Ybs memiliki riwayat sakit jantung dan seharusnya pihak yang lain tidak sewenang-wenang
terhadap pihak Petugas Rudenim Jakarta. Pada saat ini Ybs sudah dikebumikan. Sebelum
dikebumikan Ybs di autopsi terlebih dahulu. Pada saat jenazah belum dikebumikan,
jenazah di tempatkan pada tempat penyimpanan jenazah Rumah sakit Polri Kramat Jati
selama kurang lebih 7 (tujuh) bulan. Dalam penanganan biaya jenazah yang ditempatkan
di RS Polri memakan biaya yang besar.
Kemudian, kasus selanjutnya peneliti akan membahas kasus yang dialami oleh
Werner Rolf Wullenkord memperoleh respon yang kurang mendukung dari kedutaan besar
atau pihak keluarganya. Sebelumnya telah diketahui adanya bukti bahwasanya Rudenim
Jakarta telah melaporkan keadaan Ybs kepada istri Ybs namun istri Ybs berhalangan hadir
dengan pernyataan bahwa keluarga terhalang kebijakan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) sehingga tidak bisa hadir. Kemudian Rudenim Jakarta juga melaporkan Ybs
kepada pihak Kedutaan Besar Jerman yang bertujuan untuk meminta pertanggung
jawaban ketika pada saat itu pembiayaan penanganan kesehatan khususnya dalam hal
pengobatan menjadi tanggungan Rudenim Jakarta dan adanya bantuan dari bapak Kepala
Rudenim Jakarta dalam menutupi biaya tagihannya. Dalam hal ini pihak Rudenim tidak
bisa menanggung pembiayaan sepenuhnya karena memakan biaya yang cukup besar. Hal
tersebut diketahui dari pesan obrolan via aplikasi WhatsAPP antara salah satu struktural
yakni ibu Sari Anggaini selaku Kepala Sub Seksi Kesehatan sebagai upaya koordinasi
yang dilakukan dari pihak Rudenim terhadap pihak Kedutaan Besar Jerman pada saat itu.
Pada dasarnya setiap setiap kasus diatas berpusat pada pembiayaan yang tidak
mendukung. Sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor
M.05.IL.02.01 Tahun 2006 tentang Rudenim Pasal 16 ayat (1).Kementerian Hukum dan
HAM RI, Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor M.05.IL.02.01 Tahun
2006 tentang Rumah Detensi Imigrasi.
Pada saat keluarga, perwakilan negaranya, atau pihak lain tidak ada atau tidak dapat
dihubungi dalam jangka waktu tertentu semua biaya dibebankan pada anggaran Rudenim
sebagaimana tertera pada Pasal 16 ayat (2). Dalam pembuktian contoh dilapangannya
sudah jelas bahwasanya Rudenim telah memiliki itikad yang baik dalam membantu biaya
penanganan pengobatannya namun di sisi lainnya pihak keluarga Ybs atau Kedutaan
Besar tidak bertanggung jawab. Sehingga, dapat dikatakan sesuai Permenkumham Nomor
M.05.IL.02.01 Tahun 2006 tentang Rudenim Pasal 16 ayat (1) dilihat tidak berjalan dengan
semestinya karena terindikasi pembiaran dari pihak yang bersangkutan. Dalam hal ini perlu
diajukan teknis penanganan kepada Deteni yang tergolong sakit kronis atau yang
terindikasi riwayat sakit akut dan perlu dikaji untuk membuat langkah preventif kasus
serupa. Pengajuan teknis penanganan Deteni yang menderita penyakit kronis akan
dibahas lebih lanjut oleh penulis.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana perawatan dan
pelayanan kesehatan yang memerlukan khusus bagi Deteni yang menderita penyakit
kronis pada Rumah Detensi Imigrasi Jakarta ? (2) Bagaimana optimalisasi terhadap Deteni
yang menderita penyakit kronis sebelum di tempatkan ke Rumah Detensi Imigrasi
Jakarta ?
B. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian yang digunakan peneliti ialah normatif-empiris. Pengertian dari penelitian
normatif ialah penelitian yang dimana fokus utamanya merupakan peraturan yang
berlakunya dan melakukan analisis apakah peraturan tersebut sudah berfungsi dengan
baik. Pengertian dari penelitian empiris ialah suatu penelitian tentang hukum yang berlaku
dilapangan. Sehingga, peneliti menggunakan jenis penelitian ini dikarenakan ada hukum
positif yang berlaku di lingkungan Rudenim yang dimana jenis ini termasuk jenis penelitian
normatif dan pembahasan yang diteliti oleh peneliti yakni seputaran Rudenim serta
dengan dikaitkannya faktor pendukung mengenai realita kejadian yang terjadi dilapangan.
Terdapat unsur kenyataan dilapangan ataupun kejadian-kejadian yang ada merupakan
jenis penelitian empirisnya.
C. PEMBAHASAN
1. Perawatan Kesehatan terhadap Deteni yang Menderita Penyakit Kronis pada Rumah
Detensi Imigrasi Jakarta
Perawatan merupakan salah satu ruang lingkup dari pendetensian yang didasarkan
pada SOP Rudenim. Kewenangan Perawatan dibawah Kepala Seksi Perawatan dan
Kesehatan yang dilimpahkan kepada Kepala Sub Seksi Perawatan yang dibantu
dengan petugas bidang perawatan. Perawatan Deteni menurut SOP Rudenim 2013
meliputi:
a. Kebutuhan makan dan minum Deteni
b. Peralatan tidur, mandi, cuci Deteni
c. Perlengkapan ibadah
d. Kebutuhan olahraga
e. Kebutuhan rekreasi
f. Kebutuhan lainnya.Peraturan Direktorat Jenderal Imigrasi Nomor Imi.1917-
Ot.02.01 Tahun 2013 tentang Standar Operasional Prosedur Rumah Detensi
Imigrasi.
Perawatan Deteni pada Rudenim Jakarta berdasarkan hasil wawancara oleh salah
satu struktural bahwasanya perawatan sudah disesuaikan dengan SOP Rudenim
2013. Kebutuhan makan dan minum yang diberikan sebanyak 3 (tiga) kali sehari.
Berikut jadwal makan Deteni pada Rudenim Jakarta:
a. Pagi : 08.00 WIB
b. Siang : 12.00 WIB
c. Malam : 18.00 WIB
Para Deteni mendapat makan sesuai dengan jadwalnya dan diberi makan
sebanyak sehari 3 (tiga) kali. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Sari Anggraini, sebagai Sub
Seksi Kesehatan Rudenim Jakarta bahwasanya dalam memperhatikan kebersihan
serta pemenuhan gizi bagi Deteni bagian perawatan mengecek makanan dengan
mengambil beberapa sampel makanan yang harus dipastikan dan diperiksa terlebih
dahulu. Tahap selanjutnya, Sub Seksi Perawatan memperhatikan rekomendasi
mengenai kebutuhan makanan dari Sub Seksi Kesehatan untuk Deteni yang dalam
kondisi sakit tertentu. Pada hari Sabtu dan Minggu makanan Deteni diurus oleh petugas
Pengamanan. Salah satu perawatan yang diberikan kepada Deteni harus sangat
diperhatikan dan dipertanggung jawabkan oleh Sub Seksi Perawatan serta menimbang
rekomendasi Sub Seksi Kesehatan sehingga apa yang diterima oleh Deteni seharusnya
dalam keadaan yang layak karena sudah disesuaikan dengan SOPAP Pemberian
Makan Deteni Nomor W.10.IMI.IMI-8.OT.02.02-310. Selain itu, Deteni mendapat
peralatan tidur, peralatan mandi, dan peralatan cuci sesuai dengan pembagian dari
Rudenim Jakarta. Selanjutnya, perlengkapan ibadah disediakan sesuai dengan
kebutuhan alat untuk ibadah. Sebelum pandemi Covid-19 Rudenim mengundang
pendeta untuk mendukung ibadah Deteni yang beragama Kristen untuk beribadah pada
tempat yang telah disediakan di Rudenim. Mengenai kebutuhan rekreasi, Rudenim
Jakarta menjadwalkan untuk memberi penyegaran terhadap Deteni. Pemenuhan
kebutuhan lainnya Rudenim Jakarta menyesuaikan perizinan dan anggaran.
2. Pelayanan Kesehatan terhadap Deteni yang Menderita Penyakit Kronis pada Rumah
Detensi Imigrasi Jakarta
Pelayanan kesehatan menurut Kementerian Kesehatan adalah suatu usaha untuk
melangsungkan individu atau bersamaan dalam komposisi untuk menghindari dan
mengembangkan kesehatan, menjaga, mengobati sakit penyakit dan mengobati
kesehatan setiap masyarakat. Pada Rudenim Jakarta pelayanan kesehatan menjadi
salah satu bagian dari pelayanan Deteni yang masuk dalam kategori kesehatan dan
kebersihan berdasarkan SOP Rudenim 2013. Berikut jenis-jenis pelayanan kesehatan
pada Rudenim antara lain:
1) pemeriksaan kesehatan Deteni secara rutin;
2) dalam hal kondisi kesehatan Deteni tidak dapat ditangani oleh petugas
kesehatan RUDENIM, pemeriksaan kesehatan Deteni dapat dilakukan di
klinik, puskesmas, atau rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih
lanjut;
3) bagi Deteni dalam kondisi kesehatan Kritis, dapat diberikan fasilitas
pemeriksaan kesehatan di Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit;
4) Deteni dengan mengidap penyakit akut, dapat dirawat di rumah sakit;
5) Fasilitas sebagaimana dimaskud pada angka 2) sampai dengan angka 4)
harus mendapatkan izin dari Kepala Rudenim. (Peraturan Direktorat
Jenderal Imigrasi Nomor Imi.1917-Ot.02.01 Tahun 2013 Tentang Standar
Operasional Prosedur Rumah Detensi Imigrasi, 2013)
Pemeriksaan kesehatan Deteni dilakukan pada klinik Rudenim. Pelayanan
kesehatan Deteni dilimpahkan kepada Klinik Rudenim yang ditangani oleh tenaga medis
yaitu Dokter Umum, Dokter Gigi dan perawat. Tenaga medis pada Rudenim Jakarta
merupakan salah satu dari Rudenim yang ada di Indonesia yang memiliki tenaga medis
yang lengkap. Tenaga medis Klinik Rudenim Jakarta terdiri dari 2 (dua) Dokter, yakni 1
(satu) Dokter Umum, 1 (satu) Dokter Gigi, dan 2 (dua) perawat sehingga tenaga medis
yang ada di Rudenim sudah dikategorikan lengkap.
Dalam pemeriksaan kesehatan Deteni secara rutin disesuaikan dengan jadwal yang
telah ditentukan. Pelayanan kesehatan Deteni juga dilimpahkan kepada Klinik Rudenim.
Deteni dalam masa pendetensiannya apabila ditemukan laporan kondisi yang tidak
sehat ataupun ada keluhan sakit dari Deteni maka akan segera dibawa ke klinik
Rudenim, apabila telah diperiksa oleh Dokter diketahui adanya sakit yang harus segera
ditangani karena fasilitas pada klinik tidak lengkap maka mendapat rujukan dari dokter
klinik Rudenim untuk di tangani lebih lanjut di rumah sakit pengayoman dan apabila
masih membutuhkan pengobatan medis atau peralatan medis yang lebih khusus dapat
di rujuk ke rumah sakit yang lebih besar ataupun rumah sakit swasta sesuai permintaan
Deteni yang mengidap sakit tersebut dengan mempertimbangkan keputusan Kepala
Rudenim Jakarta. Sehingga semua perizinan dari pemeriksaan di klinik Rudenim,
puskesmas, atau rumah sakit untuk penanganan yang lebih lanjut harus sesuai dengan
keputusan Kepala Rudenim.
3. Upaya Perawatan dan Pelayanan Kesehatan Deteni yang Menderita Penyakit Kronis
Kasus Deteni Kingsley Chukwuebuka (KC) dan Werner Rolf Wullenkord (WRW) di
Rumah Detensi Imigrasi Jakarta
a. Perawatan dan Pelayanan Kesehatan Deteni terhadap Deteni Atas Nama:
Kingsley Chukwuebuka (KC) pada Masa Pendetensian di Rumah Detensi
Imigrasi Jakarta
Kingsley Chukwuebuka adalah Deteni berkewarganegaraan Nigeria. Kingsley
Chukwuebuka dikenai TAK karena diketahui melakukan pelanggaran terhadap aturan
Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 78 yang berbunyi
sebagai berikut,
“Orang Asing pemegang Izin Tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan
masih berada dalam Wilayah Indonesia kurang dari 60 (enam puluh) hari dari
batas waktu Izin Tinggal dikenai biaya beban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang
Keimigrasian .
Pada saat penerimaan calon Deteni pada Rumah Detensi Imigrasi Jakarta KC
merupakan WNA yang dikirim dari Kantor Imigrasi Kelas I TPI Jakarta Timur. Dalam
proses penerimaan calon Deteni pada Rudenim Jakarta KC diarahkan sesuai dengan
SOP Pendetensian. Berikut Alur Pendetensian pada Rudenim Jakarta.
Dalam menerima calon Deteni sesuai dengan kasus yang saya bahas tahap
pemerikasaan kesehatan harus menjadi perhatian khusus. Berdasarkan data dari
beberapa Deteni yang menyatakan dirinya “sehat” tidak sesuai dengan kenyataan
pada saat Deteni sudah dalam masa pendetensiannya. Contoh kasus yang
merupakan kenyataan pada Rudenim Jakarta ialah kasus Kingsley Chukwuebuka.
pada saat Ybs dalam tahap pemeriksaan kesehatan, diketahui Ybs tidak
mengakui adanya riwayat penyakit.
Namun, pada saat ditanyakan kepada pihak keluarganya, yakni istri dari Ybs
mengakui bahwa Ybs memiliki riwayat penyakit. Maka, dalam mencegah hal yang
sama terjadi Orang Asing yang atau Calon Deteni dinyatakan sakit dapat
ditempatkan di tempat lain. Karena pada dasarnya Rudenim Jakarta bukan tempat
penampungan orang sakit, sehingga dapat ditolak oleh pihak Rudenim Jakarta
untuk dilakukannya pendetensian dikarenakan berdasar Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2011 tentang Keimigrasian pada Pasal 83 ayat (3) dinyatakan bahwa,
“Pejabat Imigrasi dapat menempatkan Orang Asing sebagaimana dimaskud pada
ayat (1) di tempat lain apabila Orang Asing tersebut sakit, akan melahirkan, atau
masih anak-anak.”(Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian,
2011) Sehingga pihak Rudenim dan tim medis Klinik Rudenim Jakarta harus
berani mengambil sikap untuk menolak calon Deteni yang menderita penyakit
kronis dan dalam pelaksanaan pemeriksaan kesehatan harus dilakukan secara
hati-hati dan teliti.
Maka hal-hal yang harus diperhatikan Rumah Detensi Imigrasi Jakarta atas kasus
yang telah terjadi yakni kasus Kingsley Chukwuebuka (KC) dan Werner Rolf
Wullenkord (WRW) meliputi:
1) kondisi kesehatan calon Deteni harus dinyatakan benar-benar sehat dan
tidak memiliki riwayat penyakit;
2) pengecekan kesehatan jantung yakni pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)
khusus calon Deteni yang dikategorikan lanjut usia dan calon Deteni yang
direkomendasikan oleh Dokter Klinik Rumah Detensi Imigrasi Jakarta untuk
melakukan pengecekan kesehatan jantung dari Dokter Klinik Rumah Detensi
Imigrasi Jakarta.
Maka, kedua hal tersebut menjadi perhatian bagi pihak Rudenim Jakarta
khususnya dalam menerima calon Deteni. Sehingga, OA yang diterima menjadi
Deteni ialah Calon Deteni yang dinyatakan sehat dan tidak memiliki riwayat
penyakit tertentu sehingga dapat dilaksanakan segera pendeportasiannya.
Apabila, Deteni yang diterima dalam kondisi yang tidak sehat atau memilki riwayat
penyakit tertentu akan membebani dalam segi keuangannya serta kondisi yang
tidak sehat apabila dipaksakan untuk dilakukan pendetensian pada Rudenim tidak
akan membaik juga akan memperlama waktu pendetensian serta kenyataan di
lapangan beberapa Deteni yang tidak terselamatkan apabila menjalankan proses
pemulihannya di dalam Rumah Detensi Imigrasi karena kondisi keuangannya
yang tidak mencukupi namun, apabila dilakukan pemulihan di tempat lain dengan
status penanggung jawabnya ialah UPT pengirim terkait, juga Ybs dalam
pengawasan UPT terkait kepada OA yang ditempatkan di tempat lain. Dalam hal
ini juga mempermudah koordinasi antara UPT terkait dengan penjamin OA
sebagai calon Deteni dikarenakan masih dalam satu cakupan wilayahnya,
sehingga pengawasan dapat lebih efektif. Dengan terlaksananya hal tersebut
calon Deteni yang memiliki riwayat penyakit tertentu, penyakit kronis, atau dengan
kondisi yang tidak layak untuk didetensikan dapat melakukan pemulihan terlebih
dahulu ditempat lain. Hal lainnya juga tidak membebankan biaya kepada pihak
Rudenim dan apabila kondisi sudah layak untuk dilakukan pendetensian sehingga
proses pendeportasian dapat berjalan dengan lancar karena apabila Kedutaan
Besar menerima laporan untuk dilakukan pendeportasian namun ditemukan sakit
dari Deteni akan menghambat pendeportasiannya.
D. KESIMPULAN
Kasus Deteni atas nama Kingsley Chukwuebuka dan Werner Rolf Wullenkord yang
menderita penyakit kronis masuk ke Rudenim Jakarta tidak diperiksa kesehatannya secara
mendalam oleh tim medis Rudenim Jakarta, sehingga tidak bisa diketahui bahwa kedua
Deteni menderita penyakit kronis. Kedua Deteni tersebut atas nama:
1. Kingsley Chukwuebuka Warga Negara Nigeria berumur 36 tahun mengalami
serangan jantung dan meninggal dunia pada tanggal 9 November 2021.
2. Werner Rolf Wullenkord Warga Negara Jerman berumur 67 tahun mengalami
komplikasi (leukimia, gagal ginjal akut, diabetes militus) dan sepsis.pada saat
masa pendetensiannya dan meninggal dunia pada tanggal 15 Juni 2020 Rumah
Sakit Bhayangkara Polri
Optimalisasi perawatan dan pelayanan kesehatan terhadap Deteni yang menderita
penyakit kronis sebelum di tempatkan ke Rumah Detensi Imigrasi Jakarta dapat dilakukan
dengan cara Pemeriksaan kesehatan pada awal penerimaan calon Deteni di Rumah Detensi
Imigrasi Jakarta dan optimalisasi perawatan dan pelayanan kesehatan calon Deteni melalui
penempatan di tempat lain untuk melakukan pemulihan kondisi kesehatan calon Deteni di
luar Rumah Detensi Imigrasi Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Beni Ahmad Saebani. Pengantar Antropologi. Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.
Dr. Irwan S.KM, M.Kes. Etika Dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: CV. ABSOLUTE
MEDIA, 2017.
Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2008.
JURNAL ILMIAH
Alam, Andi Samsul. “Pemenuhan Hak Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Dan Makanan
Bagi Deteni Di Rumah Detensi Imigrasi Makassar.” Phinisi Integration Review 2, no.
2 (2019): 201.
Kontrak, Hakikat, Menurut Roscoe, Pound Dan, Hengki Firmanda S, Hakikat Kontrak,
Roscoe Pound, and Lingkungan Hidup. “Hakikat Kontrak Menurut Roscoe Pound
Dan Relevansinya Terhadap Kontrak Yang Berkaitan Dengan Lingkungan Hidup”
(n.d.): 10–19.
Maulidati, Laila Fadillah, and Chatila Maharani. “Evaluasi Program Pengelolaan Penyakit
Kronis (Prolanis) Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Puskesmas Temanggung.” Jurnal
Kesehatan Masyarakat (Undip) 10, no. 2 (2022): 233–243.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/32800.
Mirwanto, Tony, Politeknik Imigrasi Asto, and Yudho Kartiko. “Sudut Pandang Deportasi
Terhadap Hukum Internasional (Point View of Deportasion on Internasional Law).”
Jurnal Abdimas Imigrasi Politeknik Imigrasi 1, no. 2 (2020): 76–95.
Simamora, Andreas Agustinus, Politeknik Imigrasi, Surya Pranata, and Politeknik Imigrasi.
“Peran Rumah Detensi Imigrasi Dalam Perlindungan Hak Asasi Manusia Pencari
Suaka” 2, no. 2 (2020): 1–13.
Sumarto, Sumarto. “Budaya, Pemahaman Dan Penerapannya.” Jurnal Literasiologi 1, no. 2
(2019): 16.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Indonesia. Kementerian Hukum dan HAM. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Nomor M.05.IL.02.01 Tahun 2006 tentang Rumah Detensi Imigrasi
Indonesia. Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor F-1002.Pr.02.10 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Pendetensian Orang Asing.
Indonesia. Peraturan Direktorat Jenderal Imigrasi Nomor Imi.1917-Ot.02.01 Tahun
2013 tentang Standar Operasional Prosedur Rumah Detensi Imigrasi.
INTERNET
https://kbbi.web.id/masyarakat, diakses pada hari Minggu (08/04/2022), pukul 15.20 WIB.
https://www.mingseli.id/2021/02/pengertian-kesehatan-menurut-paraahli.html, diakses pada
hari Kamis (01/08/2022), pukul 14.00 WIB.
https://kumparan.com/artikel-kesehatan/penyakit-kronis-pengertian-contoh-dan-faktor-
penyebabnya-1yROCIPfPdO, diakses pada Rabu (31/08/2022), pukul 12.00 WIB.
WAWANCARA
Hasil wawancara dengan Hendra Nofiardi, Sub Koordinator Pendeportasian.
Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimgirasian, Kementerian Hukum dan HAM RI
pada hari Kamis (7/07/2022), pukul 14.00 WIB, bertempat di Direktorat Pengawasan
dan Penindakan Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum
dan HAM RI.
Hasil wawancara dengan Denny Priyankasetya, Kepala Seksi Registrasi
Administrasi dan pelaporan di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta pada hari Selasa
(14/06/2022), pukul, 14.00 WIB, bertempat di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta.
Hasil wawancara dengan Sari Anggaini, Kepala Sub Seksi Kesehatan
di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta pada hari Rabu (19/04/2022), pukul, 15.00 WIB,
bertempat di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta.
Hasil wawancara dengan Wiwik Wijayanti, Perawat di Klinik Rumah Detensi
Imigrasi Jakarta pada hari Rabu (29/06/2022), pukul, 14.00 WIB, bertempat di Rumah
Detensi Imigrasi Jakarta.