1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
M. Alvi Syahrin
Politeknik Imigrasi
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
Abstrak
Pendetensian merupakan bagian dari tindakan adiministratif keimigrasian yang dilakukan oleh
seorang Pejabat Imigrasi berdasarkan UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Sedangkan
penahanan merupakan bagian dari proses peradilan tindak pidana yang dilakukan oleh seorang PPNS
keimigrasian berdasarkan hukum acara pidana. Pendetensian dan penahanan merupakan dua hal yang
berbeda. Belum ada peraturan yang secara khusus mengatur masalah tersebut, sehingga pelaksanaan
keduanya seringkali menimbulkan perdebatan. Dalam pelaksanaan proses penyidikan OAC cs.
dijumpai beberapa kendala, yaitu belum adanya peraturan yang mengatur masalah pelaksanaan
pendetensian pada proses penyidikan. Pelaksanaan pendetensian pada OAC cs merupakan bagian dari
diskresi seorang Pejabat Imigrasi dikarenakan pelaksanaan penahanan tidak dapat dilakukan karena
ancaman hukumannya dibawah 5 (lima) tahun. Lamanya masa pendetensian tidak mengurangi dari
masa tahanan dari pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa. Pada hakikatnya pendetensian memiliki
tujuan yang sama dengan penahan yaitu membatasi kebebasan dari subjeknya dengan berada di suatu
tempat tertentu menurut peraturan perundang-undangan.
Kata Kunci: Pendentensian; Penyidikan; Keimigrasian; Kasus OAC Cs
Abstrak
Detention is part of the administrative immigration action carried out by an Immigration Officer
based on Law no. 6 of 2011 concerning Immigration. Meanwhile, detention is part of the criminal
justice process carried out by an immigration PPNS based on the criminal procedure law. Detention
and detention are two different things. There are no regulations that specifically regulate this issue,
so the implementation of both often creates debate. In the implementation of the OAC cs investigation
process. There are several obstacles, namely the absence of regulations governing the implementation
of detention problems in the investigation process. The implementation of detention at the OAC cs is
part of the discretion of an Immigration Officer because the implementation of detention cannot be
carried out because the threat of a sentence of less than 5 (five) years. The length of the detention
period does not reduce the length of detention of the sentence imposed on the defendant. In essence,
detention has the same purpose as detention, namely to limit the freedom of the subject by being in a
certain place according to statutory regulations.
Keywords: Detention; Investigation; Immigration; OAC Cs Case
61
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 4 No. 1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
dijadikan sebagai jalan keluar dalam menyebut tindakan tersebut dengan istilah
penyelesaian masalah- masalah yang pendetensian. Disebutkan pada Pasal 83 ayat
berkenaan dengan perorangan maupun (1) UUK, PI berwenang melakukan
kelompok, baik masyarakat maupun negara. pendetensian jika OA tersebut:
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 a. Berada di Wilayah Indonesia tanpa
Tahun 2011 tentang Keimigrasian (selanjutnya memiliki Izin Tinggal yang sah atau
disebut UUK) dijelaskan bahwa salah satu dari memiliki Izin Tinggal yang tidak
fungsi Keimigrasian adalah penegak hukum. berlaku lagi;
Untuk melaksanakan fungsi Keimigrasian, b. Berada di Wilayah Indonesia tanpa
pemerintah menetapkan kebijakan memiliki dokumen perjalanan yang
Keimigrasian yang dilaksanakan oleh Menteri sah;
Hukum dan Hak Asasi Manusia. c. Dikenai Tindakan Administratif
Dalam rangka penegakan hukum di bidang Keimigrasian berupa pembatalan izin
Keimigrasian, keseluruhan aturan hukum tinggal karena melakukan perbuatan
Keimigrasian diperuntukan bagi Warga Negara yang bertentangan dengan peraturan
Indonesia (WNI) dan orang asing (selanjutnya perundang-undangan atau menggangu
disebut OA). Hal tersebut dimaksudkan untuk keamanan dan ketertiban umum;
membuat efek jera kepada pelanggar aturan d. Menunggu pelaksanaan deportasi;
Keimigrasian. Penegakan hukum Keimigrasian atau
ini sangat penting, karena Keimigrasian e. Menunggu keberangkatan keluar
berhubungan erat dengan kedaulatan suatu Wilayah Indonesia karena ditolak
negara (Iman Santoso, 2004). pemberian tanda masuk.
Terdapat 2 (dua) tindakan hukum yang Pada hakikatnya dengan melakukan
dapat dikenakan kepada pelanggarnya yang pendetensian, maka hak-hak dari seoarang
diatur oleh undang-undang yaitu Tindakan deteni ada yang dibatasi, ditempatkan pada
Administratif Keimigrasian (selanjutnya suatu tempat yang mana hak kebebasan untuk
disebut TAK) dan tindak pidana keimigrasian bergerak dicabut.
(selanjutnya disebut TPK). Sedangkan serangkaian perbuatan yang
TAK adalah sanksi administratif yang melanggar TPK diatur pada Pasal 113 sampai
ditetapkan Pejabat Imigrasi (selanjutnya dengan Pasal 136 UUK. Yang dimana
disebut PI) terhadap OA di luar proses Penyidikan TPK dilakukan berdasarkan hukum
peradilan. Selanjutnya TAK di atur di dalam acara pidana.
Pasal 75 UUK dapat berupa: Dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri
a. Pencantuman dalam daftar Sipil (PPNS) Keimigrasian diberi wewenang
Pencegahan dan Penangkalan; sebagai penyidik TPK, yang dimana memiliki
b. Pembatasan, perubahan, atau wewenang pada Pasal 106 UUK sebagai
pembatalan izin tinggal; berikut:
c. Larangan untuk berada di satu atau a. Menerima laporan tentang adanya
beberapa tempat tertentu di Wilayah TPK;
Indonesia; b. Mencari keterangan dan alat bukti;
d. Keharusan untuk bertempat tinggal di c. Melakukan tindakan pertama di
suatu tempat tertentu di Wilayah tampat kejadian;
Indonesia; d. Melarang setiap orang meninggalkan
e. Pengenaan biaya beban; dan atau atau memasuki tempat kejadian
f. Deportasi dari Wilayah Indonesia. perkara untuk kepentingan
Menurut penjelasan Pasal 75 huruf d UUK penyidikan;
yang dimaksudkan dengan keharusan untuk e. Memanggil, memeriksa,
bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di menggeledah, menangkap, atau
Wilayah Indonesia adalah penempatan di menahan seseorang yang disangka
Rumah Detensi Imigrasi, Ruang Detensi melakukan TPK;
Imigrasi, atau tempat lain. Sering kita f. Menahan, memeriksa, dan menyita
62
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 4 No. 1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
63
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 4 No. 1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
64
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 4 No. 1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
65
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 4 No. 1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
66
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 4 No. 1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
kepentingan penyidikan atau penuntutan atau Atas dasar informasi tersebut, petugas
peradilan dalam hal serta menurut cara yang mempersiapkan segala yang diperlukan dalam
diatur dalam peraturan perundang-undangan. rangka pengawasan keimigrasian ke
Penahanan merupakan bentuk berbeda Apartemen Grand Center Point Bekasi mulai
dengan pendetensian. Jika pendetensian seperti dari mempersiapkan Surat Perintah Tugas,
yang telah dijelaskan adalah bentuk dari TAK brifieng anggota, sampai dengan
yang dimana hanya OA dengan permasalahan mempersiapkan sarana prasarana yang
keimigrasian menurut Undang-Undang yang dibutuhkan dalam melakukan pengawasan
dapat dikenakan, sedangkan penahan menurut keimigrasian. Berdasarkan Surat Perintah
KUHAP adalah penempatan tersangka atau Kepala Kanim Bekasi No.W.11.IMI.IMI.8-
terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik, atau GR.03.02-01.28 tanggal 12 Februari 2019
penuntut umum atau hakim dengan tentang Kegiatan Pengawasan Keimigrasian,
penetapannya, dalam hal serta menurut cara 10 (sepuluh) orang petugas Seksi Intelijen dan
yang diatur. Penidakan Keimigrasian (Inteldakim) Kanim
Di dalam peradilan, hakim tidak boleh Bekasiberangkat sekitar pukul 20.00 WIB ke
menjatuhkan pidana kepada tersangaka kecuali Apartemen Grand Center Point Bekasi.
dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti Setelah Setelah sampai, petugas langsung
yang sah. Berdasarkan KUHAP terdapat 5 melakukan pengawasan tertutup disekitaran
(lima) alat bukti yang sah, antara lain: lokasi dan berkoordinasi dengan petugas
a. keterangan saksi; keamanan dan pengurus apartemen
b. keterangan ahli; sehubungan dengan keberadaan OA yang
c. surat, petunjuk; diduga overstay di lokasi Apartemen Grand
d. keterangan terdakwa. Center Point Bekasi.
Namun berdasarkan UUK, terdapat 2 Sekitar pukul 21.00 WIB petugas mulai
(dua) tambahan alat bukti yang sah didalam masuk kedalam masing-masing tower
TPK yaitu: apartemen dengan membuat 2 (dua) tim yang
a. Alat bukti lain berupa informasi yang didampingi oleh security serta pengurus
diucapkan dikirimkan, dan diterima apartemen. Setelah mendatangi kamar-kamar
atau disimpan secra elektronik atau yang diduga menjadi tempat tinggal bagi OA
yang serupa; dan yang diduga overstay, sekitar pukul 23.00 WIB
b. Keterangan tertulis dari PI yang petugas pun juga menyisir lokasi-lokasi
berwenang. disekitaran Apartemen Grand Center Point
PPNS Keimigrasian dapat melaksanakan Bekasi.
kerja sama dalam penyelidikan dan penyidikan Dari hasil penyisiran, seorang petugas
TPK dengan lembaga penegak hukum dalam mendapati 2 (dua) orang OA yang diduga
negeri dan negara lain sesuai ketentuan bersal dari benua Afrika sedang berjalan-jalan
peraturan perundang-undangan atau di sekitaran tempat parkir Apartemen Grand
berdasakan perjanjian internasional yang telah Center Point Bekasi. Petugas kemudian
diakui oleh pemerintah Republik Indonesia. memanggil dan memberhentikan 2 (dua) orang
OA tersebut dan langsung melakukan
3. Kasus OAC cs1 pemeriksaan singkat dengan yang
Selasa, 12 Februari 2019, Kanim Bekasi bersangkutan. Melihat sedang melakukan
mendapatkan informasi mengenai keberadaan pemeriksaan, 2 (dua) petugas lain datang untuk
OA yang diduga berada di Wilayah Indonesia membantu melakukan pemeriksaan. Ketika
dengan izin tinggal yang telah habis masa petugas sedang melakukan pemeriksaan
berlakunya (overstay) di Apartemen Grand terhadap 2 (dua) orang OA yang mengaku
Center Point Bekasi, Jalan Ahmad Yani No. bernama OAC dan CCE ini, mereka tidak dapat
20, Marga Jaya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi. memperlihatkan dan menyerahkan dokumen
67
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 4 No. 1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
perjalanan (paspor) dan izin tinggal yang paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda
dimilikinya. Kepala Seksi Intelijen dan paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh
Penindakan Keimigrasian (Inteladakim) lima juta rupiah).”
memerintahkan kepada 2 (dua) petugas lain Pasal 71 huruf b menyatakan: “Setiap OA
untuk membawa OAC cs. ke Kanim Bekasi yang berada di Wilayah Indonsia wajib
untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut memperlihatkan dan menyerahkan Dokumen
mengenai keberadaan dan kegiatan yang Perjalanan atau Izin Tinggal yang dimilikinya
bersangkutan. Sekitar pukul 00.30 WIB apabila diminta oleh PI yang bertugas dalam
petugas selesai melaksanakan pengawasan rangka pengawasan Keimigrasian.”
keimigrasian di Apartemen Grand Center Point Berdasarkan hasil musyawarah, Kepala
Bekasi dengan membawa total 10 OA yang Kanim Bekasi memeritahkan kasus OAC cs.
diduga melakukan pelanggaran keimigrasian untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan dan
ke Kanim Bekasi untuk dilakukan pemeriksaan menunjuk Kepala Sub Seksi Intelijen
lebih lanjut. Keimigrasian selaku penyidik. Berdasarkan
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Surat Perintah Penyidikan Nomor
petugas, diketahui tiga OA telah overstay dan W.11.IMI.IMI8-GR.02.02-1171 tanggal 26
tujuh OA lain tidak dapat menunjukan paspor April 2019 dan Surat Perintah Tugas Nomor
kepada petugas dengan alasan beragam mulai W.11.IMI.IMI.8- GR.02.01-1172 tanggal 26
dari hilang sampai dengan di pegang oleh April 2019, Seksi Inteldakim memulai proses
penjamin/sponsor mereka. Dengan alasan penyidikan.
tersebut petugas memberikan kesempatan Selama proses penyidikan, kedua
untuk dapat menghadirkan paspor mereka tersangka OAC cs. tidak dilakukan penahanan
dalam waktu 1x24 jam. Selama waktu tersebut dikarenakan ancaman pidana penjara di bawah
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor 5 (lima) tahun seperti yang dinyatakan pada
Nomor W.11.IMI.IMI.8.454.GR.02.03 Tahun Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP. Namun
2019 10 OA tersebut di tempatkan di ruang kedua tersangka dikenakan TAK berupa
detensi Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI pendetensian di ruang detensi Kanim Bekasi.
Bekasi. Di dalam proses penyidikan
Selama kurun waktu yang diberikan, lima menghadirkan 3 (tiga) orang saksi dari petugas
dari tujuh OA dapat menghadirkan paspor Kanim Bekasi dan seorang Ahli dari Direktorat
kepada petugas untuk diperiksa. Seluruhnya Sistem Informasi dan Teknologi Keimigrasian
dalam kondisi sudah overstay di Indonesia. untuk mengetahui kewarganegraan yang
Dua OA yaitu OAC cs. yang menurut hasil bersangkutan melalui data perlintasan dari
pemeriksaan mengaku berkewarganegaraan OAC cs. Selama pemeriksaan terhadap OAC
Nigeria masih belum dapat menghadirkan cs. juga dihadirkan Penerjemah untuk
paspornya untuk diperiksa oleh petugas sampai memudahkan petugas dalam memeriksa yang
dengan waktu yang diberikan. bersangkutan.
Selama proses pelaksanaan TAK kepada Selama proses penyidikan, Penyidik
sepuluh OA tersebut, Seksi Inteldakim Kanim berserta anggota juga melakukan koordinasi
Bekasi melakukan musyawarah untuk dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di dalam
kelanjutan kasus dari OAC cs. apakah akan koordinasinya, Jaksa meminta Penyidik untuk
dilanjutkan ke arah TAK berupa deportasi dan menambahkan Pasal 119 ayat (1) UUK dengan
dibuatkan Travel Certificate untuk dilakukan alasan agar proses administrasi di Kejaksaan
proses penyidikan. lebih mudah sekaligus dapat melakukan
Berdasarkan fakta-fakta dan alat bukti, penahanan terhadap tersangka. Atas dasar
OAC cs. Sudah cukup bukti untuk dilanjutkan tersebut penyidik melakukan perbaikan
ke tahap penyidikan dengan kasus melanggar dengan menambahkan Pasal 119 ayat (1) UUK
Pasal 71 huruf b Jo pasal 116 yang menyatakan di dalam berkas perkara.
bahwa: “setiap OA yang tidak melakukan Setelah pelimpahan berkas perkara kepada
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Jaksa Penuntut Umum dan dinyatakan sudah
Pasal 71 dipidana dengan pidana kurungan lengkap ditandai dengan Surat Pemberitahuan
68
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 4 No. 1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
Hasil Penyidikan Perkara Pidana dari penyidikan TPK yang salah satunya adalah
Kejaksaan Negeri Kota Bekasi Nomor: B- “mengadakan tindakan lain menurut hukum”.
2731/M.2.17/Eku.2/07/2019 tanggal 30 Juli Dalam hal ini adalah TPK kasus OAC cs.
2019. Penyidik juga melakukan pelimpahan yang dimana tersangka pada saat itu dikenakan
tersangka dengan mengeluarkan OAC cs. dari tindakan hukum lain diluar KUHAP yaitu
Ruang Detensi Kanim Bekasidan TAK berupa pendetensian selama proses
menyerahkannya kepada Jaksa Penuntut penyidikan berlangsung. Setelah pelimpahan
Umum. Setelah pelimpahan, tersangka kepada penuntut umum barulah dilakukan
ditempatkan di Lembaga Pemasyaratakan proses penahan kepada OAC cs. selama proses
(Lapas) Kelas II A Bekasi sampai dengan penuntutan samapai dengan proses penjatuhan
proses persidangan. hukuman.
Dalam sidang yang dilaksanakan di Berhubungan dengan hal tersebut, peneliti
Pengadilan Negeri Bekasi Kelas 1A Khusus melakukan wawancara langsung dengan
yang digelar dalam 4 (empat) kali sidang, Penyidik TPK kasus OAC cs. Berdasrakan
diputuskan bahwa OAC cs. bersalah dengan hasil wawancara, Penyidik menyampaikan
menjatuhkan kepada tersangka pidana bahwa pelaksaan pendetensian kepada OAC cs
kurangan selama 3 (tiga) bulan dipotong di ruang detensi Kanim Bekasi dilakukan
dengan masa penahan yang dilakukan oleh sebelum Surat Perintah Dimulainya
penuntut umum selama 20 (dua puluh) hari Penyidikan (SPDP) dikeluarkan pada 26 April
ditambah penahanan yang dilakukan oleh 2019 dengan alasan yang bersangkutan berada
hakim selama 30 (tiga puluh) hari. diwilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen
perjalanan atau paspor yang sah, dan ketika
4. Pelaksanaan Pendetensian OAC cs dilakukan pengecekan data perlintasan OAC cs
Dikaitkan dengan Kaidah Hukum terbukti sudah tinggal melebihi masa berlaku
Acara Pidana izin tinggalnya (overstay) di wilayah
Ditjenim dalam menjalankan fungsi Indonesia.
penegakkan hukum berupaya untuk mencapai Setelah bukti permulaan yang cukup,
tujuan hukum itu sendiri agar dapat barulah proses penyidikan dimulai. Pada saat
menghadirkan rasa keadilan, kepastian, serta proses penyidikan OAC cs tidak dilakukan
manfaat tersebut bagi masyarakat. Terkadang penahanan dikarenakan pada mulanya pasal
terjadi pandangan berbeda mengenai tindakan yang disangkakan kepada tersangka yaitu
hukum lain diluar yang tercantum pada Pasal 116 jo Pasal 71 huruf b hanya pidana
KUHAP. kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
Dalam melakukan upaya hukum dalam pidana denda paling banyak Rp 25.000.000
rangka penegakkan hukum Keimigrasian, yang notabene tidak masuk dalam unsur pasal
seorang PI diamanatkan oleh undang-undang di dalam KUHAP yang dimana penahanan
dapat melakukan 2 (dua) tindakan hukum yang hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau
berbeda yaitu TAK dan Penyidikan. Di dalam terdakwa yang melakukan tindak pidana yang
prosesnya, tak jarang terjadi kedua tindakan diancam dengan pidana penajara lima tahun
hukum tersebut dilakukan dalam satu perkara. atau lebih.
Proses penyidikan terhadap pelaku Alun menambahkan bahwa pada saat
pelanggaran keimigrasian dilakukan pemeriksaan tingkat lanjut, Penyidik
berdasarkan ketentuan dalam KUHAP sebagai menemukan hal-hal yang setelah dipelajari
lex generalis dan UUK sebagai lex spesialis ternyata masuk ke dalam unsur-unsur pasal
(Syahrin, 2018). PPNS keimigrasian lain yaitu Pasal 119 ayat (1) UUK bahwa setiap
melakukan penyidikan TPK berdasarkan OA yang masuk dan/atau berada di wilayah
KUHAP yang jelas berbeda proses dan tujuan Indonesia yang tidak memiliki dokumen
dari pada pemberian TAK terhadap pelanggar perjalanan dan visa yang sah dan masih
peraturan Keimigrasian. Namun Pada UUK berlaku dengan pidana penjara paling lama 5
dijabarkan mengenai wewenang seorang (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
PPNS keimigrasian dalam melakukan Rp 5.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang
69
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 4 No. 1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
70
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 4 No. 1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
Hukum Acara Pidana pada hakikatnya hukum acara pidana. Begitu pula pada kasus
adalah mengekang hak asasi manusia. Oleh TPK OAC cs. Sedangkan untuk pelaksanaan
karena itu, di satu sisi negara diberi pendetensian OAC cs. dilaksanakan
kewenangan untuk mengambil segala tindakan berdasarkan UUK.
dalam rangka penegakan hukum, akan tetapi di Pada UUK tidak dijelaskan secara
sisi yang lain kewenangan itu harus dibatasi terperinci mengenai pelaksanaan pendetensian
oleh undang-undang secara ketat. Demikian (TAK) pada proses penyidikan, yang hanya
pula setiap warga negara yang berurusan adalah salah satu wewenang dari PPNS
dengan hukum dapat melakukan gugatan keimigrasian yaitu mengadakan tindakan lain
terhadap tindakan sewenang-wenang aparat menurut hukum yang tertera pada Pasal 106
penegak hukum sepanjang gugatan tersebut huruf o UUK. Namun tidak secara gamblang
secara expresiv verbis tertuang dalam undang- dijelaskan yang dimaksud dengan tindakan
undang (Eddy, 2008). lain menurut hukum tersebut apakah termasuk
Pada hakikatnya pelaksanaan dari pengenaan TAK terhadap tersangka atau
pendetensian merupakan kekuasaan diskresi tidak.
seorang PI yang dimana memperlihatkan Di dalam KUHAP juga menyebutkan
fungsinya dalam hal menyelesaikan berbagai salah satu dari kewenangan seorang penyidik
permasalahan pelik yang membutuhkan pada Pasal 7 huruf j menyebutkan mengadakan
penanganan secara cepat atau menyelesaikan tindakan lain menurut hukum yang
soal-soal genting yang timbul dengan bertanggung jawab. Hal ini yang dapat menjadi
sekonyong-konyong dan yang peraturan dasar dikresi dari seorang PI sekaligus PPNS
penyelesainnya belum ada (Munaf, 2018). keimigrasian dalam melakukan pendetensian
Seperti yang disebutkan pada Undang- pada proses penyidikan. Kedua hal tersebut
Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang yang membuat penafsiran luas terhadap makna
adminstrasi pemerintahan bahwa dari pasal-pasal tersebut hingga timbulnya
menggunakan diskresi sesuai dengan diskresi didalam proses penyidikan berupa
tujuannya merupakan salah satu hak yang pendetensian.
dimiliki oleh pejabat pemerintahan dalam Seperti yang disebutkan pada Undang-
mengambil keputusan dan/atau tindakan, Undang Nomor 30 Tahun 2014 bahwa
dalam hal ini pengambilan keputusan menggunakan diskresi sesuai dengan
pendetensian oleh PI pada proses penyidikan tujuannya merupakan salah satu hak yang
dikarenakan pelaksanaan penahanan tidak dimiliki oleh pejabat pemerintahan dalam
dapat dilakukan dikarenakan peraturan mengambil keputusan dan/atau tindakan.
perundang-udangan. Dalam hal ini pengambilan keputusan
pendetensian oleh PI pada proses penyidikan
B. Kendala Pelaksanaan Pendetensian dikarenakan pelaksanaan penahanan tidak
dalam TPK OAC cs. dapat dilakukan dikarenakan peraturan
1. Tidak Terdapat Peraturan yang perundang-undangan.
Mengatur Mengenai Pelaksaan Di dalam kasus OAC cs penyidik merasa
Pendetensian Pada Proses TPK perlu melakukan pendetensian dikarenakan
Indonesia sebagai Negara hukum yang ancaman tindak pidana yang dilakukan OAC
menjunjung tinggi asas kepastian hukum yang cs dibawah 5 (lima) tahun sehingga tidak bisa
mengutamakan landasan ketentuan peraturan dilakukan penahanan dan juga unsur pasal
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan untuk dilakukan pendetensian yaitu berada di
dalam setiap kebijakan penyelenggaran wilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen
pemerintahan seperti yang tercantum pada perjalanan (paspor) yang sah sudah terpenuhi.
Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 Hal tersebut tentunya bertentangan
tentang Administrasi Pemerintahan. dengan teori tujuan hukum yang dikemukakan
Proses peradilan TPK mulai dari oleh Gustav Radbruch yang dimana salah satu
penyidikan, penuntutan, sampai dengan dari tujuan hukum adalah kepastian. Kepastian
persidangan semua dilakukan berdasarkan hukum akan menjamin seseorang melakukan
71
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 4 No. 1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
perilaku sesuai dengan ketentuan hukum yang terhadap terdakwa. Dari penjatuhan pidana
berlaku, sebalinya tanpa ada kepastian hukum kurungan kepada OAC cs yaitu selama 3 (tiga)
maka seseorang tidak memiliki ketentuan baku bulan dan hanya dipotong dengan masa
dalam menjalankan perilaku (Susanto, 2014). penahan yang dilakukan oleh penuntut umum
2. Masa Pendetensian Tidak Mengurangi selama 20 (dua puluh) hari ditambah
Dari Pidana yang Dijatuhkan penahanan yang dilakukan oleh hakim selama
Pelaksanaan pendetensian merupakan 30 (tiga puluh) hari tanpa memotong masa
bagian dari TAK yang mana diatur di dalam pendetensian yang dikenakan kepada
UUK yang merupakan hal berbeda dengan tersangka.
proses penyidikan TPK yang dilakukan
berdasarkan hukum acara pidana. Di dalam PENUTUP
hukum acara pidana jelas disebutkan unsur- Pendetensian merupakan bagian dari TAK
unsur apa saja yang dapat mengurangi masa yang merupakan tindakan yang hanya bisa
tahanan dari pidana yang dijatuhkan yaitu dilakukan oleh seorang PI seperti yang
adalah penagkapan dan penahanan. diamanatkan oleh UUK. Sedangkan
Dengan diadakan penahanan terhadap penyidikan merupakan bagian dari proses
seseorang tersangka/terdakwa diharapkan peradilan tindak pidana dalam hal ini TPK yang
pemeriksaan atas dirinya dapat berjalan lancar, dilakukan oleh seorang PPNS keimigrasian
karena dengan penahan itu seseorang yang pelaksanaannya berdasarkan hukum acara
tersangka/terdakwa akan lebih mudah pidana. TAK dan TPK merupakan 2 (dua) hal
diperiksa bila sewaktu-waktu diperlukan, serta yang berbeda yang dimana proses dan tujuan
sangat kecil kemungkinan barang bukti yang dari masing-masing tindakan tersebut berbeda.
berkaitan dengan kejahatan yang dilakukannya Belum ada peraturan yang secara khusus
itu dimusnahkan (Abbon, 2018). mengatur masalah tersebut. Sehingga
Masa penangkapan dan penahanan pelaksanaan pendetensian tidak mempengaruhi
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang jalanannya proses peradilan. Pada kasus OAC
dijatuhkan. Namun dari 3 (tiga) jenis penahan cs, pelaksanaan TPK tidak diatur di dalam
diantaranya penahan rumah tahanan negara, hukum acara pidana, namun PPNS
penahanan rumah, penahanan kota dikenakan keimigrasian memiliki wewenang seperti yang
pengurangan yang berbeda. Untuk penahanan diamanatkan pada Pasal 7 ayat (1) huruf j
kota pengurangan masa tahanannya seperlima KUHAP dimana penyidik memiliki wewenang
dari jumlah lamanya waktu penahanan dan untuk mengadakan tindakan lain menurut
untuk penahanan rumah dikurangi sepertiga hukum yang bertanggung jawab dan dengan
dari jumlah lamanya waktu penahanan. Hal ini dikeluarkan putusan pidana oleh hakim
disebabkan pendetensian merupakan hal yang walaupun dengan adannya tindakan lain berupa
berbeda dengan penahanan dan juga tidak pendetensian serta di ayat (2) menyebutkan
diatur terkait pengurangan masa tahanan yang dimana seorang PPNS mempunyai wewenang
disebabkan oleh pendetensian. Maka lamanya sesuai dengan undang-undang yang menjadi
masa pendetensian tidak mengurangi dari masa dasar hukumnya.
tahanan dari pidana yang dijatuhkan. Dalam pelaksanaan proses TPK OAC cs.
Padahal pada hakikatnya pendetensian dijumpai beberapa kendala yang pertama
memiliki tujuan yang sama dengan penahan adalah belum adanya peraturan yang mengatur
yaitu membatasi kebebasan dari subjeknya masalah pelaksanaan pendetensian pada proses
dengan berada di suatu tempat tertentu TPK, yang dimana pelaksanaan pendetensian
menurut peraturan perundang- undangan. Hal pada OAC cs merupakan bagian dari diskresi
tersebut akan erat kaitannya dengan hak asasi seorang PI dikarenakan pelaksanaan penahanan
manusia dalam hal ini yaitu tersangka. Dimana tidak dapat dilakukan karena ancaman
hak atas kebebasan dan kemerdekaan individu hukuman bagi OAC cs. dibawah 5 (lima) tahun.
warga negara dikesampingkan dengan tidak Lamanya masa pendetensian tidak mengurangi
diaturnya terkait masalah lamanya masa dari masa tahanan dari pidana yang dijatuhkan
pendetensian terhadap jatuhan hukuman kepada terdakwa, yang dimana pada
72
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 4 No. 1 Tahun 2021
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828
hakikatnya pendetensian memiliki tujuan yang 1981 tentang Hukum Acara Pidana, LN
sama dengan penahan yaitu membatasi Tahun 1981.
kebebasan dari subjeknya dengan berada di Indonesia. Undang-Undang Nomor 14
suatu tempat tertentu menurut peraturan Tahun 2014 tentang Administrasi
perundang-undangan. Pemerintahan, LN Tahun 2014.
Hasil wawancara dengan Alun Prahutama
DAFTAR PUSTAKA Rujito selaku Penyidik kasus TPK atas
nama OAC cs. pada hari Rabu, 2
Adji, O. S. (1966). Prasarana Dalam September 2020 Pukul 20.00 WIB di
Indonesia Negara Hukum. Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI
Simposium UI Jakarta. Bekasi
Djamali, A. (2010). pengantar hukum Hasil wawancara dengan Mulyadi selaku
Indonesia. PT. Raja Grafindo Presda. Kasi Penyidikan Wilayah I Direktorat
Eddy, O. . H. (2008). Asas-Asas Pengawasan dan Penindakan
Dalam Hukum Acara Pidana. Keimigrasian pada Direktorat Jenderal
Yogyakarta. Imigrasi pada hari Rabu, 9 September
Iman Santoso, M. (2004). Perspektif 2020 di Pengadilan Negeri Bekasi Kelas
Imigrasi : Dalam Pembangunan 1A Khusus.
Ekonomi dan Ketahanan Nasional. Hasil wawancara melalui aplikasi Zoom
Munaf, Y. (2018). Diskresi Sebagai dengan Rocky Marbun selaku dosen tetap
Kebebasan Bertindak Pemerintah. Fakultas Hukum Universitas Pancasila
Mustaghfirin, H. (2011). Sistem Hukum pada hari Selasa, 15 September 2020 Pukul
Barat, Sistem Hukum Adat, dan Sistem 13.30 WIB
Hukum Islam, Menuju Sebagai Sistem
Hukum Nasional Sebuah Ide Yang
Harmoni. Jurnal Dinamika Hukum,
11(Edsus).
https://doi.org/10.20884/1.jdh.2011.11.e
dsus.265
Soekanto, S. (2004). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta
Raja Grafindo Persada.
Susanto, N. A. (2014). Dimensi
Aksiologis dari Putusan Kasus
“ST.” Komisi Yudisial Republik
Indonesia.
Syahrin, M. A. (2018). Penerapan
Wewenang Penyidik Pegawai Negeri
Sipil dalam Melakukan Penyidikan
TPK. Seminar Hukum Nasional, 4(1),
25–49.
Waluyo, B. (2008). Penelitian Hukum Dalam
Praktek. Sinar Grafika.
Abbon, T. (2018). Penahanan dan
Penangguhan Penahanan Dalam
Teori dan Praktek. 4(Universitas
Kristen Indonesia), 34–38.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2011 tentang Keimigrasian, LN Tahun
2011.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun
73