Anda di halaman 1dari 17

NOTA KESEPAHAMAN

ANTARA

BANK INDONESIA

DENGAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 13/....../KEP.GBI/2011
NOMOR : B/31/XII/2011
NOMOR : Kep-261/A/JA/12/2011

TENTANG

KOORDINASI PENANGANAN TINDAK PIDANA PERBANKAN

Pada hari ini Senin, tanggal sembilan belas, bulan Desember, tahun dua ribu sebelas,
bertempat di Jakarta, kami yang bertanda tangan di bawah ini:

1. DARMIN NASUTION selaku Gubernur Bank Indonesia, dalam hal ini bertindak untuk
dan atas nama BANK INDONESIA, berkedudukan di Jalan M.H. Thamrin Nomor 2,
Jakarta Pusat, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.

2. JENDERAL POLISI Drs. TIMUR PRADOPO selaku Kepala Kepolisian Negara


Republik Indonesia, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama KEPOLISIAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan di Jalan Trunojoyo Nomor 3,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jakarta 12110, selanjutnya disebut sebagai
PIHAK KEDUA.

3. BASRIEF ARIEF selaku Jaksa Agung Republik Indonesia, dalam hal ini bertindak
untuk dan atas nama KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan di Jalan
Sultan Hasanudin 1, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut PIHAK KETIGA.

PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA, dan PIHAK KETIGA selanjutnya secara bersama-
sama disebut PARA PIHAK, terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut:

Nota ...
a. bahwa Bank Indonesia merupakan Bank Sentral Republik Indonesia yang bertugas
antara lain mengatur dan mengawasi bank;

b. bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan
dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri;

c. bahwa Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang


melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain
berdasarkan Undang-Undang;

d. bahwa Nota Kesepahaman ini dilakukan sesuai dengan tugas dan wewenang PARA
PIHAK sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan
mempertimbangkan Asas Keadilan, Asas Manfaat, dan Asas Kepastian Hukum;

e. bahwa dengan semakin kompleksnya permasalahan dan penanganan dugaan tindak


pidana perbankan, maka untuk memperlancar dan mempercepat penanganan tindak
pidana perbankan perlu meningkatkan koordinasi antara Bank Indonesia, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia; dan

f. bahwa Nota Kesepahaman ini merupakan pengganti dari Surat Keputusan Bersama
Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia No:KEP-902/A/J.A/12/2004;
No.POL:SKep/924/XII/2004; No.6/91/KEP.GBI/2004 tanggal 20 Desember 2004
tentang Kerjasama Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan.

Dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);

2
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);

5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4401);

6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4867); dan

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hubungan dan Kerjasama Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan hal-hal di atas, PARA PIHAK sepakat untuk mengadakan Nota


Kesepahaman dalam rangka Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan, dengan
ketentuan sebagai berikut.

BAB I

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 1

(1) Maksud Nota Kesepahaman ini adalah sebagai landasan bagi PARA PIHAK untuk
melakukan kerja sama memperkuat penerapan tata kelola kepemerintahan yang baik
dan bersih di lingkungan Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Kejaksaan Republik Indonesia.

(2) Tujuan Nota Kesepahaman ini adalah tercapainya koordinasi dalam rangka
memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan penanganan Tindak Pidana
Perbankan.

BAB II

RUANG LINGKUP KOORDINASI

Pasal 2

(1) Ruang lingkup koordinasi adalah koordinasi antara PIHAK PERTAMA, PIHAK
KEDUA, dan PIHAK KETIGA dalam penanganan Tindak Pidana Perbankan
sebagaimana diatur dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, atau Pasal 59 sampai dengan Pasal 66
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3
(2) Bentuk koordinasi penanganan Tindak Pidana Perbankan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Pembahasan dugaan Tindak Pidana Perbankan;
b. Pelaporan dugaan Tindak Pidana Perbankan;
c. Penyediaan saksi;
d. Penyediaan ahli;
e. Pemblokiran rekening;
f.Penyitaan uang dan dokumen;
g. Tukar menukar informasi;
h. Evaluasi; dan
i. Kegiatan lainnya.

BAB III

ORGANISASI DAN TUGAS TIM KOORDINASI

Bagian Kesatu
Tim Koordinasi

Pasal 3

(1) Tim Koordinasi melaksanakan koordinasi untuk mencapai maksud dan tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.

(2) Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Tim Pengarah, Tim
Koordinasi Tingkat Pusat, dan Tim Koordinasi Tingkat Daerah.

(3) Tim Pengarah melakukan koordinasi di Tingkat Pusat dan/atau Tingkat Daerah.

(4) Tim Koordinasi Tingkat Pusat melakukan koordinasi di Tingkat Pusat yang
berkedudukan di Jakarta dengan lingkup wilayah DKI Jakarta, Depok, Tangerang,
dan Bekasi.

(5) Tim Koordinasi Tingkat Daerah melakukan koordinasi di Tingkat Daerah.

Pasal 4

(1) Tim Koordinasi Tingkat Pusat dan Tim Koordinasi Tingkat Daerah terdiri atas Tim
Pleno dan Tim Kerja.

(2) Untuk membantu Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dalam
melaksanakan tugasnya dibentuk Sekretariat.

4
Bagian Kedua
Tim Pengarah

Pasal 5

(1) Tim Pengarah terdiri atas tiga anggota, yaitu Gubernur Bank Indonesia, Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik Indonesia.

(2) Tim Pengarah mempunyai tugas memberikan arahan dan/atau keputusan yang
bersifat strategis.

Bagian Ketiga
Tim Pleno

Pasal 6

(1) Tim Pleno Tingkat Pusat terdiri atas anggota tetap dan anggota tidak tetap.

(2) Anggota tetap Tim Pleno Tingkat Pusat mempunyai hak suara dan wewenang
memutus, terdiri atas empat anggota, yaitu:
a. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahkan Bidang
Investigasi;
b. Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
dan
d. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik
Indonesia.

(3) Anggota tidak tetap Tim Pleno Tingkat Pusat memberikan masukan kepada anggota
tetap Tim Pleno Tingkat Pusat, terdiri atas delapan anggota, yaitu:
a. Direktur Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia;
b. Direktur Hukum Bank Indonesia;
c. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya dan sekitarnya;
d. Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta;
e. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus pada Badan Reserse Kriminal
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
f. Direktur Tindak Pidana Korupsi pada Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
g. Direktur Tindak Pidana Umum Lainnya pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak
Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia; dan

5
h. Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus
Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
(4) Tim Pleno Tingkat Pusat diketuai oleh Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia
yang membawahkan Bidang Investigasi dengan Kepala Badan Reserse Kriminal
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum,
dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik Indonesia
sebagai Wakil Ketua, serta Direktur Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank
Indonesia sebagai Sekretaris.

(5) Dalam hal Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahkan Bidang
Investigasi tidak dapat menghadiri rapat Tim Pleno, salah seorang Wakil Ketua
bertindak sebagai Ketua Tim Pleno.

(6) Tim Pleno Tingkat Pusat mempunyai tugas sebagai berikut:


a. melakukan pembahasan dugaan Tindak Pidana Perbankan yang diajukan oleh
Tim Kerja Tingkat Pusat;
b. melakukan evaluasi perkembangan penanganan dugaan Tindak Pidana
Perbankan yang dilakukan oleh Tim Kerja Tingkat Pusat;
c. merekomendasikan hal-hal strategis yang memerlukan pengarahan dari Tim
Pengarah;
d. menghadiri rapat Tim Pengarah;
e. melakukan koordinasi dengan Tim Pleno Tingkat Daerah; dan
f. menyelenggarakan rapat sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.

Pasal 7

(1) Tim Pleno Tingkat Daerah terdiri atas tiga anggota yaitu Pemimpin Bank Indonesia,
Kepala Kepolisian Daerah, dan Kepala Kejaksaan Tinggi.

(2) Tim Pleno Tingkat Daerah mempunyai tugas sebagai berikut:


a. melakukan pembahasan dugaan Tindak Pidana Perbankan yang diajukan oleh
Tim Kerja Tingkat Daerah;
b. melakukan evaluasi perkembangan penanganan dugaan Tindak Pidana
Perbankan yang dilakukan oleh Tim Kerja Tingkat Daerah;
c. merekomendasikan hal-hal strategis yang memerlukan pengarahan dari Tim
Pengarah;
d. menghadiri rapat Tim Pengarah dalam hal diperlukan; dan
e. menyelenggarakan rapat sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun.

Bagian Keempat
Tim Kerja

Pasal 8

(1) Tim Kerja Tingkat Pusat terdiri atas anggota tetap dan anggota tidak tetap.
6
(2) Anggota tetap Tim Kerja Tingkat Pusat mempunyai hak suara dan wewenang
memutus, terdiri atas 17 (tujuh belas) anggota yaitu:
a. Kepala Biro Investigasi Perbankan Bank Indonesia;
b. Investigator Madya Senior Bank Indonesia, sebanyak empat orang;
c. Pejabat Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan yang ditunjuk sebagai
Pemimpin Sekretariat Tingkat Pusat;
d. Ketua Tim Penanganan Masalah Hukum Strategis dan Pendampingan Direktorat
Hukum Bank Indonesia;
e. Ketua Tim Perbankan dan Enquiry Point Direktorat Hukum Bank Indonesia;
f. Kepala Sub Direktorat Perbankan pada Direktorat Tindak Pidana Ekonomi
Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia;
g. Kepala Sub Direktorat Pra Penuntutan pada Direktorat Tindak Pidana Umum
Lainnya Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung
Republik Indonesia;
h. Kepala Sub Direktorat Penuntutan pada Direktorat Tindak Pidana Umum Lainnya
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik
Indonesia;
i. Asisten Tindak Pidana Umum pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta;
j. Kepala Unit pada Sub Direktorat Perbankan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi
Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia,
sebanyak tiga orang;
k. Direktur Reserse Kriminal Khusus pada Kepolisian Daerah Metro Jaya dan
sekitarnya; dan
l. Kepala Sub Direktorat Fiskal, Moneter, dan Devisa pada Direktorat Reserse
Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya dan sekitarnya.

(3) Tim Kerja Tingkat Pusat diketuai oleh Kepala Biro Investigasi Perbankan Bank
Indonesia.

(4) Dalam hal Kepala Biro Investigasi Perbankan Bank Indonesia tidak dapat hadir
pada rapat Tim Kerja Tingkat Pusat, salah seorang Investigator Madya Senior Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b bertindak sebagai Ketua Tim
Kerja Tingkat Pusat.

(5) Dalam hal Anggota Tim Kerja Tingkat Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak dapat hadir pada rapat Tim Kerja Tingkat Pusat, Anggota Tim Kerja Tingkat
Pusat dimaksud dapat menunjuk pejabat di lembaganya untuk dan atas nama
Anggota Tim Kerja Tingkat Pusat dimaksud mewakili hadir pada rapat Tim Kerja
Tingkat Pusat.
(6) Anggota tidak tetap Tim Kerja Tingkat Pusat dapat hadir pada rapat Tim Kerja
Tingkat Pusat dan memberikan masukan kepada anggota tetap Tim Kerja Tingkat
Pusat sepanjang ditunjuk oleh Ketua Tim Kerja Tingkat Pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), terdiri atas sembilan anggota, yaitu:

7
a. Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi pada Direktorat Penyidikan Jaksa
Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik
Indonesia;
b. Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi pada Direktorat Penuntutan Jaksa
Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik
Indonesia;
c. Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Tindak Pidana Khusus
Lainnya pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana
Khusus Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
d. Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Tindak Pidana Khusus
Lainnya pada Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana
Khusus Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
e. Asisten Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta;
f. Kepala Sub Direktorat pada Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse
Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia;
g. Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang pada Direktorat Tindak
Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
h. Kepala Unit pada Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal
Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
i. Kepala Unit pada Sub Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang Direktorat
Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

(7) Tim Kerja Tingkat Pusat mempunyai tugas sebagai berikut:


a. menyelenggarakan rapat untuk:
1) membahas dugaan Tindak Pidana Perbankan yang merupakan hasil
investigasi dari PIHAK PERTAMA;
2) memutuskan tindak lanjut penanganan dugaan Tindak Pidana Perbankan
berupa antara lain pelaporan dan/atau pembinaan lanjutan;
3) merekomendasikan tindak lanjut penanganan dugaan Tindak Pidana
Perbankan yang bersifat strategis kepada Tim Pleno Tingkat Pusat;
4) mengatasi kesulitan teknis dalam penanganan dugaan Tindak Pidana
Perbankan;
5) membahas perkembangan penanganan dugaan Tindak Pidana Perbankan;
6) mengkoordinasikan permasalahan lainnya yang terkait dengan pelaksanaan
koordinasi penanganan dugaan Tindak Pidana Perbankan;
b. menyusun laporan hasil rapat Tim Kerja Tingkat Pusat untuk disampaikan
kepada Anggota Tim Pleno Tingkat Pusat;
c. melakukan koordinasi untuk memperoleh kejelasan informasi dan dokumen yang
diperlukan sebagai barang bukti adanya dugaan Tindak Pidana Perbankan;
d. menghadiri rapat Tim Pleno Tingkat Pusat dan rapat Tim Pengarah;
e. melakukan tugas lain yang ditetapkan oleh Tim Pleno Tingkat Pusat dan/atau
Tim Pengarah; dan
f. menyelenggarakan rapat sekurang-kurangnya empat kali dalam satu tahun.
8
Pasal 9

(1) Tim Kerja Tingkat Daerah terdiri atas sebanyak-banyaknya tujuh anggota, yaitu:
a. Deputi Pemimpin Bank Indonesia yang membawahkan Bidang Perbankan;
b. Pejabat Kantor Bank Indonesia yang membawahkan Bidang Perbankan dan/atau
Pejabat Kantor Bank Indonesia yang melaksanakan fungsi Sekretariat Tingkat
Daerah;
c. Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah;
d. Kepala Sub Direktorat yang Menangani Perbankan pada Direktorat Reserse
Kriminal Khusus Kepolisian Daerah;
e. Asisten Tindak Pidana Umum pada Kejaksaan Tinggi; dan
f. Asisten Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi.

(2) Tim Kerja Tingkat Daerah diketuai oleh Deputi Pemimpin Bank Indonesia yang
membawahkan Bidang Perbankan.

(3) Dalam hal Deputi Pemimpin Bank Indonesia yang membawahkan Bidang Perbankan
tidak dapat hadir pada rapat Tim Kerja Tingkat Daerah, Pejabat Kantor Bank
Indonesia yang membawahkan Bidang Perbankan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b bertindak sebagai Ketua Tim Kerja Tingkat Daerah.

(4) Dalam hal Anggota Tim Kerja Tingkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat hadir pada rapat Tim Kerja Tingkat Daerah, Anggota Tim Kerja Tingkat
Daerah dimaksud dapat menunjuk pejabat di lembaganya untuk dan atas nama
Anggota Tim Kerja Tingkat Daerah dimaksud mewakili hadir pada rapat Tim Kerja
Tingkat Daerah.

(5) Tim Kerja Tingkat Daerah mempunyai tugas sebagai berikut:


a. menyelenggarakan rapat untuk:
1) membahas dugaan Tindak Pidana Perbankan yang merupakan hasil
investigasi dari PIHAK PERTAMA;
2) memutuskan tindak lanjut penanganan dugaan Tindak Pidana Perbankan
berupa antara lain pelaporan dan/atau pembinaan lanjutan;
3) merekomendasikan tindak lanjut penanganan dugaan Tindak Pidana
Perbankan yang bersifat strategis kepada Tim Pleno Tingkat Daerah;
4) mengatasi kesulitan teknis dalam penanganan dugaan Tindak Pidana
Perbankan;
5) membahas perkembangan penanganan dugaan Tindak Pidana Perbankan;
6) mengkoordinasikan permasalahan lainnya yang terkait dengan pelaksanaan
koordinasi penanganan dugaan Tindak Pidana Perbankan;
b. menyusun laporan Tim Kerja Tingkat Daerah untuk disampaikan kepada
Anggota Tim Pleno Tingkat Daerah;

9
c. melakukan koordinasi untuk memperoleh kejelasan informasi dan dokumen yang
diperlukan sebagai barang bukti adanya dugaan Tindak Pidana Perbankan;
d. menghadiri rapat Tim Pleno Tingkat Daerah;
e. melakukan tugas lain yang ditetapkan oleh Tim Pleno Tingkat Daerah dan/atau
Tim Pengarah; dan
f.menyelenggarakan rapat sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun.

Bagian Kelima
Sekretariat

Pasal 10

Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilaksanakan oleh PIHAK
PERTAMA.

Pasal 11

(1) Sekretariat Tingkat Pusat dipimpin oleh Pejabat Direktorat Investigasi dan Mediasi
Perbankan yang ditunjuk.

(2) Sekretariat Tingkat Pusat mempunyai tugas sebagai berikut:


a. merencanakan, mengundang, dan melaksanakan rapat Tim Kerja Tingkat Pusat,
rapat Tim Pleno Tingkat Pusat, dan rapat Tim Pengarah;
b. membuat risalah rapat Tim Kerja Tingkat Pusat, Tim Pleno Tingkat Pusat, dan
Tim Pengarah;
c. menyampaikan risalah rapat sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada
Anggota Tim Koordinasi Tingkat Pusat dan Tim Pengarah;
d. melakukan pengkinian data perkembangan penanganan dugaan Tindak Pidana
Perbankan yang dibahas dalam rapat Tim Koordinasi Tingkat Pusat maupun
Tingkat Daerah;
e. merencanakan dan mengelola anggaran untuk pembiayaan Tim Koordinasi
Tingkat Pusat;
f. menerima dan menatausahakan dokumen terkait dugaan Tindak Pidana
Perbankan;
g. melakukan koordinasi dengan Sekretariat Tingkat Daerah; dan
h. melakukan tugas lain yang ditetapkan oleh Tim Kerja Tingkat Pusat, Tim Pleno
Tingkat Pusat, dan/atau Tim Pengarah.

Pasal 12

(1) Sekretariat Tingkat Daerah dipimpin oleh Pejabat Kantor Bank Indonesia yang
melaksanakan fungsi Sekretariat Tingkat Daerah.

(2) Sekretariat Tingkat Daerah mempunyai tugas sebagai berikut:

10
a. merencanakan, mengundang, dan melaksanakan rapat Tim Kerja Tingkat
Daerah dan rapat Tim Pleno Tingkat Daerah;
b. membuat risalah rapat Tim Kerja Tingkat Daerah dan Tim Pleno Tingkat Daerah;
c. menyampaikan risalah rapat sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada
Anggota Tim Koordinasi Tingkat Daerah;
d. melakukan pengkinian data perkembangan penanganan dugaan Tindak Pidana
Perbankan yang dibahas dalam rapat Tim Koordinasi Tingkat Daerah;
e. menyampaikan risalah rapat sebagaimana dimaksud pada huruf b dan
perkembangan penanganan dugaan Tindak Pidana Perbankan sebagaimana
dimaksud pada huruf d kepada Sekretariat Tingkat Pusat;
f. merencanakan dan mengelola anggaran untuk pembiayaan Tim Koordinasi
Tingkat Daerah;
g. menerima dan menatausahakan dokumen terkait dugaan Tindak Pidana
Perbankan;
h. melakukan koordinasi dengan Sekretariat Tingkat Pusat; dan
i. melakukan tugas lain yang ditetapkan oleh Tim Kerja Tingkat Daerah, Tim Pleno
Tingkat Daerah, dan/atau Tim Pengarah.

BAB IV

PELAKSANAAN KOORDINASI

Bagian Kesatu
Pembahasan Dugaan Tindak Pidana Perbankan

Pasal 13

(1) Tim Kerja dan/atau Tim Pleno membahas dugaan Tindak Pidana Perbankan dan
mengkoordinasikan tindak lanjut penanganannya.

(2) Pembahasan dugaan Tindak Pidana Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi antara lain analisis kasus terhadap beberapa alat bukti untuk pemenuhan
unsur-unsur Tindak Pidana Perbankan.

(3) Dugaan Tindak Pidana Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal
dari hasil pengawasan PIHAK PERTAMA.

(4) Dalam pembahasan dugaan Tindak Pidana Perbankan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Tim Kerja dan/atau Tim Pleno dapat mengikutsertakan pihak lain sebagai
narasumber.

(5) Dalam hal pembahasan dugaan Tindak Pidana Perbankan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditemukan:

11
a. Tindak Pidana Korupsi dan/atau Tindak Pidana Pencucian Uang, PIHAK
PERTAMA menyampaikan hasil pembahasan sebagai informasi kepada PIHAK
KEDUA atau PIHAK KETIGA;
b. Tindak pidana lainnya, PIHAK PERTAMA menyampaikan hasil pembahasan
sebagai informasi kepada PIHAK KEDUA.
Bagian Kedua
Pelaporan Dugaan Tindak Pidana Perbankan

Pasal 14

(1) PIHAK PERTAMA melaporkan dugaan Tindak Pidana Perbankan kepada PIHAK
KEDUA, disertai dengan dokumen asli dan/atau foto kopi yang telah dilegalisir
sebagai kelengkapan alat bukti.

(2) Dalam hal Tim Kerja atau Tim Pleno memutuskan pelaporan dugaan Tindak Pidana
Perbankan dilakukan oleh Anggota Tim Kerja, PIHAK PERTAMA menyampaikan
laporan kepada Tim Pleno dari PIHAK KEDUA dan PIHAK KETIGA.

(3) Tim Koordinasi sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing lembaga
membantu proses hukum yang dilakukan oleh penyidik, jaksa peneliti, dan/atau jaksa
penuntut umum.

Bagian Ketiga
Penyediaan Saksi

Pasal 15

(1) Tim Kerja dan/atau Tim Pleno dapat memberikan rekomendasi penunjukan saksi dari
PIHAK PERTAMA.

(2) Penyidik dan/atau jaksa penuntut umum dapat berkoordinasi dengan PIHAK
PERTAMA untuk penyediaan saksi dari PIHAK PERTAMA untuk memberikan
keterangan mengenai hasil pengawasan PIHAK PERTAMA terkait dugaan Tindak
Pidana Perbankan yang dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.

Bagian Keempat
Penyediaan Ahli

Pasal 16

(1) Tim Kerja dan/atau Tim Pleno dapat memberikan rekomendasi penunjukan ahli dari
PIHAK PERTAMA.

(2) Penyidik dan/atau jaksa penuntut umum dapat berkoordinasi dengan PIHAK
PERTAMA untuk penyediaan ahli dari PIHAK PERTAMA untuk memberikan
12
keterangan terkait ketentuan perbankan sehubungan dengan pelaporan dugaan
Tindak Pidana Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.

Bagian Kelima
Pemblokiran Rekening

Pasal 17

(1) Pemblokiran dilakukan atas rekening simpanan nasabah yang diduga terkait dengan
dugaan Tindak Pidana Perbankan pada bank berdasarkan bukti permulaan yang
cukup.

(2) Penyidik secara tertulis dapat meminta pemblokiran rekening simpanan nasabah
pada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada bank yang dituju paling
kurang memuat identitas dan nomor rekening simpanan nasabah, tindak pidana
yang disangkakan, alasan pemblokiran, serta nama dan alamat kantor bank.

(3) Penyidik berdasarkan bukti permulaan yang cukup dapat menentukan jumlah
nominal uang simpanan yang diblokir untuk disampaikan secara tertulis kepada
bank.

(4) Uang yang terdapat dalam rekening simpanan yang diblokir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tetap berada dan ditatausahakan pada bank atas nama pemilik
rekening simpanan.

Bagian Keenam
Penyitaan Uang dan Dokumen

Pasal 18

(1) Dalam hal penyidik melakukan penyitaan terhadap uang pada rekening simpanan
nasabah untuk pembuktian, uang sitaan ditatausahakan pada rekening
penampungan barang bukti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Rekening penampungan barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan rekening yang telah ditunjuk oleh masing-masing lembaga dalam proses
penyidikan dan penuntutan.

(3) Pengawasan terhadap rekening penampungan barang bukti sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) dilakukan oleh pengemban fungsi pengawasan masing-masing
lembaga.

13
Pasal 19

(1) Penyidik tidak dapat melakukan pemblokiran atau penyitaan terhadap rekening giro
bank-bank di PIHAK PERTAMA dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum,
karena dapat mempengaruhi kebijakan dan pelaksanaan tugas Bank Indonesia
dalam pengendalian moneter.

(2) Tidak dapat dilakukannya pemblokiran atau penyitaan terhadap Giro Wajib Minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan bahwa Giro Wajib
Minimum merupakan cadangan wajib minimum yang harus dipelihara oleh bank
dalam bentuk saldo rekening giro pada PIHAK PERTAMA.

Pasal 20

(1) Penyidik dapat melakukan penyitaan terhadap dokumen asli dan/atau fotokopi yang
dilegalisir oleh pegawai bank, dengan membuat Berita Acara Penyitaan.

(2) Dalam hal penyidik melakukan penyitaan dokumen asli sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), untuk kepentingan operasional bank, dokumen asli tersebut tetap
ditatausahakan oleh bank sebagai barang titipan penyidik dengan membuat Berita
Acara Penitipan Barang Bukti.

Bagian Ketujuh
Tukar Menukar Informasi

Pasal 21

(1) Tim Koordinasi melakukan tukar menukar informasi, baik dalam rapat Tim Koordinasi
maupun melalui sarana lain.
(2) Tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat Tim
Koordinasi dapat mengikutsertakan pihak lain sebagai narasumber.

(3) Materi tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
meliputi:
a. informasi, tindak lanjut, atau perkembangan penanganan dugaan Tindak Pidana
Perbankan yang dilaporkan oleh PIHAK PERTAMA atau Anggota Tim Kerja
melalui mekanisme Koordinasi;
b. penjelasan atas dokumen pendukung dugaan Tindak Pidana Perbankan yang
sedang diproses oleh PIHAK KEDUA atau PIHAK KETIGA;
c. peraturan yang terkait dengan kegiatan operasional bank; dan
d. informasi lainnya yang dapat memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan
penanganan Tindak Pidana Perbankan.

(4) Dalam rangka mendukung pelaksanaan penegakan hukum, tukar menukar informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mencakup informasi atau
14
perkembangan penanganan dugaan Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana
Pencucian Uang, dan/atau tindak pidana lainnya yang menjadikan bank sebagai
sarana dan/atau sasarannya yang sedang diproses oleh PIHAK KEDUA dan/atau
PIHAK KETIGA.
Bagian Kedelapan
Evaluasi

Pasal 22

(1) Tim Kerja menyelenggarakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya dua kali
dalam satu tahun untuk mengevaluasi tindak lanjut atau perkembangan penanganan
dugaan Tindak Pidana Perbankan yang sedang diproses oleh PIHAK KEDUA
dan/atau PIHAK KETIGA.

(2) Dalam hal diperlukan, PIHAK PERTAMA dapat meminta informasi mengenai tindak
lanjut atau perkembangan penanganan dugaan Tindak Pidana Perbankan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PIHAK KEDUA dan/atau PIHAK
KETIGA.

Bagian Kesembilan
Kegiatan Lainnya

Pasal 23

Anggota Tim Kerja dan/atau Tim Pleno dapat melakukan koordinasi lebih lanjut dengan
penyidik, jaksa peneliti, dan/atau jaksa penuntut umum, dalam hal:
a. Tindak Pidana Perbankan telah diproses oleh penyidik, jaksa peneliti, dan/atau jaksa
penuntut umum.
b. Tindak Pidana Perbankan yang penyidikannya dilakukan secara langsung oleh
PIHAK KEDUA.

Pasal 24

Anggota Tim Koordinasi dapat berkoordinasi melakukan kegiatan lain yang diperlukan
untuk memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan penanganan Tindak Pidana
Perbankan.

BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 25

(1) Tim Pengarah atau Tim Pleno dapat melakukan siaran pers terkait penanganan
Tindak Pidana Perbankan sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing
lembaga.
15
(2) Siaran pers sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan dampak bagi
kelangsungan usaha bank dan industri perbankan pada umumnya.

Pasal 26

(1) Biaya yang timbul dalam pelaksanaan koordinasi ini dibebankan kepada PIHAK
PERTAMA sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Bank Indonesia.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasional dalam rangka
mendukung kegiatan Tim Koordinasi sampai dengan pelaporan dugaan Tindak
Pidana Perbankan kepada PIHAK KEDUA.

BAB VI

JANGKA WAKTU

Pasal 27

(1) Nota Kesepahaman ini berlaku untuk jangka waktu tiga tahun terhitung sejak tanggal
ditandatanganinya Nota Kesepahaman ini.

(2) Nota Kesepahaman ini dapat diubah atau diperpanjang sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan persetujuan PARA PIHAK, dengan terlebih dahulu dilakukan koordinasi
paling lambat tiga bulan sebelum berakhirnya Nota Kesepahaman ini.

(3) Nota Kesepahaman ini dapat diakhiri sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan ketentuan pihak yang mengakhiri Nota Kesepahaman wajib
memberitahukan maksud tersebut secara tertulis kepada pihak lainnya paling lambat
tiga bulan sebelum berakhirnya Nota Kesepahaman ini.

BAB VII

PENUTUP

Pasal 28

(1) Tata cara pelaksanaan koordinasi diatur lebih lanjut dengan Petunjuk Pelaksanaan.

(2) Nota Kesepahaman ini ditandatangani pada hari, tanggal, bulan, dan tahun tersebut
di atas, dibuat dalam rangkap tiga, bermeterai cukup, mempunyai kekuatan hukum
yang sama, dan dipegang oleh PARA PIHAK.

PIHAK KETIGA PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA

16
BASRIEF ARIEF Drs. TIMUR PRADOPO DARMIN NASUTION
JENDERAL POLISI

17

Anda mungkin juga menyukai