Anda di halaman 1dari 106

PENGURUS PUSAT

IKATAN NOTARIS INDONESIA


(rNr)
Jakarb, 15l4ei 20e2

ltlonpr 761L}-vlW-rNVZs?z lGpada Y1ft.


l-ampimn 1 (mtu) berlqas Seluruh ArUEota
Perihal t'bbri Kongra Lwr Sias Ilrabn lldar*slndoneia
Ifubn fWris lrfrorwia Melalui Peqgurus Wilayah dan
Pengurus Daerah IIlr
Seluruh Indoriesia
Di T-empat

Dengan hormat, -1.

Sehuburqan dengan pelaksanaan Kongree Luar Biasa ll@n Notaris tndonesia -'-'
yang akan dlsehnggnrakan pada tanggal 15 Juni 2A22 di Riau, terbmpir bersama ini lomi
sampailon Rarrcargan Perubahan Kode Etik Noftaris prq disusun dan direrciapkan ebh Tim
AdHoc Perubahan Kodd Etik lrlotaris (tim farg dibentuk hrdasarkan kryrfirsan Rapat Pleno
Pengurus Pusat Yang Diperluas yang diadakan di Batu-Jawa Timur pada tanggal 16-17
November 2021) yarg zudah diberi tambahan catatan dari PP-INI dalam beberapa pasl.
Rancangan Perubahan Kode Etik Notaris telah kami terima dari Tim AdHoc Perubahan Kode
Etik Notaris @a tanggal ll
April 2022 nrelalui surat Niornor: 0lFtimAdHocKEN-INVIVl}AZz
tanggal 11 April ?022 (sebagainrana Hampir).

Mapun mengenai materi Rancangan Perubahan Anggaran Dasar INI, menggunakan


materi yang dibahas pada Rapat Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas di Batu-lawa Timur
tanggal 16-17 November 2021 yang lalu dan juga telah kami kirimkan kembali kepada
seluruh Anggota mehlui Pengurus Daerah dan Pengurus Wilayah INI melalui surat PP-INI
Nomor: 29U2-ruI|PP-INI/2021 tanggral 3 Desemhr 2021 perihal: Materi KLB: Perubahan
Anggaran Dasar INI (sebagaimana terlampir).

Berkenaan dengan itu, kami mengharapkan kesediaan Rekan-rekan/Bapak/Ibu


segenap Pengurus dan Anggota Ikahn Notaris Indonesia di seluruh Indonsia, untuk
mempersiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan materi dimaksud, dengan
seksama, terenana, dan sisternatis, rehingEa dengan demikian diharapkah @a Kongres
Luar Biasa merdatang, pembahasan dapat berlangsung efektif, efisien serta rnenghasilkan
keputusan yarq optimal.

Demikiilnlah agar nnnjdi maldum, abs perhathnnya kamiucapkan terirna losih.

Hormat kami,
ARIS INDONESIA

W?
PENGUR.US PUSAT

Ketua tlmum Sekretaris Umum

Sekretariat ' '"


Jl. KH. Hasvim Ashari Roxv Mas Blok E1132 Jakarla Pusat 10150
Telpon : (021) 63861019 (Huniihg), riCiimile': (021) 63861233 E-mai! : penguruspusat-ini@yahoo.com
Hal 1 dari 34

IKATAN NOTARIS INDONESIA

KODE ETIK NOTARIS

Menimbang : a. bahwa kode etik notaris merupakan instrumen yang


menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan dalam
pelaksanaan jabatan notaris sesuai dengan prinsip
negara hukum;
b. bahwa perkembangan dinamika dunia kenotariatan
perlu disikapi diantaranya dengan kode etik notaris
yang mampu menjawab permasalahan serta
tantangan kenotariatan secara aktual;
c. bahwa Kode Etik Notaris hasil Perubahan Kode Etik
Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia
Banten, pada tanggal 29 - 30 Mei 2015 sudah tidak
sesuai dengan perkembangan aktual kenotariatan
sehingga perlu disesuaikan guna memberikan
kejelasan landasan hukum;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu
menetapkan Kode Etik Notaris;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang


Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432)
sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Hal 2 dari 34

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang


Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5491);

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Kode Etik Notaris ini yang dimaksud dengan :
1. Ikatan Notaris Indonesia (disingkat INI untuk selanjutnya disebut
Perkumpulan) adalah perkumpulan/organisasi bagi para notaris,
yang didirikan sejak tanggal 1 Juli 1908, dan diakui sebagai badan
hukum (rechtspersoon) berdasarkan gouvernements besluit
(penetapan pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9, serta
merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan setiap
orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
pejabat umum di Indonesia, sebagaimana telah diakui dan
mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan anggaran dasar
perkumpulan notaris yang telah ditetapkan oleh Menteri
Kenotarisan pada tanggal 4 Desember 1958, Nomor J.A.5/117/6
dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 6
Maret 1959 Nomor 19, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
Nomor 6, dan perubahan anggaran dasar yang terakhir telah
mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan tanggal tanggal
25 Januari 2017 Nomor AHU-0000046.AH.01.08.Tahun 2017, oleh
karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana
yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris yang diundangkan berdasarkan Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432 serta mulai
berlaku pada tanggal 6 Oktober2004, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun
2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5491.
Hal 3 dari 34

2. Kode Etik Notaris (selanjutnya disebut Kode Etik) adalah kaidah


moral yang ditentukan oleh Perkumpulan, berdasarkan keputusan
kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur
dalam peraturan perundang- undangan terkait jabatan Notaris,
serta wajib ditaati oleh setiap anggota Perkumpulan dan setiap
orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris,
Notaris Pengganti sebagai pedoman perilaku keutamaan Notaris
baik dalam menjalankan tugas jabatan profesinya, maupun dalam
hubungannya dengan sesama rekan, organisasi dan masyarakat.
3. Disiplin Organisasi adalah kepatuhan anggota Perkumpulan
terhadap Kode Etik, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga,
Peraturan dan Keputusan Perkumpulan.
4. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang- undangan tentang jabatan Notaris
atau berdasarkan peraturan perundang-undangan lainnya.
5. Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara
menjabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan dari Notaris
yang meninggal dunia.
6. Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat
sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti,
sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya
sebagai Notaris.
7. Pengurus Pusat adalah pengurus Perkumpulan, pada tingkat
nasional yang mempunyai tugas, kewajiban serta kewenangan
untuk mewakili dan bertindak atas nama Perkumpulan, baik di luar
maupun di muka Pengadilan.

8. Pengurus Wilayah adalah pengurus Perkumpulan pada tingkat


provinsi atau yang setingkat dengan itu.
9. Pengurus Daerah adalah pengurus Perkumpulan pada tingkat
kabupaten/kota atau yang setingkat dengan itu.
10. Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan yang
dibentuk dan berwenang membina, mengawasi dan menegakkan
Kode Etik, harkat dan martabat Notaris yang bersifat mandiri dan
bebas dari intervensi dan keberpihakan dalam menjalankan tugas
dan kewenangannya, yang terdiri atas Dewan Kehormatan Pusat,
Dewan Kehormatan Wilayah dan Dewan Kehormatan Daerah.
Hal 4 dari 34

11. Perilaku adalah semua aktivitas anggota Perkumpulan dan setiap


orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung oleh
pihak luar, termasuk namun tidak terbatas pada tindakan, tulisan,
ucapan, suara, gambar, foto, video, peta, rancangan, surat
elektronik.
12. Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh
anggota Perkumpulan maupun setiap orang yang memangku dan
menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, yang bertentangan
dengan Kode Etik, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga,
Peraturan/Keputusan Perkumpulan.
13. Kewajiban adalah sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang
wajib dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun setiap orang
yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, dalam rangka
menjaga dan memelihara citra serta wibawa lembaga kenotariatan
dan menjunjung tinggi keluhuran harkat dan martabat jabatan
Notaris.
14. Larangan adalah sikap, perilaku dan perbuatan atau tindakan
apapun yang tidak boleh dilakukan oleh anggota Perkumpulan
maupun setiap orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris, yang dapat menurunkan citra serta wibawa lembaga
kenotariatan ataupun keluhuran harkat dan martabat jabatan
Notaris.
15. Sanksi adalah hukuman yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan
yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa
ketaatan dan disiplin anggota Perkumpulan maupun setiap orang
yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris.
16. Pelapor adalah pihak terkait yang kepentingannya dirugikan akibat
Perilaku anggota Perkumpulan maupun setiap orang yang
memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris.
17. Terlapor adalah anggota Perkumpulan maupun setiap orang yang
memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris yang
diduga melakukan Pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris,
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Peraturan/Keputusan
Perkumpulan.
18. Pemeriksaan adalah kegiatan pemeriksaan oleh Dewan Kehormatan
terhadap laporan dugaan Pelanggaran Kode Etik Notaris, Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Peraturan/Keputusan
Perkumpulan yang dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun
setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan
sebagai Notaris.
Hal 5 dari 34

19. Eksekusi adalah pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan yang


telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
20. Hari adalah hari kerja.

BAB II
RUANG LINGKUP KODE ETIK

Pasal 2
Ruang lingkup Kode Etik Notaris ini meliputi pengaturan mengenai Etika
Notaris dalam berperilaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
11 Kode Etik yang berlaku sebagai pedoman bagi seluruh anggota
Perkumpulan maupun setiap orang yang memangku dan menjalankan
tugas jabatan sebagai Notaris, baik dalam pelaksanaan jabatan maupun
dalam kehidupan sehari-hari.

BAB III
ETIKA NOTARIS

Pasal 3
Etika Notaris terdiri atas:
a. etika kepribadian Notaris;
b. etika pelayanan terhadap klien;
c. etika hubungan sesama rekan Notaris;
d. etika hubungan dengan organisasi Notaris;dan
e. etika hubungan dengan masyarakat.

BAB IV
ETIKA KEPRIBADIAN NOTARIS

Pasal 4
Etika kepribadian Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a,
memuat tentang Kewajiban bagi anggota Perkumpulan maupun setiap
orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris,
yaitu:
a. wajib patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945;
b. wajib taat kepada hukum, sumpah jabatan, dan KodeEtik;
c. wajib memiliki moral, akhlak serta kepribadian yangbaik;
d. wajib menjaga harkat martabat jabatan Notaris;
e. wajib memiliki sikap amanah dan bertanggungjawab;
f. wajib memiliki sikap jujur dan berintegritas;
g. wajib memiliki sikap saksama;
h. wajib memiliki sikap mandiri;
Hal 6 dari 34

i. wajib memiliki sikap adil dan tidak berpihak;


j. wajib memiliki sikap profesional;
k. wajib memiliki sikap bijaksana;dan
l. wajib memiliki sikap rendah hati.

Pasal 5
(1) Kewajiban menjaga harkat martabat jabatan Notaris sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, memiliki makna yaitu bahwa pada
diri manusia melekat martabat dan kehormatan yang harus dijaga
oleh setiap orang, dimana prinsip menjaga harga diri Notaris akan
mendorong serta membentuk pribadi yang kuat dan tangguh,
sehingga terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan
dan martabat jabatan Notaris.
(2) Kewajiban menjaga harkat martabat jabatan Notaris sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) di atas, dilaksanakan oleh Notaris dengan
mematuhi kewajiban dan menjauhi larangan adalah sebagai
berikut:
a. Kewajiban:
1. Wajib menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan
kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi
Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas
jabatan setiaphari;
2. Wajib memasang 1 (satu) papan nama di depan/di
lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm
x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm,
yangmemuat:
a) Nama lengkap dan gelar yang sah, sesuai dengan surat
keputusan pengangkatan dan/atau perubahannya;
b) Tanggal dan nomor surat keputusan pengangkatan
Notaris;
c) Tempatkedudukan;
d) Alamat kantor dan nomor telepon/email;dan
e) Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf
berwarna hitam dan tulisan di atas papan nama harus
jelas dan mudah dibaca. kecuali di lingkungan kantor
tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan
namadimaksud.
3. Wajib membuat akta dalam jumlah batas kewajaran untuk
menjalankan peraturan perundang-undangan, khususnya
tentang jabatan Notaris dan Kode Etik;dan
4. Wajib berbusana yang sesuai dengan norma kesopanan,
kepatutan dan kesusilaan.
b. Larangan:
Hal 7 dari 34

1. Dilarang mempunyai lebih dari1 (satu) kantor, baik kantor


cabang ataupun kantor perwakilan;

2. Dilarang memasang papan nama dan/atau tulisan yang


berbunyi “Notaris/Kantor Notaris” di luar lingkungan
kantor;
3. Dilarang melakukan publikasi atau promosi diri, baik
sendiri maupun secara bersama-sama, dengan
mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan media
cetak dan/atau elektronik;
4. Dilarang bekerja sama dengan biro jasa perorangan atau
badan usaha yang pada hakekatnya bertindak sebagai
perantara untuk mencari atau mendapatkan klien dalam
pembuatan akta Notaris;
5. Dilarang menandatangani akta yang proses pembuatannya
telah dipersiapkan oleh pihak lain;
6. Dilarang mengirimkan minuta kepada klien untuk
ditandatangani;
7. Dilarang menetapkan honorarium yang lebih rendah dari
honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan;
8. Dilarang membuat akta melebihi batas kewajaran yang
batas jumlahnya ditentukan oleh Dewan Kehormatan;
9. Dilarang terlibat dalam transaksi usaha yang berpotensi
memanfaatkan posisi sebagai Notaris, termasuk
memberikan anjuran kepada anggota keluarganya agar
tidak ikut dalam kegiatan usaha yang dapat
mengeksploitasi jabatan Notaris tersebut;
10. Dilarang bekerja dan menjalankan fungsi sebagai layaknya
seorang advokat atau profesi hukum lain yang dilarang
rangkap jabatan dengan Notaris;
11. Dilarang mencantumkan jabatannya sebagai anggota dan
kegiatan partai politik;
12. Dilarang menyebarluaskan dan/atau mengunggah (upload)
foto kantor Notaris dirinya sendiri atau rekan Notaris lain ke
media sosial;
13. Dilarang menyebarluaskan dan/atau mengunggah (upload)
akta yang dibuat rekan Notaris lain ke media sosial, tanpa
izin rekan Notaris yang membuatnya;
Hal 8 dari 34

14. Dilarang menyebarluaskan dan/atau mengunggah (upload)


foto atau tulisan tentang suasana/keadaan pada waktu
pembuatan/penandatangan akta atau kegiatan lainnya
terkait pelaksanaan tugas jabatan dirinya sendiri atau
rekan Notaris lain, baik di kantor maupun di luar kantor, ke
dalam media sosial;
15. Dilarang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan
larangan baik secara lisan atau tulisan, dengan
menggunakan media elektronik, internet dan/atau media
sosial;

Catatan PP-INI: tambahan


16. Dilarang mencantumkan nama jabatan lain (selain Notaris)
pada sampul akta, kop surat, papan nama jabatan

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


huruf b angka 2, adalah memasang satu tanda penunjuk jalan
dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna
putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris
serta dipasang dalam radius maksimum 100 (seratus) meter dari
kantor Notaris.
(4) Media cetak dan/atau elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b angka 3, yaitu dalam bentuk:
a. Iklan;
b. Ucapan selamat;
c. Ucapanbelasungkawa;
d. Ucapan terimakasih;
e. Kegiatan pemasaran; dan/atau
f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun
olah raga.
(5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b angka 3, yaitu :
a. Memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan
mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun
media lainnya dengan tidak mencantumkan jabatannya sebagai
Notaris, tetapi hanya nama saja;
b. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor
telepon, faksimili dan teleks, yang diterbitkan secara resmi oleh
PT. Telkom Indonesia dan/atau instansi dan/atau lembaga resmi
lainnya;
c. Memperkenalkan diri tetapi tidak melakukan promosi diri
Hal 9 dari 34

selaku Notaris;
d. mempunyai/memiliki website sebagai sarana untuk
menyebarkan informasi dan ilmu pengetahuan kenotariatan
kepada masyarakat;dan
e. mencantumkan nama dan jabatannya dalam status pribadi pada
media sosial.
Catatan PP-INI: termasuk nama akun media social

Pasal 6
(1) Kewajiban memiliki sikap amanah dan bertanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, memiliki makna
yaitu:
a. ketaatan pada norma atau kaidah yang diyakini sebagai
panggilan jiwa untuk mengemban tugas kepercayaan
masyarakat, untuk mendorong terbentuknya pribadi yang tertib
di dalam melaksanakan tugas, ikhlas dalam pengabdian dan
berusaha untuk menjadi teladan dalam lingkungannya, serta
tidak menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan
kepadanya; dan
b. kesediaan untuk melaksanakan sebaik-baiknya segala sesuatu
yang menjadi wewenang dan tugasnya, serta memiliki keberanian
untuk menanggung segala akibat atas pelaksanaan wewenang
dan tugasnya tersebut.
(2) Kewajiban memiliki sikap amanah dan bertanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas, dilaksanakan oleh
Notaris dengan mematuhi kewajiban dan menjauhi larangan adalah
sebagai berikut:
a. Kewajiban:
1. wajib merahasiakan isi akta berikut surat yang melekat
didalamnya serta keterangan yang diperoleh dalam
pembuatan akta;
2. wajib menghormati hak para pihak dalam proses
pembuatan akta dan berusaha mewujudkan keadilan bagi
para pihak; dan
3. wajib membantu para pihak dan berusaha mengatasi
persoalan hukum di bidang hukum perdata untuk
mewujudkan penyelesaian secara damai sesuai dengan
Hal 10 dari 34

peraturan perundang-undangan yang berlaku.


b. Larangan:
Dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi,
keluarga atau kelompok/golongannya.

Pasal 7
(1) Kewajiban memiliki sikap jujur dan berintegritas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf f, memiliki makna yaitu:
a. sikap berani menyatakan bahwa yang benar adalah benar dan
yang salah adalah salah, sehingga mendorong terbentuknya
pribadi yang kuat;
b. sikap dan kepribadian yang jujur secara utuh adanya
kesesuaian antara tindakan dengan kata ucapannya, dan
dengan kata hatinya serta berpegang teguh pada nilai atau
norma yang berlaku dalam melaksanakan profesi;dan
c. sikap yang berani menolak segala bentuk intervensi, dengan
mengedepankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan
kebenaran dan keadilan serta selalu berusaha melakukan tugas
dengan cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.
(2) Kewajiban memiliki sikap jujur dan berintegritas sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) di atas, dilaksanakanoleh Notaris dengan
mematuhi kewajiban dan menjauhi larangan adalah sebagai
berikut:
a. Kewajiban:
1. wajib berperilaku jujur dan menghindari perbuatan yang
tercela agar terjaga kepercayaan para pihak kepada Notaris;
2. wajib menghindari hubungan, secara langsung maupun
tidak langsung dengan pihak dalam suatu perkara korupsi,
pencucian uang, narkoba dan/atau terorisme yang sedang
diperiksa oleh aparat penegak hukum;dan
3. wajib bersikap terbuka dan memberikan informasi
mengenai kepentingan pribadi yang menunjukkan
Hal 11 dari 34

tidak adanya konflik kepentingan dalam menjalankan


jabatannya.
b. Larangan:
1. dilarang membuat akta yang pihaknya pernah mempunyai
hubungan kerja dengan pemberi kerja atau atasan sebelum
menjadi Notaris;
2. dilarang membuat akta apabila memiliki konflik
kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan keluarga,
atau hubungan lain yang patut diduga mengandung konflik
kepentingan.

Pasal 8
(1) Kewajiban memiliki sikap saksama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf g, memiliki makna yaitu memiliki sikap cermat, teliti,
berhati-hati dan sungguh-sungguh dalam memperhatikan,
menyimak, mengamati atau mengerjakan sesuatu agar tidak terjadi
kesalahan.
(2) Kewajiban memiliki sikap saksama sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) di atas, dilaksanakan oleh Notaris dengan mematuhi
kewajiban dan menjauhi larangan adalah sebagai berikut:
Kewajiban:
a. Wajib memahami dan mendalami serta melaksanakan tugas
pokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, khususnya hukum perdata dan hukum kenotariatan,
agar dapat menerapkan hukum secara benar, cermat dan tepat
baik mengenai proseduralnya maupun substansialnya dalam
membuat akta, sehingga dapat memberi perlindungan hukum
dan kepastian hukum atas hak keperdataan setiap orang yang
dilayani;

b. Wajib menghindari terjadinya kesalahan dalam


mengkonstruksikan perbuatan hukum yang tidak sesuai
dengan fakta hukum atau yang tidak sesuai dengan
maksud/kehendak para pihak yang dapat menguntungkan
salah satu pihak dengan merugikan pihak lain; dan
c. Wajib secara konsisten, terus menerus melaksanakan tanggung
jawab secara yuridis dan secara administratif, menata dan
menyimpan minuta akta berikut dokumen yang melekat
didalamnya sebagai arsip negara secara aman, rapi dan mudah
dicari.
Hal 12 dari 34

Pasal 9
(1) Kewajiban memiliki sikap mandiri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf h, memiliki makna yaitu sikap yang mampu
bertindak sendiri, bebas dari campur tangan siapapun dan bebas
dari pengaruh apapun, dengan berpegang teguh pada prinsip nilai
dan keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan moral dan
ketentuan hukum yang berlaku.
(2) Kewajiban memiliki sikap mandiri sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) di atas, dilaksanakan oleh Notaris dengan mematuhi
kewajiban dan menjauhi larangan adalah sebagai berikut:
Kewajiban :
Wajib menjalankan jabatan profesinya secara ma ndiri dan bebas
dari pengaruh, tekanan, ancaman atau bujukan, baik yang bersifat
langsung maupun tidak langsung dari pihak manapun dan yang
berpotensi mengancam kemandirian (independensi) Notaris guna
menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Notaris.
Larangan:
Dilarang menerima janji, pemberian, atau manfaat lainnya yang
bersifat rutin atau terus-menerus dari orang perorangan dan/atau
badan usaha, yang dapat mempengaruhi kemandirian pelaksanaan
jabatan Notaris;

Pasal 10
(1) Kewajiban memiliki sikap adil dan tidak berpihak, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf i, memiliki makna yaitu:
a. menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang
menjadi haknya;dan
b. menempatkan semua orang sama kedudukannya di depan
hukum, dengan memberikan perlakuan yang sama terhadap
setiap orang, oleh karenanya, seseorang yang menjalankan
profesi Notaris wajib memikul tanggung jawab dalam memberi
perlindungan hukum dan kepastian hukum atas haknya bagi
para pihak yang bertransaksi dihadapan Notaris.
(2) Kewajiban memiliki sikap adil dan tidak berpihak, sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) di atas, dilaksanakan oleh Notaris dengan
mematuhi kewajiban dan menjauhi larangan adalah sebagai
berikut:
a. Kewajiban:
1. Wajib memberi kesempatan yang sama kepada klien untuk
menyampaikan kehendaknya secara bebas untuk
diformulasikan perbuatan hukumnya sedemikian rupa
Hal 13 dari 34

sehingga terjaga kepentingan masing- masing pihak secara


seimbang (proporsional);
2. Wajib memenuhi persyaratan dan prosedur perbuatan
hukum bagi masing-masing pihak guna menjamin
kepastian hukum dan perlindungan hukum atas haknya.
b. Larangan:
Dilarang dalam menjalankan jabatan profesinya
memperlakukan salah satu pihak berada dalam posisi istimewa
dengan sikap dan tindakan menunjukan keberpihakan,
prasangka terhadap suatu ras, jenis kelamin, agama, asal
kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik atau mental, status
sosial ekonomi dan/atau atas dasar kedekatan hubungan
dengan salah satu pihak dalam akta.

Pasal 11
(1) Kewajiban memiliki sikap profesional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf j, memiliki maknayaitu:

a. Sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan


pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung
olehkeahlian/ketrampilanatas dasar pengetahuan yang
mendalam dan pengalaman tinggi; dan
b. Sikap yang mendorong terbentuknya pribadi yang senantiasa
berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja,
keahliannya guna mencapai setinggi- tingginya mutu hasil
karya profesinya.
(2) Kewajiban memiliki sikap profesional sebagaimana dimaksud dalam
dalam ayat (1) di atas, dilaksanakan oleh Notaris dengan mematuhi
kewajiban dan menjauhi larangan adalah sebagai berikut:
Kewajiban:
a. Wajib meningkatkan pengetahuan, keahlian/keterampilan dan
kualitas kepribadiannya untuk dapat melaksanakan tugas
jabatan Notaris secara baik sesuai kebutuhan tuntutan
perkembangan masyarakat;
b. Wajib mengutamakan tugas jabatan Notaris di atas kegiatan
yang lain;
c. Wajib menolak membuat akta tentang perbuatan hukum yang
melanggar hukum, kesusilaan dan agama;
d. Wajib meminta asli surat atau dokumen identitas dan
kedudukan penghadap dalam kewenangannya bertindak serta
validasi data obyek perjanjian yang mempunya hubungan
hukum dengan penghadap dalam akta;
Hal 14 dari 34

e. Wajib memenuhi syarat bentuk aktanya sesuai yang diharuskan


oleh peraturan perundang-undangan atau yang diharuskan oleh
instansi yang berwenang agar terjamin kepastian hukum dan
perlindungan hukum atas haknya masing-masing pihak.

Pasal 12
(1) Bersikap bijaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf k,
memiliki makna yaitu:

a. Mampu bertindak sesuai dengan norma yang hidup dalam


masyarakat baik norma hukum, norma keagamaan, norma
kebiasan maupun norma kesusilaan dengan memperhatikan
situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu
memperhitungkan akibat dari tindakannya; dan
b. Sikap yang dapat mendorong terbentuknya pribadi yang
mempunyai tenggang rasa yang tinggi, berhati-hati, sabar dan
santun tetapi berani bersikap tegas.
(2) Kewajiban memiliki sikap bijaksana sebagaimana pada ayat (1) di
atas, dilaksanakan oleh Notaris dengan mematuhi kewajiban dan
menjauhi larangan adalah sebagai berikut:
Kewajiban :
a. Wajib menghindari tindakan tercela; dan
b. Wajib dalam menjalankan jabatan profesi mendasarkan pada
akal sehat dan obyektif, serta tidak egois dalam menyikapi
suatu keadaan atau peristiwa.

Pasal 13
(1) Bersikap rendah hati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf
l, memiliki makna yaitu:
a. sikap yang lahir dari kesadaran akan keterbatasan kemampuan
diri, jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari sikap
keangkuhan;dan
b. sikap yang mendorong membuka diri untuk terus belajar,
menghargai pendapat orang lain, menumbuh kembangkan
sikap tenggang rasa, serta mewujudkan kesederhanaan, penuh
rasa syukur dan ikhlas di dalam mengemban tugas.
(2) Bersikap rendah hati sebagaimana pada ayat (1), dilaksanakan oleh
Notaris dengan mematuhi kewajiban dan menjauhi larangan adalah
sebagai berikut:
Kewajiban:
wajib yaitu wajib melaksanakan pekerjaan profesinya sebagai
sebuah pengabdian yang tulus, dan bukan semata-mata sebagai
mata pencaharian dalam lapangan kerja untuk mendapat
penghasilan materi, melainkan sebuah amanat yang akan
Hal 15 dari 34

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha


Esa; dan
Larangan
Dilarang bersikap, bertingkah laku atau melakukan tindakan
mencari popularitas, pujian, penghargaan dan sanjungan dari
siapapun juga.

BAB V

ETIKA PELAYANAN TERHADAP KLIEN

Pasal 14
Etika pelayanan terhadap klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf b, memuat tentang Kewajiban dan Larangan bagi anggota
Perkumpulan maupun setiap orang yang memangku dan menjalankan
tugas jabatan sebagai Notaris, yaitu:
a. Kewajiban:
1. wajib menghindari situasi yang dapat menimbulkan sikap
keberpihakan, dalam hubungan pribadinya dengan salah satu
pihak dalam akta; dan
2. wajib terbebas dari pengaruh keluarga dan pihak ketiga lainnya,
dalam menjalankan tugas jabatan profesinya.
b. Larangan:
1. dilarang berusaha dengan jalan apapun, agar seseorang
berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu
ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun
melalui perantaraan orang lain, termasuk mengambil alih
pekerjaan yang sudah ditangani oleh Notaris lain;
2. dilarang melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara
menahan dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan
tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap
membuat akta padanya;
3. dilarang membuat akta di mana anggota keluarga Notaris yang
bersangkutan bertindak sebagai pihak dalam akta;
4. dilarang mengizinkan tempat kedudukan/kantornya digunakan
oleh seorang anggota suatu profesi hukum lainnya untuk
menerima klien atau menerima anggota lainnya dari profesi
hukum tersebut yang dilarang rangkap jabatan dengan Notaris;
5. Dilarang menggunakan wibawa jabatan Notaris dengan
kewenangannya yang diberi oleh peraturan perundang-
undangan untuk tujuan mendapat keuntungan dirinya
Hal 16 dari 34

atau keluarganya atau temannya;


6. dilarang mempergunakan keterangan yang diperolehnya dalam
proses pelaksanaan jabatannya untuk tujuan mendapatkan
keuntungan darinya atau keluarganya atau temannya;
7. dilarang mengikuti pelelangan untuk mendapatkan pekerjaan
pembuatan akta, kecuali peraturan perundang-undangan
menentukan lain; dan
Catatan PP-INI: metode lelang yang dipilih adalah yang sesuai
dengan pelaksanaan jabatan notaris seperti beauty contest
8. dilarang secara berturut-turut dengan tetap dan teratur
menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya.

BAB VI
ETIKA HUBUNGAN SESAMA REKAN NOTARIS

Pasal 15
Etika hubungan sesama rekan Notaris sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf c, memuat tentang Kewajiban dan Larangan bagi anggota
Perkumpulan maupun setiap orang yang memangku dan menjalankan
tugas jabatan sebagai Notaris, yaitu:
a. Kewajiban:
1. wajib saling menjaga dan membela kehormatan dan nama
baik korps Notaris atas dasar rasa solidaritas dan sikap tolong
menolong;
2. wajib membayar uang duka untuk membantu ahli waris rekan
sejawat yang meninggal dunia;
3. wajib menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan
dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari
serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling
menghormati, saling menghargai, saling membantu serta
selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim,
termasuk namun tidak terbatas dalam berinteraksi di media
sosial;
4. wajib mematuhi ketentuan Peraturan Perkumpulan dalam
memberikan keterangan ahli di bidang kenotariatan terkait
proses penyidikan atau peradilan;dan
Hal 17 dari 34

5. wajib bertindak objektif, professional, tidak merugikan


martabat jabatan Notaris sebagaimana diatur dalam Kode Etik
dan sumpah jabatan Notaris, dalam memberikan keterangan
ahli di bidang kenotariatan terkait proses penyidikan atau
peradilan.
b. Larangan:
1. dilarang melakukan usaha, baik langsung maupun tidak
langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang
tidak sehat dengan sesama rekan Notaris;
2. dilarang mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih
berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan
terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan, termasuk
menerima pekerjaan dari karyawan kantor Notaris lain;
3. dilarang menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan
Notaris atau akta yang dibuat olehnya, dalam hal seorang
Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang
dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat
kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka
Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat
yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan
cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk
mencegah timbulnya hal yang tidak diinginkan terhadap klien
yang bersangkutan ataupun terhadap rekan sejawat tersebut;
4. dilarang membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang
bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan
suatu instansi atau lembaga, dengan menutup kemungkinan
bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.

BAB VII
ETIKA HUBUNGAN DENGAN ORGANISASI NOTARIS

Pasal 16

Etika hubungan dengan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 3 huruf d, memuat tentang Kewajiban dan Larangan bagi anggota
Perkumpulan maupun setiap orang yang memangku dan menjalankan
tugas jabatan sebagai Notaris, yaitu:
a. Kewajiban:
1. Wajib menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan;
2. Wajib menghormati, mematuhi dan melaksanakan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Peraturan dan Keputusan
Perkumpulan;
3. Wajib menghormati Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan
Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan berdasarkan hasil
Hal 18 dari 34

keputusan rapat anggota yang sah (konferensi daerah,


konferensi wilayah dan kongres);
4. Wajib membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib;
5. Wajib hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan
yang diselenggarakan oleh Perkumpulan; dan
6. Wajib melaksanakan dan mematuhi ketentuan honorarium
yang ditetapkan Perkumpulan.
b. Larangan:
Dilarang mendirikan, ikut serta dan/atau aktif dalam organisasi
Notaris tandingan/sejenis selain Perkumpulan, serta
mempergunakan nama dan lambang Perkumpulan secara tidak
sah, kecuali dalam membentuk kelompok peminatan atau kegiatan
yang tidak melepaskan diri dan tidak merugikan kepentingan
Perkumpulan.

BAB VIII
ETIKA HUBUNGAN DENGAN MASYARAKAT

Pasal 17
(1) Etika hubungan dengan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf e, memuat tentang Kewajiban dan Larangan bagi
anggota Perkumpulan maupun setiap orang yang memangku dan
menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, yaitu:
a. Kewajiban:
1. Wajib memberikan pelayanan jasa hukum dibidang
kenotariatan kepada masyarakat, yang berkaitan dalam
pembuatan akta otentik dan kewenangan lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan terkait jabatan
Notaris dengan mengutamakan pengabdian kepada
kepentingan masyarakat dan negara.
2. Wajib memberikan penjelasan, Pendapat atau keterangan
kepada publik yang berkaitan dengan peranan, tugas, dan
wewenang Notaris dalam memberikan kepastian dan
perlindungan hukum atas hak keperdataan setiap anggota
masyarakat yang bertransaksi di hadapan Notaris.
b. Larangan:
1. Dilarang memberikan keterangan, pendapat, komentar,
kritik atau pembenaran secara terbuka kepada masyarakat
atas isi akta yang dibuat oleh Notaris lain dan kehidupan
pribadi/privasi Notaris lain;dan
2. Dilarang memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik
atau pembenaran secara terbuka kepada masyarakat
dengan tulisan, ucapan, dan tindakan atas permasalahan
hukum yang dihadapi Notaris lain, kecuali dalam sebuah
Hal 19 dari 34

forum ilmiah yang hasilnya tidak dimaksudkan untuk


dipublikasikan yang dapat menjatuhkan kehormatan nama
baik Notaris lain atau lembaga Notaris.
(2) Dikecualikan sebagaimana ketentuan pada ayat (1) huruf b angka
2, Notaris dapat menulis, memberi kuliah, mengajar dan
berpartisipasi dalam kegiatan keilmuan selama kegiatan tersebut
tidak dimaksudkan untuk mempromosikan diri.

BAB IX

DEWAN KEHORMATAN

Bagian Kesatu
Susunan Organisasi

Pasal 18
(1) Dalam rangka melakukan pembinaan dan penegakan Kode Etik
terhadap anggota Perkumpulan dan setiap orang yang memangku
dan menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, dibentuk
DewanKehormatan.
(2) Dewan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiriatas:
a. Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat nasional yang
berkedudukan di DKI Jakarta;
b. Dewan Kehormatan Wilayah pada tingkat provinsi yang
berkedudukan di ibukota provinsi;dan
c. Dewan Kehormatan Daerah pada tingkat kabupaten/kota yang
berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.

Pasal 19
Dewan Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dibentuk
berdasarkan Rapat Anggota dengan masa jabatan adalah 3 (tiga) tahun
dan dapat diangkat kembali.

Pasal 20
(1) Anggota Dewan Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,
terdiri atas:
a. Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat nasional
beranggotakan 7 (tujuh) orang;
b. Dewan Kehormatan Wilayah pada tingkat provinsi
beranggotakan 5 (lima) orang;dan
c. Dewan Kehormatan Daerah pada tingkat kabupaten/kota
beranggotakan 3 (tiga) orang.
(2) Dewan Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam ayar (1) di atas,
terdiri atas:
Hal 20 dari 34

a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;


b. 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota;
c. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan

d. bila ada selebihnya selaku anggota.

Bagian Kedua
Wewenang dan Tugas

Pasal 21

Dewan Kehormatan berwenang danbertugas:


a. melakukan pembinaan terhadap anggota Perkumpulan dan setiap
orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris, baik pembinaan Perilaku maupun teknis profesi sesuai
dengan wilayah kewenangannya;
b. memberikan motivasi positif terhadap para anggota Perkumpulan dan
setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris;
c. melakukan pencegahan terjadi penyimpangan dan Pelanggaran dalam
pelaksanaan jabatan/profesi Notaris sesuai dengan wilayah
kewenangannya;
d. memperhatikan perkembangan karier anggota Perkumpulan dan
setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris;
e. memberikan teladan yang baik kepada anggota Perkumpulan dan
setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris;
f. melaksanakan penegakan Kode Etik dengan menerima, memeriksa
dan memutus perkara atas laporan dugaan Pelanggaran Perilaku
terhadap Kode Etik, anggaran dasar/anggaran rumah tangga,
peraturan Perkumpulan dan/atau keputusan Perkumpulan oleh
anggota Perkumpulan dan setiap orang yang memangku dan
menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris sesuai dengan wilayah
kewenangannya, termasuk dalam hal upaya banding.
Hal 21 dari 34

BAB X
TATA CARA PENEGAKAN KODE ETIK
Bagian Kesatu

Umum
Pasal 22
Penegakan Kode Etik dilaksanakan Dewan Kehormatan sesuai wilayah
kewenangannya, dengan melakukan penerimaan, pemeriksaan dan
memutus perkara atas laporan dugaan Pelanggaran Perilaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 11 oleh anggota Perkumpulan atau setiap
orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris
terhadap Kode Etik Notaris, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga,
Peraturan/Keputusan Perkumpulan.

Bagian Kedua

Pelaporan
Pasal 23

(1) Laporan sebagaimana dimaksud pada Pasal 22, disampaikan oleh


Pelapor yaitu:

a. Masyarakat sebagai pihak dalam akta yang berkepentingan atau


ahli warisnya yang merasa dirugikan terkait pelaksanaan
jabatan Notaris selaku Terlapor; atau
b. Dewan Kehormatan atau Pengurus Perkumpulan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia yang paling sedikit memuat:
a. kronologis singkat dugaan Pelanggaran;
b. bentuk dugaan Pelanggaran Perilaku;
c. bentuk kerugian yang diderita Pelapor;dan
d. ditandatangani oleh Pelapor serta tidak dapat dikuasakan, dan
disampaikan Pelapor kepada Dewan Kehormatan Daerah di
tempat kedudukan atau wilayah kerja Terlapor.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan
dokumen paling sedikit yaitu:
a. fotokopi dokumen identitas Pelapor;dan/atau
b. buktipendukung adanya pelanggaran yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Hal 22 dari 34

(4) Bukti pendukung laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


huruf b, antara lain dapat berupa:

a. fotokopi dokumen terkaitlaporan;


b. rekamanpercakapan;
c. rekaman video; dan/atau
d. dokumen foto.

(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan


melalui surat elektronik.
(6) Jika laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada Dewan Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan Kehormatan
Pusat, maka laporan dimaksud diteruskan kepada Dewan
Kehormatan Daerah yang bersangkutan.

Bagian Kedua
Dewan Kehormatan Daerah

Paragraf 1
Pencatatan dan Verifikasi Administrasi Laporan

Pasal 24
(1) Laporan beserta bukti pendukung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (2) diinventaris dan dicatatat oleh Dewan Kehormatan
Daerah ke dalam dokumen surat masuk.
(2) Jika laporan yang disampaikan tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, maka laporan
dikembalikan kepada Pelapor dan/atau kuasanya untuk dilengkapi.

(3) Dalam hal laporan disampaikan melalui pos atau jasa ekspedisi,
pengembalian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan secara tertulis kepada Pelapor atau kuasanya dengan
disertai alasan pengembalian.
(4) Jika laporan telah dinyatakan lengkap, maka Dewan Kehormatan
Daerah menyelenggarakan gelar perkara.

Paragraf 2
Gelar Perkara

Pasal 25
(1) Dewan Kehormatan Daerah menyelenggarakan gelar perkara paling
lambat 7 (tujuh) Hari sejak laporan memenuhi syarat administrasi.
(2) Gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihadiri oleh
seluruh anggota Dewan Kehormatan Daerah dalam rangka
pemeriksaan substansi laporan perkara.
Hal 23 dari 34

(3) Dalam gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap
anggota Dewan Kehormatan Daerah memberikan pendapat dan
memutuskan perkara dimaksud ditolak atau dilanjutkan ke tahap
pemeriksaan.
(4) Jika laporan dinyatakan ditolak, maka Dewan Kehormatan Daerah
menyampaikan secara tertulis atau melalui surat elektronik kepada
Pelapor disertai dengan alasan penolakan antara lain dapat berupa :
a. Pelapor tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing)
untuk melaporkan laporan; dan/atau
b. laporan Pelapor tidak memenuhi persyaratan laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) sampai dengan
ayat (5).
(5) Jika laporan dinyatakan diterima, maka Dewan Kehormatan Daerah
mencatat laporan Pelapor ke dalam dokumen register perkara
memuat paling sedikit :
a. nomor dan tanggal register perkara;
b. nomor dan tanggal surat laporan;
c. nama Pelapor dan Terlapor;
d. lampiran bukti pendukung laporan; dan
e. jadwal sidang pemeriksaan.

(6) Dalam hal substansi laporan Pelapor juga terkait dengan


Pelanggaran atas UUJN dan Peraturan perundang-undangan
lainnya, maka laporan tersebut diteruskan oleh Dewan Kehormatan
kepada Majelis Pengawas Daerah sesuai tempat kedudukan
Terlapor.

Paragraf 2
Pemanggilan dan Pemeriksaan

Pasal 26
(1) Dewan Kehormatan Daerah melakukan pemanggilan Pelapor dan
Terlapor paling lambat 5 (lima) Hari sebelum sidang.

(2) Jika Terlapor setelah dipanggil secara sah dan patut, tidak hadir
maka dilakukan pemanggilan kedua, dan jika tetap tidak hadir
maka pemeriksaan dilakukan tanpa kehadiran Terlapor.
(3) Bila Pelapor setelah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir,
maka dilakukan pemanggilan ketiga, dan apabila Pelapor tetap
tidak hadir maka Dewan Kehormatan Daerah menyatakan secara
tertulis kepada Pelapor bahwa laporan gugur dan tidak dapat
diajukan lagi.
Hal 24 dari 34

Pasal 27
(1) Sidang pemeriksaan Pelapor dan Terlapor dilaksanakan paling
lambat 14 (empatbelas) Hari sejak Pelaporan diregister perkara.
(2) Sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
rahasia dan tertutup untuk umum.
(3) Sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan denganketentuan:
a. pembacaan laporan dan meminta keterangan Pelapor, yaitu
dengan meminta konfirmasi Pelapor untuk memperjelas laporan
pengaduan adanya dugaan Pelanggaran, disertai bukti yang
dapat dipertanggungjawabkan;
b. memberikan kesempatan kepada Terlapor untuk melakukan
pembelaan diri atau tanggapan mengenai indikasi dugaan
Pelanggaran;dan
c. Pelapor dan Terlapor dalam sidang pemeriksaan dapat
mengajukan bukti tambahan dan/atau saksi untuk mendukung
dalil yang diajukan, dengan persetujuan Dewan Kehormatan
Daerah.
(4) Setiap keterangan Pelapor dan Terlapor serta hasil dalam sidang
pemeriksaan dicatat untuk dituangkan dalam berita acara
pemeriksaan.

Paragraf 3
Putusan

Pasal 28
(1) Putusan Dewan Kehormatan Daerah disusun dan dibacakan dalam
sidang putusan paling lambat 60 (enam puluh) Hari sejak laporan
Pelapor diregister perkara Dewan Kehormatan Daerah.
(2) Sidang putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersifat
tertutup untuk umum.
(3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat alasan dan
pertimbangan yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan,
dan ditandatangani oleh Dewan Kehormatan Daerah.
(4) Jika diantara anggota Dewan Kehormatan Daerah tidak tercapai
mufakat maka keputusan diambil dengan suara terbanyak dan
perbedaan pendapat di antara sesama anggota Dewan Kehormatan
Daerah tersebut dimuat dalam putusan.
(5) Jika hasil pemeriksaan ternyata laporan tidak dapat dibuktikan,
maka Dewan Kehormatan Daerah memutuskan laporan Pelapor
ditolak.
Hal 25 dari 34

(6) Jika Terlapor terbukti melakukan Pelanggaran Kode Etik


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 17,
anggaran dasar/anggaran rumah tangga, peraturan dan/atau
keputusan Perkumpulan, maka Terlapor dikenai sanksi, berupa:
a. peringatan;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
(7) Dewan Kehormatan Daerah menginventarisir seluruh berkas
laporan perkara dan membuat salinan putusan, untuk kemudian
dilimpahkan kepada:
Dewan Kehormatan Wilayah melalui surat pengantar dalam hal
terdapat banding dari Pelapor/Terlapor, dengan tembusan
kepada Pelapor, Terlapor, Dewan Kehormatan Pusat dan
Pengurus Daerah Perkumpulan bersangkutan;

Paragraf 4

Upaya Hukum

Pasal 29
(1) Pelapor atau Terlapor yang keberatan atas putusan Dewan
Kehormatan Daerah berhak menyatakan upaya banding kepada
Dewan Kehormatan Daerah, paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak:
a. putusan dibacakan, bila hadir dalam pembacaan putusan; atau
b. surat putusan diterima Pelapor/Terlapor, bila tidak hadir dalam
pembacaan putusan.
(2) Dewan Kehormatan Daerah menolak upaya banding atas putusan
berupa sanksi peringatan.
(3) Pembanding wajib menyampaikan memori banding kepada Dewan
Kehormatan Daerah, paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak
banding dinyatakan, jika pembanding tidak menyampaikan memori
banding dalam jangka waktu tersebut, maka upaya banding
dianggap gugur.
(4) Dewan Kehormatan Daerah menyampaikan memori banding kepada
terbanding, paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak memori banding
pembanding diterima oleh Dewan Kehormatan Daerah.
(5) Terbanding wajib menyampaikan kontra memori banding, paling
lambat 14 (empat belas) Hari sejak memori banding diterima oleh
terbanding, jika terbanding tidak menyampaikan kontra memori
banding dalam jangka waktu tersebut, maka upaya banding tetap
dilanjutkan.
(6) Memori banding sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan kontra
Hal 26 dari 34

memori banding sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang


disampaikan dapat disertai dengan bukti baru yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Bagian Ketiga
Dewan Kehormatan Wilayah

Paragraf 1

Verifikasi Berkas Banding

Pasal 30
(1) Berkas laporan perkara dan salinan putusan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (7) diinventaris dan dicatat oleh
Dewan Kehormatan Wilayah ke dalam dokumen surat masuk.
(2) Berkas laporan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. Memori banding;
b. kontra memori banding (jika disampaikan);dan
c. bukti pendukung.
(3) Dalam hal berkas laporan perkara tidak memenuhi ketentuan
waktu dan ketentuan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 maka Dewan Kehormatan Wilayah menyampaikan penolakan
secara tertulis kepada pembanding disertai alasan penolakan,
dengan tembusan kepada terbanding dan Dewan Kehormatan
Daerah.
(4) Jika berkas laporan perkara telah dinyatakan lengkap, maka Dewan
Kehormatan Wilayah, menyelenggarakan gelar perkara.

Paragraf 2
Gelar Perkara

Pasal 31
(1) Dewan Kehormatan Wilayah menyelenggarakan gelar perkara paling
lambat 7 (tujuh) Hari sejak berkas laporan perkara dan salinan
putusan diterima Dewan Kehormatan Wilayah.
(2) Gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihadiri oleh
seluruh anggota Dewan Kehormatan Wilayah dalam rangka
pemeriksaan substansi berkas laporan perkara banding.
Hal 27 dari 34

(3) Dalam gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap
anggota Dewan Kehormatan Wilayah memberikan pendapat dan
memutus perkara dimaksud ditolak atau dilanjutkan ke tahap
pemeriksaan.
(4) Jika berkas laporan perkara dinyatakan ditolak, maka Dewan
Kehormatan Wilayah menyampaikan secara tertulis kepada
pembanding disertai dengan alasan penolakan, antara lain dapat
berupa :
a. pembanding tidak memiliki kedudukan hukum (legal
standing);dan/atau
b. upaya banding tidak memenuhi persyaratan upaya hukum
sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29.
(5) Jika laporan dinyatakan diterima, maka Dewan Kehormatan
Wilayah mencatat berkas laporan perkara ke dalam dokumen
register perkara, memuat paling sedikit:

a. nomor dan tanggal register perkara banding;


b. dokumen memori banding dan kontra memori banding;
c. nama pembanding dan terbanding;
d. lampiran bukti pendukung;
e. jadwal sidang pemeriksaan; dan

Paragraf 3
Pemanggilan dan Pemeriksaan

Pasal 32
(1) Dewan Kehormatan Wilayah melakukan pemanggilan pembanding
dan terbanding paling lambat 5 (lima) Hari sebelum sidang.
(2) Jika terbanding setelah dipanggil secara sah dan patut, tidak hadir
maka dilakukan pemanggilan kedua, dan jika tetap tidak hadir
maka pemeriksaan dilakukan tanpa kehadiran terbanding.
(3) Bila pembanding setelah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir,
maka dilakukan pemanggilan ketiga, dan apabila Pelapor tetap
tidak hadir maka Dewan Kehormatan Wilayah menyatakan secara
tertulis kepada pembanding bahwa upaya banding gugur dan tidak
dapat diajukan lagi.

Pasal 33
(1) Sidang pemeriksaan pembanding dan terbanding dilaksanakan
paling lambat 14 (empatbelas) Hari sejak Pengajuan banding
diregister Perkara.
(2) Sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
rahasia dan tertutup untuk umum.
Hal 28 dari 34

(3) Sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


dilaksanakan dengan ketentuan:
a. pembacaan memori banding dan meminta keterangan
pembanding, yaitu dengan meminta konfirmasi pembanding
untuk memperjelas laporan pengaduan adanya dugaan
Pelanggaran, disertai bukti yang dapat dipertanggungjawabkan;

b. pembacaan kontra memori banding serta memberikan


kesempatan kepada terbanding untuk melakukan konfirmasi;
dan

c. pembanding dan terbanding dalam sidang pemeriksaan dapat


mengajukan bukti tambahan dan/atau saksi untuk mendukung
dalil yang diajukan, dengan persetujuan Dewan Kehormatan
Wilayah.
(4) Setiap keterangan pembanding dan terbanding serta hasil dalam
sidang pemeriksaan dicatat oleh Dewan Kehormatan Wilayah dan
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.

Paragraf 4
Putusan

Pasal 34
(1) Putusan Dewan Kehormatan Wilayah disusun dan dibacakan dalam
sidang putusan paling lambat 60 (enam puluh) Hari sejak berkas
laporan perkara diterima Dewan Kehormatan Wilayah.
(2) Sidang putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersifat
tertutup untuk umum.
(3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat alasan dan
pertimbangan yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan,
dan ditandatangani oleh Dewan Kehormatan Wilayah.
(4) Jika diantara anggota Dewan Kehormatan Wilayah tidak tercapai
mufakat maka keputusan diambil dengan suara terbanyak dan
perbedaan pendapat di antara sesama anggota Dewan Kehormatan
Wilayah tersebut dimuat dalam putusan.
(5) Jika hasil pemeriksaan ternyata permohonan banding tidak dapat
dibuktikan, maka Dewan Kehormatan Wilayah memutuskan
banding ditolak.
(6) Jika hasil pemeriksaan ternyata permohonan banding dapat
dibuktikan, maka Dewan Kehormatan Wilayah dapat memutuskan:
a. menguatkan putusan Dewan Kehormatan Daerah;atau
b. membatalkan/merevisi putusan Dewan Kehormatan Daerah.

(7) Dewan Kehormatan Wilayah menginventarisir seluruh berkas


laporan perkara banding dan membuat salinan putusan banding,
untuk kemudian dilimpahkan kepada Dewan Kehormatan Pusat
Hal 29 dari 34

melalui surat pengantar dalam termasuk dokumen banding final


dan kontra memori bandingnya, dengan tembusan kepada
pembanding, terbanding dan Pengurus Daerah Perkumpulan
bersangkutan.

Paragraf 5
Upaya Banding Final

Pasal 35
(1) Pelapor atau Terlapor yang keberatan atas putusan Dewan
Kehormatan Wilayah berhak menyatakan upaya banding final
kepada Dewan Kehormatan Wilayah, paling lambat 7 (tujuh) Hari
sejak:
a. putusan dibacakan, bila hadir dalam pembacaan putusan
banding; atau
b. surat putusan banding diterima pembanding/terbanding, bila
tidak hadir dalam pembacaan putusan.
(2) Dewan Kehormatan Wilayah menolak upaya banding final atas
putusan berupa sanksi peringatan.
(3) Pembanding wajib menyampaikan memori banding final kepada
Dewan Kehormatan Wilayah, paling lambat 14 (empat belas) Hari
sejak banding final dinyatakan, jika pembanding tidak
menyampaikan memori banding final dalam jangka waktu tersebut,
maka upaya banding final dianggap gugur.
(4) Dewan Kehormatan Wilayah menyampaikan memori banding final
kepada terbanding, paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak memori
banding pembanding diterima oleh Dewan Kehormatan Wilayah.
(5) Terbanding wajib menyampaikan kontra memori banding final,
paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak memori banding final
diterima oleh terbanding, jika terbanding tidak menyampaikan
kontra memori banding final dalam jangka waktu tersebut, maka
upaya banding final tetap dilanjutkan.

(6) Memori banding final sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
kontra memori banding final sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
yang disampaikan dapat disertai dengan bukti baru yang dapat
dipertanggungjawabkan.

Bagian Keempat
Dewan Kehormatan Pusat

Paragraf 1
Verifikasi Berkas Banding Final
Hal 30 dari 34

Pasal 36
(1) Berkas laporan perkara banding dan salinan putusan banding
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (7) diinventaris dan
dicatat oleh Dewan Kehormatan Pusat ke dalam dokumen surat
masuk.
(2) Berkas laporan perkara banding sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),meliputi:
a. memori bandingfinal;
b. kontra memori banding final (jika disampaikan);dan
c. buktipendukung.
(3) Dalam hal berkas laporan perkara banding final tidak memenuhi
ketentuan waktu dan ketentuan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 maka Dewan Kehormatan Pusat menyampaikan
penolakan secara tertulis atau melalui surat elektronik kepada
pembanding disertai alasan penolakan, dengan tembusan kepada
terbanding dan Dewan Kehormatan Wilayah.
(4) Jika berkas laporan perkara banding final telah dinyatakan
lengkap, maka Dewan Kehormatan Pusat mencatat ke dalam
dokumen register perkara, memuat paling sedikit:
a. nomor dan tanggal register perkara bandingfinal;
b. dokumen memori banding final dan kontra memori
bandingfinal;
c. nama pembanding dan terbanding;
d. lampiran bukti pendukung;
e. jadwal sidang pemeriksaan;

Paragraf 3

Pemanggilan dan Pemeriksaan

Pasal 37
(1) Dewan Kehormatan Pusat melakukan pemanggilan pembanding
dan terbanding paling lambat 5 (lima) Hari sebelum sidang.
(2) Jika terbanding setelah dipanggil secara sah dan patut, tidak hadir
maka dilakukan pemanggilan kedua, dan jika tetap tidak hadir
maka pemeriksaan dilakukan tanpa kehadiran terbanding.
(3) Bila pembanding setelah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir,
maka dilakukan pemanggilan ketiga, dan apabila Pelapor tetap
tidak hadir maka Dewan Kehormatan Wilayah menyatakan secara
tertulis kepada pembanding bahwa upaya banding gugur dan tidak
dapat diajukan lagi.
Hal 31 dari 34

Pasal 38
(1) Sidang pemeriksaan pembanding dan terbanding dilaksanakan
paling lambat 14 (empatbelas) Hari sejak berkas laporan perkara
banding final dicatat dalam dokumen register perkara.

(2) Sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat


rahasia dan tertutup untuk umum.
(3) Sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan denganketentuan:
a. pembacaan memori banding final dan meminta keterangan
pembanding, yaitu dengan meminta konfirmasi pembanding
untuk memperjelas laporan pengaduan adanya dugaan
Pelanggaran, disertai bukti yang dapat dipertanggungjawabkan;
b. pembacaan kontra memori banding final serta memberikan
kesempatan kepada terbanding untuk melakukan konfirmasi;
dan
c. pembanding dan terbanding dalam sidang pemeriksaan dapat
mengajukan bukti tambahan dan/atau saksi untuk mendukung
dalil yang diajukan dengan persetujuan Dewan Kehormatan
Pusat.
(4) Setiap keterangan pembanding dan terbanding serta hasil dalam
sidang pemeriksaan dicatat oleh Dewan Kehormatan Pusat dan
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.

Paragraf 4
Putusan

Pasal 39
(1) Putusan Dewan Kehormatan Pusat disusun dan dibacakan dalam
sidang putusan paling lambat 60 (enam puluh) Hari sejak berkas
laporan perkara banding final diterima Dewan Kehormatan Pusat.
(2) Sidang putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersifat
tertutup untuk umum.
(3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat alasan dan
pertimbangan yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan,
dan ditandatangani oleh Dewan Kehormatan Pusat.

(4) Jika diantara anggota Dewan Kehormatan Pusat tidak tercapai


mufakat maka keputusan diambil dengan suara terbanyak dan
perbedaan pendapat di antara sesama Dewan Kehormatan Pusat
tersebut dimuat dalam putusan.

(5) Jika hasil pemeriksaan ternyata permohonan banding tidak dapat


dibuktikan, maka Dewan Kehormatan Pusat memutuskan banding
ditolak.
Hal 32 dari 34

(6) Jika hasil pemeriksaan ternyata permohonan banding dapat


dibuktikan, maka Dewan Kehormatan Pusat dapat memutuskan:
a. menguatkan putusan Dewan Kehormatan Wilayah;atau
b. membatalkan/merevisi putusan Dewan Kehormatan Wilayah.
(7) DKP menginventarisir seluruh berkas laporan perkara dan
membuat salinan putusan, untuk kemudian menyampaikan salinan
putusan kepada pembanding, terbanding, Majelis Pengawas
Wilayah Notaris dan Majelis Pengawas Daerah Notaris terkait,
Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah
Perkumpulan, Dewan Kehormatan Daerah dan Dewan Kehormatan
Wilayah yang bersangkutan.

BAB XI
SANKSI

Pasal 40
(1) Sanksi dikenakan terhadap anggota Perkumpulan maupun setiap
orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, yang
melakukan Pelanggaran Kode Etik, Anggaran Dasar/Anggaran
Rumah Tangga, dan/atau Peraturan/Keputusan Perkumpulan,
dapat berupa:
a. teguran;
b. peringatan;
c. pemberhentian sementara dari keanggotaan Perkumpulan;
d. pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan
Perkumpulan;
e. pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
Perkumpulan;

(2) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


disesuaikan dengan kualitas, kuantitas, tingkat dan jenis
Pelanggaran yang dilakukan anggota Perkumpulan maupun setiap
orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris tersebut.
(3) Penjatuhan Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
secara berjenjang, kecuali bagi anggota Perkumpulan maupun
setiap orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, yang
melakukan Pelanggaran lebih dari satu kali atau berulang dapat
dijatuhkan sanksi yang tertinggi.
(4) Dewan Kehormatan Pusat berwenang untuk memutuskan dan
menjatuhkan sanksi terhadap Pelanggaran yang dilakukan oleh
anggota biasa Perkumpulan/dari Notaris aktif, terhadap
Pelanggaran norma susila atau Perilaku yang merendahkan harkat
dan martabat notaris, atau perbuatan yang dapat mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap Notaris.
Hal 33 dari 34

Pasal 41
(1) Tingkat dan jenis Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 ayat (2) terdiri atas:
a. Pelanggaran ringan;
b. Pelanggaran sedang;
c. Pelanggaran berat ;
(2) Penjatuhan sanksi terhadap tingkat Pelanggaran adalah
sebagai berikut:
a. penjatuhan Sanksi atas Pelanggaran ringan adalah berupa:
teguran atau peringatan;
b. penjatuhan sanksi atas Pelanggaran sedang adalah berupa :
pemberhentian sementara dari keanggotaan Perkumpulan; dan
c. penjatuhan sanksi atas Pelanggaran berat adalah berupa:
pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan Perkumpulan
atau pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
Perkumpulan.

(3) Keputusan Dewan Kehormatan Daerah berupa teguran atau


peringatan bersifat final, sehingga tidak dapat diajukan banding.
(4) Keputusan Dewan Kehormatan Wilayah berupa pemberhentian
sementara dari keanggotaan perkumpulan bersifat final, sehingga
tidak dapat diajukan banding.
(5) Keputusan Dewan Kehormatan Pusat berupa pemberhentian
dengan hormat atau dengan tidak hormat dari keanggotaan
perkumpulan bersifat final disertai kewenangan untuk memberi
rekomendasi (usulan) pemberhentiannya sebagai Notaris kepada:
a. Majelis Pengawas Notaris; dan/atau
b. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

BAB XII
EKSEKUSI DAN PENCATATAN ATAS PENJATUHAN SANKSI

Pasal 42
(1) Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Wilayah/Dewan
Kehormatan Pusat wajib menyampaikan putusan penjatuhan
sanksi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang terkait
dengan pemberhentian keanggotaan.
(2) Pengurus Pusat Perkumpulan wajib mencatat dalam buku daftar
anggota Perkumpulan atas setiap keputusan Dewan Kehormatan
Daerah/Dewan Kehormatan Wilayah/Dewan Kehormatan Pusat
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengumumkannya dalam website atau media elektronik yang
dikelola Perkumpulan.
Hal 34 dari 34

(3) Pengurus Pusat Perkumpulan berhak menarik kartu tanda anggota


yang telah diberhentikan keanggotaannya.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 43
Semua anggota Perkumpulan wajib menyesuaikan praktek maupun
Perilaku dalam menjalankan jabatannya sebagaimana yang tercantum
dalam Kode Etik ini dan bagi pengurus Perkumpulan dan Dewan
Kehormatan berhak dan berwenang untuk memberikan penerangan
kepada anggota Perkumpulan dan masyarakat tentang Kode Etik.

Pasal 44
Hal mengenai pembinaan, pengawasan, dan penegakan Kode Etik Notaris
yang tidak atau belum cukup diatur dalam Kode Etik Ini, diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Dewan Kehormatan Pusat.

Pasal 45
Dengan ditetapkannya Kode Etik ini maka Kode Etik Notaris hasil
Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia
Banten, pada tanggal 29 - 30 Mei 2015, dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku.

Pasal 46
Kode Etik ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di …
pada tanggal …
KETUA,
ttd.

SEKRETARIS,
ttd.

TIM AD HOC PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS

Jakarta, 11 April 2022

Nomor : 01/TimAdHocKEN-INI/IV/2022 Kepada Yth.


Perihal : Penyampaian Rancangan Perubahan Rekan Ketua Umum
KODE ETIK NOTARIS PENGURUS PUSAT
IKATAN NOTARIS INDONESIA
Di
Tempat

Dengan hormat,

Dalam rangka memenuhi ketentuan Pasal 21 ayat (1) ART INI yaitu bahwa rancangan
perubahan materi Kongres Luar Biasa (KLB), dalam hal ini Rancangan Perubahan Kode Etik
Notaris (KEN) harus sudah dikirimkan kepada anggota sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan
sebelum dilangsungkannya Kongres Luar Biasa, maka bersama ini kami sampaikan materi KLB
Rancangan Perubahan Kode Etik Notaris (KEN) kepada PP-INI (sebagaimana terlampir) yang telah
diupayakan untuk disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (legal drafting).

Kami menyadari bahwa rancangan perubahan tersebut masih jauh dari sempurna dan
kami akan terus melakukan penyempurnaan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sebelum
penyelenggaraan KLB, diantaranya dengan meminta pendapat Ahli di bidang:
- Kode Etik yang terkait dengan System Peradilan Etik dan Standard Profesi
(Bapak Prof. Jimly Ashshiddiqie)
- Kode Etik yang terkait dengan pelanggaran di bidang ITE
(Bp. Dr. Edmon Makarim)
Penyempurnaan Rancangan Perubahan KEN, nantinya akan kami sampaikan kembali kepada PP-
INI, dan selanjutnya PP-INI dapat memutuskan, apakah akan disampaikan kembali kepada
Anggota atau langsung dipaparkan/menjadi materi pembahasan pada KLB mendatang.

Demikian kami sampaikan agar menjadi maklum, atas perhatian dan kerjasamanya kami
ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

TIM AD HOC PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS

ADRIAN DJUAINI, SH. MACHMUD FAUZI, SH.


Ketua Sekretaris

Sekretariat :
Jl. K.H. Hasyim Ashari Roxy Mas Blok E1/32, Jakarta Pusat 10150
Telepon: (021) 63861919 (hunting); e-mail: dkp_ini@yahoo.com
Hal 1 dari 34

IKATAN NOTARIS INDONESIA

KODE ETIK NOTARIS

Menimbang : a. bahwa kode etik notaris merupakan instrumen yang


menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan dalam
pelaksanaan jabatan notaris sesuai dengan prinsip
negara hukum;
b. bahwa perkembangan dinamika dunia kenotariatan
perlu disikapi diantaranya dengan kode etik notaris
yang mampu menjawab permasalahan serta
tantangan kenotariatan secara aktual;
c. bahwa Kode Etik Notaris hasil Perubahan Kode Etik
Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia
Banten, pada tanggal 29 - 30 Mei 2015 sudah tidak
sesuai dengan perkembangan aktual kenotariatan
sehingga perlu disesuaikan guna memberikan
kejelasan landasan hukum;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu
menetapkan Kode Etik Notaris;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang


Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432)
sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Hal 2 dari 34

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang


Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5491);

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Kode Etik Notaris ini yang dimaksud dengan :
1. Ikatan Notaris Indonesia (disingkat INI untuk selanjutnya disebut
Perkumpulan) adalah perkumpulan/organisasi bagi para notaris,
yang didirikan sejak tanggal 1 Juli 1908, dan diakui sebagai badan
hukum (rechtspersoon) berdasarkan gouvernements besluit
(penetapan pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9, serta
merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan setiap
orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
pejabat umum di Indonesia, sebagaimana telah diakui dan
mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan anggaran dasar
perkumpulan notaris yang telah ditetapkan oleh Menteri
Kenotarisan pada tanggal 4 Desember 1958, Nomor J.A.5/117/6
dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 6
Maret 1959 Nomor 19, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
Nomor 6, dan perubahan anggaran dasar yang terakhir telah
mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan tanggal tanggal
25 Januari 2017 Nomor AHU-0000046.AH.01.08.Tahun 2017, oleh
karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana
yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris yang diundangkan berdasarkan Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432 serta mulai
berlaku pada tanggal 6 Oktober2004, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun
2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5491.
Hal 3 dari 34

2. Kode Etik Notaris (selanjutnya disebut Kode Etik) adalah kaidah


moral yang ditentukan oleh Perkumpulan, berdasarkan keputusan
kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur
dalam peraturan perundang- undangan terkait jabatan Notaris,
serta wajib ditaati oleh setiap anggota Perkumpulan dan setiap
orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris,
Notaris Pengganti sebagai pedoman perilaku keutamaan Notaris
baik dalam menjalankan tugas jabatan profesinya, maupun dalam
hubungannya dengan sesama rekan, organisasi dan masyarakat.
3. Disiplin Organisasi adalah kepatuhan anggota Perkumpulan
terhadap Kode Etik, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga,
Peraturan dan Keputusan Perkumpulan.
4. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang- undangan tentang jabatan Notaris
atau berdasarkan peraturan perundang-undangan lainnya.
5. Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara
menjabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan dari Notaris
yang meninggal dunia.
6. Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat
sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti,
sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya
sebagai Notaris.
7. Pengurus Pusat adalah pengurus Perkumpulan, pada tingkat
nasional yang mempunyai tugas, kewajiban serta kewenangan
untuk mewakili dan bertindak atas nama Perkumpulan, baik di luar
maupun di muka Pengadilan.

8. Pengurus Wilayah adalah pengurus Perkumpulan pada tingkat


provinsi atau yang setingkat dengan itu.
9. Pengurus Daerah adalah pengurus Perkumpulan pada tingkat
kabupaten/kota atau yang setingkat dengan itu.
10. Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan yang
dibentuk dan berwenang membina, mengawasi dan menegakkan
Kode Etik, harkat dan martabat Notaris yang bersifat mandiri dan
bebas dari intervensi dan keberpihakan dalam menjalankan tugas
dan kewenangannya, yang terdiri atas Dewan Kehormatan Pusat,
Dewan Kehormatan Wilayah dan Dewan Kehormatan Daerah.
Hal 4 dari 34

11. Perilaku adalah semua aktivitas anggota Perkumpulan dan setiap


orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung oleh
pihak luar, termasuk namun tidak terbatas pada tindakan, tulisan,
ucapan, suara, gambar, foto, video, peta, rancangan, surat
elektronik.
12. Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh
anggota Perkumpulan maupun setiap orang yang memangku dan
menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, yang bertentangan
dengan Kode Etik, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga,
Peraturan/Keputusan Perkumpulan.
13. Kewajiban adalah sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang
wajib dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun setiap orang
yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, dalam rangka
menjaga dan memelihara citra serta wibawa lembaga kenotariatan
dan menjunjung tinggi keluhuran harkat dan martabat jabatan
Notaris.
14. Larangan adalah sikap, perilaku dan perbuatan atau tindakan
apapun yang tidak boleh dilakukan oleh anggota Perkumpulan
maupun setiap orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris, yang dapat menurunkan citra serta wibawa lembaga
kenotariatan ataupun keluhuran harkat dan martabat jabatan
Notaris.
15. Sanksi adalah hukuman yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan
yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa
ketaatan dan disiplin anggota Perkumpulan maupun setiap orang
yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris.
16. Pelapor adalah pihak terkait yang kepentingannya dirugikan akibat
Perilaku anggota Perkumpulan maupun setiap orang yang
memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris.
17. Terlapor adalah anggota Perkumpulan maupun setiap orang yang
memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris yang
diduga melakukan Pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris,
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Peraturan/Keputusan
Perkumpulan.
18. Pemeriksaan adalah kegiatan pemeriksaan oleh Dewan Kehormatan
terhadap laporan dugaan Pelanggaran Kode Etik Notaris, Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Peraturan/Keputusan
Perkumpulan yang dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun
setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan
sebagai Notaris.
Hal 5 dari 34

19. Eksekusi adalah pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan yang


telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
20. Hari adalah hari kerja.

BAB II
RUANG LINGKUP KODE ETIK

Pasal 2
Ruang lingkup Kode Etik Notaris ini meliputi pengaturan mengenai Etika
Notaris dalam berperilaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
11 Kode Etik yang berlaku sebagai pedoman bagi seluruh anggota
Perkumpulan maupun setiap orang yang memangku dan menjalankan
tugas jabatan sebagai Notaris, baik dalam pelaksanaan jabatan maupun
dalam kehidupan sehari-hari.

BAB III
ETIKA NOTARIS

Pasal 3
Etika Notaris terdiri atas:
a. etika kepribadian Notaris;
b. etika pelayanan terhadap klien;
c. etika hubungan sesama rekan Notaris;
d. etika hubungan dengan organisasi Notaris;dan
e. etika hubungan dengan masyarakat.

BAB IV
ETIKA KEPRIBADIAN NOTARIS

Pasal 4
Etika kepribadian Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a,
memuat tentang Kewajiban bagi anggota Perkumpulan maupun setiap
orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris,
yaitu:
a. wajib patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945;
b. wajib taat kepada hukum, sumpah jabatan, dan KodeEtik;
c. wajib memiliki moral, akhlak serta kepribadian yangbaik;
d. wajib menjaga harkat martabat jabatanNotaris;
e. wajib memiliki sikap amanah dan bertanggungjawab;
f. wajib memiliki sikap jujur danberintegritas;
g. wajib memiliki sikapsaksama;
h. wajib memiliki sikapmandiri;
Hal 6 dari 34

i. wajib memiliki sikap adil dan tidak berpihak;


j. wajib memiliki sikap profesional;
k. wajib memiliki sikap bijaksana;dan
l. wajib memiliki sikap rendah hati.

Pasal 5
(1) Kewajiban menjaga harkat martabat jabatan Notaris sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, memiliki makna yaitu bahwa pada
diri manusia melekat martabat dan kehormatan yang harus dijaga
oleh setiap orang, dimana prinsip menjaga harga diri Notaris akan
mendorong serta membentuk pribadi yang kuat dan tangguh,
sehingga terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan
dan martabat jabatan Notaris.
(2) Kewajiban menjaga harkat martabat jabatan Notaris sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) di atas, dilaksanakan oleh Notaris dengan
mematuhi kewajiban dan menjauhi larangan adalah sebagai
berikut:
a. Kewajiban:
1. Wajib menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan
kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi
Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas
jabatan setiaphari;
2. Wajib memasang 1 (satu) papan nama di depan/di
lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm
x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm,
yangmemuat:
a) Nama lengkap dan gelar yang sah, sesuai dengan surat
keputusan pengangkatan dan/atau perubahannya;
b) Tanggal dan nomor surat keputusan pengangkatan
Notaris;
c) Tempatkedudukan;
d) Alamat kantor dan nomor telepon/email;dan
e) Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf
berwarna hitam dan tulisan di atas papan nama harus
jelas dan mudah dibaca. kecuali di lingkungan kantor
tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan
namadimaksud.
3. Wajib membuat akta dalam jumlah batas kewajaran untuk
menjalankan peraturan perundang-undangan, khususnya
tentang jabatan Notaris dan Kode Etik;dan
4. Wajib berbusana yang sesuai dengan norma kesopanan,
kepatutan dan kesusilaan.
b. Larangan:
Hal 7 dari 34

1. Dilarang mempunyai lebih dari1 (satu) kantor, baik kantor


cabang ataupun kantor perwakilan;

2. Dilarang memasang papan nama dan/atau tulisan yang


berbunyi “Notaris/Kantor Notaris” di luar lingkungan
kantor;
3. Dilarang melakukan publikasi atau promosi diri, baik
sendiri maupun secara bersama-sama, dengan
mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan media
cetak dan/atau elektronik;
4. Dilarang bekerja sama dengan biro jasa perorangan atau
badan usaha yang pada hakekatnya bertindak sebagai
perantara untuk mencari atau mendapatkan klien dalam
pembuatan akta Notaris;
5. Dilarang menandatangani akta yang proses pembuatannya
telah dipersiapkan oleh pihak lain;
6. Dilarang mengirimkan minuta kepada klien untuk
ditandatangani;
7. Dilarang menetapkan honorarium yang lebih rendah dari
honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan;
8. Dilarang membuat akta melebihi batas kewajaran yang
batas jumlahnya ditentukan oleh Dewan Kehormatan;
9. Dilarang terlibat dalam transaksi usaha yang berpotensi
memanfaatkan posisi sebagai Notaris, termasuk
memberikan anjuran kepada anggota keluarganya agar
tidak ikut dalam kegiatan usaha yang dapat
mengeksploitasi jabatan Notaris tersebut;
10. Dilarang bekerja dan menjalankan fungsi sebagai layaknya
seorang advokat atau profesi hukum lain yang dilarang
rangkap jabatan dengan Notaris;
11. Dilarang mencantumkan jabatannya sebagai anggota dan
kegiatan partai politik;
12. Dilarang menyebarluaskan dan/atau mengunggah (upload)
foto kantor Notaris dirinya sendiri atau rekan Notaris lain ke
media sosial;
13. Dilarang menyebarluaskan dan/atau mengunggah (upload)
akta yang dibuat rekan Notaris lain ke media sosial, tanpa
izin rekan Notaris yang membuatnya;
Hal 8 dari 34

14. Dilarang menyebarluaskan dan/atau mengunggah (upload)


foto atau tulisan tentang suasana/keadaan pada waktu
pembuatan/penandatangan akta atau kegiatan lainnya
terkait pelaksanaan tugas jabatan dirinya sendiri atau
rekan Notaris lain, baik di kantor maupun di luar kantor, ke
dalam mediasosial;
15. Dilarang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan
larangan baik secara lisan atau tulisan, dengan
menggunakan media elektronik, internet dan/atau media
sosial;
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b angka 2, adalah memasang satu tanda penunjuk jalan
dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna
putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris
serta dipasang dalam radius maksimum 100 (seratus) meter dari
kantor Notaris.
(4) Media cetak dan/atau elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b angka 3, yaitu dalam bentuk:
a. Iklan;
b. Ucapan selamat;
c. Ucapanbelasungkawa;
d. Ucapan terimakasih;
e. Kegiatan pemasaran; dan/atau
f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun
olah raga.
(5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b angka 3, yaitu :
a. Memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan
mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun
media lainnya dengan tidak mencantumkan jabatannya sebagai
Notaris, tetapi hanya nama saja;
b. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor
telepon, faksimili dan teleks, yang diterbitkan secara resmi oleh
PT. Telkom Indonesia dan/atau instansi dan/atau lembaga resmi
lainnya;
c. Memperkenalkan diri tetapi tidak melakukan promosi diri
Hal 9 dari 34

selaku Notaris;
d. mempunyai/memiliki website sebagai sarana untuk
menyebarkan informasi dan ilmu pengetahuan kenotariatan
kepada masyarakat;dan
e. mencantumkan nama dan jabatannya dalam status pribadi pada
media sosial.

Pasal 6
(1) Kewajiban memiliki sikap amanah dan bertanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, memiliki makna
yaitu:
a. ketaatan pada norma atau kaidah yang diyakini sebagai
panggilan jiwa untuk mengemban tugas kepercayaan
masyarakat, untuk mendorong terbentuknya pribadi yang tertib
di dalam melaksanakan tugas, ikhlas dalam pengabdian dan
berusaha untuk menjadi teladan dalam lingkungannya, serta
tidak menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan
kepadanya; dan
b. kesediaan untuk melaksanakan sebaik-baiknya segala sesuatu
yang menjadi wewenang dan tugasnya, serta memiliki keberanian
untuk menanggung segala akibat atas pelaksanaan wewenang
dan tugasnya tersebut.
(2) Kewajiban memiliki sikap amanah dan bertanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas, dilaksanakan oleh
Notaris dengan mematuhi kewajiban dan menjauhi larangan adalah
sebagai berikut:
a. Kewajiban:
1. wajib merahasiakan isi akta berikut surat yang melekat
didalamnya serta keterangan yang diperoleh dalam
pembuatan akta;
2. wajib menghormati hak para pihak dalam proses
pembuatan akta dan berusaha mewujudkan keadilan bagi
para pihak; dan
3. wajib membantu para pihak dan berusaha mengatasi
persoalan hukum di bidang hukum perdata untuk
mewujudkan penyelesaian secara damai sesuai dengan
Hal 10 dari 34

peraturan perundang-undangan yang berlaku.


b. Larangan:
Dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi,
keluarga atau kelompok/golongannya.

Pasal 7
(1) Kewajiban memiliki sikap jujur dan berintegritas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf f, memiliki makna yaitu:
a. sikap berani menyatakan bahwa yang benar adalah benar dan
yang salah adalah salah, sehingga mendorong terbentuknya
pribadi yang kuat;
b. sikap dan kepribadian yang jujur secara utuh adanya
kesesuaian antara tindakan dengan kata ucapannya, dan
dengan kata hatinya serta berpegang teguh pada nilai atau
norma yang berlaku dalam melaksanakan profesi;dan
c. sikap yang berani menolak segala bentuk intervensi, dengan
mengedepankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan
kebenaran dan keadilan serta selalu berusaha melakukan tugas
dengan cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.
(2) Kewajiban memiliki sikap jujur dan berintegritas sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) di atas, dilaksanakanoleh Notaris dengan
mematuhi kewajiban dan menjauhi larangan adalah sebagai
berikut:
a. Kewajiban:
1. wajib berperilaku jujur dan menghindari perbuatan yang
tercela agar terjaga kepercayaan para pihak kepada Notaris;
2. wajib menghindari hubungan, secara langsung maupun
tidak langsung dengan pihak dalam suatu perkara korupsi,
pencucian uang, narkoba dan/atau terorisme yang sedang
diperiksa oleh aparat penegak hukum;dan
3. wajib bersikap terbuka dan memberikan informasi
mengenai kepentingan pribadi yang menunjukkan
Hal 11 dari 34

tidak adanya konflik kepentingan dalam menjalankan


jabatannya.
b. Larangan:
1. dilarang membuat akta yang pihaknya pernah mempunyai
hubungan kerja dengan pemberi kerja atau atasan sebelum
menjadi Notaris;
2. dilarang membuat akta apabila memiliki konflik
kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan keluarga,
atau hubungan lain yang patut diduga mengandung konflik
kepentingan.

Pasal 8
(1) Kewajiban memiliki sikap saksama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf g, memiliki makna yaitu memiliki sikap cermat, teliti,
berhati-hati dan sungguh-sungguh dalam memperhatikan,
menyimak, mengamati atau mengerjakan sesuatu agar tidak terjadi
kesalahan.
(2) Kewajiban memiliki sikap saksama sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) di atas, dilaksanakan oleh Notaris dengan mematuhi
kewajiban dan menjauhi larangan adalah sebagai berikut:
Kewajiban:
a. Wajib memahami dan mendalami serta melaksanakan tugas
pokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, khususnya hukum perdata dan hukum kenotariatan,
agar dapat menerapkan hukum secara benar, cermat dan tepat
baik mengenai proseduralnya maupun substansialnya dalam
membuat akta, sehingga dapat memberi perlindungan hukum
dan kepastian hukum atas hak keperdataan setiap orang yang
dilayani;

b. Wajib menghindari terjadinya kesalahan dalam


mengkonstruksikan perbuatan hukum yang tidak sesuai
dengan fakta hukum atau yang tidak sesuai dengan
maksud/kehendak para pihak yang dapat menguntungkan
salah satu pihak dengan merugikan pihak lain; dan
c. Wajib secara konsisten, terus menerus melaksanakan tanggung
jawab secara yuridis dan secara administratif, menata dan
menyimpan minuta akta berikut dokumen yang melekat
didalamnya sebagai arsip negara secara aman, rapi dan mudah
dicari.
Hal 12 dari 34

Pasal 9
(1) Kewajiban memiliki sikap mandiri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf h, memiliki makna yaitu sikap yang mampu
bertindak sendiri, bebas dari campur tangan siapapun dan bebas
dari pengaruh apapun, dengan berpegang teguh pada prinsip nilai
dan keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan moral dan
ketentuan hukum yang berlaku.
(2) Kewajiban memiliki sikap mandiri sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) di atas, dilaksanakan oleh Notaris dengan mematuhi
kewajiban dan menjauhi larangan adalah sebagai berikut:
Kewajiban :
Wajib menjalankan jabatan profesinya secara ma ndiri dan bebas
dari pengaruh, tekanan, ancaman atau bujukan, baik yang bersifat
langsung maupun tidak langsung dari pihak manapun dan yang
berpotensi mengancam kemandirian (independensi) Notaris guna
menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Notaris.
Larangan:
Dilarang menerima janji, pemberian, atau manfaat lainnya yang
bersifat rutin atau terus-menerus dari orang perorangan dan/atau
badan usaha, yang dapat mempengaruhi kemandirian pelaksanaan
jabatan Notaris;

Pasal 10
(1) Kewajiban memiliki sikap adil dan tidak berpihak, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf i, memiliki makna yaitu:
a. menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang
menjadi haknya;dan
b. menempatkan semua orang sama kedudukannya di depan
hukum, dengan memberikan perlakuan yang sama terhadap
setiap orang, oleh karenanya, seseorang yang menjalankan
profesi Notaris wajib memikul tanggung jawab dalam memberi
perlindungan hukum dan kepastian hukum atas haknya bagi
para pihak yang bertransaksi dihadapan Notaris.
(2) Kewajiban memiliki sikap adil dan tidak berpihak, sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) di atas, dilaksanakan oleh Notaris dengan
mematuhi kewajiban dan menjauhi larangan adalah sebagai
berikut:
a. Kewajiban:
1. Wajib memberi kesempatan yang sama kepada klien untuk
menyampaikan kehendaknya secara bebas untuk
diformulasikan perbuatan hukumnya sedemikian rupa
Hal 13 dari 34

sehingga terjaga kepentingan masing- masing pihak secara


seimbang (proporsional);
2. Wajib memenuhi persyaratan dan prosedur perbuatan
hukum bagi masing-masing pihak guna menjamin
kepastian hukum dan perlindungan hukum atas haknya.
b. Larangan:
Dilarang dalam menjalankan jabatan profesinya
memperlakukan salah satu pihak berada dalam posisi istimewa
dengan sikap dan tindakan menunjukan keberpihakan,
prasangka terhadap suatu ras, jenis kelamin, agama, asal
kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik atau mental, status
sosial ekonomi dan/atau atas dasar kedekatan hubungan
dengan salah satu pihak dalam akta.

Pasal 11
(1) Kewajiban memiliki sikap profesional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf j, memiliki maknayaitu:

a. Sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan


pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung
olehkeahlian/ketrampilanatas dasar pengetahuan yang
mendalam dan pengalaman tinggi; dan
b. Sikap yang mendorong terbentuknya pribadi yang senantiasa
berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja,
keahliannya guna mencapai setinggi- tingginya mutu hasil
karya profesinya.
(2) Kewajiban memiliki sikap profesional sebagaimana dimaksud dalam
dalam ayat (1) di atas, dilaksanakan oleh Notaris dengan mematuhi
kewajiban dan menjauhi larangan adalah sebagai berikut:
Kewajiban:
a. Wajib meningkatkan pengetahuan, keahlian/keterampilan dan
kualitas kepribadiannya untuk dapat melaksanakan tugas
jabatan Notaris secara baik sesuai kebutuhan tuntutan
perkembangan masyarakat;
b. Wajib mengutamakan tugas jabatan Notaris di atas kegiatan
yang lain;
c. Wajib menolak membuat akta tentang perbuatan hukum yang
melanggar hukum, kesusilaan dan agama;
d. Wajib meminta asli surat atau dokumen identitas dan
kedudukan penghadap dalam kewenangannya bertindak serta
validasi data obyek perjanjian yang mempunya hubungan
hukum dengan penghadap dalam akta;
Hal 14 dari 34

e. Wajib memenuhi syarat bentuk aktanya sesuai yang diharuskan


oleh peraturan perundang-undangan atau yang diharuskan oleh
instansi yang berwenang agar terjamin kepastian hukum dan
perlindungan hukum atas haknya masing-masing pihak.

Pasal 12
(1) Bersikap bijaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf k,
memiliki makna yaitu:

a. Mampu bertindak sesuai dengan norma yang hidup dalam


masyarakat baik norma hukum, norma keagamaan, norma
kebiasan maupun norma kesusilaan dengan memperhatikan
situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu
memperhitungkan akibat dari tindakannya; dan
b. Sikap yang dapat mendorong terbentuknya pribadi yang
mempunyai tenggang rasa yang tinggi, berhati-hati, sabar dan
santun tetapi berani bersikap tegas.
(2) Kewajiban memiliki sikap bijaksana sebagaimana pada ayat (1) di
atas, dilaksanakan oleh Notaris dengan mematuhi kewajiban dan
menjauhi larangan adalah sebagai berikut:
Kewajiban :
a. Wajib menghindari tindakan tercela; dan
b. Wajib dalam menjalankan jabatan profesi mendasarkan pada
akal sehat dan obyektif, serta tidak egois dalam menyikapi
suatu keadaan atau peristiwa.

Pasal 13
(1) Bersikap rendah hati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf
l, memiliki makna yaitu:
a. sikap yang lahir dari kesadaran akan keterbatasan kemampuan
diri, jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari sikap
keangkuhan;dan
b. sikap yang mendorong membuka diri untuk terus belajar,
menghargai pendapat orang lain, menumbuh kembangkan
sikap tenggang rasa, serta mewujudkan kesederhanaan, penuh
rasa syukur dan ikhlas di dalam mengemban tugas.
(2) Bersikap rendah hati sebagaimana pada ayat (1), dilaksanakan oleh
Notaris dengan mematuhi kewajiban dan menjauhi larangan adalah
sebagai berikut:
Kewajiban:
wajib yaitu wajib melaksanakan pekerjaan profesinya sebagai
sebuah pengabdian yang tulus, dan bukan semata-mata sebagai
mata pencaharian dalam lapangan kerja untuk mendapat
penghasilan materi, melainkan sebuah amanat yang akan
Hal 15 dari 34

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha


Esa; dan
Larangan
Dilarang bersikap, bertingkah laku atau melakukan tindakan
mencari popularitas, pujian, penghargaan dan sanjungan dari
siapapun juga.

BAB V

ETIKA PELAYANAN TERHADAP KLIEN

Pasal 14
Etika pelayanan terhadap klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf b, memuat tentang Kewajiban dan Larangan bagi anggota
Perkumpulan maupun setiap orang yang memangku dan menjalankan
tugas jabatan sebagai Notaris, yaitu:
a. Kewajiban:
1. wajib menghindari situasi yang dapat menimbulkan sikap
keberpihakan, dalam hubungan pribadinya dengan salah satu
pihak dalam akta; dan
2. wajib terbebas dari pengaruh keluarga dan pihak ketiga lainnya,
dalam menjalankan tugas jabatan profesinya.
b. Larangan:
1. dilarang berusaha dengan jalan apapun, agar seseorang
berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu
ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun
melalui perantaraan orang lain, termasuk mengambil alih
pekerjaan yang sudah ditangani oleh Notaris lain;
2. dilarang melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara
menahan dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan
tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap
membuat akta padanya;
3. dilarang membuat akta di mana anggota keluarga Notaris yang
bersangkutan bertindak sebagai pihak dalam akta;
4. dilarang mengizinkan tempat kedudukan/kantornya digunakan
oleh seorang anggota suatu profesi hukum lainnya untuk
menerima klien atau menerima anggota lainnya dari profesi
hukum tersebut yang dilarang rangkap jabatan dengan Notaris;
5. Dilarang menggunakan wibawa jabatan Notaris dengan
kewenangannya yang diberi oleh peraturan perundang-
undangan untuk tujuan mendapat keuntungan dirinya
Hal 16 dari 34

atau keluarganya atau temannya;


6. dilarang mempergunakan keterangan yang diperolehnya dalam
proses pelaksanaan jabatannya untuk tujuan mendapatkan
keuntungan darinya atau keluarganya atau temannya;
7. dilarang mengikuti pelelangan untuk mendapatkan pekerjaan
pembuatan akta, kecuali peraturan perundang-undangan
menentukan lain; dan
8. dilarang secara berturut-turut dengan tetap dan teratur
menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya.

BAB VI
ETIKA HUBUNGAN SESAMA REKAN NOTARIS

Pasal 15
Etika hubungan sesama rekan Notaris sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf c, memuat tentang Kewajiban dan Larangan bagi anggota
Perkumpulan maupun setiap orang yang memangku dan menjalankan
tugas jabatan sebagai Notaris, yaitu:
a. Kewajiban:
1. wajib saling menjaga dan membela kehormatan dan nama
baik korps Notaris atas dasar rasa solidaritas dan sikap tolong
menolong;
2. wajib membayar uang duka untuk membantu ahli waris rekan
sejawat yang meninggal dunia;
3. wajib menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan
dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari
serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling
menghormati, saling menghargai, saling membantu serta
selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim,
termasuk namun tidak terbatas dalam berinteraksi di media
sosial;
4. wajib mematuhi ketentuan Peraturan Perkumpulan dalam
memberikan keterangan ahli di bidang kenotariatan terkait
proses penyidikan atau peradilan;dan
Hal 17 dari 34

5. wajib bertindak objektif, professional, tidak merugikan


martabat jabatan Notaris sebagaimana diatur dalam Kode Etik
dan sumpah jabatan Notaris, dalam memberikan keterangan
ahli di bidang kenotariatan terkait proses penyidikan atau
peradilan.
b. Larangan:
1. dilarang melakukan usaha, baik langsung maupun tidak
langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang
tidak sehat dengan sesama rekan Notaris;
2. dilarang mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih
berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan
terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan, termasuk
menerima pekerjaan dari karyawan kantor Notaris lain;
3. dilarang menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan
Notaris atau akta yang dibuat olehnya, dalam hal seorang
Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang
dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat
kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka
Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat
yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan
cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk
mencegah timbulnya hal yang tidak diinginkan terhadap klien
yang bersangkutan ataupun terhadap rekan sejawat tersebut;
4. dilarang membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang
bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan
suatu instansi atau lembaga, dengan menutup kemungkinan
bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.

BAB VII
ETIKA HUBUNGAN DENGAN ORGANISASI NOTARIS

Pasal 16

Etika hubungan dengan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 3 huruf d, memuat tentang Kewajiban dan Larangan bagi anggota
Perkumpulan maupun setiap orang yang memangku dan menjalankan
tugas jabatan sebagai Notaris, yaitu:
a. Kewajiban:
1. Wajib menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan;
2. Wajib menghormati, mematuhi dan melaksanakan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Peraturan dan Keputusan
Perkumpulan;
3. Wajib menghormati Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan
Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan berdasarkan hasil
Hal 18 dari 34

keputusan rapat anggota yang sah (konferensi daerah,


konferensi wilayah dan kongres);
4. Wajib membayar uang iuran Perkumpulan secaratertib;
5. Wajib hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan
yang diselenggarakan oleh Perkumpulan; dan
6. Wajib melaksanakan dan mematuhi ketentuan honorarium
yang ditetapkan Perkumpulan.
b. Larangan:
Dilarang mendirikan, ikut serta dan/atau aktif dalam organisasi
Notaris tandingan/sejenis selain Perkumpulan, serta
mempergunakan nama dan lambang Perkumpulan secara tidak
sah, kecuali dalam membentuk kelompok peminatan atau kegiatan
yang tidak melepaskan diri dan tidak merugikan kepentingan
Perkumpulan.

BAB VIII
ETIKA HUBUNGAN DENGAN MASYARAKAT

Pasal 17
(1) Etika hubungan dengan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf e, memuat tentang Kewajiban dan Larangan bagi
anggota Perkumpulan maupun setiap orang yang memangku dan
menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, yaitu:
a. Kewajiban:
1. Wajib memberikan pelayanan jasa hukum dibidang
kenotariatan kepada masyarakat, yang berkaitan dalam
pembuatan akta otentik dan kewenangan lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan terkait jabatan
Notaris dengan mengutamakan pengabdian kepada
kepentingan masyarakat dan negara.
2. Wajib memberikan penjelasan, Pendapat atau keterangan
kepada publik yang berkaitan dengan peranan, tugas, dan
wewenang Notaris dalam memberikan kepastian dan
perlindungan hukum atas hak keperdataan setiap anggota
masyarakat yang bertransaksi di hadapan Notaris.
b. Larangan:
1. Dilarang memberikan keterangan, pendapat, komentar,
kritik atau pembenaran secara terbuka kepada masyarakat
atas isi akta yang dibuat oleh Notaris lain dan kehidupan
pribadi/privasi Notaris lain;dan
2. Dilarang memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik
atau pembenaran secara terbuka kepada masyarakat
dengan tulisan, ucapan, dan tindakan atas permasalahan
hukum yang dihadapi Notaris lain, kecuali dalam sebuah
Hal 19 dari 34

forum ilmiah yang hasilnya tidak dimaksudkan untuk


dipublikasikan yang dapat menjatuhkan kehormatan nama
baik Notaris lain atau lembaga Notaris.
(2) Dikecualikan sebagaimana ketentuan pada ayat (1) huruf b angka
2, Notaris dapat menulis, memberi kuliah, mengajar dan
berpartisipasi dalam kegiatan keilmuan selama kegiatan tersebut
tidak dimaksudkan untuk mempromosikan diri.

BAB IX

DEWAN KEHORMATAN

Bagian Kesatu
Susunan Organisasi

Pasal 18
(1) Dalam rangka melakukan pembinaan dan penegakan Kode Etik
terhadap anggota Perkumpulan dan setiap orang yang memangku
dan menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, dibentuk
DewanKehormatan.
(2) Dewan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiriatas:
a. Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat nasional yang
berkedudukan di DKI Jakarta;
b. Dewan Kehormatan Wilayah pada tingkat provinsi yang
berkedudukan di ibukota provinsi;dan
c. Dewan Kehormatan Daerah pada tingkat kabupaten/kota yang
berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.

Pasal 19
Dewan Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dibentuk
berdasarkan Rapat Anggota dengan masa jabatan adalah 3 (tiga) tahun
dan dapat diangkat kembali.

Pasal 20
(1) Anggota Dewan Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,
terdiri atas:
a. Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat nasional
beranggotakan 7 (tujuh) orang;
b. Dewan Kehormatan Wilayah pada tingkat provinsi
beranggotakan 5 (lima) orang;dan
c. Dewan Kehormatan Daerah pada tingkat kabupaten/kota
beranggotakan 3 (tiga) orang.
(2) Dewan Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam ayar (1) di atas,
terdiri atas:
Hal 20 dari 34

a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;


b. 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota;
c. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan

d. bila ada selebihnya selaku anggota.

Bagian Kedua
Wewenang dan Tugas

Pasal 21

Dewan Kehormatan berwenang danbertugas:


a. melakukan pembinaan terhadap anggota Perkumpulan dan setiap
orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris, baik pembinaan Perilaku maupun teknis profesi sesuai
dengan wilayah kewenangannya;
b. memberikan motivasi positif terhadap para anggota Perkumpulan dan
setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris;
c. melakukan pencegahan terjadi penyimpangan dan Pelanggaran dalam
pelaksanaan jabatan/profesi Notaris sesuai dengan wilayah
kewenangannya;
d. memperhatikan perkembangan karier anggota Perkumpulan dan
setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris;
e. memberikan teladan yang baik kepada anggota Perkumpulan dan
setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris;
f. melaksanakan penegakan Kode Etik dengan menerima, memeriksa
dan memutus perkara atas laporan dugaan Pelanggaran Perilaku
terhadap Kode Etik, anggaran dasar/anggaran rumah tangga,
peraturan Perkumpulan dan/atau keputusan Perkumpulan oleh
anggota Perkumpulan dan setiap orang yang memangku dan
menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris sesuai dengan wilayah
kewenangannya, termasuk dalam hal upaya banding.
Hal 21 dari 34

BAB X
TATA CARA PENEGAKAN KODE ETIK
Bagian Kesatu

Umum
Pasal 22
Penegakan Kode Etik dilaksanakan Dewan Kehormatan sesuai wilayah
kewenangannya, dengan melakukan penerimaan, pemeriksaan dan
memutus perkara atas laporan dugaan Pelanggaran Perilaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 11 oleh anggota Perkumpulan atau setiap
orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris
terhadap Kode Etik Notaris, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga,
Peraturan/Keputusan Perkumpulan.

Bagian Kedua

Pelaporan
Pasal 23

(1) Laporan sebagaimana dimaksud pada Pasal 22, disampaikan oleh


Pelapor yaitu:

a. Masyarakat sebagai pihak dalam akta yang berkepentingan atau


ahli warisnya yang merasa dirugikan terkait pelaksanaan
jabatan Notaris selaku Terlapor; atau
b. Dewan Kehormatan atau Pengurus Perkumpulan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia yang paling sedikit memuat:
a. kronologis singkat dugaan Pelanggaran;
b. bentuk dugaan Pelanggaran Perilaku;
c. bentuk kerugian yang diderita Pelapor;dan
d. ditandatangani oleh Pelapor serta tidak dapat dikuasakan, dan
disampaikan Pelapor kepada Dewan Kehormatan Daerah di
tempat kedudukan atau wilayah kerja Terlapor.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan
dokumen paling sedikit yaitu:
a. fotokopi dokumen identitas Pelapor;dan/atau
b. buktipendukung adanya pelanggaran yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Hal 22 dari 34

(4) Bukti pendukung laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


huruf b, antara lain dapat berupa:

a. fotokopi dokumen terkaitlaporan;


b. rekamanpercakapan;
c. rekaman video; dan/atau
d. dokumen foto.

(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan


melalui surat elektronik.
(6) Jika laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada Dewan Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan Kehormatan
Pusat, maka laporan dimaksud diteruskan kepada Dewan
Kehormatan Daerah yang bersangkutan.

Bagian Kedua
Dewan Kehormatan Daerah

Paragraf 1
Pencatatan dan Verifikasi Administrasi Laporan

Pasal 24
(1) Laporan beserta bukti pendukung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (2) diinventaris dan dicatatat oleh Dewan Kehormatan
Daerah ke dalam dokumen surat masuk.
(2) Jika laporan yang disampaikan tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, maka laporan
dikembalikan kepada Pelapor dan/atau kuasanya untuk dilengkapi.

(3) Dalam hal laporan disampaikan melalui pos atau jasa ekspedisi,
pengembalian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan secara tertulis kepada Pelapor atau kuasanya dengan
disertai alasan pengembalian.
(4) Jika laporan telah dinyatakan lengkap, maka Dewan Kehormatan
Daerah menyelenggarakan gelar perkara.

Paragraf 2
Gelar Perkara

Pasal 25
(1) Dewan Kehormatan Daerah menyelenggarakan gelar perkara paling
lambat 7 (tujuh) Hari sejak laporan memenuhi syarat administrasi.
(2) Gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihadiri oleh
seluruh anggota Dewan Kehormatan Daerah dalam rangka
pemeriksaan substansi laporan perkara.
Hal 23 dari 34

(3) Dalam gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap
anggota Dewan Kehormatan Daerah memberikan pendapat dan
memutuskan perkara dimaksud ditolak atau dilanjutkan ke tahap
pemeriksaan.
(4) Jika laporan dinyatakan ditolak, maka Dewan Kehormatan Daerah
menyampaikan secara tertulis atau melalui surat elektronik kepada
Pelapor disertai dengan alasan penolakan antara lain dapat berupa :
a. Pelapor tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing)
untuk melaporkan laporan; dan/atau
b. laporan Pelapor tidak memenuhi persyaratan laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) sampai dengan
ayat (5).
(5) Jika laporan dinyatakan diterima, maka Dewan Kehormatan Daerah
mencatat laporan Pelapor ke dalam dokumen register perkara
memuat paling sedikit :
a. nomor dan tanggal register perkara;
b. nomor dan tanggal surat laporan;
c. nama Pelapor dan Terlapor;
d. lampiran bukti pendukung laporan; dan
e. jadwal sidang pemeriksaan.

(6) Dalam hal substansi laporan Pelapor juga terkait dengan


Pelanggaran atas UUJN dan Peraturan perundang-undangan
lainnya, maka laporan tersebut diteruskan oleh Dewan Kehormatan
kepada Majelis Pengawas Daerah sesuai tempat kedudukan
Terlapor.

Paragraf 2
Pemanggilan dan Pemeriksaan

Pasal 26
(1) Dewan Kehormatan Daerah melakukan pemanggilan Pelapor dan
Terlapor paling lambat 5 (lima) Hari sebelum sidang.

(2) Jika Terlapor setelah dipanggil secara sah dan patut, tidak hadir
maka dilakukan pemanggilan kedua, dan jika tetap tidak hadir
maka pemeriksaan dilakukan tanpa kehadiran Terlapor.
(3) Bila Pelapor setelah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir,
maka dilakukan pemanggilan ketiga, dan apabila Pelapor tetap
tidak hadir maka Dewan Kehormatan Daerah menyatakan secara
tertulis kepada Pelapor bahwa laporan gugur dan tidak dapat
diajukan lagi.
Hal 24 dari 34

Pasal 27
(1) Sidang pemeriksaan Pelapor dan Terlapor dilaksanakan paling
lambat 14 (empatbelas) Hari sejak Pelaporan diregister perkara.
(2) Sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
rahasia dan tertutup untuk umum.
(3) Sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan denganketentuan:
a. pembacaan laporan dan meminta keterangan Pelapor, yaitu
dengan meminta konfirmasi Pelapor untuk memperjelas laporan
pengaduan adanya dugaan Pelanggaran, disertai bukti yang
dapat dipertanggungjawabkan;
b. memberikan kesempatan kepada Terlapor untuk melakukan
pembelaan diri atau tanggapan mengenai indikasi dugaan
Pelanggaran;dan
c. Pelapor dan Terlapor dalam sidang pemeriksaan dapat
mengajukan bukti tambahan dan/atau saksi untuk mendukung
dalil yang diajukan, dengan persetujuan Dewan Kehormatan
Daerah.
(4) Setiap keterangan Pelapor dan Terlapor serta hasil dalam sidang
pemeriksaan dicatat untuk dituangkan dalam berita acara
pemeriksaan.

Paragraf 3
Putusan

Pasal 28
(1) Putusan Dewan Kehormatan Daerah disusun dan dibacakan dalam
sidang putusan paling lambat 60 (enam puluh) Hari sejak laporan
Pelapor diregister perkara Dewan Kehormatan Daerah.
(2) Sidang putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersifat
tertutup untuk umum.
(3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat alasan dan
pertimbangan yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan,
dan ditandatangani oleh Dewan Kehormatan Daerah.
(4) Jika diantara anggota Dewan Kehormatan Daerah tidak tercapai
mufakat maka keputusan diambil dengan suara terbanyak dan
perbedaan pendapat di antara sesama anggota Dewan Kehormatan
Daerah tersebut dimuat dalam putusan.
(5) Jika hasil pemeriksaan ternyata laporan tidak dapat dibuktikan,
maka Dewan Kehormatan Daerah memutuskan laporan Pelapor
ditolak.
Hal 25 dari 34

(6) Jika Terlapor terbukti melakukan Pelanggaran Kode Etik


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 17,
anggaran dasar/anggaran rumah tangga, peraturan dan/atau
keputusan Perkumpulan, maka Terlapor dikenai sanksi, berupa:
a. peringatan;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
(7) Dewan Kehormatan Daerah menginventarisir seluruh berkas
laporan perkara dan membuat salinan putusan, untuk kemudian
dilimpahkan kepada:
Dewan Kehormatan Wilayah melalui surat pengantar dalam hal
terdapat banding dari Pelapor/Terlapor, dengan tembusan
kepada Pelapor, Terlapor, Dewan Kehormatan Pusat dan
Pengurus Daerah Perkumpulan bersangkutan;

Paragraf 4

Upaya Hukum

Pasal 29
(1) Pelapor atau Terlapor yang keberatan atas putusan Dewan
Kehormatan Daerah berhak menyatakan upaya banding kepada
Dewan Kehormatan Daerah, paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak:
a. putusan dibacakan, bila hadir dalam pembacaan putusan; atau
b. surat putusan diterima Pelapor/Terlapor, bila tidak hadir dalam
pembacaan putusan.
(2) Dewan Kehormatan Daerah menolak upaya banding atas putusan
berupa sanksi peringatan.
(3) Pembanding wajib menyampaikan memori banding kepada Dewan
Kehormatan Daerah, paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak
banding dinyatakan, jika pembanding tidak menyampaikan memori
banding dalam jangka waktu tersebut, maka upaya banding
dianggap gugur.
(4) Dewan Kehormatan Daerah menyampaikan memori banding kepada
terbanding, paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak memori banding
pembanding diterima oleh Dewan Kehormatan Daerah.
(5) Terbanding wajib menyampaikan kontra memori banding, paling
lambat 14 (empat belas) Hari sejak memori banding diterima oleh
terbanding, jika terbanding tidak menyampaikan kontra memori
banding dalam jangka waktu tersebut, maka upaya banding tetap
dilanjutkan.
(6) Memori banding sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan kontra
Hal 26 dari 34

memori banding sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang


disampaikan dapat disertai dengan bukti baru yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Bagian Ketiga
Dewan Kehormatan Wilayah

Paragraf 1

Verifikasi Berkas Banding

Pasal 30
(1) Berkas laporan perkara dan salinan putusan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (7) diinventaris dan dicatat oleh
Dewan Kehormatan Wilayah ke dalam dokumen surat masuk.
(2) Berkas laporan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. Memori banding;
b. kontra memori banding (jika disampaikan);dan
c. bukti pendukung.
(3) Dalam hal berkas laporan perkara tidak memenuhi ketentuan
waktu dan ketentuan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 maka Dewan Kehormatan Wilayah menyampaikan penolakan
secara tertulis kepada pembanding disertai alasan penolakan,
dengan tembusan kepada terbanding dan Dewan Kehormatan
Daerah.
(4) Jika berkas laporan perkara telah dinyatakan lengkap, maka Dewan
Kehormatan Wilayah, menyelenggarakan gelar perkara.

Paragraf 2
Gelar Perkara

Pasal 31
(1) Dewan Kehormatan Wilayah menyelenggarakan gelar perkara paling
lambat 7 (tujuh) Hari sejak berkas laporan perkara dan salinan
putusan diterima Dewan Kehormatan Wilayah.
(2) Gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihadiri oleh
seluruh anggota Dewan Kehormatan Wilayah dalam rangka
pemeriksaan substansi berkas laporan perkara banding.
Hal 27 dari 34

(3) Dalam gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap
anggota Dewan Kehormatan Wilayah memberikan pendapat dan
memutus perkara dimaksud ditolak atau dilanjutkan ke tahap
pemeriksaan.
(4) Jika berkas laporan perkara dinyatakan ditolak, maka Dewan
Kehormatan Wilayah menyampaikan secara tertulis kepada
pembanding disertai dengan alasan penolakan, antara lain dapat
berupa :
a. pembanding tidak memiliki kedudukan hukum (legal
standing);dan/atau
b. upaya banding tidak memenuhi persyaratan upaya hukum
sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29.
(5) Jika laporan dinyatakan diterima, maka Dewan Kehormatan
Wilayah mencatat berkas laporan perkara ke dalam dokumen
register perkara, memuat paling sedikit:

a. nomor dan tanggal register perkara banding;


b. dokumen memori banding dan kontra memori banding;
c. nama pembanding dan terbanding;
d. lampiran bukti pendukung;
e. jadwal sidang pemeriksaan; dan

Paragraf 3
Pemanggilan dan Pemeriksaan

Pasal 32
(1) Dewan Kehormatan Wilayah melakukan pemanggilan pembanding
dan terbanding paling lambat 5 (lima) Hari sebelum sidang.
(2) Jika terbanding setelah dipanggil secara sah dan patut, tidak hadir
maka dilakukan pemanggilan kedua, dan jika tetap tidak hadir
maka pemeriksaan dilakukan tanpa kehadiran terbanding.
(3) Bila pembanding setelah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir,
maka dilakukan pemanggilan ketiga, dan apabila Pelapor tetap
tidak hadir maka Dewan Kehormatan Wilayah menyatakan secara
tertulis kepada pembanding bahwa upaya banding gugur dan tidak
dapat diajukan lagi.

Pasal 33
(1) Sidang pemeriksaan pembanding dan terbanding dilaksanakan
paling lambat 14 (empatbelas) Hari sejak Pengajuan banding
diregister Perkara.
(2) Sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
rahasia dan tertutup untuk umum.
Hal 28 dari 34

(3) Sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


dilaksanakan dengan ketentuan:
a. pembacaan memori banding dan meminta keterangan
pembanding, yaitu dengan meminta konfirmasi pembanding
untuk memperjelas laporan pengaduan adanya dugaan
Pelanggaran, disertai bukti yang dapat dipertanggungjawabkan;

b. pembacaan kontra memori banding serta memberikan


kesempatan kepada terbanding untuk melakukan konfirmasi;
dan

c. pembanding dan terbanding dalam sidang pemeriksaan dapat


mengajukan bukti tambahan dan/atau saksi untuk mendukung
dalil yang diajukan, dengan persetujuan Dewan Kehormatan
Wilayah.
(4) Setiap keterangan pembanding dan terbanding serta hasil dalam
sidang pemeriksaan dicatat oleh Dewan Kehormatan Wilayah dan
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.

Paragraf 4
Putusan

Pasal 34
(1) Putusan Dewan Kehormatan Wilayah disusun dan dibacakan dalam
sidang putusan paling lambat 60 (enam puluh) Hari sejak berkas
laporan perkara diterima Dewan Kehormatan Wilayah.
(2) Sidang putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersifat
tertutup untuk umum.
(3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat alasan dan
pertimbangan yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan,
dan ditandatangani oleh Dewan Kehormatan Wilayah.
(4) Jika diantara anggota Dewan Kehormatan Wilayah tidak tercapai
mufakat maka keputusan diambil dengan suara terbanyak dan
perbedaan pendapat di antara sesama anggota Dewan Kehormatan
Wilayah tersebut dimuat dalam putusan.
(5) Jika hasil pemeriksaan ternyata permohonan banding tidak dapat
dibuktikan, maka Dewan Kehormatan Wilayah memutuskan
banding ditolak.
(6) Jika hasil pemeriksaan ternyata permohonan banding dapat
dibuktikan, maka Dewan Kehormatan Wilayah dapat memutuskan:
a. menguatkan putusan Dewan Kehormatan Daerah;atau
b. membatalkan/merevisi putusan Dewan Kehormatan Daerah.

(7) Dewan Kehormatan Wilayah menginventarisir seluruh berkas


laporan perkara banding dan membuat salinan putusan banding,
untuk kemudian dilimpahkan kepada Dewan Kehormatan Pusat
Hal 29 dari 34

melalui surat pengantar dalam termasuk dokumen banding final


dan kontra memori bandingnya, dengan tembusan kepada
pembanding, terbanding dan Pengurus Daerah Perkumpulan
bersangkutan.

Paragraf 5
Upaya Banding Final

Pasal 35
(1) Pelapor atau Terlapor yang keberatan atas putusan Dewan
Kehormatan Wilayah berhak menyatakan upaya banding final
kepada Dewan Kehormatan Wilayah, paling lambat 7 (tujuh) Hari
sejak:
a. putusan dibacakan, bila hadir dalam pembacaan putusan
banding; atau
b. surat putusan banding diterima pembanding/terbanding, bila
tidak hadir dalam pembacaan putusan.
(2) Dewan Kehormatan Wilayah menolak upaya banding final atas
putusan berupa sanksi peringatan.
(3) Pembanding wajib menyampaikan memori banding final kepada
Dewan Kehormatan Wilayah, paling lambat 14 (empat belas) Hari
sejak banding final dinyatakan, jika pembanding tidak
menyampaikan memori banding final dalam jangka waktu tersebut,
maka upaya banding final dianggap gugur.
(4) Dewan Kehormatan Wilayah menyampaikan memori banding final
kepada terbanding, paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak memori
banding pembanding diterima oleh Dewan Kehormatan Wilayah.
(5) Terbanding wajib menyampaikan kontra memori banding final,
paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak memori banding final
diterima oleh terbanding, jika terbanding tidak menyampaikan
kontra memori banding final dalam jangka waktu tersebut, maka
upaya banding final tetap dilanjutkan.

(6) Memori banding final sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
kontra memori banding final sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
yang disampaikan dapat disertai dengan bukti baru yang dapat
dipertanggungjawabkan.

Bagian Keempat
Dewan Kehormatan Pusat

Paragraf 1
Verifikasi Berkas Banding Final
Hal 30 dari 34

Pasal 36
(1) Berkas laporan perkara banding dan salinan putusan banding
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (7) diinventaris dan
dicatat oleh Dewan Kehormatan Pusat ke dalam dokumen surat
masuk.
(2) Berkas laporan perkara banding sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),meliputi:
a. memori bandingfinal;
b. kontra memori banding final (jika disampaikan);dan
c. buktipendukung.
(3) Dalam hal berkas laporan perkara banding final tidak memenuhi
ketentuan waktu dan ketentuan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 maka Dewan Kehormatan Pusat menyampaikan
penolakan secara tertulis atau melalui surat elektronik kepada
pembanding disertai alasan penolakan, dengan tembusan kepada
terbanding dan Dewan Kehormatan Wilayah.
(4) Jika berkas laporan perkara banding final telah dinyatakan
lengkap, maka Dewan Kehormatan Pusat mencatat ke dalam
dokumen register perkara, memuat paling sedikit:
a. nomor dan tanggal register perkara bandingfinal;
b. dokumen memori banding final dan kontra memori
bandingfinal;
c. nama pembanding dan terbanding;
d. lampiran bukti pendukung;
e. jadwal sidang pemeriksaan;

Paragraf 3

Pemanggilan dan Pemeriksaan

Pasal 37
(1) Dewan Kehormatan Pusat melakukan pemanggilan pembanding
dan terbanding paling lambat 5 (lima) Hari sebelum sidang.
(2) Jika terbanding setelah dipanggil secara sah dan patut, tidak hadir
maka dilakukan pemanggilan kedua, dan jika tetap tidak hadir
maka pemeriksaan dilakukan tanpa kehadiran terbanding.
(3) Bila pembanding setelah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir,
maka dilakukan pemanggilan ketiga, dan apabila Pelapor tetap
tidak hadir maka Dewan Kehormatan Wilayah menyatakan secara
tertulis kepada pembanding bahwa upaya banding gugur dan tidak
dapat diajukan lagi.
Hal 31 dari 34

Pasal 38
(1) Sidang pemeriksaan pembanding dan terbanding dilaksanakan
paling lambat 14 (empatbelas) Hari sejak berkas laporan perkara
banding final dicatat dalam dokumen register perkara.

(2) Sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat


rahasia dan tertutup untuk umum.
(3) Sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan denganketentuan:
a. pembacaan memori banding final dan meminta keterangan
pembanding, yaitu dengan meminta konfirmasi pembanding
untuk memperjelas laporan pengaduan adanya dugaan
Pelanggaran, disertai bukti yang dapat dipertanggungjawabkan;
b. pembacaan kontra memori banding final serta memberikan
kesempatan kepada terbanding untuk melakukan konfirmasi;
dan
c. pembanding dan terbanding dalam sidang pemeriksaan dapat
mengajukan bukti tambahan dan/atau saksi untuk mendukung
dalil yang diajukan dengan persetujuan Dewan Kehormatan
Pusat.
(4) Setiap keterangan pembanding dan terbanding serta hasil dalam
sidang pemeriksaan dicatat oleh Dewan Kehormatan Pusat dan
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.

Paragraf 4
Putusan

Pasal 39
(1) Putusan Dewan Kehormatan Pusat disusun dan dibacakan dalam
sidang putusan paling lambat 60 (enam puluh) Hari sejak berkas
laporan perkara banding final diterima Dewan Kehormatan Pusat.
(2) Sidang putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersifat
tertutup untuk umum.
(3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat alasan dan
pertimbangan yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan,
dan ditandatangani oleh Dewan Kehormatan Pusat.

(4) Jika diantara anggota Dewan Kehormatan Pusat tidak tercapai


mufakat maka keputusan diambil dengan suara terbanyak dan
perbedaan pendapat di antara sesama Dewan Kehormatan Pusat
tersebut dimuat dalam putusan.

(5) Jika hasil pemeriksaan ternyata permohonan banding tidak dapat


dibuktikan, maka Dewan Kehormatan Pusat memutuskan banding
ditolak.
Hal 32 dari 34

(6) Jika hasil pemeriksaan ternyata permohonan banding dapat


dibuktikan, maka Dewan Kehormatan Pusat dapat memutuskan:
a. menguatkan putusan Dewan Kehormatan Wilayah;atau
b. membatalkan/merevisi putusan Dewan Kehormatan Wilayah.
(7) DKP menginventarisir seluruh berkas laporan perkara dan
membuat salinan putusan, untuk kemudian menyampaikan salinan
putusan kepada pembanding, terbanding, Majelis Pengawas
Wilayah Notaris dan Majelis Pengawas Daerah Notaris terkait,
Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah
Perkumpulan, Dewan Kehormatan Daerah dan Dewan Kehormatan
Wilayah yang bersangkutan.

BAB XI
SANKSI

Pasal 40
(1) Sanksi dikenakan terhadap anggota Perkumpulan maupun setiap
orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, yang
melakukan Pelanggaran Kode Etik, Anggaran Dasar/Anggaran
Rumah Tangga, dan/atau Peraturan/Keputusan Perkumpulan,
dapat berupa:
a. teguran;
b. peringatan;
c. pemberhentian sementara dari keanggotaan Perkumpulan;
d. pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan
Perkumpulan;
e. pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
Perkumpulan;

(2) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


disesuaikan dengan kualitas, kuantitas, tingkat dan jenis
Pelanggaran yang dilakukan anggota Perkumpulan maupun setiap
orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris tersebut.
(3) Penjatuhan Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
secara berjenjang, kecuali bagi anggota Perkumpulan maupun
setiap orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, yang
melakukan Pelanggaran lebih dari satu kali atau berulang dapat
dijatuhkan sanksi yang tertinggi.
(4) Dewan Kehormatan Pusat berwenang untuk memutuskan dan
menjatuhkan sanksi terhadap Pelanggaran yang dilakukan oleh
anggota biasa Perkumpulan/dari Notaris aktif, terhadap
Pelanggaran norma susila atau Perilaku yang merendahkan harkat
dan martabat notaris, atau perbuatan yang dapat mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap Notaris.
Hal 33 dari 34

Pasal 41
(1) Tingkat dan jenis Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 ayat (2) terdiri atas:
a. Pelanggaran ringan;
b. Pelanggaran sedang;
c. Pelanggaran berat ;
(2) Penjatuhan sanksi terhadap tingkat Pelanggaran adalah
sebagai berikut:
a. penjatuhan Sanksi atas Pelanggaran ringan adalah berupa:
teguran atau peringatan;
b. penjatuhan sanksi atas Pelanggaran sedang adalah berupa :
pemberhentian sementara dari keanggotaan Perkumpulan; dan
c. penjatuhan sanksi atas Pelanggaran berat adalah berupa:
pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan Perkumpulan
atau pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
Perkumpulan.

(3) Keputusan Dewan Kehormatan Daerah berupa teguran atau


peringatan bersifat final, sehingga tidak dapat diajukan banding.
(4) Keputusan Dewan Kehormatan Wilayah berupa pemberhentian
sementara dari keanggotaan perkumpulan bersifat final, sehingga
tidak dapat diajukan banding.
(5) Keputusan Dewan Kehormatan Pusat berupa pemberhentian
dengan hormat atau dengan tidak hormat dari keanggotaan
perkumpulan bersifat final disertai kewenangan untuk memberi
rekomendasi (usulan) pemberhentiannya sebagai Notaris kepada:
a. Majelis Pengawas Notaris; dan/atau
b. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

BAB XII
EKSEKUSI DAN PENCATATAN ATAS PENJATUHAN SANKSI

Pasal 42
(1) Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Wilayah/Dewan
Kehormatan Pusat wajib menyampaikan putusan penjatuhan
sanksi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang terkait
dengan pemberhentian keanggotaan.
(2) Pengurus Pusat Perkumpulan wajib mencatat dalam buku daftar
anggota Perkumpulan atas setiap keputusan Dewan Kehormatan
Daerah/Dewan Kehormatan Wilayah/Dewan Kehormatan Pusat
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengumumkannya dalam website atau media elektronik yang
dikelola Perkumpulan.
Hal 34 dari 34

(3) Pengurus Pusat Perkumpulan berhak menarik kartu tanda anggota


yang telah diberhentikan keanggotaannya.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 43
Semua anggota Perkumpulan wajib menyesuaikan praktek maupun
Perilaku dalam menjalankan jabatannya sebagaimana yang tercantum
dalam Kode Etik ini dan bagi pengurus Perkumpulan dan Dewan
Kehormatan berhak dan berwenang untuk memberikan penerangan
kepada anggota Perkumpulan dan masyarakat tentang Kode Etik.

Pasal 44
Hal mengenai pembinaan, pengawasan, dan penegakan Kode Etik Notaris
yang tidak atau belum cukup diatur dalam Kode Etik Ini, diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Dewan Kehormatan Pusat.

Pasal 45
Dengan ditetapkannya Kode Etik ini maka Kode Etik Notaris hasil
Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia
Banten, pada tanggal 29 - 30 Mei 2015, dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku.

Pasal 46
Kode Etik ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di …
pada tanggal …
KETUA,
ttd.

SEKRETARIS,
ttd.

Draft perubahan AD INI (12-03-2020)

Revisi final/terakhir tgl 10 Nov 2021

Rancangan Draft Perubahan

ANGGARAN DASAR

IKATAN NOTARIS INDONESIA

M U K A D I M A H

Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang

berdasarkan Pancasila, dimana setiap warganya dituntut

untuk turut berperan-serta dalam menegakkan hukum,

keadilan dan kebenaran guna mencapai masyarakat yang

adil dan makmur;

Bahwa untuk mencapai tujuan tersebut setiap pengabdi dan

aparat hukum dituntut memiliki tekad untuk menegakkan

hukum, keadilan dan kebenaran sebagai perwujudan dari

rasa tanggung-jawab dan pengabdian kepada Tuhan Yang

Maha Esa, Nusa, Bangsa dan Negara;

Bahwa Notaris sebagai Pejabat Umum dan salah satu unsur

pengabdi hukum, berkewajiban untuk turut menegakkan

hukum sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, dengan

menyumbangkan tenaga dan pikiran serta melakukan

tugasnya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri, dan

tidak berpihak;

Bahwa Ikatan Notaris Indonesia adalah organisasi yang

berbentuk Perkumpulan yang berbadan hukum sebagai satu-


satunya organisasi bagi segenap Notaris di seluruh

Indonesia, bercita-cita untuk menjaga dan membina

keluhuran martabat dan jabatan Notaris.

Dengan bersendikan Mukadimah ini, maka disusunlah

kembali Anggaran Dasar dari Perkumpulan Ikatan Notaris

Indonesia sebagai berikut:

BAB I

NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN DAN WAKTU

Pasal 1

Perkumpulan ini bernama Ikatan Notaris Indonesia

disingkat INI adalah organisasi bagi Notaris yang

berbadan hukum, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang

tentang Jabatan Notaris.

Pasal 2

Perkumpulan berkedudukan di Provinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta.

Pasal 3

Perkumpulan berdiri sejak tanggal 1-7-1908 (satu Juli

seribu sembilan ratus delapan) untuk waktu yang tidak

ditentukan lamanya.
Pasal 4

Lambang dan Bendera

Perkumpulan mempunyai Lambang dan Bendera yang akan di

atur dalam Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan.

Pasal 5

Ruang Lingkup

Ruang lingkup keberadaan Perkumpulan meliputi seluruh

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB II

ASAS, PEDOMAN DAN SIFAT

Pasal 6

Perkumpulan berasaskan Pancasila dan berdasarkan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pasal 7

Perkumpulan berpedoman pada Undang-Undang Jabatan

Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya.


Pasal 8

Perkumpulan adalah satu-satunya organisasi jabatan

notaris yang bersifat bebas dan mandiri, bagi Notaris

di seluruh Indonesia.

BAB III

MAKSUD DAN TUJUAN SERTA KEGIATAN

Pasal 9

Maksud dan Tujuan Perkumpulan, untuk:

a. Meningkatkan kualitas jabatan notaris demi tegaknya

kebenaran dan keadilan serta terpeliharanya keluhuran

martabat jabatan Notaris sebagai pejabat umum yang

bermutu dalam rangka pengabdiannya kepada Tuhan Yang

Maha Esa, Bangsa dan Negara agar terwujudnya

kepastian hukum dan terbinanya persatuan dan kesatuan

serta kesejahteraan anggotanya;

b. Menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris;

c. Terwujudnya pembinaan dan perlindungan serta jaminan

demi tercapainya kepastian hukum bagi notaris;

d. Terwujudnya kepastian, ketertiban, dan perlindungan

hukum bagi masyarakat yang membutuhkan alat bukti

tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan,

perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang

dibuat di hadapan atau oleh notaris.


Pasal 10

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut Perkumpulan

melakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Melakukan kegiatan pembinaan terhadap anggota

Perkumpulan.

2. Melakukan kegiatan untuk menumbuhkan kesadaran rasa

turut memiliki Perkumpulan yang bertanggung jawab,

guna terciptanya rasa kebersamaan di antara sesama

anggota dalam rangka meningkatkan peranan, manfaat,

fungsi dan mutu Perkumpulan.

3. Melakukan kegiatan untuk meningkatkan kualitas dan

kemampuan anggota di dalam menjalankan jabatan secara

profesional, guna menjaga dan mempertahankan

keluhuran martabat jabatan Notaris.

4. Menjunjung tinggi serta menjaga kehormatan jabatan

Notaris, meningkatkan fungsi dan perannya serta

meningkatkan mutu ilmu kenotariatan dengan jalan

menyelenggarakan pertemuan ilmiah, ceramah, seminar

dan sejenisnya serta penerbitan tulisan karya ilmiah.

5. Memperjuangkan dan memelihara kepentingan,

keberadaan, peranan, fungsi dan kedudukan lembaga

Notaris di Indonesia sesuai dengan harkat dan

martabat jabatan Notaris.

6. Mengadakan, memupuk serta membina dan meningkatkan

kerjasama dengan badan, lembaga dan organisasi lain,


baik di dalam maupun luar negeri yang mempunyai

tujuan yang sama atau hampir sama dengan Perkumpulan

termasuk dengan lembaga pendidikan atau instansi yang

terkait dan yang mempunyai hubungan dengan lembaga

kenotariatan.

7. Mengadakan dan menyelenggarakan pendidikan Notaris,

serta berperan aktif dalam mempersiapkan lahirnya

calon Notaris yang profesional, berdedikasi tinggi,

berbudi luhur, berwawasan dan berilmu pengetahuan

luas dan memiliki integritas moral serta memiliki

akhlak yang baik.

8. Melakukan kegiatan atau usaha lain sepanjang tidak

bertentangan dengan asas, pedoman dan tujuan

Perkumpulan.

9. Mendirikan atau turut serta dalam Badan Usaha

sepanjang sesuai dengan maksud dan tujuan

Perkumpulan.

BAB IV

FUNGSI DAN TUGAS POKOK

Pasal 11

Fungsi

Perkumpulan mempunyai fungsi sebagai:

1. Sarana untuk membentuk dan membangun karakter dan

moral notaris.
2. Membina dan mengawasi pelaksanaan jabatan notaris

sesuai Undang-Undang Jabatan Notaris dan kode etik

notaris.

3. Ikut serta dalam memperjuangkan aspirasi anggota

dalam perumusan dan penetapan kebijakan Negara.

4. Sarana komunikasi antar anggota dalam rangka

meningkatkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan sesama

anggota.

Pasal 123

Tugas Pokok

Untuk mencapai maksud dan tujuan serta fungsi

sebagaimana diuraikan di atas, Perkumpulan melaksanakan

tugas pokok sebagai berikut:

1. Berperan aktif dalam pembahasan peraturan perundang-

undangan dan kebijakan pemerintah yang berpihak

kepada notaris dan masyarakat.

2. Memperjuangkan aspirasi anggota Perkumpulan sesuai

Undang-Undang Jabatan Notaris dan peraturan

perundang-undangan lain.

BAB V

PRINSIP DASAR PERKUMPULAN

Pasal 13
Perkumpulan ini adalah perkumpulan yang terorganisasi

di bawah Anggaran Dasar, Anggaran Rumah tangga dan

Peraturan Perkumpulan serta tunduk dan patuh pada

konstitusi Negara Republik Indonesia dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 14

Setiap anggota Perkumpulan tunduk pada asas Pancasila,

Undang-Undang Dasar 1945, Anggaran Dasar dan Anggaran

Rumah Tangga serta Peraturan Perkumpulan.

BAB VI

KEANGGOTAAN

Pasal 15

1. Keanggotaan Perkumpulan terdiri dari:

a. Notaris sebagai Anggota;

b. Werda Notaris sebagai Anggota Purna Bakti;

c. Notaris Pengganti/Pejabat Sementara Notaris

sebagai Anggota Waktu Tertentu;

d. Orang yang berjasa terhadap Perkumpulan sebagai

Anggota kehormatan.

2. Setiap orang yang menjabat sebagai notaris wajib

menjadi anggota Perkumpulan sesuai ketentuan Undang-

Undang Jabatan Notaris.


3. Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan

Perkumpulan akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 16

CALON ANGGOTA

Perkumpulan memiliki calon anggota dengan syarat dan

ketentuan yang akan ditetapkan dalam Anggaran Rumah

Tangga dan Peraturan Perkumpulan.

Pasal 17

BERAKHIR KEANGGOTAAN

1. Keanggotaan notaris dalam Perkumpulan berakhir

karena:

a. berhenti sebagai notaris sesuai ketentuan

perundang-undangan;

b. diberhentikan oleh Kongres;

(catatan: disinkronkan dengan ketentuan UUJN

mengenai pemberhentian notaris}

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian anggota

dan calon anggota akan diatur dalam Anggaran Rumah

Tangga dan Peraturan Perkumpulan.

Pasal 18

Hak Dan Kewajiban Anggota


1. Setiap Anggota (notaris) Perkumpulan berhak:

a. Mengikuti semua kegiatan Perkumpulan;

b. Memiliki hak bicara dan hak suara di dalam rapat;

c. Memiliki hak dipilih dan hak memilih sebagai

pengurus.

2. Setiap Anggota (notaris) berkewajiban untuk:

a. Membayar uang iuran anggota;

b. Menghadiri undangan rapat.

3. Setiap anggota Perkumpulan dan calon anggota wajib

tunduk, mematuhi dan mentaati serta menghormati

Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan

Perkumpulan, keputusan Kongres dan keputusan Rapat

Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas serta menjunjung

tinggi dan menjaga nama baik Perkumpulan.

BAB VII

KEKAYAAN DAN KEUANGAN

Pasal 19

Kekayaan

Kekayaan dan sumber keuangan Perkumpulan dapat

diperoleh antara lain dari:

a. Uang pangkal;

b. Iuran anggota;
c. Bantuan/Hibah/sumbangan sukarela yang tidak

mengikat;

d. Hasil kegiatan Perkumpulan;

e. Bantuan pemerintah;

f. Lain-lain pendapatan yang sah yang tidak bertentangan

dengan hukum dan kesusilaan.

Pasal 20

Pengelolaan Keuangan

1. Pengelolaan keuangan dan perbendaharaan perkumpulan

dilakukan oleh Bendahara Umum dan dibantu oleh

bendahara di bawahnya.

2. Tugas kebendaharaan antara lain:

a. Pemungutan dan pengalokasian penyaluran dana

Perkumpulan.

b. Membuat neraca keuangan.

c. Laporan pertanggungjawaban keuangan dan kekayaan

Perkumpulan.

BAB VIII

SUSUNAN DAN ALAT PERLENGKAPAN

Pasal 21

Perkumpulan mempunyai alat perlengkapan berupa:

a. Rapat Anggota:

-Kongres/Kongres Luar Biasa;

-Konferensi Wilayah/Konferensi Wilayah Luar Biasa;


-Konferensi Daerah/Konferensi Daerah Luar Biasa.

b. Pengurus:

-Pengurus Pusat;

-Pengurus Wilayah;

-Pengurus Daerah.

c. Dewan Kehormatan:

-Dewan Kehormatan Pusat;

-Dewan Kehormatan Wilayah;

-Dewan Kehormatan Daerah.

d. Mahkamah Perkumpulan.

BAB IX

Rapat Anggota

Pasal 22

Kongres

a. Kongres adalah rapat anggota Perkumpulan yang

merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam

Perkumpulan sekaligus menjadi wahana demokrasi bagi

Perkumpulan yang dilaksanakan dengan sistem

perwakilan yang akan diatur dalam Anggaran Rumah

Tangga dan diselenggarakan setiap 3 (tiga) tahun

sekali.

(catatan: Dalam ART akan diatur mengenai

komposisi perwakilan anggota. Contoh: untuk


setiap 10 anggota diwakili oleh 1 orang peserta

Kongres)

2. Kongres membahas dan mengambil keputusan tentang:

a. laporan pertanggung jawaban Pengurus Pusat;

b. mengukuhkan hasil pemilihan ketua umum sebagai

formatur tunggal sekaligus menjadi Ketua Umum yang

kemudian menyusun Pengurus Pusat periode

berikutnya.

2. Kecuali dalam Anggaran Dasar ditentukan lain,

Kongres dapat mengambil keputusan yang sah, apabila

dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua)

perwakilan anggota dan keputusan itu disetujui oleh

lebih dari 1/2 (setengah) jumlah suara yang

dikeluarkan dengan sah dalam acara pengambilan

keputusan itu.

Pasal 23

Pemilihan Ketua Umum dan Anggota

Dewan Kehormatan Pusat

1. Pemilihan ketua umum dan anggota Dewan Kehormatan

Pusat dilakukan secara nasional dengan menggunakan

sistem elektronik yang memenuhi standar Undang-Undang

Informasi Teknologi Dan Elektronik dan setiap anggota

(notaris) mempunyai hak satu suara.


(Note: pemilihan secara nasional dengan sistem

elektronik tersebut untuk memberi kesempatan

pada seluruh anggota)

2. Ketua Umum terpilih adalah yang memperoleh suara

terbanyak dan memperoleh suara terbanyak dari minimal

11 wilayah.

3. Dalam hal Calon Ketua Umum tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat 2 di atas maka

penentuan Ketua Umum dilakukan dengan pemungutan

dalam Kongres oleh peserta Kongres.

4. Calon Ketua Umum yang memperoleh suara terbanyak

ditetapkan sebagai Ketua Umum terpilih.

5. Hasil pemilihan secara elektronik tersebut

sebagaimana dimaksud pada ayat 1 di atas, akan

ditetapkan dan dikukuhkan dalam Kongres.

6. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata

cara pemilihan ketua umum dan anggota Dewan Kehormata

Pusat akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 24

Kongres Luara Biasa


7. Kongres Luar Biasa adalah Kongres yang dilaksanakan

dalam keadaan mendesak di luar jangka waktu Kongres

atas permintaan Pengurus Pusat atau atas permintaan

2/3 (dua per tiga) dari Pengurus Wilayah.

8. Pengurus Pusat bertanggung jawab atas

penyelenggaraan Kongres Luar Biasa Perkumpulan.

Pasal 25

Keputusan di luar Kongres

Dipersamakan dengan keputusan Kongres ialah keputusan

yang diambil di luar Kongres dengan cara dan

pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 26

Konferensi Wilayah

1. Konferensi Wilayah adalah rapat anggota Perkumpulan

dalam wilayah kepengurusan wilayah.

2. Konferensi Wilayah diselenggarakan setelah

pelaksanaan Kongres.

3. Ketentuan pelaksanaan Kongres secara Mutatis Mutandis

berlaku untuk pelaksanaan Konferensi Wilayah.

Pasal 27

Konferensi Daerah

1. Konferensi Daerah adalah rapat anggota Perkumpulan


dalam daerah kepengurusan daerah.

2. Konferensi Daerah diselenggarakan setelah

pelaksanaan Konferensi Wilayah.

3. Ketentuan pelaksanaan Kongres secara Mutatis

Mutandis berlaku untuk pelaksanaan Konferensi

Daerah.

BAB X

PENGURUS

Pasal 28

Pengurus Pusat

1. Pengurus Pusat berkedudukan di Provinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta.

2. Pengurus Pusat Perkumpulan merupakan pelaksana

organisasi tertinggi dalam Perkumpulan di tingkat

nasional yang dipimpin oleh Ketua Umum.

3. Ketua Umum ditetapkan dan dikukuhkan oleh Kongres

dengan sistem formatur tunggal untuk masa jabatan

selama 3 (tiga) tahun atau sampai dengan pelaksanaan

Kongres tahun ketiga.

4. Susunan anggota Pengurus Pusat ditetapkan oleh ketua

umum terpilih yang merupakan formatur tunggal dengan

komposisi sesuai kebutuhan menurut pertimbangan dari

ketua umum terpilih.


5. Pengurus pusat mempunyai bidang kerja yang akan diatur

lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

6. Pengurus Pusat berwenang:

a. Menentukan kebijakan tingkat nasional sesuai

dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga,

Peraturan Perkumpulan, Program Kerja dan Rapat

Pleno Pengurus Pusat;

b. Menetapkan komposisi dan anggota bidang;

c. Mengesahkan komposisi dan anggota Pengurus

Wilayah;

d. Pengurus Pusat berhak mengusulkan pencalonan

anggota Majelis Pengawas Notaris dan Majelis

Kehormatan Notaris;

e. Pengurus Pusat secara periodik mengadakan pertemuan

dengan Dewan Kehormatan Pusat sekurang-kurangnya

sekali dalam 6 (enam) bulan;

f. Pengurus Pusat dapat mengangkat Penasihat.

7. Pengurus Pusat berkewajiban:

a. melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Program

Kerja, Peraturan Perkumpulan dan keputusan Rapat

Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas;

b. memberikan pertanggungjawaban kepada anggota

melalui Kongres/Kongres Luar Biasa.


8. Keanggotaan Pengurus Pusat berakhir dengan

sendirinya, jika;

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri;

c. berada dalam pengampuan (curatele);

d. terjadi suatu kondisi yang ditentukan dalam

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

e. diberhentikan oleh Ketua Umum terpilih; atau

f. telah berakhir masa jabatannya.

Pasal 29

Pengurus Wilayah

1. Pengurus wilayah berada di tingkat provinsi dan

berkedudukan di Ibukota Provinsi.

2. Pengurus wilayah adalah pelaksana kebijakan

Perkumpulan di tingkat Provinsi dan selaku

koordinator Pengurus Daerah dalam wilayah

kepengurusannya.

3. Pengurus Wilayah terdiri dari seorang ketua, seorang

wakil ketua atau lebih, seorang sekretaris atau

lebih, seorang bendahara atau lebih, dan beberapa

koordinator serta anggota bidang.

4. Ketua Pengurus Wilayah sebagai formatur tunggal

dipilih dengan sistem elektronik dan dikukuhkan dalam


Konferensi Wilayah untuk masa jabatan yang sama dengan

Pengurus Pusat.

5. Ketentuan pemilihan Ketua Umum secara mutatis

mutandis berlaku untuk pemilihan Ketua Pengurus

Wilayah.

6. Susunan anggota Pengurus Wilayah disusun oleh ketua

terpilih yang merupakan formatur tunggal.

7. Keanggotaan Pengurus Wilayah berakhir dengan

sendirinya, jika;

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri;

c. berada dalam pengampuan (curatele);

d. terjadi suatu kondisi yang ditentukan dalam

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

e. diberhentikan oleh Ketua terpilih; atau

f. telah berakhir masa jabatannya.

Pasal 30

Pengurus Daerah

1. Pengurus daerah berada di tingkat kabupaten/kota dan

berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.

2. Pengurus daerah adalah pelaksana kebijakan

Perkumpulan di tingkat kabupaten/kota.

3. Pengurus daerah terdiri dari seorang ketua, seorang

wakil ketua atau lebih, seorang sekretaris atau


lebih, seorang bendahara atau lebih, dan beberapa

koordinator serta anggota seksi sesuai kebutuhan.

4. Ketua Pengurus Daerah dipilih dan ditetapkan oleh

Konferensi Daerah dengan sistem formatur tunggal

untuk masa jabatan yang sama dengan Pengurus Pusat.

5. Susunan anggota Pengurus Daerah disusun oleh ketua

terpilih yang merupakan formatur tunggal.

6. Keanggotaan Pengurus daerah berakhir dengan

sendirinya, jika;

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri;

c. berada dalam pengampuan (curatele);

d. terjadi suatu kondisi yang ditentukan dalam

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

e. diberhentikan oleh Ketua terpilih; atau

f. telah berakhir masa jabatannya.

BAB XI

KEWAJIBAN DAN KEWENANGAN PENGURUS

Pasal 31

1. Pengurus Perkumpulan berkewajiban untuk mengusahakan

tercapainya maksud dan tujuan Perkumpulan dan

memelihara kekayaan Perkumpulan sebagaimana mestinya

dengan mengindahkan ketentuan yang tercantum dalam


Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan

Perkumpulan.

2. Pengurus Pusat:

a. Ketua Umum dan Sekretaris Umum mewakili Pengurus

Pusat dan karenanya mewakili Perkumpulan dan

apabila Ketua Umum berhalangan atau tidak berada

di tempat, hal itu tidak perlu dibuktikan terhadap

pihak luar, maka dapat diwakili oleh Wakil Ketua

Umum atau oleh 2 (dua) orang ketua lain bersama-

sama dengan Sekretaris Umum atau seorang sekretaris

mewakili Pengurus Pusat dan karenanya mewakili

Perkumpulan di dalam dan di luar Pengadilan, serta

bertanggung jawab terhadap jalannya Perkumpulan

baik mengenai pengurusan maupun pemilikan, akan

tetapi dengan pembatasan bahwa untuk tindakan:

1) Membeli menjual, mengagunkan atau melepaskan

hak atas barang tidak bergerak kepunyaan

perkumpulan;

2) Meminjam atau meminjamkan uang atas nama

Perkumpulan;

3) Menanam kekayaan Perkumpulan dalam suatu

usaha;

4) Bertindak sebagai penjamin atas sesuatu hutang

pihak lain;
harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari

Rapat Pleno Pengurus Pusat.

b. Surat-surat keluar harus ditandatangani oleh Ketua

Umum bersama-sama dengan Sekretaris Umum kecuali

dalam hal penandatanganan dan pengeluaran cek,

giro, wesel, dan surat berharga lainnya dilakukan

oleh Ketua Umum dengan Bendahara Umum.

c. Surat-surat keluar yang bersangkutan dengan

keuangan harus turut ditandatangani oleh Ketua Umum

dan Bendahara Umum.

2.1. Pengurus Pusat mempunyai kewajiban:

a. Secara periodik mengadakan pertemuan dengan

Dewan Kehormatan Pusat sekurang-kurangnya

sekali dalam 6 (enam) bulan;

b. melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan

sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah

Tangga, Program Kerja, Peraturan Perkumpulan

dan keputusan Rapat Pleno Pengurus Pusat Yang

Diperluas;

c. memberikan pertanggung jawaban kepada anggota

melalui Kongres/Kongres Luar Biasa.

2.2. Pengurus Pusat mempunyai kewenangan:


a. Menentukan kebijakan tingkat nasional sesuai

dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga,

Peraturan Perkumpulan, Program Kerja dan Rapat

Pleno Pengurus Pusat;

b. Menetapkan komposisi dan anggota bidang;

c. Mengesahkan komposisi dan anggota Pengurus

Wilayah dan Daerah;

d. Mengusulkan pencalonan anggota Majelis Pengawas

Pusat dan Majelis Kehormatan Notaris setelah

mendengar usul dan pendapati Dewan Kehormatan

Pusat;

e. Mengangkat Penasihat.

3. Pengurus Wilayah:

a. Pada setiap provinsi dibentuk Pengurus Wilayah

yang berkedudukan dan berkantor di Ibukota

Provinsi.

b. Pengurus Wilayah adalah pelaksana kebijakan

organisasi di tingkat provinsi dan selaku

koordinator pengurus daerah dalam wilayah

kepengurusannya.

c. Pengurus Wilayah terdiri dari seorang Ketua,

seorang Wakil Ketua atau lebih, seorang


Sekretaris atau lebih, seorang Bendahara atau

lebih, dan beberapa Koordinator serta anggota

Bidang.

d. Ketua dan Sekretaris mewakili Pengurus Wilayah,

dan apabila Ketua berhalangan atau tidak berada

di tempat, hal itu tidak perlu dibuktikan

terhadap pihak luar, maka Wakil Ketua yang

lainnya bersama-sama dengan Sekretaris mewakili

Pengurus Wilayah dan karenanya mewakili

Pengurus Wilayah di dalam dan di luar

Pengadilan, serta bertanggung jawab terhadap

jalannya Pengurus Wilayah.

e. Pengurus Wilayah berhak mengusulkan pencalonan

anggota Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis

Kehormatan Notaris tingkat wilayah setelah

mendengar usul dan pendapat Dewan Kehormatan

Wilayah.

f. Pengurus Wilayah berwenang menjalankan urusan

Perkumpulan pada tingkat provinsi dan apabila

berhubungan dan/atau berkenaan dengan propinsi

lain maupun dengan instansi pada tingkat Pusat,

Pengurus Wilayah harus berkoordinasi dengan

Pengurus Pusat dan Pengurus Wilayah di tempat

dilaksanakannya kegiatan.
g. Pengurus Wilayah dapat mengangkat Penasihat.

4. Pengurus Daerah:

a. Pada setiap Kabupaten/Kota dapat dibentuk

Pengurus Daerah.

b. Pengurus Daerah adalah pelaksana kebijakan

Perkumpulan di tingkat Kabupaten/Kota yang

bertugas selaku pembina, melakukan koordinasi

dan menyelenggarakan kegiatan yang dipandang

perlu dan berguna bagi kepentingan anggota

untuk peningkatan profesionalisme Notaris di

dalam daerah kepengurusannya.

c. Pengurus Daerah terdiri dari seorang Ketua,

seorang Wakil Ketua atau lebih, seorang

Sekretaris atau lebih, seorang Bendahara atau

lebih, beberapa Koordinator dan anggota bidang.

d. Ketua dan Sekretaris mewakili Perkumpulan di

tingkat daerah dan karenanya mewakili Pengurus

Daerah, dan apabila Ketua berhalangan atau

tidak berada di tempat, hal itu tidak perlu

dibuktikan terhadap pihak luar, maka Wakil

Ketua yang lainnya bersama-sama dengan

Sekretaris mewakili Pengurus Daerah dan

karenanya mewakili Pengurus Daerah di dalam dan


di luar Pengadilan, serta bertanggung jawab

terhadap jalannya Pengurus Daerah.

e. Pengurus Daerah berhak mengusulkan pencalonan

anggota Majelis Pengawas Daerah dan Majelis

Kehormatan Notaris tingkat daerah setelah

mendengar usul dan pendapat Dewan Kehormatan

Daerah.

f. Pengurus Daerah berwenang menjalankan urusan

Perkumpulan di tingkat Kabupaten/Kota, dan

apabila berhubungan dan/atau berkenaan dengan

Kabupaten/ Kota lain maupun dengan instansi

pada tingkat wilayah dalam satu wilayah

kepengurusan, Pengurus Daerah harus

berkoordinasi dengan Pengrus Wilayah dan

Pengurus Daerah lainnya yang terkait.

g. Dalam hal kegiatan yang dilakukan

melibatkan/menyertakan instansi pada

Kabupaten/Kota lain maupun dengan instansi pada

tingkat wilayah di luar wilayah kepengurusan,

Pengurus Daerah harus berkoordinasi dengan

Pengurus Wilayah di wilayah kepengurusannya,

Pengurus Daerah dan Pengurus Wilayah di tempat

dilakukannya kegiatan.
h. Dalam hal kegiatan yang dilakukan

melibatkan/menyertakan instansi pada tingkat

pusat, maka Pengurus Daerah bersama-sama dengan

Pengurus Wilayah yang meliputi kepengurusan

daerah tersebut harus berkoordinasi dengan

Pengurus Pusat.

g. Pengurus Daerah dapat mengangkat Penasihat.

BAB XII

RAPAT PENGURUS

Pasal 32

1. Rapat Pengurus Pusat terdiri dari:

a. Rapat harian;

b. Rapat pleno pengurus pusat;

c. Rapat pleno pengurus pusat yang diperluas.

2. Rapat Pengurus Wilayah terdiri dari:

a. Rapat harian;

b. Rapat pleno;

c. Rapat Gabungan Pengurus Wilayah dan Pengurus

Daerah.

3. Rapat Pengurus Daerah terdiri dari:

a. Rapat harian;

b. Rapat pleno.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Rapat Pengurus akan

diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XIII

DEWAN KEHORMATAN

Pasal 33

1. Dewan Kehormatan mewakili Perkumpulan yang

menjalankan fungsi pembinaan, pengawasan dan

pemberian sanksi dalam penegakan disiplin

organisasi, termasuk namun tidak terbatas pada

Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan

Perkumpulan, dan Kode Etik Notaris.

2. Anggota Dewan Kehormatan dipilih dan ditetapkan

oleh Rapat Anggota sesuai jenjang untuk masa

jabatan yang sama dengan masa jabatan kepengurusan.

3. Dewan Kehormatan mempunyai tugas dan kewenangan

untuk:

a. melakukan bimbingan, pengawasan, pembinaan

anggota dalam penegakan dan menjunjung tinggi

Kode Etik Notaris;

b. memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan

pelanggaran ketentuan Kode Etik Notaris;

c. memberi saran dan pendapat kepada Majelis

Pengawas dan/atau Majelis Kehormatan Notaris


atas dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris dan

jabatan Notaris;

d. melakukan koordinasi, komunikasi, dan

berhubungan secara langsung kepada anggota

maupun pihak-pihak yang berhubungan dengan

pelaksanaan dan penegakan Kode Etik Notaris;

e. atas permohonan pihak yang berkepentingan,

memeriksa dan memutuskan permasalahan hukum

anggota Perkumpulan yang berkaitan dengan Kode

Etik Notaris untuk kepentingan hukum,

kepentingan umum dan yang dipersamakan dengan

itu,

f. bersama-sama dengan Pengurus Pusat

menyelenggarakan Ujian Kode Etik Notaris.

g. membuat peraturan dalam rangka penegakan Kode

Etik Notaris bersama-sama dengan Pengurus Pusat.

4. Dewan Kehormatan terdiri dari beberapa orang

anggota yang dipilih dari Anggota Biasa, yang

berdedikasi tinggi dan loyal terhadap Perkumpulan,

berkepribadian baik, arif dan bijaksana, sehingga

dapat menjadi panutan bagi anggota.

5. Dewan Kehormatan terdiri dari :

a. Dewan Kehormatan Pusat adalah Dewan Kehormatan

pada tingkat Pusat;


b. Dewan Kehormatan Wilayah adalah Dewan Kehormatan

pada tingkat Propinsi;

c. Dewan Kehormatan Daerah adalah Dewan Kehormatan

pada tingkat Kabupaten/Kota.

6. Tata cara pencalonan, pemilihan, dan berakhirnya

keanggotaan Anggota Dewan Kehormatan Pusat, Dewan

Kehormatan Wilayah, dan Dewan Kehormatan Daerah

diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XIV

MAHKAMAH PERKUMPULAN

Pasal 34

1. Mahkamah Perkumpulan adalah alat perlengkapan

Perkumpulan yang bertugas untuk menyelesaikan

sengketa yang timbul dalam pelaksanaan Kongres

2. Mahkamah Perkumpulan mempunyai kewenangan untuk:

a. Melakukan penelitian dan pemeriksaan;

b. Meminta keterangan Tim Verifikasi, Tim Pengawas,

Tim Pemilihan, dan pihak lain;

c. Memutuskan sengketa dalam kongres sesuai dengan

Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan

peraturan perkumpulan.

3. Mahkamah Perkumpulan beranggotakan 9 (sembilan)

orang yang berasal dari unsur-unsur sebagai

berikut:
a. Dewan Kehormatan Pusat sebanyak 3 (tiga) orang;

b. Pengurus Pusat sebanyak 3 (tiga) orang;

c. Perwakilan Pengurus Wilayah sebanyak 3 (tiga)

orang;

4. Keputusan Mahkamah Perkumpulan bersifat final dan

mengikat seluruh anggota Perkumpulan.

5. Keanggotaan Mahkamah Perkumpulan ditetapkan pada

Rapat Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas yang

diselenggarakan 6 (enam) bulan sebelum Kongres.

BAB XV

KODE ETIK NOTARIS DAN PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS

Pasal 356

1. Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat

jabatan Notaris, Perkumpulan mempunyai Kode Etik

Notaris yang ditetapkan oleh Kongres dan merupakan

kaidah moral yang wajib ditaati oleh semua anggota

Perkumpulan dan orang yang menjalankan tugas jabatan

sebagai Notaris, termasuk di dalamnya Notaris

Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris.

2. Dewan Kehormatan melakukan upaya-upaya untuk

menegakkan Kode Etik Notaris.

3. Ruang Lingkup Kode Etik:

a. kepribadian notaris;
b. pelaksanaan tugas jabatan notaris;

c. perilaku kehidupan notaris yang dapat mempengaruhi

pelaksanaan tugas jabatan notaris;

d. hubungan dengan sesama notaris;

e. Pelayanan kepada masyarakat.

4. Dewan Kehormatan dapat bekerjasama dengan Pengurus

Perkumpulan dan berkoordinasi dengan Majelis Pengawas

dan/atau Majelis Kehormatan Notaris untuk melakukan

upaya penegakan Kode Etik Notaris.

BAB XVI

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 36

1. Setiap perselisisan atau sengketa kepengurusan

ditingkat Pengurus Pusat diselesaikan dalam Mahkamah

Perkumpulan.

2. Perselisihan dan sengketa kepengurusan di tingkat

wilayah dan daerah diselesaikan oleh Pengurus

Perkumpulan satu tingkat di atasnya dan keputusan

terakhir ditetapkan oleh Pengurus Pusat.

3. Ketentuan lebih lanjut tentang Mahkamah Perkumpulan

dan mekanisme penyelesaian sengketa diatur dalam

Angaran Rumah Tangga Perkumpulan.

BAB XVII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Pasal 37

1. Anggaran Dasar hanya dapat diubah berdasarkan

keputusan Kongres yang dihadiri oleh sekurang-

kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota

Perkumpulan dan Kongres dapat mengambil keputusan

yang sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya

2/3 (dua per tiga) dari jumlah suara yang

dikeluarkan dengan sah dalam Kongres.

2. Apabila korum yang ditetapkan tidak tercapai, maka

Kongres diundur untuk waktu sekurang-kurangnya 3

(tiga) jam, dan apabila sesudah pengunduran waktu

itu, korum tidak juga tercapai, maka Kongres

berwenang mengambil keputusan yang sah mengenai hal

itu, dengan tidak perlu mengindahkan jumlah anggota

yang hadir, sepanjang keputusan itu disetujui oleh

sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah

suara yang dikeluarkan dengan sah dalam Kongres.

BAB XVIII

PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI

Pasal 38

1. Perkumpulan hanya dapat dibubarkan berdasarkan

keputusan Kongres yang khusus diadakan untuk

keperluan itu dan yang dihadiri oleh sekurang-


kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota

Perkumpulan dan disetujui oleh sekurang-kurangnya

2/3 (dua pertiga) dari jumlah suara yang

dikeluarkan dengan sah dalam Kongres.

2. Apabila Perkumpulan dibubarkan, maka dilakukan

likuidasi oleh Pengurus Pusat, kecuali Kongres

menentukan lain.

3. Apabila Perkumpulan dibubarkan, maka sisa kekayaan

Perkumpulan penggunaannya ditentukan oleh Kongres.

BAB XIX

ANGGARAN RUMAH TANGGA

Pasal 39

1. Hal-hal yang tidak atau belum cukup diatur dalam

Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah

Tangga.

2. Anggaran Rumah Tangga tidak boleh bertentangan

dengan Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga

tersebut merupakan penjabaran dari serta untuk

melengkapi Anggaran Dasar.

3. Anggaran Rumah Tangga dan/atau perubahannya

diputuskan oleh Rapat Pleno Pengurus Pusat Yang

Diperluas yaitu rapat gabungan Pengurus Pusat,

Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan


Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan

Kehormatan Daerah yang diatur di dalam Anggaran

Rumah Tangga.

BAB XX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

1. Pelaksanaan teknis dari ketentuan yang telah diatur

dalam Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga akan

ditetapkan dalam Peraturan Perkumpulan berdasarkan

keputusan Rapat Pleno Pengurus Pusat atau Rapat

Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas.

2. Apabila terdapat perbedaan tafsir mengenai suatu

ketentuan dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga

dan Peraturan Perkumpulan, tafsir yang sah adalah yang

ditetapkan oleh Pengurus Pusat.

-Kongres menugaskan Pengurus Pusat untuk menyusun

rancangan perubahan Anggaran Rumah Tangga yang

disesuaikan dengan Anggaran Dasar, untuk segera diajukan

dalam Rapat Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas yang

diadakan untuk pertama kali setelah Kongres Luar Biasa

ini.
-Kongres Luar Biasa memberi kuasa kepada Pengurus Pusat

untuk memohon persetujuan kepada yang berwenang atas

perubahan Anggaran Dasar ini, dan mengadakan perubahan,

penambahan dan/atau penyempurnaan yang bersifat

bagaimanapun juga pada perubahan Anggaran Dasar ini,

yang diperlukan guna mendapat persetujuan.

-untuk maksud tersebut Pengurus Pusat berwenang

menghadap di hadapan pihak yang berwenang atau pihak

lain dan instansi/pejabat siapapun dan di manapun juga,

memberikan atau meminta keterangan-keterangan,

memasukkan, membuat atau minta dibuatkan serta

menandatangani akta atau segala macam surat dan dokumen

apapun yang diperlukan, mengajukan surat permohonan

untuk itu, membayar segala biaya dan ongkos-ongkos untuk

itu, meminta dan menerima segala macam surat, dokumen

atau turunan dan salinan akta yang diperlukan,

menentukan dan memilih domisili hukum yang sah, dan

selanjutnya melakukan segala tindakan/perbuatan hukum

apapun yang dianggap baik dan berguna untuk mencapai

maksud tersebut di atas.

Anda mungkin juga menyukai