Anda di halaman 1dari 6

Permodelan Lapisan lapuk dengan Seismik Refraksi dengan

Metode Plus Minus dan Hagiwara pada Lokasi SR

Aurum DATAMETRIANA
Universitas Gadjah Mada

NIM: 19/448659/PPA/05742

Abstract. This paper describes a method to estimate depth oh weathered layer. The purpose of
this work is to have a better understanding of the near-surface condition below area. The method
applied to this work is Seismic Refraction with Plus Minus and Hagiwara. There is 25 source
that located between the receiver and the ends of receiver line. The result of this method is
similar.

Kata kunci: Seismik refraksi, Metode plus minus, Metode Hagiwara, Kedalaman lapisan lapuk

1. Latar Belakang
Metode seismik refraksi merupakan salah satu metode geofisika yang banyak digunakan untuk
mengetahui mengetahui struktur bawah permukaan. Menurut sumber gelombangnya, seismik refraksi
terbagi menjadi dua yaitu seismik refraksi aktif dan seismik refraksi pasif. Seismik refraksi aktif
merupakan seismik refraksi yang memiliki sumber buatan, seperti palu, weight drop, dynamit, air gun,
dll. Sedangkan sumber seismik refraksi pasif berasal dari alam yaitu gempa bumi.
Dalam jurnal ini akan digunakan seismik refraksi aktif untuk menentukan kedalaman lapisan lapuk.
Kedalaman lapisan lapuk diperoleh dari perhitungan travel time first break. Dalam jurnal ini akan
membandingkan dua metode seismik refraksi aktif yaitu metode plus minus dan hagiwara.

2. Metodologi
2.1. Metode Plus Minus
Metode plus minus merupakan salah satu cara pengolahan seismik data refraksi menggunakan
penjumlahan travel time forward dan reverse kemudian dikurangi dengan waktu tempuh total dari
sumber ke sumber. Prinsip metode plus minus dapat terlihat pada gambar 1. Kedalaman lapisan lapuk
metode plus minus dapat menggunakan persamaan berikut
𝑣2 𝑣1 ∆𝑇𝐷
ℎ𝐷 =
√𝑣22 − 𝑣12
dengan ΔTD adalah waktu tunda.
2.2. Metode Hagiwara
Hagiwara dan Omote (1938) mengenalkan metode Hagiwara untuk mendeteksi bidang gelincir
pada di pegunungan Tyausu-yama. Posisi A dan B adalah posisi perekaman dan S adalah posisi
sumber yang berada di antara A dan B. kecepatan tanah dipermukaan, kecepatan bed-rock, dan sudut
kritis dinotasikan sebagai V1, V2, dan i. Gambar 2 menunjukkan ilustrasi yang digunakan oleh
Hagiwara dan Omote (1938)

Gambar 1. Prinsip metode plus minus (Hagedorn, 1959)

Gambar 2. Ilustrasi metode hagiwara (Hagiwara dan Omote (1938).

Dari ilustrasi diperoleh sudut kritis dan kedalaman lapisan lapuk sebagai berikut
𝑉1 𝑉1 (𝑡𝑆𝐴 + 𝑡𝑆𝐵 − 𝑡𝐴𝐵 )
sin 𝑖 = ℎ𝑠 =
𝑉2 2𝑐𝑜𝑠 𝑖

3. Paramater Akuisisi
Pada studi kasus dalam jurnal terdapat 25 kali penembakan dengan posisi penerima yang sama.
Jumlah penerima terdapat 24 kanal dengan jarak antar kanal 2m. panjang lintasan adalah 46m dan posisi
sumber beada antara penerima dan berada diujung-ujung lintasan yaitu -6m dan 52m. Lama perekaman
adalah 1.5 detik.
4. Hasil dan Pembahasan
Pada pemrosesan data seismik refraksi dilakukan picking first break. Setelah picking first break travel
time tiap titik penerima lalu diplot dalam grafik (gambar 1). Pada grafik travel time shot 1, 2 dan 3
terlihat pola travel time lapisan dua yang sama pada shot 1 dan 2. Berdasarkan kecukupan data,
Pemrposessan seismik refraksi hanya dapat dilakukan pada pasangan shot 1 dan 3 mulai dari jarak 14m
sampai 38m (gambar 2). Pasangan shot 1 dan 2 lalu shot 2 dan 3 tidak dapat dilakukan pemprosessan
data karena pada shot tersebut tidak memiliki pasangan layer kedua. Kedua pasangan tersebut dapat
dilakukan pemprosesan data jika layer 2 pada pasangan shot tersebut dilakukan phantom data dari shot
yang lain. Namun hal ini tidak dapat dilakukan karena jumlah shot yang sedikit. Tidak adanya pasangan
panthom juga berakibat data yang dapat diproses tidak dapat satu lintasan penuh.

45.0 Grafik Travel Time Shot 1, 2, dan 3


40.0 y = -0.4043x + 38.371
y = 0.4511x + 17.618
35.0
y = -0.5x + 30 y = 0.3493x + 12.393
30.0
Travel Time

25.0
20.0
15.0
10.0
y = -1.3454x + 31.322 y = -1.6204x + 83.691
5.0
y =0.0
1.2103x + 6.9569 y = 1.527x - 35.64
-10 0 10 20 30 40 50 60
-5.0 Offset
Gambar 1. Grafik travel time setiap shot. Kotak biru menunjukkan kesamaan pola refraksi

shot 1 dan 3
45.0
y = -0.4043x + 38.371
40.0 y = 0.4511x + 17.618
35.0
30.0
Travel time (ms)

25.0
20.0
15.0
10.0 y = -1.6204x + 83.691
y = 1.2103x + 6.9569
5.0
0.0
-10 -5.0 0 10 20 30 40 50 60
Offset (m)

Gambar 2. Grafik travel time shot 1 dan 3

Dari grafik travel time diperoleh persamaan garis sebagai berikut


Direct Forward Y=1.2103X+6.9569
Direct Reverse Y=-1.6204x+83.691
Refracted Forward Y=0.4511X+17.618
Refracted Reverse Y=-0.4043x+38.371
Direct split spread 1 Y=1.527X-35.64
Direct Split spread 2 Y=-1.3527X+31.44
Refracted split spread 1 y = 0.3493x + 12.393
Refracted Split spread 2 Y=-0.5x+30
Tabel 1. Persamaan garis kurva travel time

Dari grafik travel time, kecepatan lapisan yang digunakan merupakan rata-rata dari kecepatan lapisan
pertama pada shot 2 forward dan shot 2 reverse. Dari kedua persamaan garis lapisan pertama pada shot
kedua diperoleh kecepatan lapisan pertama sebesar 699.076m/s. Alasan penggunaan kecepatan lapisan
pertama dengan menggunakan shot 2 karena posisi shot berada di tengah-tengah lintasan sehingga
kecepatan lapisan 1 dapat lebih teliti.
Perhitungan kecepatan lapisan 2 untuk metode plus minus dan hagiwara cukup berbeda. Pada metode
plus minus, kecepatan lapisan 2 dengan menggunakan grafik hubungan antara offset dengan selisih
travel time (gambar 3a). Sedangkan pada metode hagiwara kecepatan lapisan 2 diperoleh dengan
menggunakan grafik hubungan antara offset dengan travel time forward dikurangai setengah delay time
atau T’AP (grafik 3.b). Kecepatan lapisan kedua metode plus minus sama dengan metode hagiwara yaitu
diperoleh sebesar 2111.486m/s.

Offset (m) vs Selisih Travel Time (ms)


15.0
Selisih Travel Time (ms)

10.0 y = 0.9472x - 23.055


5.0
0.0
-5.0 10 15 20 25 30 35 40

-10.0
-15.0 a
Offset (m)

Offset (m) vs T'AP (ms)


30.0
T'AP (ms)

25.0 y = 0.4736x + 8.9404

20.0

15.0
14 19 24 29 34 39 44
Offset (m) b

Gambar 3. Grafik yang digunakan untuk mendapatkan kecepatan lapisan 2 dengan (a) metode plus
minus dan (b) metode hagiwara
Pada metode hagiwara diperoleh nilai cos i sebesar 0.94393 atau nilai i sebesar 19.28°. Nilai
ketebalan yang diperoleh dari metode plus minus dan hagiwara menunjukkan hasil yang tidak terlalu
berbeda (table 1). Model kecepatan yang diperoleh dari metode plus minus dan hagiwara terlihat adanya
undulasi pada lapisan kedua (gambar 4).

Ketebalan lapisan lapuk


Offset (m)
Metode Plus minus Metode Hagiwara
14 5.6766922 5.65841
16 6.0471226 6.02765
18 5.7233827 5.70495
20 5.6065429 5.58849
22 6.7178317 6.69620
24 6.6914434 6.66989
26 5.9505842 5.93142
28 6.0755997 6.05603
30 5.9396984 5.92057
32 5.5956582 5.57764
34 6.8646104 6.84250
36 6.5145544 6.49357
38 6.2145064 6.19449
Tabel 1. Ketebalan lapisan 1

Gambar 3. Model lapisan 1 (a) metode plus minus dan (b) metode hagiwara.
5. Kesimpulan
Dari hasil pengolahan data seismik refraksi dengan menggunakan metode plus minus dan hagiwara,
diperoleh nilai kecepatan lapisan 2 yang serupa. Lapisan pertama dengan menggunakan metode
hagiwara sedikit lebih dangkal disbanding metode plus minus. Model yang dihasilkan antara metode
plus minus denga hagiwara terlihat sama.

Referensi
[1] Hagedoorn, J. G., 1959, The Plus-Minus Method Of of Interpreting Seismik Refraction Section,
European Association of Exploration Geophysicists Vol.7, London.
[2] Hagiwara, T. and Omote, S., 1938, Land Creep at Mt. Tyausu-yama (Determinating of Slip Plane
by Seismik Prospecting). Earthquake Research Intitute.
[3] Hartantyo, E., 2020, ppt: Seismik Bias (Refraction Seismology),Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai