Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN BBDM MODUL 6.

SKENARIO 1

Disusun oleh:

Your lover

2201011xxxxxx

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2020
SKENARIO KASUS

BBDM 1

Seorang Ibu memeriksakan bayi perempuannya yang berusia 18 bulan berat badan 10 kg, dengan

keluhan diare dan nyeri perut setiap hendak BAB. Diare sejak 3 hari yang lalu, frekuensi 5x

dalam 24 jam, konsistensi cair berampas, ada lendir, ada darah, tidak ada muntah sebelumnya.

Anak demam 38,7oC, onset demam bersamaan dengan diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

mata cowong, mukosa mulut kering, anak tampak rewel. Pada anus didapatkan ruam. Hasil

pemeriksaan penunjang Hb 13 gr/dl Ht 36,8%. Leukosit 27.800/mm3, trombosit 556.00 U/L.

feses rutin: leukosit 45/LPB, Eritrosit penuh /LPB, bakteri +3, kista amoeba (+). Anak lahir

spontan cukup bulan ditolong bidan langsung menangis. Anak saat ini minum susu formula, ASI

tidak diberikan sejak umur 2 bulan. Ibu menceritakan kalau botol susu dicuci dengan cara

direndam menggunakan air hangat.

TERMINOLOGI

1. Diare : Menurut WHO diare merupakan buang air besar dengan konsistensi cair
sebanyak 3x atau lebih dalam waktu 1 hari atau 24 jam. Terdapat dua kriteria penting,
yaitu BAB cair dan sering. Diare dibagi menjadi 2 yaitu diare akut adalah sebagai pasase
tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, dan berlangsungnya
kurang dari 14 hari sedangkan diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 15
hari.
2. Mata cowong : Gejala dari kondisi ketika sudah terjadi dehidrasi yang disebabkan oleh

diare.

3. Ruam : Kondisi kulit yang ditandai dengan iritasi, bengkak, atau gelembung kulit

yang diketahui dengan adanya warna merah, rasa gatal, bersisik, kulit yang mengeras

atau benjolan melepuh pada kulit.


4. Hematokrit : Sebuah tes yang membandingkan proporsi sel darah merah dengan

volume semua komponen darah (sel darah, sel darah putih, trombosit, dan plasma darah)

itu sendiri secara bersamaan (normalnya bayi usia1 tahun: 28% - 45%, dan pada anak-

anak: 36% - 40%)

5. Kista amoeba : Amoeba adalah salah satu contoh protozoa yang termasuk dalam

golongan rhizopoda atau sarcodina (berkaki semu). Pada keadaan yang tidak

menguntungkan, amoeba dapat membentuk dirinya menjadi kista. Jika keadaan diluar

telah membaik, kista amoeba akan pecah dan amoeba akan keluar untuk memulai

kembali hidupnya. Kista merupakan stadium diagnostic, sedangkan tropozoit merupakan

stadium infektif.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan lab dan feses dari pasien?

2. Apa hubungan mata cowong, mukosa mulut kering, dan anak tampak rewel terhadap

keluhan pasien?

3. Apakah terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI dan cara pencucian botol susu

dengan direndam air hangat dengan keluhan pasien?

4. Apa hubungan anus tampak ruam dengan keluhan pasien?

5. Apakah BB pasien normal berdasarkan usia? Dan apakah kaitannya BB dengan apa yang

dialami psien?

6. Apa kemungkinan diagnosis pasien pada kasus tersebut?

7. Apa yang harus dilakukan sebagai dokter umum?


ANALISIS MASALAH

1. Pemeriksaan Lab, menurut American academy of pediatric (usia 7 bulan – 2 tahun)

a. Hb 13gr/dL : Normal (N: 10,5 – 13gr/dL)

b. Ht 36,8% : Normal (N: 36% - 40%)

c. Leukosit 27.800/mm3 : Meningkat (N: 6000-17.000/mm3)

d. Trombosit 556.000 U/L : Normal (N: 250.000 – 600.000 U/L)

Feses

a. Makroskopis

- Konsistensi cair berampas : abnormal (N: agak lunak dan berbentuk)

- Lendir dan darah : abnormal (N: tidak terdapat lendir maupun darah)

 Lendir dalam keadaan normal, didapatkan sedikit sekali lendir pada feses.

Namun, jika terdapat lendir dalam jumlah banyak pada feses menandakan

adanya rangsangan atau radang pada dinding usus.

 Darah yang berwarna hitam menandakan terdapat perdarahan proximal

(seperti pada tukak lambung atau varises esofagus)

 Darah yang berwarna merah muda menandakan terdapat perdarahan distal

(seperti pada hemorrhoid atau ca rectum)

b. Mikroskopis

- Leukosit 45/LPB : Meningkat dan abnormal (N: 5-10/LPB)

 Leukosit meningkat ditemukan pada disentri basiler, colitis ulserosa, dan

peradangan.

- Eritrosit penuh/LPB : Abnormal (N: tidak ditemukan eritrosit).


 Eritrosit terlihat pada feses bila terdapat lesi pada kolon, rectum, atau anus.

Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal, eritrosit telah hancur.

- Bakteri +++ : Abnormal

 Pada disentri, bakteri Shigella, Campylobacter, E.coli, dan Salmonella.

Bakteri Shigella adalah penyebab disentri yang paling umum

- Kista Amoeba + : Abnormal (N: tidak ditemukan kista amoeba)

2. Mata cowong, mukosa mulut kering, dan anak tampak rewel merupakan tanda-tanda

dehidrasi ringan/sedang pada anak.

Gejala dehidrasi ringan/sedang (terdapat dua atau lebih dari tanda dibawah ini):

a. Rewel, gelisah

b. Mata cekung

c. Minum dengan lahap, haus

d. Cubitan kulit kembali lambat

Gejala dehidrasi berat (terdapat dua atau lebih dari tanda dibawah ini):

a. Letargis/tidak sadar

b. Mata cekung

c. Tidak bisa minum atau malas minum

d. Cubitan kulit perut kembali sangat lambat (≥2 detik)

Dari hal tersebut juga dapat ditentukan status dehidrasi yang berdasarkan kriteria dari

WHO masuk kedalam kategori B yang ditandai dengan keadaan umum yang rewel, mata

cekung, mulut dan lidah yang kering, turgor lambat. Perlu diwaspadai bila kondisi/status
hidrasi berubah menjadi derajat C yang ditandai dengan keadana umum lesu, lunglai,

mata sangat cekung, mulut sangat kering, dan turgor sangat lambat.

3. Adanya kondisi anus kemerahan disebut dengan ruam popok atau diaper dermatitis.

Kondisi ini didefinisikan sebagai kelainan peradangan kulit yang terjadi pada daerah

yang tertutup oleh popok, umunya terjadi pada bayi atau anak. Pendapat lain menyatakan

bahwa diaper rash adalah inflamasi kulit karena terkena paparan urine dan feses yang

terus menerus ditambah dengan gesekan dengan popok yang sifatnya iritatif. Pendapat

dari Andi, 2012 dalam penelitiannya menyatakan bahwa ruam popok akdalah iritasi pada

bokong bayi yang ditandai dengan warna kemerahan dan gatal yang umum terjadi bila

bayi mengalami diare. Yang perlu digaris bawahi adalah dalam patogenesis terjadinya

ruam popok adalah perianal hygiene yang buruk. Perianal hygiene berfungsi untuk

mencegah terjadinya ruampopok karena bila terdapat perianal hygiene yang buruk maka

daerah anal akan sering kontak dengan feses, dimana feses memiliki sift iritan terhadap

kulit dengan adanya enzim-enzim protease, lipase, dll. Iritasi yang disebabkan oleh enzim

tersebut dapat merusak barrier kulit, meningkatkan pH kulit, mengurai susunan protein

dan lemak kulit. Hal-hal ini kemudian dapat mendegradasi kulit dan memudahkan

organisme untuk masuk.


Demam terjadi akibat mekanisme tubuh dalam merespon zat pirogen (infeksi amoeba)

yang mengaktifkan reseptor suhu (seperti pada kondisi penurunan suhu) , dimana tubuh

akan mengkompensasinya melalui hipotalamus yang menaikkan termostat suhu, tubuh

akan memproduksi panas sampai diatas suhu normal, sehingga terjadi demam

4. Terdapat hubungan dengan riwayat ASI yang tidak diberikan secara eksklusif selama 6

bulan (2 bulan). ASI eksklusif memiliki kandungan yang spesifik dan berubah dari waktu

ke waktu sesuai dengan kebutuhan bayinya. ASI mengandung laktosa yang tinggi dimana

laktosa meningkatkan pertumbuhan bakteri usus yang baik yakni Lactobacillus bifidus.

Fermentasi laktosa menghasilkan asam laktat yang memberikan suasana asam pada usus

bayi yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Selain itu, ASI juga

mengandung lakstoferin yang bersifat bakteriostatik dan bakterisid. Laktoferin

menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan dengan zat besi sehingga tidak

tersedia lagi zat besi untuk bakteri patogen. Zat imun lain dalam ASI adalah suatu

kelompok antibiotik alami yaitu lisozim. ASI juga berperan sebagai sumber utama

imunisasi pasif selama beberapa minggu sebelum produksi endogen SIgA karena

menghasilkan SIgA (secretory IgA), dimana SIgA ini merupakan faktor protektif penting

terhadap infeksi. Faktor lain yaitu pengenceran susu formula yang tidak tepat juga dapat

mengakibatka gangguan pencernaan bayi, seperti susu yang terlalu kental dapat membuat

usus bayi susah mencerna, sehingga sebelum susu dicerna oleh usus akan dikeluarkan

kembali melalui anus yang mengakibatkan bayi mengalami diare. Selain itu, pembuatan

susu formula yang tidak menjamin bebas dari kontaminasi mikroorganisme patogen.
Menurut Akademi Pediatrik Amerika (The American Academy of Pediatrics) mencuci

botol dengan air sabun yang hangat cukup efektif untuk membersihkannya selama air

tersebut aman untuk diminum.

Namun agar efektif membunuh bakteri, diperlukan temperatur 100 derajat celcius

misalkan menggunakan alat sterilisasi uap atau sterilisasi dengan air mendidih. Kalau

botol susu terbuat dari plastik, pastikan ada label BPA (Bisphenol-A) Free, karena kalau

bahan dari BPA dididihkan dapat meningkatkan jumlah bahan kimia berbahaya dari

plastik ke dalam minuman dan menimbulkan resiko kesehatan pada si bayi

BPA itu sejenis bahan kimia yang struktur dan fungsinya mirip hormon estrogen, yang

menurut penelitian dapat mempengaruhi fungsi normal hormon tubuh dan menimbulkan

beberapa gangguan seperti obesitas, attention-deficit atau hyperactivity disorder, DM-2.

5. Berdasarkan grafik antara BB dan umur pasien ini dibawah SD 1 atau normal.

6. Disentri bakteri/parasite disertai dehidrasi ringan/sedang.

7. Berdasarkan pemeriksaan fisik, dilihat dia kemungkinan dehidrasi ringan/ sedang, maka

dr umum perlu melakukan rencana terapi B. cairan yang diberikan berdasarkan umur atau

bb anak. Lalu lanjut pemberian ASI, oralit, dan juga tablet zinc selama 10 hari.

SKEMA

Bayi 18 bln (10kg)


tidak ASI sejak 2 bln
Definisi dan etiologi
Gejala dan tanda
Patofisiologi
Diare (lendir&darah) DD
Nyeri perut saat BAB Terapi dan edukasi
Demam 38,7oC Komplikasi
Pemeriksaan Penunjang
& Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan Fisik Bakteri +3
Kista Amoeba +
DISENTRI

SASARAN BELAJAR

1. Definisi dan etiologi disentri amoeba pada anak

2. Patofisiologi disentri amoeba pada anak

3. Gejala dan tanda disentri amoeba pada anak

4. Diagnosis banding disentri amoeba pada anak

5. Komplikasi disentri amoeba pada anak

6. Tatalaksana disentri amoeba pada anak

7. Upaya preventif dan edukasi disentri amoeba pada anak

BELAJAR MANDIRI

1. Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, colitis ameba) merupakan penyakit infeksi

usus besar yang disebabkan oleh parasite usus Entamoeba histolytica. E. histolytica

merupakan protozoa usus yang apatogen di usus besar. Namun, parasite ini dapat menjadi

pathogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus

sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 macam bentuk, yaitu bentuk

tropozoit (komensal <10mm dan pathogen >10mm) dan kista (muda dan dewasa). Bentuk

tropozoit bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala oenyakit, namun cepat mati

apabila berada diluar tubuh manusia. Tropozoit komensal dapat dijumpai pada lumen

usus tanpa adanya gejala penyakit. Sedangkan, tropozoit pathogen yang dapat dijumpai

pada lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal)
mengakibatkan gejala disentri. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap penularan dari

penyakit ini. Tropozoit dapat berubah menjadi kista diduga karena kekeringan akibat

penyerapan air sepanjang usus besar. Kista ini dapat hidup lama diluar tubuh manusia,

tahan asam lambung, dan kadar klor standard di dalam sistem air minum.

Prevalensi tertinggi amebiasis ditemukan pada anak – anak usia 1-5 tahun. Amebiasis

atau disentri amoeba ditularkan melalui fekal, oral, baik secara langsung melalui tangan,

maupun tidak langsung melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai sumber

penularan yaitu tinja yang mengandung kista amoeba. Beberapa cara penularan lainnya

yaitu sanitasi buruk, pencemaran air minum, popok kotor manusia, vector lalat dan kecoa,

dan kontak langsung, seksual oral-anal pada homoseksual.

2. Patofisiologi Disentri Amoeba

Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar, dapat

berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Faktor yang

menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini masih belum diketahui

dengan pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi)

amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran. Faktor-faktor yang dapat


menurunkan kerentanan

tubuh misalnya

kehamilan, kurang gizi,

penyakit keganasan,

obat-obat

imunosupresif, dan

kortikosteroid.

Beberapa faktor

lingkungan yang dapat

berpengaruh, misalnya

suasana anaerob dan

asam (pH 0,6 – 6,5),

adanya bakteri, virus dan diet tinggi kolestrol, tinggi karbohidrat, dan rendah protein.

Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat

mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus amoeba

sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submucosa dan

muskularis melebar (mengaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus

menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Pada pemeriksaan mikroskopis

eksudat ulkus, tampak sel leukosit dalam jumlah banyak (lebih sedikit disbanding disentri

basiler). Tampak pula kristal Charcot Leyden dan kadang-kadang ditemukan trofozoit.

Ulkus yang terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan

muscular akan menjadi perforasi dan peritonitis. Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus

besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah caecum, colon
ascenden, rectum, sigmoid, apendiks, dan ileum terminalis. Infeksi kronik dapat dapat

menimbulkan reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi yang disebut ameboma, yang

sering terjadi di daerah caecum dan sigmoid. Dari ulkus di dalam dinding usus besar,

amoeba dapat bermetastasis ke hati lewat cabang vena porta dan menimbulkan abses hati.

Embolisasi lewat pembuluh darah atau pembuluh getah bening dapat pula terjadi ke paru,

otak, atau limpa, dan menimbulkan abses, akan tetapi peristiwa ini jarang terjadi.

3. Gejala dan Tanda Disentri Amoeba

Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan, maka amebiasis dapat dibagi

menjadi 5:

a. Carrier (Cyst Passer)

Pada pasien tidak terlihat gejala klinis, dikarenakan amoeba yang berada dalam

lumen usus besar dan tidak menginvasi ke dinding usus.

b. Disentri Amoeba Ringan (Amebiasis Intestinal Ringan)

Pada pasien terjadi dengan onset yang perlahan-lahan dan biasanya mengeluh

perut kembung, kadang – kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Pada

pasien juga dapat timbul diare ringan 4-5 kali dalam sehari, dengan tinja berbau

busuk dan kadang disertai lendir dan darah. Keadaan umum pasien baik, tanpa

atau disertai dengan demam ringan (subfebris). Kadang – kadang terdapat

hepatomegaly yang tidak atau sedikit nyeri tekan.

c. Disentri Amoeba Sedang (Amebiasis Intestinal Sedang)

Pada pasien terdapat gejala klinis yang lebih berat dibandingkan gejala klinis pada

disentri amoeba ringan, namun pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari –
hari seperti biasa. Pada tinja pasien ditemukan lendir dan darah, serta pasien

mengeluh kram, demam, dan lemah badan yang disertai hepatomegaly yang nyeri

ringan.

d. Disentri Amoeba Berat

Pada pasien terdapat gejala klinis yag lebih hebat lagi. Pasien mengalami diare

disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali dalam sehari. Pasien juga

mengalami demam tinggi (40oC-40,5oC), disertai mual dan anemia. Pada saat ini,

pasien tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan sigmoidoskopi dikarenakan dapat

menyebabkan perforasi usus.

e. Disentri Amoeba Kronik

Pada pasien dengan disentri amoeba kronik terdapat gejala klinis yang

menyerupai disentri amoeba ringan, serangan – serangan diare diselingi periode

normal atau asimptomatik. Kondisi ini dapat terjadi selama berbulan – bulan atau

bahkan sampai bertahun – tahun. Pasien biasanya menunjukan gejala

neurasthenia. Serangan diare biasanya terjadi karena kelelahan, demam atau

makanan yang sukar dicerna.

Pemeriksaan Fisik (inspeksi secara umum)

Pemeriksaan Fisik Abdomen

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Feses

Pemeriksaan tinja ini merupakan


pemeriksaan laboratorium yang
sangat penting. Biasanya tinja:
- Berbau busuk
- Bercampur darah
- Berlendir
Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan
pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan
sebelum pasien mendapat pengobatan.
Pada pemeriksaan tinja pasien yang tidak diare, perlu dicari bentuk kista karena
bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak
kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-
badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan inti
tidak tampak. Untuk melihat intinya, dapat digunakan larutan lugol. Namun,
dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista
sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode konsentrasi dengan
larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat kista akan
terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin kista akan
mengendap.
Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja
yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang
mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang
masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang
seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di
dalamnya. Bentuk inti akan Nampak jelas jika dibuat dengan sediaan larutan
eosin.

b. Pemeriksaan Rontgen Colon

Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali ulkus tidak

tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon dengan barium

enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect

yang mirip karsinoma

c. Pemeriksaan Sigmoidoskopi dan kolonoskopi


Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala

disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Akan

tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini akan

didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan,

mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal

d. Deteksi antigen

Antigen amoeba (Gal/Gal-Nac-Lectin) dapat ditemukan pada tinja. Teknik yang

praktis, sensitive, spesifik untuk amebiasis intestinal. Syaratnya tinja harus segar

atau disimpan dalam lemari pendingin

e. Pemeriksaan uji serologi

Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik dan

epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan (invasif).

Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan

negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis

aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.

4. Diagnosis Banding Disentri Amoeba

a. Disentri Basiler

Shigella menginfeksi lewat kontaminasi oral. Shigella memiliki enterotoxin (ShET-1)

dan dapat membuat inflamasi mukosa yang akan mengakibatkan sekresi dan
reabsorbsi air yang abnormal di jejenum dan akhirnya mengakibatkan watery

diarrhea. Selain itu, Shigella juga memiliki kemampuan melewati barrier epitel

melalui M cells sehingga ia dapat menginvasi mukosa dan mengakibatkan darah pada

feses. Shigella juga memiliki shiga toxin yang dapat disebarkan keseluruh peredaran

darah dan mengakibatkan hemolitik uremic syndrome yang dapat mengakibatkan

gejala anemia.

b. Kolitis Ulseratif

Pada pemeriksaan foto polos abdomen tampak gambaran kolon memendek dan

struktur haustra menghilang. Kadangkala usus dapat mengalami dilatasi yang berat

(toxic megacolon). Pada pemeriksaan barium enema tampak mukosa yang granuler

dan menghilangnya kontur haustra serta kolon tampak menjadi kaku seperti tabung.

Lumen menjadi sempit akibat spasme. Tetapi apabila ditemukan lesi yang segmental

maka rektum dan kolon kiri (desendens) selalu terlibat, karena awalnya kolitis

ulseratif ini mulai terjadi di rektum dan menyebar ke arah proksimal secara kontinu.

Jadi rektum selalu terlibat, walaupun rectum dapat mengalami inflamasi lebih ringan

dari bagian proksimalnya. Etiologinya masih ideopatik, namun ada beberapa faktor

yang mempengaruhi yaitu faktor familial tau genetic, faktor imunologik, faktor

psikologik, dan faktor lingkungan.

c. Giardia Lamblia

Merupakan penyebab tersering infeksi protozoa pada saluran cerna manusia dan

paling banyak ditemukan di negara-negara berkembang. Mekanisme terjadinya diare

pada infeksi giardia lamblia belum jelas. Meskipun mukosa yeyunum terlihat normal

bila dilihat dengan mikroskop cahaya, namun ternyata didapatkan berbagai bentuk
atrofi vilus seperti pemendekan dan distrofi mikrovilus. Infeksi G.lamblia dapat

bermanifestasi dalam 3 bentuk yaitu tanpa gejala, diare akut swasirna dan diare

kronik dengan atau tanpa disertai malabsorbsi. Giardiasis pada anak gizi cukup akan

sembuh dengan sendirinya setelah 3-6 minggu, namun terdapat sebagian kasus yang

mengalami diare kronik.

d. Trichuris Trichiura

Trichuris trichiura dapat ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang.

Trichuris trichiura merupakan infeksi oleh cacing usus terbesar ketiga dan merupakan

penyebab terbanyak diare karena infeksi cacing Cacing ini terutama ditemukan di

daerah panas dan lembab, seperti Indonesia. Kasus infeksi Trikhuris menunjukkan

gejala beraneka ragam mulai dari keluhan yang ringan sampai keluhan yang berat.

Gejala yang timbul dapat berupa diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri,

berat badan turun, anemia dan kadang-kadang disertai prolapse rectum

e. Kanker Kolon

Selain hal tersebut diatas perlu dipikirkan kemungkinan kanker kolon. Kebanyakan

kanker kolorektal bermula dari polip usus atau jaringan yang tumbuh di dinding

dalam kolon atau rektum. Namun, tidak semua polip akan berkembang menjadi

kanker kolorektal. Kemungkinan polip berubah menjadi kanker juga tergantung

kepada jenis polip itu sendiri. Terdapat 2 jenis polip di usus besar, yaitu Polip

adenoma. Jenis polip ini yang dapat berubah menjadi kanker, karena itu adenoma

juga disebut kondisi pra kanker. Jenis kedua adalah Polip hiperplastik. Polip jenis ini

lebih sering terjadi, dan biasanya tidak menjadi kanker. Gejala kanker kolorektal

seringkali dirasakan oleh pasien ketika kanker sudah berkembang jauh. Jenis
gejalanya tergantung kepada ukuran dan lokasi tumbuhnya kanker. Beberapa gejala

yang dapat muncul, antara lain diare atau kontipasi, BAB yang terasa tidak tuntas,

darah pada tinja, mual, muntah, kram atau kembung, lelah, BB turun tanpa sebab

yang jelas.

f. Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)

Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi epitel usus sehingga

menyebabkan kematian sel dan respon radang cepat (secara klinis dikenal sebagai

kolitis). Serogroup ini menyebabkan lesi seperti disentri basiller, ulserasi atau

perdarahan dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear dengan khas edem mukosa dan

submukosa. Manifestasi klinis berupa demam, toksisitas sistemik, nyeri kejang

abdomen, tenesmus, dan diare cair atau darah.

g. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)

Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare sendiri atau dengan

nyeri abdomen. Diare pada awalnya cair tapi beberapa hari menjadi berdarah (kolitis

hemoragik). Meskipun gambarannya sama dengan Shigelosis yang membedakan

adalah terjadinya demam yang merupakan manifestasi yang tidak umum terjadi.

Beberapa infeksi disertai dengan sindrom hemolitik uremik.

5. Komplikasi dari disentri amoeba adalah:

a. Necrotizing colitis fulminant, kasus ini termasuk jarang terjadi. Angka mortalitas

mencapai 40-87% dan termasuk kasus kegawatdaruratan.

b. Intususepsi, ini kasus yang sangat jarang. Mortalitasnya 50-100 % dan harus segera

dilakukan terapi bedah

c. Perforasi usus
d. Fistula rectovagina, akibat perforasi

e. Toksik megacolon

f. Peritonitis akibat pecahnya abses hati

g. Kejang, hipokalemi, prolapse rectum

Selain itu komplikasi akibat disentri amoeba, yaitu:

a. Komplikasi intestinal

 Perdarahan usus

Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak

pembuluh darah.

 Perforasi usus

Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar.

Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi.

 Peritonitis

Juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.

 Ameboma

Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi terbentuknya

massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid.

Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus.

 Intususepsi

Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan tindakan operasi

segera.

 Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya

jaringan ikat atau akibat ameboma.


b. Komplikasi ekstraintestinal

 Amebiasis hati.

Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi. Abses

dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah infeksi amoeba

sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar

lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening. Mula-mula terjadi hepatitis

ameba yang merupakan stadium dini abses hati kemudian timbul nekrosis fokal

kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu, membentuk abses

tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena porta, maka abses hati ameba

terutama banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi nanah kental yang steril,

tidak berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste) yang terdiri atas jaringan sel

hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang dapat berwarna kuning kehijauan

karena bercampur dengan cairan empedu.

 Abses pleuropulmonal

Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang lebih 10-20%

abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru juga dapat terjadi

akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar. Dapat pula terjadi hiliran

(fistel) hepatobronkhial sehingga penderita batukbatuk dengan sputum berwarna

kecoklatan yang rasanya seperti hati.

 Abses otak, limpa dan organ lain

Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar

maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi.

 Amebiasis kulit
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar dengan membentuk

hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau dinding perut. Dapat pula

terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasal dari anus.

6. Tatalaksana dari disentri amoeba:

a. Carrier atau Cyst Passer: amebesid luminal, misalnya; diloksanit furoat 3 x 500 mg

sehari selama 10 hari. Diyodohidroksikin 3 x 600 mg sehari selama 10 hari.

Yodoklorohidroksikin 3 x 250 mg sehari selama 10 hari.

b. Amebiasis ringan – sedang: tetrasiklin 500mg 4 kali selama 5 hari

c. Amebiasis berat: metronidazole 3 x 750 mg selama 5 – 10 hari, kloroquin fosfat

1gr/hari selama 2 hari, dilanjutkan 500mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1

mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.

Sedangkan untuk tatalaksana dehidrasi:


7. Upaya preventif utnuk pasien:

a. Selalu menjaga kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan sabun secara teratur

dan teliti.

b. Mencuci sayur dan buah yang dimakan mentah

c. Memasak makanan sampai matang

d. Selalu menjaga sanitasi air, makanan maupun udara

e. Mengatur pembuangan sampah dengan baik

f. Air minum sebaiknya dimasak dahulu karena kista akan mati bila air dipanaskan 50

oC selama 5 menit.
g. Penting sekali adanya jamban keluarga

Edukasi untuk pasien:


a. Perbanyak istirahat.

b. Minum obat sesuai yang dianjurkan dokter.

c. Jika anak Anda menggunakan popok dan memiliki infeksi bakteri, bersihkan tempat

penggantian popok dengan disinfektan, seperti cairan pemutih perabotan dan buang

popok di tempat sampah yang tertutup. Kemudian cuci tangan Anda dengan sabun

dan air hangat.

d. Menjaga kebersihan makanan atau minuman, dan alat makan agar infeksi tidak

menyebar ke orang di sekitar Anda.

e. Mengonsumsi makanan lunak, tinggi protein dan rendah serat.

f. Hindari mengonsumsi makanan yang terlalu pedas, asam, berminyak, berlemak, dan

makanan mentah.

g. Hindari mengonsumsi susu dan produk susu lainnya yang tidak dipasteuriasi.

h. Hindari mengonsumsi minuman kemasan jika segelnya rusak.

i. Cukupi kebutuhan cairan tubuh Anda dengan banyak minum air putih

Edukasi untuk MPASI


DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.

VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-53.

2. Suraatmaja S. 2010. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Denpasar: IKA FK UNUD

3. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors.

Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd edition. New York: Lange

Medical Books, 2003. 131 – 50

4. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Available

from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf

5. Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M, Marpaung B,

Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap Gastroenterologi-Hepatologi Update

2003. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 2003.

67-79.

6. IDAI. 2013. Disentri. http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/disentri. Diakses

pada 09 September 2016

7. Soewondo, Eddy Soewandojo. 2014. Amebiasis dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI.

Jakarta: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai