Anda di halaman 1dari 16

Nama : Dian Novita Sari

NIM : 18.1430.S
Kelas : 2B Sarjana Keperawatan

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak


Diare
A. Definisi

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak
dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah
padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah
buang air besar encer lebih dari 3 x sehari.

Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari)
(Depkes RI Ditjen PPM dan PLP, 2002). Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan
lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).

Berdasarkan dari pendapat para ahli maka dapat disimpulkan Diare adalah buang
air besar (BAB) yang tidak normal, berbentuk tinja cair disertai lendir atau darah atau
lendir saja, frekuensi lebih tiga kali sehari.

Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat dikelompokkan menjadi :

1. Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi sedang,
diare dengan dehidrasi ringan
2. Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih. Terbagi atas diare persiten
dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
3. Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah.

B. Etiologi
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak, meliputi :
- Infeksi virus : enterovirus (virus ECHO, coxsaxide, poliomyelitis), adenovirus,
rotavirus, astrovirus
- Infeksi parasite : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongyloides), protozoa
(entamoeba histolytica, giardia lamblia, tri chomonas nominis), jamur
(candida albicans)
b. Infeksi parental : infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA), transilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensafalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat :
- Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa)
- Monosakarida (intoleransi glukosa, fraktosa, galaktosa)
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor Makanan (makanan basi, beracun, alergi)
4. Faktor Psikologis (rasa takut dan cemas)
5. Faktor Imunodefisiensi
6. Faktor Obat-Obatan (antibiotik)
7. Faktor Penyakit Usus (colitis ulcerative, croho disease, enterocilitis)

C. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1. Gangguan Osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit
ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul
diare kerena peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
4. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam
usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut
berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut :
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme
lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang
bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam
cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada
anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi
glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga
40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh :
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
klien akan meninggal.
D. Manifestasi Klinis
1. Tanda
- Anak rewel
- Anus dan daerah sekitar anus lecet
- BB menurun
- Turgor berkurang
- Mata dan ubun-ubun besar dan menjadi cekung (pada bayi)
- Selaput lender bibir dan mulut serta kulit tampak kering
- Nadi cupat dan kecil
- Denyut jantung jadi cepat
- Tekanan darah menurun
- Kesadaran menurun
- Pucat, nafas cepat
- Buang air besar 4x/hari untuk bayi dan >3x untuk anak-anak
- Suhu tubuhnya tinggi
2. Gejala
- Tidak nafsu makan
- Lemas
- Dehidrasi
- Gelisah
- Rewel
- Oliguria
- Anuria

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Tinja
a. Makroskopis : bentuk tinja dan jumlah tinja dalam sehari kurang lebih 250mg
b. Mikroskopis : Na dalam tinja (normalnya 56-105mEq/l), Chloride dalam tinja
(normalnya 55-95 mEq/l), Kalium dalam tinja (normalnya 25-26 mEq/l), HCO 3
dalam tinja (normalnya 12-31 mEq/l)
2. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan label klining test bisa diduga
terjadi intoleransi gula
a. pH normal kurang dari 6
b. Gula tinja, normalnya tidak ada gula dalam tinja
3. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, lebih depat dilakukan
dengan pemeriksaan analisa gas darah. Dalam pemeriksaan gas darah nilai jika terjadi
alkaliosis metabolic/asidosis respiratorik maka nila CO2 lebih tinggi dari nilai O2,
sedangkan jika terjadi asidosis metabolic alkalosis respiratori maka nilai CO2 lebih
rendah dari nilai O2.
4. Pemeriksaan kadar urin dan kreatinin untuk mengetahui fool ginjal
a. Urin normal 20-40 mg/dl. Jika terjadi peningkatan maka menunjukkan adanya
dehidrasi
b. Kreatinin normal 0,5-1,5 mg/dl. Jika terjadi peningkatakan maka menunjukkan
adanya penurunan fungsi ginjal
5. Pemeriksaan darah lengkap meliputi elektroda serum, kreatinin, menunjukkan adanya
dehidrasi. Nilai normal hemoglobin adalah 13-16 g/dl, hematokrit 40-48 vol%. Pada
diare akut, hemoglobin dan hematokrit biasanya mengalami penurunan
6. Duodeual Intubation, gunanya untuk mengetahui kuman secara kuantitatif terutama
pada diare kronik. Penyebab yang ditemukan tidak ada yang berupa mikroba tunggal
baik itu Shigela, Crypto Sporodium dan E. Colienteroagregatif. Hasil pemeriksaan
duodeual intubation berupa +++ (positif 3) menunjukkan adanya 3 kuman bakteri
yang menjadi penyebab diare.
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian cairan
1) Belum ada dehidrasi
Per oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap defekasi
2) Dehidrasi ringan
- 1 jam pertama : 25-50 ml/kgBB per oral (intragastrik)
- Selanjutnya : 125 ml/kgBB per oral (intragastrik)
3) Dehidrasi sedang
- 1 jam pertama : 50-100 ml/kgBB/hari ad libitum
- Selanjutnya : 125 ml/kgBB/hari ad libitum
4) Dehidrasi berat
 Untuk anak umur 1 bulan - 2 tahun dengan berat badan 3–10 kg
 1 jam pertama : 12 ml/kgBB/jam = 3 tetes/kgBB/menit (set infus
berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes/kgBB/menit (1 set infus 1 ml
= 20 tetes)
 7 jam berikutnya : 12ml/kgBB/jam = 3 tetes/kgBB/menit (1 set infus
1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes)
 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB per oral atau intragastrik. Bila anak
tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2 tetes/kgBB/menit (set
infus 1 ml = 20 tetes)
 Untuk anak lebih dari 2 - 5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15
tetes) atau 10 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
 7 jam berikutnya : 10 ml/kgBB/jam atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml =
15 tetes) atau 4 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB oralit per oral atau intragastrik.
Bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan DG aa
intravena 2 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3
tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
 Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15
tetes) atau 7 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
 7 jam berikutnya : 10 ml/kgBB/jam atau 2½ tetes/kgBB/menit (1 ml
= 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
 16 jam berikutnya : 105 ml/kgBB oralit per oral apabila anak tidak
mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1 tetes/kgBB/menit (1
ml = 15 tetes) atau 1½ tetes/kgBB/menit (set 1 ml = 20 tetes)
 Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3 kg
 Kebutuhan cairan : 125 ml + 100 ml = 225 ml/kgBB/24jam
 Jenis cairan : 4 banding 1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO 3
1½%)
 Kecepatan : 4 jam pertama 25 ml/kgBB/jam atau 6 tetes/kgBB/menit
(1 ml = 15 tetes) atau 8 tetes/kgBB/menit (I ml = 20 tetes), 20 jam
berikutnya 150 ml/kgBB/20jam atau 2 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15
tetes) atau 2½ tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
 Untuk bayi BBLR dengan berat badan <2kg
 Kebutuhan cairan : 25 ml/kgBB/24jam
 Jenis cairan : 4 banding 1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian
NaHCO3 1½%)
 Jenis cairan : DG aa
 Jumlah cairan : 250 ml/kgBB/24jam
 Kecepatan : 4 jam pertama 60 ml/kgBB/jam atau 4 tetes/kgBB/menit
(1 ml = 15 tetes), 20 jam berikutnya 150 ml/kgBB/20jam atau 2
tetes/kgBB/menit.

G. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/hipertonik)
2. Hipernatremia
3. Hiponatremia
4. Demam
5. Asidosis metabolik
6. Hipokalemia
7. Ileus paratukus
8. Intoleransi laktosa
9. Kejang
10. Malnutrisi energi protein
11. Cardiac dysrhythmias
12. Mutah

H. Pengkajian Fokus
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan
penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan
gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
 Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2
kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
 Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan
seterusnya.
 Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,
seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
 Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud :
 Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, mulai
menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan
tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra
dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal,
bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson :
 Autonomy vs Shame and doundt
 Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari
lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk
mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,
berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut
harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri
anak.
 Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri umur 2-3 tahun :
1) Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
2) Hitungan (GK)
3) Meniru membuat garis lurus (GH)
4) Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
5) Melepas pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau
tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa
minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang.
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang >
2 detik, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

I. Fokus Intervensi
a. Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan
dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
 Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S: 36-37,50 c, RR: <40x/mnt)
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan
pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera
untuk memperbaiki defisit
2) Beri LRO (larutan rehidrasi oral)
R/ Untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui feses
3) Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk memberi minum
banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
4) Setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi
R/ Karena penelitian menunjukkan pemberian ulang diet normal secara dini
bersifat menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasi dan penurunan
berat badan serta pemendekan durasi penyakit
5) Pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis)
R/ Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
6) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt
7) Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, dan status mental setiap 4 jam atau
sesuai indikasi
R/ Untuk mengkaji hidrasi
8) Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman berkarbonat, dan
gelatin
R/ Karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan
mempunyai osmolaritas yang tinggi
9) Kolaborasi :
 Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal
ginjal (kompensasi).
 Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
 Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar
simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai
anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
10) Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan
masukkan dan keluaran, dan mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R/ Untuk menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan terhadap
aturan terapeutik

b. Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan
nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
 Nafsu makan meningkat
 BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi
lambung dan saluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah,
sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Observasi dan catat respos terhadap pemberian makan
R/ Untuk mengkaji toleransi pemberian makan
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
 terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
 obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
6) Instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat
R/ untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program terpautik

c. Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


dampak sekunder dari diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
 Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
 Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

d. Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan


peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas
kulit tidak terganggu
Kriteria hasil :
 Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
 Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban
dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak
terjadi iskemi dan irirtasi.

e. Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama di rumah sakit, klien
mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak
rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun
non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman
pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

f. Diagnosa 6 : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang


pengetahuan.
Tujuan : Keluarga memahami tentangg penyakit anaknya dan pengobatannya
serta mampu memberikan perawatan.
Kriteria hasil : Keluarga menunjukkan kemampuan untuk merawat anak, khususnya
di rumah.
Intervensi :
1) Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit anak dan tindakan terapeutik
R/ Untuk mendorong kepatuhan terhadap program terapeutik, khususnya jika
sudah berada di rumah.
2) Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan pada anak.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman pada anak serta mau
kooperatif
3) Izinkan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak sebanyak
yang mereka inginkan
R/ Untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga.
4) Instruksikan keluarga mengenai pencegahan
R/ Untuk mencegah penyebaran infeksi.
5) Atur perawatan kesehaan pascahospitalisasi
R/ Untuk menjamin pengkajian dan pengobatan yang kontinu.
6) Rujuk keluarga pada lembaga perawatan kesehatan komunitas
R/ Untuk pengawasan perawata di rumah sesuai kebutuhan

J. Pathways
K. Daftar Pustaka

Doenges,ME, et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
Aziz, Aimul Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Betz, Cecily Lynn. 2009. Pediatri. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai