Anda di halaman 1dari 30

RESITASI

MANAJEMEN PENDETENSIAN

BRIYANTAMA KUSUMA NUGRAHA RAMADHANI


2019.1657.1.01
Hukum Keimigrasian A

Dosen Pengampu:
SURYA PRANTA

Politeknik Imigrasi
2021
PEMBUKAAN

Dalam pembalajaran semester ke-2 ini pada Tingkat 2, saya mendapat sebuah mata pelajaran
Manejemen Pendetensian yang di bimbing oleh Bapak Surya Pranata. Pelajaran ini membahas lengkap
tentang bagaimana SOP dan Prosedur Pendetensian. Hal merupakan pelajaran arau hal yang baru bagi
saya sebagai Taruna Politeknik Imigrasi. Sangat senang sekali dapat mempelajari hal baru seputar
Keimigrasian tentunya.
Selanjutnya akan saya jabarkan resitasi dalam pembalajaran Manajemen Pendetensian ini dalam
beberapa BAB yang telah di sampaikan oleh bapak pembimbing Bapak Surya Pranata.

BAB I
(SEJARAH SINGKAT RUDENIM)
A. Pembahasan Materi
Pada pertemuan pertama pada saat itu, kami di jelaskan tentang sejarah singkat
RUDENIM, apa itu pengertian RUDENIM dan berapa jumlah RUDENIM di Indonesia,
berikut penjelasan dari beliau:
1. Rumah Detensi Imigrasi adalah metamorfosis dari KARANTINA Imigrasi yang
merupakan bagian dari Kantor Imigrasi dibawah seksi Wasdakim Pengawasan dan
Penindakan Keimigrasian tepatnya diawasi oleh Kasubsi Penindakan Keimigrasian.
Untuk pendapat saya sendiri tentang pengertian RUDENIM adalah Sebuah tempat yang
digunakan untuk menampung sementara bagi Orang Asing yang mengalami masalah dalam
Adiministrasi Keimigrasiannya. Kurang lebih seperti itu yang dapat saya cerna sesuai
pendapat saya pribadi, lalu berikutnya.
2. Padaawalnya Rudenim di bentukdi 13 Kota Propinsi di seluruh Indonesia yang banyak
terdapat orang asing antara lain:
1. Rudenim Jakarta
2. Rudenim Pontianak
3. Rudenim Medan
4. Rudenim Balikpapan
5. Rudenim Batam
6. Rudenim Manado
7. Rudenim Pekanbaru
8. Rudenim Makassar
9. Rudenim Surabaya
10. Rudenim Jayapura
11. Rudenim Semarang
12. Rudenim Denpasar
13. Rudenim Kupang
Hal ini juga baru saya ketahui bahwasannya RUDENIM di Indonesia terdapat 13
RUDENIM yang tersebar di Indonesia. RUDENIM hanya terdapat di kota-kota besar
karena Orang Asing banyak berkerja di kota-kota besar di Indonesia, maka dari pada itu
RUDENIM hanya ditempatkan di kota-kota besar saja. Selain itu juga faktor yang lain
adalah, pelanggaran Orang Asing juga tidak terlalu banyak, mungkin hanya terdapat di
beberapa daerah saja yang banyak terjadi pelanggaran keimigrasian.
Selanjutnya adalah beberapa poin – poin penting yang Dosen Pembimbing sampaikan, yaitu:
 DETENI adalah OA PENGHUNI RUDENIM yang telah mendapatkan KEPUTUSAN
PENDETENSIAN dari Pejabat Imigrasi.
 RUDENIM adalah UPT yang menjalankan fungsi Keimigrasian sebagai TEMPAT
PENAMPUNGAN SEMENTARAbagi OAyang dikenai TAK.
 Ruang Detensi Imigrasi adalah tempat penampungan sementara bagi Orang Asing yang
dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian yang berada di Direktorat Jenderal Imigrasi
dan Kantor Imigrasi.
 Tindakan Administratif Keimigrasian adalah sanksi administrative yang ditetapkan
Pejabat Imigrasi terhadap Orang Asing diluarproses peradilan.
 Pencari Suaka (Asylum Seeker) adalah orang yang sedang mencari perlindungan untuk
mendapatkan status sebagai pengungsi lintas batas (Refugee).
 Pengungsi adalah orang asing yang beradadi wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia
disebabkan karena ketakutan yang beralasanakan persekusi dengan alasan ras, suku,
agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu, dan pendapat politik yang
berbeda serta tidak menginginkan perlindungan dari negara asalnya dan/atau telah
mendapatkan status pencari suaka atau status pengungsi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia.
 Deportasi adalah tindakan paksa mengeluarkan Orang Asing dari Wilayah Indonesia.
 Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu Negara kepada Negara yang meminta
penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di
luar wilayah Negara yang menyerahkandan di dalam yuridiksi wilayah Negara yang
meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya. (UU
No 1 Tahun1979)

Berikut diatas merupakan poin-poin penting yang di sampaikan pada materi bapak dosen
pembimbing, Bapak Surya Pranata.
B. Saran dan Masukan
Pada materi BAB I ini saya rasa sudah sangat cukup jelas sekali dalam penyampaian dan
pemberian kepada kami Taruna Kelas Hukum Keimigrasian A. Saya rasa tidak ada
kekurangan dalam penyampaian beliau pada BAB I ini, siap terima kasih. Selanjutnya yang
akan saya bahas adalah BAB II

BAB II
(STRUKTUR ORGANISASI RUDENIM DAN MANAJEMEN)

A. Pembahasan Materi

Gambar diatas merupakan struktur dari Organisasi Rudenim, setiap Rudenim di pimpin
satu kepala dan 3 Kepala Seksi, masing masing seksi memiliki 2 sub sebagai pelaksana pembantu
tugas kepala seksi.
Gambar diatas merupakan struktur organisasi RUDENIM tingkat pusat. RUDENIM pusat
memiliki struktur atau bagan organisasi yang lebih besar. Terlihat bagaimana sebuah bidang
dipimpin oleh seorang Kabid (Kepala Bidang). Dalam struktur RUDENIM pusat memilik 2
bidang yang setiap bidang memiliki 3 cabang untuk membantu proses pengayoman warga deteni.
Setelah mengetahui tentang struktur dari RUDENIM, selanjunya beliau menjelaskan
tentang Administrasi Rumah Detensi Imigrasi, beliau menjelaskan:
1. Pada Dasarnya Administrasi di Rudenim sama dengan UPT lainnya di lingkungan
KemenkumHAM.
2. Khususnya Kantor Imigrasi yang dikelola oleh Pejabat Sub BagianTata Usaha di
Rudenim Biasa dan Bagian Tata Usaha di Rudenim Pusat Tanjung Pinang.
Pada Sub Bagian Tata Usaha/ Bagian Tata Usaha Mempunyai Tugas berikut:
1. Melakukan urusan Kepegawaian
2. Melakukan urusan Keuangan
3. Melakukan urusan surat menyurat , perlengkapan dan rumah tangga.
Administrasi RUDENIM merupakan inti di dalam RUDENIM itu sendiri, tanpa ada
adanya administrasi maka roda yang berada dalam RUDENIM tersebut tidak lah bergerak,
selanjutnya adalah Sub Bagian Tata Usaha/ Bagian Tata Usaha yang mempunyai tugas berikut:
1. Melakukan urusan Kepegawaian
2. Melakukan urusan Keuangan
3. Melakukan urusan surat menyurat , perlengkapan dan rumah tangga
Setelah mengetahui tugas dari Tata Usaha selanjutnya adalah Fungsi Teknis Rudenim.
Fungsi Teknis di Rudenim Berbeda dengan UPT Lainnya khususnya kantor Imigrasi Kantor
Imigrasi memiliki Fungsi:
1. Pelayanan
2. Penegakan hukum Penindakan
3. Intelijen dan Keamanan Negara
Diatas merupakan fungsi teknis secara luas atau umum, berikutnya adalah fungsi teknis
RUDENIM secara pusat dan biasa,
Rudenim Biasa memiliki Fungsi:
1. Melaksanakan tugas penindakan
2. Melaksanakan tugas pengisolasian
3. Melaksanakan tugas pemulangan dan pengusiran /deportasiRudenim

Pusat memiliki Fungsi:


1. Pelaksanaan tugas pendetensian, pengisolasian, dan pendeportasian;
2. Pelaksanaan tugas pemulangan dan pengusulan penangkalan;
3. Pelaksanaan fasilitasi penempatan orang asing ke negara ketiga ; dan
4. Pelaksanaan pengelolaan tata usaha.
Selain fungsi-fungsi diatas RUDENIM juga memiliki point penting dalam
mengelola sebuah RUDENIM itu sendiri, ada dua hal, yaitu peralatan dan kesehatan dan
kemanan dan ketertiban RUDENIM. Dalam menjalankan tugas keamanan dan ketertiban
RUDENIM, seksi keamanan dan ketertiban lah yang melaksanakan fungsi tersebut, dari
Penempatan , Keamanan , Pemulangan dan Deportasi (PKDP) .
B. Saran dan Masukan
Pada materi BAB II ini saya rasa sudah sangat cukup jelas sekali dalam
penyampaian dan pemberian kepada kami Taruna Kelas Hukum Keimigrasian A. Saya
rasa tidak ada kekurangan dalam penyampaian beliau pada BAB II ini, siap terima kasih.
Selanjutnya yang akan saya bahas adalah BAB III

BAB III
(KODE KEGIATAN DAN KODE LOKASI RUMAH DETENSI IMIGRASI)

A. Pembahasan Materi
a) KODE KEGIATAN
No Kode Kegiatan
1 2P1 KodeRegister Pendetensian
2 2P2 KodeRegister Pemulangan
3 2P3 KodeRegister Pengusiran/ deportasi
4 2P4 KodeRegister PemindahanantarRumahDetensiImigrasi
5 2P5 KodeRegister Pengisolasian
6 2P6 KodeRegister PenyimpanandanPenyerahanBarang
7 2P7 KodeRegister IzinKeluarSementara

b) KODE LOKASI RUMAH DETENSI IMIGARSI

No LokasiRudenim KODE
1 MEDAN GR
2 BATAM BRL
3 PEKANBARU BRU
4 JAKARTA JR
5 SEMARANG LR
6 SURABAYA CR
7 PONTIANAK KR
8 BALIKPAPAN MR
9 MANADO SR
10 MAKASSAR FR
11 DENPASAR ER
12 KUPANG XR
13 JAYAPURA DR
14 TANJUNG PINANG PR
Gambar A tersebut merupakan kode dari kegiatan yang akan diberikan kepada orang asing
dari RUDENIM, dengan adannya kode kegiatan tersebut, maka mempermudah urusan ke
administrasian RUDENIM dalam mengumpulkan data-data yang ada.
Selanjutnya Gambar B, ialah kode dari RUDENIM seniri yang berada di seluruh
Indonesia. Kode ini mempermudah penggunaan kode yang nanti dicantumkan kedalam kode
rigistrasi orang asing. Contoh pemberian nomor registrasi untuk kegiatan pendetensian pada
Rudenim Medan pada tahun 2005 Maka:
 Nomor Register adalah : 2 P 1 G R 0 0 0 1 D
 Kode Identitas Pelayanan : 2P1
 Kode Lokasi Rudenim Medan : GR
 Nomor Urut Register : 0001
 Kode Tahun Pelayanan : D
Pada bab ini hanya dijelaskan tentang kode register dan kode RUDENIM yang berada di
Indonesia, namun saya sangat tertarik dengan apa yang disampaikan pada materi ini. Saya dapat
mengetahui hal baru seperti kode kode regis dan kode RUDENIM.
B. Saran dan Masukan
Pada materi BAB III ini saya rasa sudah sangat cukup jelas sekali dalam penyampaian dan
pemberian kepada kami Taruna Kelas Hukum Keimigrasian A. Saya rasa tidak ada kekurangan
dalam penyampaian beliau pada BAB III ini, siap terima kasih. Selanjutnya yang akan saya bahas
adalah BAB IV.

BAB IV
(STANDAR OPERASI RUMAH DETENSI IMIGRASI)
A. Pembahasan Materi

SOP Rudenim ini lebih kepada pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan aplikasi
Rudenim. Maksud dari standar operasi RUDENIM Memberikan PEDOMAN dan
KESERAGAMAN bagi PETUGAS IMIGRASI pada RUDENIM dalam PENDETENSIAN,
PENGISOLASIAN, PENDEPORTASIAN, PEMULANGAN, PEMINDAHAN,dan FASILITASI
PENEMPATAN ke NEGARA KETIGA terhadap ORANG ASING di Wilayah Indonesia yang
melakukan PELANGGARAN ketentuan peraturan perundang-undangan, serta
FASILITASIPENEMPATAN ke NEGARA KETIGA bagi DETENI secara TERTIB dan dapat
DIPERTANGGUNG JAWABKAN. Selain dari maksud juga terdapa tujuan, yaitu
TERCIPTANYA STANDARISASI PENDETENSIAN, PENGISOLASIAN,
PENDEPORTASIAN, PEMULANGAN, PEMINDAHAN , dan FASILITASI PENEMPATAN ke
NEGARA KETIGA terhadap ORANG ASING di Wilayah Indonesia yang melakukan
PELANGGARAN ketentuan peraturan perundang undangan, serta FASILITASI PENEMPATAN
ke NEGARA KETIGA bagi DETENI yang berada di Rumah Detensi Imigrasi.
SOP sendiri di bagikan menjadi dua bagian, bagian ke-1 dan begian ke-2. Saya akan
menjelaskan apa yang saya dapat pada materi ini dari bagian ke-1 terlebih dahulu.
SOP I
1. Prosedur Pendetensian
a. Penerimaan
1) Penerimaan calon deteni dari Direktorat Jenderal Imigrasi, Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia u.p Divisi Keimigrasian, dan atau Kantor
Imigrasi dilakukan di Rumah Detensi Imigrasi oleh Kepala Bidang Registrasi dan
Perawatan, Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan atau petugas yang
ditunjuk.
2) Terhadap penerimaan calon deteni tersebut, Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan,
Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan, atau petugas yang ditunjuk harus
memeriksa kelengkapan administrasi yang menyertai dengan penyerahan calon deteni.
3) Kelengkapan administratif bagi calon deteni yang akan ditempatkan dalam Rumah
Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi, meliputi:
a) Surat Keputusan Tindakan Administratif Keimigrasian.
b) Berita Acara Serah Terima calon deteni yang dilampiri:
i. Berita acara pemeriksaan dan berita acara pendapat.
ii. Dokumen perjalanan bagi calon deteni yang memiliki.
iii. Barang-barang Milik Calon Deteni.
4) Dalam hal kelengkapan administrasi bagi calon deteni tidak terpenuhi, Kepala Bidang
Registrasi dan Perawatan, Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan, atau
petugas yang ditunjuk untuk menolak penerimaan deteni berdasarkan perintah Kepala
Rudenim, yang kemudian ditindaklanjuti dengan membuat surat penolakan yang
ditandatangani oleh Kepala Rudenim.
5) Dalam hal kelengkapan administrasi bagi calon deteni terpenuhi, Kepala Bidang
Registrasi dan Perawatan, Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan, atau
petugas yang ditunjuk menyerahkan calon deteni kepada Kepala Seksi Kesehatan,
Kepala Seksi Perawatan dan Kesehatan, atau petugas yang ditunjuk untuk dilakukan
pemeriksaan kesehatan calon deteni setelah ada rekomendasi medis.
6) Untuk pemeriksaan calon Deteni perempuan, dapat dilakukan pula pemeriksaan
kehamilan oleh petugas kesehatan yang ditunjuk.
7) Terhadap hasil pemeriksaan kesehatan calon Deteni, diketahui hamil dan/atau
mengidap penyakit menular dan berbahaya, petugas kesehatan atau petugas yang
ditunjuk membuat surat keterangan hasil pemeriksaan kesehatan yang ditujukan kepada
Kepala Bidang Registrasi atau Kepala Rudenim.
8) Terhadap calon Deteni yang hamil, sakit, anak, dapat ditempatkan di tempat lain di luar
Rudenim yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Rudenim.
9) Deteni yang telah dinyatakan lengkap persyaratan administrasinya dan hasil
pemeriksaan kesehatannya dinyatakan baik, ditindaklanjuti oleh Kepala Bidang
Registrasi dan Perawatan, Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan, atau
petugas yang ditunjuk dengan menerbitkan Berita Acara Serah Terima sejumlah dua
rangkap dan ditandatangani, dengan rincian:
a) Satu rangkap diserahkan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi, Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia u.p. Divisi Keimigrasian, atau
Kantor Imigrasi sebagai pengirim.
b) Satu rangkap lainnya pertinggal pada Bidang Registrasi dan Perawatan atau
Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan.
b. Registrasi
1) Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan atau Kepala Seksi Registrasi mengajukan
keputusan pendetensian kepada Kepala Rudenim.
2) Kepala Rudenim menandatangani keputusan pendetensian.
3) Berdasarkan keputusan pendetensian, petugas registrasi melakukan registrasi dengan
tahapan meliputi:
a) Mengidentifikasi dan memverifikasi identitas diri deteni;
b) Melakukan penggeledahan terhadap badan deteni berikut barang bawaannya.
Dalam hal penggeledahan terhadap deteni wanita dilakukan oleh petugas
wanita;
c) Apabila dalam penggeledahan ditemukan barang bawaan berupa alat
komunikasi (telepon seluler, portable computer, tablet, uang, dokumen
perjalanan dan barang lainnya yang dapat membahayakan diri sendiri dan/atau
orang lain (seperti gunting, pisau dan sejenisnya) harus diamankan petugas dan
kepada Deteni diberikan surat tanda penerimaan berdasarkan pertimbangan
Kepala Rudenim.
d) Melakukan input data meliputi registrasi manual dan elektronik. Registrasi
manual terdiri atas:
i. Pemberian nomor berkas.
ii. Pencatatan data pada buku registrasi.
iii. Pengambilan foto dan sidik jari.
iv. Pencatatan data pada kartu deteni sejumlah dua rangkap.
v. Penyimpanan dan pengamanan barang bawaan
e) Pengambilan data biometrik foto dan sidik jari.
f) Pemindaian dokumen Laporan Kejadian (LK) yang terlampir pada Berita Acara
Serah Terima.
g) Inventarisasi barang titipan termasuk dokumen perjalanan yang dimiliki Deteni,
yang terlampir pada Berita Acara Serah Terima.
h) Pemeriksaan kesehatan Deteni sebelum penempatan dalam ruangan.
i) Penerbitan Surat Perintah Pendetensian untuk penempatan Deteni.
j) Penerbitan surat pemberitahuan kepada perwakilan negara asal Deteni dalam
rangka pendeportasian/pemulangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal
Imigrasi dan Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia.
4) Setelah selesainya proses registrasi sebagaimana dimaksud pada angka 3, Kepala Seksi
Registrasi, Administrasi dan Pelaporan, Kepala Subseksi Registrasi atau petugas
registrasi yang ditunjuk melaporkan kepada Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan
atau Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan.
5) Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan, Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan
Pelaporan atau petugas yang ditunjuk lebih lanjut menyerahkan deteni kepada Kepala
Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi, Kepala Seksi Keamanan
dan Ketertiban atau petugas yang ditunjuk untuk penempatan pada kamar/ruang di
Rudenim.
c. Perawatan
1) Kepala Seksi Perawatan, Kepala Sub Seksi Perawatan atau petugas perawatan yang
ditunjuk mempersiapkan kebutuhan makan dan minum deteni, peralatan tidur, mandi
dan cuci, serta perlengkapan ibadah.
2) Kepala Seksi Perawatan, Kepala Sub Seksi Perawatan atau petugas perawatan yang
ditunjuk dapat juga memberikan kebutuhan lain seperti olahraga, rekreasi, atau buku
bacaan.
3) Kepala Seksi Perawatan, Kepala Sub Seksi Perawatan atau petugas perawatan yang
ditunjuk melaporkan kepada Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan atau Kepala
Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan.
4) Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan atau Kepala Seksi Registrasi, Administrasi
dan Pelaporan menyerahkan deteni kepada Kepala Bidang Penempatan, Keamanan,
Pemulangan, dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban untuk
penempatan pada kamar/ruang di Rudenim.
d. Penempatan
1) Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi atau Kepala Seksi
Keamanan dan Ketertiban menerima deteni dari Kepala Bidang Registrasi dan
Perawatan atau Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan dengan
kelengkapan daftar deteni, dan dicatatkan dalam buku ekspedisi.
2) Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi atau Kepala Seksi
Keamanan dan Ketertiban menugaskan Kepala Seksi Penempatan atau Kepala Subseksi
ketertiban untuk:
a) Menyiapkan tempat/blok/ruangan
b) Menempatkan deteni sesuai klasifikasi:
i. Jenis kelamin.
ii. Status deteni.
iii. Agama.
iv. Keamanan.
v. Status ada atau tidak adanya cacat fisik atau cacat jiwa pada deteni
c) Membuat daftar nama pada tempat/blok/ruangan dimana deteni ditempatkan.
d) Kepala Seksi Penempatan atau Kepala Subseksi Ketertiban menyerahkan daftar
deteni penghuni tempat/blok/ruangan kepada Kepala Seksi Keamanan atau
Kepala Subseksi Ketertiban dalam rangka pengamanan.
e. Pengamanan
1) Kepala Seksi Keamanan atau Kepala Subseksi Keamanan menyiapkan jadwal
penjagaan tempat/blok/ruangan dan lingkungan kantor dengan sistem bergilir.
2) Membentuk regu pengamanan/penjagaan yang wilayah penjagaannya berganti secara
rutin.
3) Membentuk regu pengawalan yang bertugas melakukan pengawalan terhadap deteni
yang keluar dari Rudenim untuk keperluan antara lain deportasi, dipindahkan ke
Rudenim lain, berobat, keperluan ke perwakilan negaranya atau dibutuhkan dalam
rangka kepentingan pemeriksaan di Direktorat Jenderal Imigrasi sesuai kebutuhan dan
pertimbangan keamanan.
4) Dalam hal terjadi pelanggaran tata tertib dan/atau gangguan keamanan yang dilakukan
oleh deteni, Kepala Seksi Keamanan atau Kepala Subseksi Keamanan dapat
menempatkan deteni di ruang isolasi
5) Membuat laporan mengenai perkembangan situasi keamanan lingkungan Rudenim dan
pelaksanaan pengamanan kepada Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan,
dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban untuk diteruskan kepada
Kepala Rudenim.
6) Berkaitan dengan perawatan kesehatan deteni, Kepala Bidang Penempatan, Keamanan,
Pemulangan, dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban bekerjasama
dengan Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan atau Seksi Perawatan dan kesehatan
untuk pelayanan kesehatan secara berkala dan berkesinambungan.

2. Pelayanan Deteni
a. Persediaan Air Bersih
Kepala Bidang Registrasi, Perawatan dan Kesehatan atau Seksi Perawatan dan Kesehatan
bertugas untuk mengupayakan tersedianya air bersih yang cukup.
b. Penyediaan kebutuhan
Kepala Bidang Registrasi, Perawatan dan Kesehatan atau Seksi Perawatan dan Kesehatan
bertugas menyediakan:
1) Makanan dan minuman yang layak sebanyak 3 (tiga) kali sehari.
2) Makanan tambahan untuk kesehatan atau daya tahan tubuh Deteni (extra fooding).
3) Pengaturan pemberian makanan, seperti cara pembagian, jadwal makan deteni yang
menjalankan ibadah keagamaan, seperti puasa, disesuaikan dengan waktu sahur dan
berbuka.
4) Pemberian jenis makanan dan minuman tertentu bagi deteni berdasarkan rekomendasi
petugas kesehatan.
5) Pemberian makanan dan minuman bagi deteni yang datang untuk ditempatkan di
Rudenim diluar jam makan, berdasarkan rekomendasi Kepala Rudenim
c. Kesehatan dan Kebersihan
Kepala Bidang Registrasi, Perawatan dan Kesehatan atau seksi Perawatan dan Kesehatan
bertugas mengupayakan kesehatan dan kebersihan dengan melakukan:
1) Pemeriksaan kesehatan deteni secara rutin.
2) Dalam hal kondisi kesehatan deteni tidak dapat ditangani oleh petugas kesehatan
rudenim, pemeriksaan kesehatan deteni dapat dilakukan di klinik, puskesmas atau
rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
3) Bagi deteni dalam kondisi kesehatan kritis, dapat diberikan fasilitas pemeriksaan
kesehatan di Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit.
4) Deteni yang mengidap penyakit akut, dapat dirawat di rumah sakit.
5) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada angka 2 sampai dengan angka 4 harus
mendapatkan izin dari Kepala Rudenim.
6) Setiap tempat, blok, atau ruangan di Rudenim dilakukan perawatan kebersihan untuk
pencegahan penularan penyakit, seperti pengasapan (foging) untuk mencegah
berkembangnya penyakit demam berdarah, penyebaran kutu, atau serangga.
7) Menyiapkan peralatan mandi, mencuci dan kebersihan ruangan
d. Ibadah
Kepala Bidang Registrasi, Perawatan dan Kesehatan atau seksi perawatan dan kesehatan
bertugas:
1) Memfasilitasi agar deteni dapat beribadah menurut agama dan kepercayaannya
disesuaikan dengan kondisi Rudenim.
2) Pelaksanaan hari raya keagamaan yang tidak dapat dilaksanakan dalam Rudenim dapat
difasilitasi untuk dilaksanakan di luar Rudenim atau izin Kepala Rudenim dengan tetap
mempertimbangkan kondisi keamanan.
e. Kunjungan
Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Kepala Seksi
Keamanan dan Ketertiban bertugas:
1) Memfasilitasi kunjungan keluarga, penasehat hukum dan dokter, rohaniawan, dan
penjamin setelah mendapatkan izin dari Kepala Rudenim.
2) Memfasilitasi kunjungan perwakilan negara deteni, instansi/badan terkait, organisasi,
lembaga baik nasional maupun internasional yang tugasnya terkait dengan penanganan
deteni setelah mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Imigrasi atau Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
3) Kunjungan jurnalistik hanya dapat melakukan dokumentasi tanpa wawancara terhadap
deteni dan harus ada izin Kepala Rudenim.
4) Melakukan pencatatan dalam buku tamu, memuat nomor urut, nama, jenis kelamin dan
alamat lengkap pengunjung, pekerjaan, maksud dan tujuan kunjungan tanggal dan jam
kunjungan serta nama lengkap deteni yang dikunjungi.
5) Memberikan atau menolak permohonan izin keluar kantor sementara yang diajukan
oleh deteni karena kepentingan pemeriksaan keimigrasian atau kesehatan, keperluan,
pembuatan dokumen perjalanan kunjungan keluarga (perkawinan, kelahiran, kematian,
atau keluarga sakit keras) yang bertempat tinggal di Indonesia.
6) Apabila permohonan izin keluar sementara disetujui, Kepala Rudenim menerbitkan
surat izin keluar sementara dengan mencantumkan tujuan dan jangka waktu kunjungan.
7) Pelaksanaan izin keluar sementara dilaksanakan dengan pengawalan petugas Rudenim.
f. Penyegaran/hiburan
Deteni diberikan waktu untuk kegiatan penyegaran/hiburan dengan mempertimbangkan
situasi dan kondisi antara jumlah deteni dan fasilitas yang tersedia. Penyegaran atau hiburan
tersebut antara lain:
1) Senam pagi dan olah raga dalam rangka menjaga keehatan jasmani.
2) Penyediaan buku dan ruang tempat membaca.
3) Kegiatan lain seperti menonton televisi, mendengarkan radio

3. Penjatuhan Sanksi Pelanggaran Tata Tertib


Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan
dan Ketertiban memberikan:
Teguran Lisan
a. Deteni yang melakukan pelanggaran tata tertib dipanggil oleh Kepala Seksi Keamanan atau
Kasubsi Keamanan untuk diberikan peringatan.
b. Deteni yang melakukan pelanggaran lebih dari 1 (satu) kali, dipanggil oleh Kepala Bidang
Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan
Ketertiban untuk diberi peringatan dan menandatangani surat pernyataan tidak akan
melakukan pelanggaran tata tertib
Teguran Tertulis
a. Terhadap deteni yang melakukan pelanggaran berulang-ulang dan/ atau pelanggaran berat,
dilakukan pemeriksaan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Kepala Seksi Keamanan
atau Kepala Sub Seksi Keamanan.
b. Hasil BAP ditindaklanjuti Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi
atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban dengan pembuatan Berita Acara Pendapat
c. Berita Acara Pendapat memuat rangkuman jenis perbuatan pelanggaran yang dilakukan deteni
dan rekomendasi sanksi yang perlu dijatuhkan oleh Kepala Rudenim.
d. Kepala Rudenim menjatuhkan sanksi sesuai rekomendasi dalam Berita Acara Pendapat atau
berdasarkan pertimbangannya, yang dapat berupa teguran secara lisan atau teguran tertulis
berupa pengisolasian (sel) atau pencabutan hak tertentu dalam waktu yang ditentukan.
e. Dalam bentuk teguran tertulis berupa pengisolasian atau straf sel diajukan oleh Kepala Bidang
Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan
Ketertiban secara tertulis kepada Kepala Rudenim.

4. Prosedur Pemindahan Deteni


a. Pemindahan antar kamar sel
1) Pengajuan pemindahan blok/kamar sel diajukan oleh Kepala Bidang Penempatan,
Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban
kepada Kepala Rudenim.
2) Pengajuan usulan pemindahan tersebut berdasarkan alasan yang jelas dan rasional.
3) Pelaksanaan pemindahan dilakukan dengan pengawalan oleh petugas Bidang Penempatan,
Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Seksi Keamanan dan Ketertiban
b. Pemindahan Antar Rudenim
Pemindahan Deteni antar Rudenim dilakukan berdasarkan pertimbangan:
1) Memudahkan pemulangan atau pendeportasian.
2) Memudahkan untuk berhubungan dengan perwakilan negaranya.
3) Deteni dalam keadaan sakit (atas rujukan dokter ke rumah sakit tertentu).
4) Melebihi kapasitas (over capacity).
5) Kepentingan keamanan.
6) Penyatuan keluarga deteni. Prosedur Pemindahan Antar Rudenim Pelaksanaan
pemindahan dilakukan dengan:
- Membuat Surat Permohonan Pemindahan.
- Menerbitkan surat pengeluaran deteni.
- Membuat Surat Tugas Pengawalan.
- Membuat Berita Acara Serah Terima Deteni.
c. Pemindahan dari Rudenim ke tempat lain
Pemindahan Deteni dapat dilakukan dari Rumah Detensi Imigrasi ke ”tempat lain” dengan
pertimbangan sakit, hamil atau anak di bawah umur berdasarkan perintah Direktur Jenderal
Imigrasi, dengan cara:
1) Menerbitkan Surat Perintah Pengeluaran Deteni.
2) Membuat Surat Tugas Pengawalan.
3) Membuat Berita Acara Serah Terima.
d. Pemindahan dari Rudenim ke Direktorat Jenderal Imigrasi
1) Pemindahan Deteni dapat dilakukan dari Rumah Detensi Imigrasi ke Ruang Detensi
Imigrasi Direktorat Jenderal Imigrasi untuk kepentingan pemeriksaan keimigrasian
berdasarkan perintah Direktur Jenderal Imigrasi.
2) Prosedur pengeluaran dan pemindahan dilaksanakan sebagaimana tahapan pemindahan
Deteni antar Rumah Detensi Imigrasi

5. Penanganan Pemulangan dan Deportasi


Tahapan Proses Pemulangan Dan Deportasi
1) Persiapan
Petugas Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi atau Seksi Registrasi,
Administrasi, dan Pelaporan mempersiapkan administrasi pemulangan atau Deportasi, meliputi:
- Mempersiapkan Dokumen Perjalanan Deteni. Jika tidak memiliki, agar
mengkoordinasikannya dengan perwakilan negara asal Deteni.
- Tiket pesawat ke negara asal Deteni.
- Apabila transit di negara ketiga, untuk dipastikan Deteni tersebut dapat melalui negara
transit.
- Memastikan tidak ada keberatan dari maskapai penerbangan.
- Memberitahu Deteni mengenai tanggal pemulangan atau deportasi yang bersangkutan.
- Memberikan kesempatan Deteni untuk menghubungi keluarga atau staf perwakilan
negara asalnya guna memberitahukan tentang pemulangan atau deportasinya.
2) Pelaksanaan
Petugas Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi/Seksi Registrasi,
Administrasi, dan Pelaporan melakukan pemulangan atau deportasi melalui tahapan:
- Membuat Surat Perintah Pengeluaran Deteni dari Rumah Detensi Imigrasi.
- Menunjuk nama petugas yang akan mengawal Deteni selama proses pemulangan atau
deportasi
- Membuat Surat Perintah Tugas Pengawalan.
- Membuat Surat Pengawasan Keberangkatan.
- Membuat Berita Acara Serah Terima.
- Meminta peneraan tanda keluar di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) pada Surat
Pengawasan Keberangkatan dan dokumen perjalanan Deteni.
- Pengawalan dan pengawasan keberangkatan Deteni dilakukan di TPI dengan berita
acara serah terima dan peneraan tanda keluar pada lembar pengawasan keberangkatan.

Perbedaan Pemulangan dan Deportasi


Perbedaan Pemulangan Deportasi
Pengertian Tindakan mengembalikan Tindakan paksa
orang asing dari wilayah mengeluarkan orang
negara Republik Indonesia ke asing dari wilayah
negara asal atau ke negara Indonesia (Pasal 1 Angka
ketiga (Pasal 1 Angka 3 36 UndangUndang Nomor
Peraturan Menteri Hukum 6 Tahun 2011 Tentang
dan Hak Asasi Manusia Keimigrasian)
Republik Indonesia Nomor
M.HH-11.OT.01.01 Tahun
2009 Tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Rumah Detensi
Imigrasi)
Bersifat Sukarela(tanpa ada paksaan) Pengusiran
Penempatan Orang Asing Rumah atau Ruang Detensi Rumah atau Ruang
Imigrasi Detensi Imigrasi
Kode Register 2P2 (Peraturan Dirjenim 2P3 (Peraturan Dirjenim
Nomor: F-1002. PR.02.10 Nomor: F-1002. PR.02.10
Tahun 2006 Tentang Tata Tahun 2006 Tentang Tata
Cara Pendetensian Orang) Cara Pendetensian Orang)

Pada bagian SOP yang ke-1 ini adalah dasar dari pelayanan yang berada dalam
RUDENIM, yang dimana jika pelayanan RUDENIM tersebut bagus maka dapat dikatakan
RUDENIM ini merupakan RUDENIM yang sehat dan nyaman. Meskipun RUDENIM adalah
ibarat penjara bagi orang asing harus tetap menjaga kenyamanan, karena itu juga termasuk
mengayomi dan memberikan hak asasi antar sesama.
Selanjutnya ialah SOP yang ke-2, seperti berikut yang dapat saya ambil dari yang
diajarkan oleh bapak dosen saya.

SOP II
1. Penanganan Kelahiran, Kematian, Pelanggaran, Mogok Makan, Pemeriksaan Kesehatan
Dan Melarikan Diri
Terhadap calon Deteni yang hamil, sakit, anak, dapat ditempatkan di tempat lain di luar
Rudenim yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Rudenim.
a. Kelahiran
Dalam hal adanya kelahiran Deteni dicatat oleh Kepala Bidang Registrasi dan
Perawatan/Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan guna penanganan lebih lanjut.
b. Kematian Deteni
Dalam hal adanya kematian Deteni dilaporkan oleh Kepala Bidang Registrasi dan
Perawatan/Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan kepada Kepolisian guna
penanganan lebih lanjut. Prosedur Penanganan Kematian Deteni:
1) Petugas pengamanan melakukan pengamanan Tempat Kejadian Perkara (TKP).
2) Membuat Berita Acara Kematian.
3) Membuat Surat Pemberitahuan Kematian Deteni kepada Kepolisian dengan tembusan
yang ditujukan kepada Perwakilan negara asal Deteni, Direktur Jenderal Imigrasi dan
Kantor Wilayah.
4) Membuat adminstrasi pencatatan kematian memuat data deteni yang meninggal, antara
lain:
- Nama lengkap;
- Kebangsaan
- Tempat/tanggal lahir;
- Hari, tanggal, waktu, dan tempat kematian;
- Penyebab kematian;
- Langkah penanganan;
- Nama dan alamat keluarga/perwakilan negara asal Deteni;
- Riwayat medis singkat;
- Keterangan.
5) Petugas Kepolisian dalam rangka penyelidikan kematian dapat meminta keterangan
dari Petugas Rumah Detensi Imigrasi dan deteni dengan terlebih dahulu mendapatkan
izin Kepala Rumah Detensi Imigrasi
c. Pelanggaran Deteni
Petugas Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Seksi
Keamanan dan Ketertiban melakukan tindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan Deteni
yang tidak mematuhi tata tertib Rumah Detensi Imigrasi. Berikut Penanganan yang dapat
dilakukan:
1) Penanganan pelanggaran tata tertib ringan dengan cara persuasif.
2) Apabila cara persuasif tidak berhasil, dapat dilakukan tindakan represif;
3) Alat pengamanan yang bersifat melumpuhkan seperti alat kejut listrik, tongkat, borgol
dan lain-lain dapat digunakan dalam keadaan yang mendesak seperti kerusuhan dan
perkelahian antar Deteni;
4) Dalam hal pelarian Deteni, Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan
Deportasi atau Seksi Keamanan dan Ketertiban melaporkan kepada Direktur Jenderal
Imigrasi u.p. Direktorat Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian dengan cara:
- Membuat Laporan Atensi dan Laporan Kejadian.
- Membuat Daftar Pencarian Orang (DPO).
- Membuat Surat Pemberitahuan Kedutaan
d. Mogok Makan
1) Petugas Bidang Registrasi dan Perawatan/Seksi Perawatan dan Kesehatan mencatat
dan mendokumentasikan deteni yang menolak makan dalam rangka aksi mogok
makan.
2) Jika deteni mogok makan selama 72 (tujuh puluh dua) jam, maka Petugas Bidang
Registrasi dan Perawatan atau Seksi Perawatan dan Kesehatan harus segera
menghubungi dokter.
3) Keterangan dokter menyatakan deteni benar melakukan mogok makan atau tidak.
4) Jika keterangan dokter menyatakan bahwa Deteni tidak makan karena alasan
kesehatan, dokter melakukan pemeriksaan dan penanganan lanjutan.
5) Petugas Rumah Detensi Imigrasi tidak boleh memaksa Deteni yang mogok makan
untuk makan.
6) Petugas Bidang Registrasi dan Perawatan/Seksi Perawatan dan Kesehatan memberikan
pengobatan pada situasi yang membahayakan jiwa.
7) Kepala Rumah Detensi Imigrasi melaporkan kepada Direktur Jenderal Imigrasi pada
kesempatan pertama mengenai setiap terjadi aksi mogok makan Deteni.
8) Petugas Bidang Registrasi dan Perawatan/Seksi Perawatan dan Kesehatan harus
memastikan bahwa Deteni dapat mengakses makanan dan minuman walaupun mereka
menolak, serta melakukan pendokumentasian pelaksanaan pemberian makanan dan
minuman kepada deteni.
e. Pemeriksaan Kesehatan
1) Petugas melakukan pemeriksaan kesehatan deteni.
2) Petugas menerbitkan surat hasil pemeriksaan kesehatan deteni
f. Melarikan Diri
Jika terjadi pelarian Deteni dilakukan administrasi pelaporan dengan cara:
1) Membuat Laporan Atensi dan Laporan Kejadian.
2) Membuat Berita Acara Serah Terima.
3) Membuat Daftar Pencarian Orang (DPO).
4) Membuat Surat Pemberitahuan Kedutaan.
Dalam SOP ke-2 inilah, cara atau apa yang harus dilakukan oleh pihak RUDENIM
terhadap deteni yang melakukan hal-hal yang biasa terjadi. Dengan adanya SOP ke-1 dan ke-2 ini
maka pelayanan RUDENIM terhadap deteni sangatlah baik dan teratur.
Dengan adannya materi ini membuat saya lebih tau akan guna dan fungsi pelayanan pada
deteni di RUDENIM. Menurut saya, meski RUDENIM adalah penjara bagi orang asing, maka
pelayanan tetap menjadi prioritas terbaik untuk para deteni. Kita tidak boleh semenan-mena
memberlakukan mereka dengan tidak manusiawi meski mereka melakukan pelanggaran dan di di
jebloskan kedalam RUDENIM.
C. Saran dan Masukan
Pada materi BAB IV ini saya rasa sudah sangat cukup jelas sekali dalam penyampaian dan
pemberian kepada kami Taruna Kelas Hukum Keimigrasian A. Saya rasa tidak ada kekurangan
dalam penyampaian beliau pada BAB IV ini, siap terima kasih. Selanjutnya yang akan saya bahas
adalah BAB V.

BAB V
( DEBAT “PANDANGAN TERHADAP PENGUNGSI DAN PENCARI SUAKA DI INDONESIA“)

A. Pembahasan Materi
Pada bab ini atau dalam pertemuan saat itu, kami Taruna Muda Hukum Keimigrasian A
melakukan metode pembelajaran dengan metode pembelajaran Debat. Dalam debat tersebut
dibedakan menjadi 3 (tiga) tim yang masing – masing terdapat di tim pro, kontra, dan netral.
Kebetulan pada saat itu saya mendapat pembagian di pihak tim netral, yang dimana notabennya
tim netral adalah tim yang dimana menengahi sebuah perkara atau memberi solusi. Beliau bapak
dosen kami mengatakan bahwasannya “Tim netral merupakan cerminan dari Pemerintah untuk
melakukan wewenang dalam menentukan peraturan untuk dilaksanakan dalam masyarakat dan
saling menguntungkan”.
Dalam debat ini kami mengangkan sebuah kasus terhadap pengungsi dan pencari suaka di
Indonesia, lalu kamu harus menanggapai hal tersebut. Bagaiamana jalan dari debat tersebut? Saya
akan jabarkan disini dimulai dari pihak tim pro, kontra, lalu netral.

1. PRO TERHADAP PENGUNGSI DAN PENCARI SUAKA


 Mengapa Indonesia harus Pro terhadap Pencari Suaka dan Pengungsi?
Sejatinya setiap orang berhak mencari suaka dan perlindungan dari negara lain kecuali
bagi mereka yang melakukan tindak kejahatan politik. Sekalipun Indonesia bukan negara
pihak dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967, namun Indonesia mempunyai pengalaman
yang cukup lama berhubungan dengan masalah pengungsi. Berikut ini merupakan Instrumen
Hukum Nasional Yang Berkaitan Dengan Suaka, Yang Menunjukkan Adanya Komitmen
Hukum Untuk Menerima Prinsip-prinsip Perlindungan Pencari Suaka Dan Pengungsi,
diantaranya:
a. UUD 1945 (Amandemen) Pasal 28 G (2)
b. UU No. 39 Th. 1999 tentang HAM pasal 28 (1)
c. UU No. 37 Th. 1999 tentang Hubungan Luar Negeri Pasal 25 (1)
 Mengapa Indonesia belum meretifikasi konvensi 1951?
Dikarenakan untuk memenuhi hak dan kewajiban bagi para pengungsi tersebut
dibutuhkan suatu aturan terkait penanganan pengungsi, peraturan tersebut wajib dibuat
terutama oleh negara pihak yang menjadi anggota dari Konvensi 1951 tentang Pengungsi.
Namun, Indonesia berpegang teguh pada prinsip non refoulement, yaitu pelarangan
pengembalian atau pengusiran pencari suaka dan pengungsi.
 Mengapa Indonesia harus setuju dengan ratifikasi konvensi 1951?
Sebagai suatu negara hukum yang berpangkal pada paham penghargaan terhadap
HAM, maka Indonesia sesegera mungkin meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Hal
ini disebabkan bahwa Konvensi tersebut memberikan pengakuan hak-hak yang sama dan tidak
dapat dicabut dari semua anggota masyarakat yang memberikan penghargaan kepada martabat
manusia. Selain itu isi ketentuan dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tidak akan
mempengaruhi asas dan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan nasional yang
mengandung asas menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
 Kebijakan Keimigrasian terhadap pengungsi dan pencari suaka
Hukum positif keimigrasian tidak memuat ketentuan yang berlaku secara khusus (lex
specialis) bagi pencari suaka dan pengungsi, misalnya tidak ada prosedur adminstrasi
keimigrasian secara spesifik, tidak ada ketentuan tentang izin tinggal temporer, tempat
penampungan, mekanisme penanganan dan proses evaluasinya. Dengan demikian, setiap orang
asing, yang masuk ke Indonesia tanpa memenuhi persyaratan, akan dianggap sebagai orang
asing yang memasuki wilayah Indonesia tidak sah yang merupakan subjek penolakan masuk
(deny entry).
Indonesia merupakan salah satu negara yang dijadikan sebagai tempat transit bagi para
pencari suaka dan pengungsi yang ingin mencari suaka ke Australia. Seringnya Indonesia
menjadi tempat transit bagi para pencari suaka dan pengungsi tidak terlepas dari letak
Indonesia yang strategis, berpotensi sebagai jalur transit bagi para pencari suaka dan
pengumgsi yang ingin menuju Australia.
Hal ini dikarenakan Indonesia telah mengeluarkan keputusan untuk menampung dan
memberi perlindungan bagi pencari suaka dan pengungsi yang berasal dari luar wilayahnya.
Para pencari suaka da pengungsi ini mencoba meninggalkan negaranya untuk mencari
perlindungan di negara lain yang dianggapnya aman dari ancaman.
 Keuntungan jika Indonesia meratifikasi konvensi 1951
Terdapat keuntungan jika Indonesia meratifikasinya setidaknya Indonesia mendapat
beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut seperti pertama, pemerintah dapat menentukan
sendiri status para pengungsi dan pencari suaka. Kedua, pemerintah dapat mendapat bantuan
dan kerjasama internasional terkait penguatan kapasitas nasional dalam penanganan pengungsi
dan pencari suaka. Ketiga, mencegah para pembonceng yang memiliki motif yang berbeda.
Pembonceng itu biasanya terkait dengan kegiatan pidana seperti human trafficking. Ratifikasi
Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 oleh pemerintah Indonesia sangat penting bagi
jaminan penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan HAM para pengungsi dan pencari
suaka.
Kesimpulannya dalam pihak tim Pro ini mereka berseteguh untuk tetap menampung
para pengungsi atau pencari suaka dari manapun dengan alasan KEMANUSIAAN. Tidak bisa
dipungkiri lagi memang di negara kita Negarai Indonesia menerapkan HAM yang begitu pekat
dalam setiap aspek kehidupan.
Tanggapan saya sebagai pihak tim netral, memang kemanusiaan itu penting, saya tidak
ada masalah dengan pengungsi atau pencari suaka lainnya, apalagi dengan alasan yang jelas
seperti negaranya dalam peperangan atau mereka merasa diancam oleh negaranya sendiri.
Namun saya kira kita tetap tidak boleh menerima mereka dengan cara mentah- mentah. Tidak
ada yang mau negara dirugikan oleh pendatang baru karena culture mereka yang amat sangat
berbeda dengan indonesia. Saya rasa seperti itu tanggapan saya terhadap pihak tim pro.

2. KONTRA TERHADAP PENGUNGSI DAN PENCARI SUAKA


Isu pengungsi dan pencari suaka telah menjadi salah satu isu yang paling banyak
mendapatkan perhatian, baik dari dalam negeri maupun internasional. Berdasarkan data dari
United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), jumlah pengungsi dan pencari suaka
dalam beberapa tahun belakangan terus mengalami peningkatan dan tercatat ada lebih dari 22 juta
pengungsi dan pencari suaka di tingkat global.

Sebagian besar pengungsi dan pencari suaka berada di negara-negara berkembang seperti
Turki, Pakistan, Libanon, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Di Indonesia tercatat hingga akhir
Desember 2020, jumlah pengungsi kumulatif di Indonesia tercatat sebesar 13,745 orang dari 50
negara dan lebih dari setengah populasi tersebut datang dari Afghanistan. Berdasarkan data
UNHCR Tahun 2018 hanya 556 dari 10.629 pengungsi yang diterima dan diberangkatkan ke
negara ketiga.

Berikut ini merupakan point – point kenapa Indonesia kontra terhadap Pengungsi dan Pencari
Suaka
1) Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951
2) Belum adanya kebijakan selective policy
Dalam penaganan pengungsi di Indonesia selain kebijakannya dilakukan oleh UNHCR
dan IOM. Imigrasi juga berperan dalam penanganan pengungsi di Indonesia. Aturan yang
diterapkan kepada para pengungsi yang ada di Indonesia hingga saat ini adalah Undang-
undang Keimigrasian. Berdasarkan UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian mengenai
kebijakan selective policy bagi orang asing yang memasuki wilayah Indonesia yaitu
merupakan salah satu konsep kedulatan negara sebagai filter bagi setiap orang asing yang
masuk dan keluar wilayah Indonesia.
Pengkategorian bagi pengungsi yang ditolak masuk ke Indonesia adalah yang tidak
diinginkan keberadaannya di Indonesia.Tingginya jumlah pengungsi yang masuk ke wilayah
Indonesia sebagai ancaman bahwa kebijakan selective policy harus dilaksanakan. Indonesia
seharusnya dapat mengimplementasikan kebijakan ini terhadap pengungsi yang notabene
adalah ‘Orang Asing’. Tetapi pada kenyataannya di Indonesia sendiri belum ada instrument
hukum yang mengatur dalam masalah penanganan pengungsi yang masuk ke Indonesia.
3) Terancamnya keamanan dan kedaulatan negara
Untuk tetap menjaga keamanan negara, Indonesia mengambil langkah penting dalam
tiap tindakan untuk mengatasi permasalahan pengungsi.
- Indonesia secara tertulis tidak memiliki tanggung jawab langsung terhadap pengungsi-
pengungsi asing, ini karena pertimbangan keamanan nasional dan memprioritaskan
kesejahteraan social masyarakat Indonesia.
- Umumnya pengungsi masuk tanpa membawa dokumen perjalanan. Ada kemungkinan
bagi calon pengungsi yang masuk ke Indonesia adalah orang memiliki rekam jejak
melakukan tindak pidana baik skala nasional maupun internasional sehingga dapat
mengakibatan terganggunya keamanan dan kedaulatan negara.
4) Pengungsi yang anarkis
5) Pelaksanaan Perpres No.125 Tahun 2016
a. Penerapan Perpres Nomor 125 Tahun 2016 belum maksimal
Pada Perpres No.125 Tahun 2016 tentang Penanganan pengungsi dari Luar negeri,
sejauh ini masih jauh dari kata efektif dalam memberikan perlindungan dan penanganan yang
layak terhadap para pengungsi
b. Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tidak membedakan antara pencari
suaka dan pengungsi
Pemerintah harus meninjau kembali Perpres Penanganan Pengungsi
dari Luar Negeri terutama terkait penanganan pengungsi dan
pencari suaka.
c. Perpres Nomor 125 tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
- mekanisme masuknya pencari suaka dan pengungsi ke Indonesia
tidak sejalan dengan ketentuan UU Keimigrasian.
- pengaturan Rumah Detensi, pengaturan antara pencari suaka dan
pengungsi tidak sejalan dengan UU Keimigrasian
d. Penanganan yang kurang layak
Ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi / Tempat penampungan yang dikelola
pemerintah, namun dengan fasilitas yang terbatas dan kurang memadai
6) Kesejahteraan negara
a. Indonesia merupakan negara berkembang
Pada Pasal 17 Konvensi 1951 berisi “The Contracting State shall accord to refugees
lawfully…, as regards the right to engage in wage-earning employment” menyatakan bahwa
para pengungsi memiliki hak bekerja. Perealisasian pasal tersebut cukup berat mengingat
masih tingginya angka pengangguran. Pada Pasal 21 Konvensi 1951 berisi “As regards
housing, the Contract States, in so far as the matter is regulated by laws or regulations or is
subject to the control of public authorities, shall accord to refugees lawfully staying in their
territory treatment as favourable as possible and, in any event, not less favourable than that
accorded to aliens generally in the same circumstance” mengharuskan para pengungsi untuk
mendapat rumah, dimana untuk warga negara Indonesia pun masih belum merata.
b. Tidak terpenuhinya hak hak dasar pencari suaka sebagai manusia
Melihat dari realita kehidupan pengungsi yang ada, kebebasan dan hak-hak dasar para
pengungsi sebagai manusia justru semakin menurun ketika menjadi pencari suaka di
Indonesia. Kebutuhan mendasar untuk mendapatkan makanan, air, dan tempat tinggal yang
layak tidak mereka dapatkan sebagaimana mestinya, sesuai dengan yang menjadi ketentuan di
Konvensi 1951.
Jadi dapat disimpulkan dalam sudut pandang kontra bahwa Indonesia belum siap
untuk meratifikasi konvensi 51 karena hak-hak bagi pengungsi masih perlu dipertimbangkan
oleh negara Indonesia dalam pelaksanaannya dan Kebijakan Indonesia mengenai pengungsi
belum jelas implementasinya.
Pengungsi juga merupakan manusia yang harus diperhatikan, ditolong dan
diselamatkan tetapi untuk membantu negara lain, negara kita sendiri harus lebih layak dan
siap dalam membantu mereka. Jika kebijakan, filterisasi, serta instrument hukum belum
diterapkan secara tegas dan para pengungsi diberikan izin masuk secara menyuluruh. Negara
kita belum siap secara materi, fasilitas, sarana dan prasarana bagi mereka, tentu mereka hanya
ditelantarkan di negara kita sendiri dan tidak mendapatkan hak asasi nya sebagi manusia.
Indonesia bukanlah negara yang berpihak kepada pengungsi, melainkan hanya
menerima saja. Kemudian, Indonesia juga harus menerima pengungsi tersebut dengan berbagai
pengecualian. Negara kita berhak melakukan pembatasan terhadap pengungsi dan menolak
mereka secara tegas dengan mempertimbangkan faktor keamanan dan ketertiban negara, tidak
hanya mempertimbangkan dari sudut pandang Hak Asasi Manusia saja. Tidak perlu terburu
buru untuk meratifikasi konvensi 51 terlebih dahulu, karena Indonesia membutuhkan
pertimbangan dan kajian hukum lebih terkait dengan keseimbangan dan proporsi dari setiap
regulasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam penanganan masalah pengungsi.
Jadi menurut saya pribadi sebagai tim netral dengan argument yang dipaparkan oleh
tim kontra adalah, Indonesia tidak pernah menolak mentah-mentah para pengungsi atau
pencari suaka, perlu di garis bawahi, Indonesia tidak pernah menolak secara mentah –
mentah. Indonesia hanya sebagai tujuan singgah sementara bagi orang asing untuk menuju
tujuan akhir mereka atau negara ke-3 mereka. Banyak yang salah menangkap akan hal itu.
Namun apabila ada wna yang ingin mengungsi atau mencari suaka di Indonesia kita juga harus
memilah, karena banyak faktor yang akan terjadi kedapannya jika kita bebas dalam
memasukkan orang seperti yang dipaparkan kelompok kontra diatas. Selanjutnya adalah
pembahasan oleh kelompok saya, kelompok netral.

3. NETRAL TERHADAP PENGUNGSI DAN PENCARI SUAKA


Dalam kelompok netral ini saya dan rekan pihak netral saya harus bijak dalam menanggapi
persoalan dari kedua belah pihak, kami tidak boleh merujuk kesalah satu kelompok dan harus
bersikap bijaksana dalam mengambil keputusan. Kami telah mengklasifikasi pendapat –
pendapat mereka.
KLASIFIKASI PENDAPAT ANTARA PRO DAN KONTRA TERHADAP PENGUNGSI DAN
PENCARI SUAKA
No Pro Kontra
.
1. Setiap orang, berhak mencari suaka dan Indonesia belum siap untuk meratifikasi
perlindungan dari negara lain kecuali konvensi 51 karena hak-hak bagi
bagi mereka yang melakukan tindak pengungsi masih perlu dipertimbangkan
kejahatan politik. Sekalipun Indonesia oleh negara Indonesia dalam
bukan negara pihak dalam Konvensi pelaksanaannya dan Kebijakan Indonesia
1951 dan Protokol 1967, namun mengenai pengungsi belum jelas
Indonesia mempunyai pengalaman yang implementasinya. Pengungsi juga
cukup lama berhubungan dengan merupakan manusia yang harus
masalah pengungsi. Berikut ini diperhatikan, ditolong dan diselamatkan
merupakan Instrumen Hukum Nasional tetapi untuk membantu negara lain,
Yang Berkaitan Dengan Suaka, Yang negara kita sendiri harus lebih layak dan
Menunjukkan Adanya Komitmen siap dalam membantu mereka. Jika
Hukum Untuk Menerima Prinsip- kebijakan, filterisasi, serta instrument
prinsip Perlindungan Pencari Suaka hukum belum diterapkan secara tegas dan
Dan Pengungsi para pengungsi diberikan izin masuk
secara menyuluruh. Negara kita belum
siap secara materi, fasilitas, sarana dan
prasarana bagi mereka, tentu mereka
hanya ditelantarkan di negara kita sendiri
dan tidak mendapatkan hak asasi nya
sebagi manusia.
2. Jika Indonesia meratifikasi Konvensi Indonesia merupakan negara
1951 dan Protokol 1967 setidaknya berkembang, seperti yang dijelaskan Pada
Indonesia mendapat beberapa Pasal 17 Konvensi 1951 berisi “The
keuntungan. Keuntungan tersebut Contracting State shall accord to
seperti pertama, pemerintah dapat refugees lawfully…, as regards the right
menentukan sendiri status para to engage in wage-earning employment”
pengungsi dan pencari suaka. Kedua, menyatakan bahwa para pengungsi
pemerintah dapat mendapat bantuan memiliki hak bekerja. Perealisasian pasal
dan kerjasama internasional terkait tersebut cukup berat mengingat masih
penguatan kapasitas nasional dalam tingginya angka pengangguran. Pada
penanganan pengungsi dan pencari Pasal 21 Konvensi 1951 berisi “As
suaka. Ketiga, mencegah para regards housing, the Contract States, in
pembonceng yang memiliki motif yang so far as the matter is regulated by laws
berbeda. Pembonceng itu biasanya or regulations or is subject to the control
terkait dengan kegiatan pidana seperti of public authorities, shall accord to
human trafficking. Ratifikasi Konvensi refugees lawfully staying in their
Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 oleh territory treatment as favourable as
pemerintah Indonesia sangat penting possible and, in any event, not less
bagi jaminan penghormatan, favourable than that accorded to aliens
pemenuhan, dan perlindungan HAM generally in the same circumstance”
para pengungsi dan pencari suaka. mengharuskan para pengungsi untuk
mendapat rumah, dimana untuk warga
negara Indonesia pun masih belum
merata.
Dalam sudut pandang pro dapat disimpulkan bahwasanya negara Indonesia bisa menjadi
negara yang menerima pengungsi berdasarkan hak-hak yang diberikan kepada pengungsi dimana
pengungsi merasa nyaman dan aman dengan keadaan sosial yang di Indonesia. Sedangkan dalam
sudut pandang kontra bahwasanya negara Indonesia belum layak untuk menjadi negara
penerima pengungsi dari negara lain dikarenakan belum ada peraturan yang mengatur secara jelas
dan resmi. Indonesia tidak mempunyai kewenangan memberikan status pengungsi karena
pemberian status berada di tangan UNHCR, hal ini merupakan akibat hukum dan konsekuensi
yang diemban oleh Indonesia ketika tidak meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Jadi
dalam setiap pandangan tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri, kita tidak bisa
hanya melihat dari satu sudut pandang saja dengan mengabaikan sudut pandang yang lain.
Dengan begini maka tidak ada pihak yang disalahkan atau pihak yang direndahkan.
Argument mereka benar dan berdasarkan fakta – fakta yang ada. Seperti yang saya sampaikan
ketika dalam debat pada saat itu “pihak netral tidak memihak terhadap siapapun, kami mencari
jalan tengah dalam permaslahan ini, tidak ada pengungsi atau pencari suaka yang bebas masuk
dalam negara Indonesia dan tidak ada juga yang memaksa diri untuk masuk, namun di lain sisi
kami mungkin tidak menutup kemungkinan untuk tetap menerima jika itu sangat urgent dan
berkompeten untuk diterima di Indonesia agar tidak menjadi keribut atau kesenjangan sosial.”
B. Saran dan Masukan
Pada materi BAB V ini saya ada beberapa masukan yang ingin saya sampaikan, yaitu:
1. Debat yang dimaksud menurut saya kurang dalam pengertian debat, mungkin
kedepannya moderator harus lebih jelas dan diambil hanya untuk 1 orang moderator.
2. Setiap kelompok membeberkan fakta dan opininya dan diberi waktu terlebih dahulu
untuk berbicara, lalu langsung disannggah oleh kelompok lain yang nantinya akan
memunculkan aura debat yang nyata, tidak perlu menunggu.
3. Kelompok yang kontra diberi waktu sendiri untuk memaparkan pendapatnya.
Mungkin hanya itu saja saran dan masukan saya oada BAB V ini, dalam materi sudah sangat jelas
dan saya mengetahui banyak hal lainnya.

PENUTUPAN

Setelah membahas lengkap tentang materi yang disampaikan selama ini sungguh sangat
memuaskan, dimana saya mendapatkan banyak hal baru tentang RUDENIM dan hal – hal lain yang
berkaitan. Ada beberapa poin – poin penting yang harus dipahami dengan betul seperti noreg RUDENIM
dan noreg pelayanan agar nanti kedepannya bisa memudahkan kita dalam menjalankan tugas.
Dengan berkahirnya tugas ini saya harap nanti kedepannya Bapak Surya selalu deiberikan
kesehatan agar dapat membimbing kami lebih dan lebih dan bagi saya sendiri semoga materi yang
disampaikan beliau dapat bermanfaat bagi kehidupan kerja nanti, terima kasih atas materi yang bapak
sampaikan ke kami semua saya harap yang terbaik untuk kedepannya.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai