Anda di halaman 1dari 15

Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan

1. Masalah Pemerataan Pendidikan


Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk
memperoleh pendidikan.

Masalah pemerataan pendidikan ini timbul apabila masih banyak warga negara
khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem atau lembaga
pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada awalnya, di Indonesia
pemerataan pendidikan itu telah dinyatakan di dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1950
sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada Bab XI, Pasal 17 berbunyi:

“Tiap-tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima
menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan
pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.”

Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika anak-anak


usia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar
berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti
perkembangan kemajuan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia,
baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan demikian
mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat derap pembangunan.

Tujuan yang terkandung dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut, yaitu


menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan, maka setelah
pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya
pemerataan mutu pendidikan.
Banyak macam pemecahan yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk
meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
langkah-langkah yang ditempuh melalui cara-cara konvensional dan cara inovatif :
Cara konvensional antara lain :
a. Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
Sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah
membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat/ keluarga yang kurang mampu agar mau
menyekolahkan anaknya.
Cara inovatif antara lain :
a. Sistem Pamong (Pendidikan Oleh Masyarakat, Orang Tua dan Guru) atau Inpacts
Sistem (Instructional Management by Parent, Community and Teacher). Sistem ini
dirintis di Solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi.
b. SD kecil pada daerah terpencil.
c. Sistem Guru Kunjung.
d. SMP Terbuka (ISOSA – In School Out off School Approach).
e. Kejar paket A dan B.
f. Belajar jarak jauh, seperti Universitas Terbuka.
2. Masalah Mutu Pendidikan
Masalah mutu pendidikan berkaitan erat dengan ketersediaan akses pada semua jenjang
pendidikan, yang mana kondisi di Indonesia masih belum merata terutama di daerah
pedesaan yang masih rendah bila dibandingkan dengan di kota. (Meirawan, 2010: 126-127).
Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu. Kondisi mutu
pendidikan di seluruh tanah air menunjukan bahwa di daerah pedesaan utamanya di daerah
terpencil lebih rendah daripada di daerah perkotaan, acuan usaha pemerataan mutu
pendidikan bermaksud agar sistem pendidikan khususnya sistem persekolahan dengan segala
jenis dan jenjangnya di seluruh pelosok tanah air (kota atau desa) mengalami peningkatan
mutu pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing.
Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal
yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen sebagai berikut :
a. Menyeleksi lebih rasional terhadap masukan mentah untuk SLTA dan PT.
b. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
c. Penyempurnaan kurikulum.
d. Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk
belajar.
e. Penyempurnaan sarana belajar.
f. Peningkatan administrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran.
g. Kegiatan pengendalian mutu yang berupa kegiatan – kegiatan :
1) Laporan-laporan penyelengaraan pendidikan oleh semua lembaga pendidikan.
2) Supervisi dan monitoring pendidikan oleh pemilik dan pengawas.
3) Sistem pendidikan nasional atau negara seperti EBTANAS, Sipenmaru atau
UMPTN.
4) Akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu lembaga.
3. Masalah Efisiensi Pendidikan
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan
menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya
hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi. Jika terjadi sebaliknya efisiensinya
berarti rendah.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah :
a. Bagaimana tenaga pendidikan difungsikan.
b. Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan.
c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan.
d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Langkah- langkah yang harus dilakukan dalam meningkatkan efisiensi pendidikan
menurut Fattah (2000) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pemerataan kesempatan memasuki sekolah (equality of access).


b. Pemerataan untuk bertahan di sekolah (equality of survival).
c. Pemerataan kesempatan untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar (equality of
output).
d. Pemerataan kesempatan menikmati manfaat pendidikan dalam kehidupan
masyarakat (equality of outcame).
4. Masalah Relevansi Pendidikan
Relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan
luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang
digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang
beraneka ragam seperti sektor produksi, sektor jasa, dan lain-lain. Jika sistem pendidikan
menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang aktual (yang
tersedia) maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh
lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi. Sebenarnya kriteria relevansi
seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan
pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara lain sebagai beriku :
a. Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.
b. Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai, yang ada ialah siap
kembang.
c. Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan sebagai
pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak
tersedia.
Upaya pemecahan masalah sekaligus peningkatan relevansi dalam sistem pendidikan
bertujuan agar hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dalam arti dapat
memberi dampak bagi pemenuhan kebutuhan peserta didik, baik kebutuhan kerja, kehidupan
di masyarakat dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Langkah-langkah yang harus
dilakukan adalah dengan cara sebagai berikut :

a. Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya semua warga negara


yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
b. Dapat mencapai hasil yang bermutu, artinya perencanaan, pemrosesan pendidikan
dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
c. Dapat terlaksana secara efisien, artinya pemrosesan pendidikan sesuai dengan
rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
d. Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya hasil pendidikan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

5. Keterkaitan Permasalahan Pendidikan


Pada kenyataannya pelaksanaan pendidikan di lapangan, ada keterkaitan diantara
masalah-masalah pokok pendidikan. Bahkan mungkin muncul ke permukaan dengan bobot
yang tidak sama.
Pada dasarnya pembangunan di bidang pendidikan tentu menginginkan tercapainya
pemerataan pendidikan dan pendidikan yang bermutu sekaligus. Ada dua faktor yang dapat
dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang bermutu belum dapat diusahakan
pada saat demikian, yaitu:
Pertama: gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan
pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana dan daya.
Kedua: kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya
peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga
pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, dan sarana yang tidak
memadai.
Meskipun demikian pemerataan pendidikan tidak dapat diabaikan karena upaya
tersebut, terutama pada saat suatu bangsa sedang memulai membangun mempunyai tujuan
ganda, yaitu disamping tujuan politis (memenuhi persamaan hak bagi rakyat banyak) juga
tujuan pembangunan, yaitu memberikan bekal dasar kepada warga negara agar dapat
menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk mengembangkan diri sehingga
dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
Dalam uraian tersebut tampak bahwa masalah pemerataan berkaitan erat dengan
masalah mutu pendidikan.
Bertolak dari gambaran tersebut terlihat juga kaitannya dengan masalah efisiensi.
Karena kondisi pelaksanaan pendidikan tidak sempurna, maka dengan sendirinya
pelaksanaan pendidikan dan khususnya proses pembelajaran berlangsung tidak efisien. Hasil
pendidikan belum dapat diharapkan relevan dengan kebutuhan masyarakat pembangunan,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Faktor utama yang mempengaruhi masalah pendidikan

1. Perkembangan IPTEK dan Seni


a. Perkembangan Iptek
Terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dengan iptek (ilmu pengetahuan
dan teknologi). Ilmu pengetahuan merupakan hasil eksplorasi secara sistem dan
terorganisasi mengenai alam semesta, dan teknologi adalah penerapan yang
direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
Sebagai contoh betapa eratnya hubungan antara pendidikan dengan iptek itu,
misalnya sering suatu teknologi baru yang digunakan dalam suatu proses produksi
menimbulkan kondisi ekonomi sosial baru lantaran perubahan persyaratan kerja, dan
mungkin juga penguraian jumlah tenaga kerja atau jam kerja, kebutuhan bahan-
bahan baru, sistem pelayanan baru, sampai kepada berkembangnya gaya hidup baru,
kondisi tersebut minimal dapat mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan
metodenya, bahkan mungkin rumusan baru tunjangan pendidikan, otomatis juga sarana
penunjangnya seperti sarana laboratorium dan ketenangan. Semua perubahan
tersebut tentu membawa masalah dalam skala nasional yang tidak sedikit memakan
biaya. Hal ini disinggung dalam butir 3 masalah efisiensi pendidikan tentang perubahan
kurikulum.
Contoh diatas memberikan gambaran pengaruh tidak langsung iptek terhadap
sistem pendidikan. Di samping pengaruh tidak langsung, juga banyak pengaruh yang
langsung terhadap sistem pendidikan dalam bentuk berbagai macam inovasi atau
pembaruan dengan aksentuasi tujuan yang bermacam-macam pula.
Hampir setiap inovasi mengundang masalah. Pertama, karena belum ada jaminan
bahwa inovasi itu pasti membawa hasil. Kita sudah banyak mendapatkan pengalaman
dalam hal ini. Kedua, pada dasarnya orang merasa ragu dan gusar jika menghadapi hal
baru. Umumnya lebih suka mengerjakan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan rutin
dan ragu menerima hal baru yang belum dikenal.
Masalahnya ialah bagaimana cara memperkenalkan suatu inovasi agar orang
menerimanya. Lazimnya suatu inovasi baru disebarluaskan setelah lebih dahulu
diujicobakan dalam ruang lingkup terbatas. Malah pertama muncul pada tahap uji coba,
karena biasanya memerlukan biaya.
Selanjutnya masalah muncul pada tahap penyebarluasan pelaksanaan hasil uji
coba (diseminasi). Pada tahap ini masalah mencakup banyak hal. Seperti dana,
penyediaan prasarana dan saran, ketenagaan , kurikulum,beserta penunjangnya, dan
seterusnya yang merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan masalah baru,
misalnya antara lain karena kurang cermatnya rancangan yang dibuat.
b. Perkembangan Seni
Aktivitas kesenian mempunyai andil yang cukup besar dalam membentuk
manusia Indonesia seutuhnya (tujuan pendidikan). Secara khusus kesenian dapat
mengembangkan domain atau aspek efektif dari peserta didik khususnya emosi yang
positif dan konstruktif serta keterampilan di samping domain kognitif yang sudah
digarap melalui program/bidang studi yang lain.
Dunia seni telah mengalami perkembangan yang pesat dan semakin mendapat
tempat dalam kehidupan masyarakat. Keadaan seperti ini, sudah barang tentu akan
menimbulkan masalah baru dalam bidang pendidikan. Jika seni dikembangkan melalui
sistem pendidikan, maka permasalahan baru akan muncul antara lain ketersediaan
sarana dan prasarana ketenagaan kesenian di lembaga pendidikan seperti di sekolah.
2. Laju Pertumbuhan Penduduk
a. Pertambahan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk yang pesat, akan menyebabkan berkembangnya
masalah pendidikan. Misalnya, masalah pemerataan. Dengan pertumbuhan penduduk
yang pesat, maka jumlah anak usia sekolah akan semakin besar atau banyak. Jika daya
tampung sekolah tidak bertambah, maka sebagian dari mereka terpaksa untuk tidak
bersekolah. Jika ditampung juga maka rasio guru siswa akan semakin besar.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka penyediaan prasarana dan sarana
pendidikan beserta komponen penunjang terselenggaranya pendidikan harus ditambah.
Dan ini berarti beban pembangunan nasional menjadi bertambah.
b. Penyebaran Penduduk
Penyebaran penduduk yang tidak merata di Tanah Air akan menimbulkan
masalah baru. Misalnya bagaimana merencanakan dan menyediakan saran pendidikan
yang dapat melayani daerah padat (kota) dan daerah terisolasi yang anak usia
sekolahnya tidak seberapa atau jarang. Sebaran penduduk seperti digambarkan itu
menimbulkan kesulitan dalam penyediaan sarana pendidikan. Sebagai contoh adalah
dibangunnya SD kecil untuk melayani kebutuhan akan pendidikan di daerah terpencil
pada Pelita V, di samping SD yang reguler. Belum lagi kesulitan dalam hal penyediaan
dan penempatan guru. Peristiwa ini menimbulkan pola yang dinamis dan labil yang
lebih menyulitkan perencanaan penyediaan sarana pendidikan. Pola yang labil ini juga
merusak pola pasaran kerja yang seharusnya menjadi acuan dalam pengadaan tenaga
kerja.
3. Aspirasi Masyarakat
Kecenderungan aspirasi masyarakat semakin meningkat dar tahun ke tahun sudah
terlihat. Masyarakat sudah melihat bahwa pendidikan akan lebih menjamin memperoleh
pekerjaan yang layak dan menetap atau akan meningkatkan status sosial mereka.
Peningkatan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan ini akan mengakibatkan anak-
anak (juga remaja maupun dewasa) akan menyerbu dan membanjiri sekolah (lembaga
pendidikan). Kondisi seperti ini akan menimbulkan beberapa hal yang tidak dikehendaki
seperti sistem seleksi penerimaan siswa pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi
kurang objektif, jumlah murid dan siswa perkelas melebihi yang semestinya, jumlah kelas
setiap sekolah semakin membengkak, diadakan nya kesempatan belajar bergilir pagi dan sore
dengan pengurangan jam belajar, kekurangan sarana belajar, kekurangan guru, dan
seterusnya.
4. Keterbelakangan Budaya dan Sarana
Keterbelakangan budaya adalah suatu istilah yang diberikan oleh sekelompok
masyarakat (yang menganggap dirinya sudah maju) kepada masyarakat lain pendukung suatu
budaya. Bagi masyarakat pendukung budaya, kebudayaannya pasti dipandang sebagai
sesuatu yang bernilai dan baik. Terlepas dari kenyataan apakah kebudayaannya tersebut
tradisional atau sudah ketinggalan zaman. Karena itu penilaian dari masyarakat luar itu
dianggap subjektif. Semestinya masyarakat luar itu bukan harus menilainya melainkan hanya
melihat bagaimana kesesuaian kebudayaan tersebut dengan tuntunan zaman. Jika sesuai
dikatakan maju dan jika tidak sesuai lalu dikatakan terbelakang. Keadaan seperti ini sudah
jelas akan menimbulkan masalah bagi pendidikan. Yang menjadi masalah ialah bahwa
kelompok masyarakat yang terkebelakang kebudayaannya tidak ikut berperan serta dalam
pembangunan, sebab mereka kurang memiliki dorongan untuk maju. Jadi inti
permasalahannya antara lain bagaimana menyadarkan mereka akan keterbelakangan atau
ketertinggalannya, bagaimana cara menyediakan sarana kehidupan dengan lebih baik,
khususnya bagaimana sistem pendidikan dapat menjangkau dan melibatkan mereka sehingga
mereka keluar dari keterbelakangan tersebut.

Permasalahan Aktual Pendidikan dan Penanggulangannya


1. Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran.
Masalahnya apakah sistem pendidikan kita memberi peluang demi terjadinya
pengalaman-pengalaman tersebut. Kelihatannya banyak hambatan yang harus dihadapi,
antara lain :
1) Beban kurikulum sudah terlalu sarat
2) Pendidikan afektif sulit diprogramkan secara eksplisit, karena dianggap menjadi
kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) yang keterlaksanaannya sangat
tergantung kepada kemahiran dan pengalaman guru.
3) Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan waktu, sehingga memerlukan
ketekunan dan kesabaran pendidik.
2. Masalah Kurikulum
Yang menjadi masalah ini ialah bagaimana sistem pendidikan dapat membekali peserta
didik untuk terjun kelapangan kerja (bagi yang tidak melanjutkan sekolah) dan memberikan
bekal dasar yang kuat untuk keperguruan tinggi (bagi mereka yang ingin lanjut). Kedua
macam bekal tersebut sudah mulai diberikan sejak dini. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 160 Tahun 2014 tentang pemberlakuan Kurikulum Nasional
Tahun 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Kurikulum Nasional 2013,
dalam pasal 4 dinyatakan bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah dapat melaksanakan
Kurikulum Nasional Tahun 2006 paling lama sampai dengan tahun pelajaran 2019/2020.
Pasal tersebut memberikan dasar bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan akan
dijalankan maksimal pada tahun 2020, jadi setelah tahun 2020 akan dijalankan Kurikulum
Nasional 2013.
3. Masalah Peranan Guru
Dahulu sebuah sekolah sudah dapat beroperasi jika ada murid dan ruangan tempat
belajar dengan beberapa sarana seperlunya. Guru merupakan satu-satunya sumber belajar, ia
menjadi pusat tempat bertanya. Tugas guru memberikan ilmu pengetahuan kepada murid.
Cara demikian dipandang sudah memadai karena ilmu pengetahuan guru belum berkembang,
cakupannya masih terbatas. Kebutuhan hidup dewasa ini masih sederhana. Dewasa ini berkat
perkembangan iptek yang demikian pesat bahkan merevolusi, sejak abad-19. Bagi seorang
guru tidak mungkin lagi menguasai seluruh khasanah ilmu pengetahuan walau dalam
bidangnya sendiri yang ia tekuni.
Dari sisi kebutuhan murid, guru tidak mungkin seorang diri melayaninya. Untuk
memandu proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti
konselor (guru BP), pustakawan, laborat dan teknisi, sumber belajar.
4. Masalah Wajib Belajar 12 Tahun
Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara
Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Wajib belajar ini
merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas).
Meskipun wajib belajar sudah disuarakan sejak lama, namun penuntasannya masih
belum tercapai. Banyak masalah yang timbul dalam pelaksanaan wajib belajar, terutama di
daerah pedesaan dan daerah pegunungan/terpencil. Penyebab ketidaktuntasan wajib belajar
dapat diidentifikasi atas beberaa hal diantaranya ialah (1) masyarakat memiliki kondisi
ekonomi yang lemah, (2) sosial budaya masyarakat yang kurang mendukung, (3) ku-rangnya
sarana pendidikan, (4) rendahnya kualitas dan dedikasi guru, (5) letak geografis yang sulit
dijangkau, (6) keterbatasan informasi, dan (7) persepsi masyarakat yang menganggap kurang
pentingnya pendidikan bagi dirinya sendiri.

Upaya Penanggulangan Masalah Aktual pendidikan

Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah-masalah aktual


seperti telah dikemukakan pada butir 1, antara lain sebagai berikut :
1. Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terprogram tidak cukup berlangsung hanya
secara insidental.
2. Perlunya persiapan yang matang dari pemerintah agar penerapan kurikulum tersebut
bisa mencapai tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
3. Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan belajar ke perguruan tinggi
dengan yang akan terjun kemasyarakat merupakan hal yang prinsip, karena pada
dasarnya tidak semua siswa secara potensial mampu belajar diperguruan tinggi.
4. Pendidikan tenaga kependidikan (prajabatan dan dalam jabatan) perlu diberi perhatian
khusus, oleh karena tenaga kependidikan khususnya guru menjadi penyebab utama
lahirnya sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan.
5. Dinas Pendidikan Kabupaten dalam mengelola anggaran memperioritaskan kebutuhan
yang penting dan mendesak sehingga anggaran yang ada dapat dialokasikan sesuai
dengan kebutuhan, sekolah menerima peserta didik sesuai sistem zonasi dan sesuai
dengan daya tampung sekolah dan peserta didik boleh mendaftar di luar wilayah zonasi
apabila jumlah sekolah yang ada di Kabupaten belum merata, Dinas Pendidikan dan
sekolah melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pendidikan dan
melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah
seperti perayaan hari kemerdekaan dan lain-lain, pemerintah dan sekolah melakukan
sosialisai kepada masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam pendidikan tanpa dipungut
biaya dan memberikan beasiswa kepada masyarakat yang kurang mampu, bagi sekolah
yang kekurangan sarana dan prasarana misalnya kekurangan ruang kelas, laboratorium
komputer dan komputer maka sekolah.

KELEMBAGAAN, PROGRAM, DAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN


PENDIDIKAN

1. Kelembagaan Pendidikan
Badan lembaga/pelakasana yang terlibat dalam kegiatan penjaminan mutu, baik tingkat
dasar, menengah maupun perguruan tinggi adalah sebagai berikut.
1) Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) adalah badan independen yang bertugas
mengembangkan, memantau, dan mengevaluasi SNP.
2) Departemen, adalah departemen yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
3) Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya disebut LPMP adalah unit
pelaksana teknis departemen yang berkedudukan di provinsi dan bertugas untuk
membantu pemerintah daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan
bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan
nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk
mencapai standar nasional pendidikan.
4) Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah yang selanjutnya disebut BAN-S/M
adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan.
5) Badan Akreditasi Nasional Perguruan TinggiNon Formal yang selanjutnya disebut
BAN-PT adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program
dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan.
6) Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut BAN-PT
adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
7) Menteri, adalah mentri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

2. Jenis Program Pendidikan


Jenis program pendidikan dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan
tujuannya. (UU No. 20 Tahun 2003 Bab I pasal 1). Program pendidikan yang termasuk jalur
pendidikan sekolah terdiri dari:

a. Pendidikan Umum (SD, SMP, SMA)


b. Pendidikan Kejuruan (STM, SMK)
c. Pendidikan Luar Biasa
d. Pendidikan Kedinasan
e. Pendidikan Keagamaan

3. Pengelolaan Pendidikan
Pengelolaan Pendidikan adalah suatu  proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengendalian upaya anggota organisasi dimana keempat proses tersebut
mempunyai fungsi masing-masing untuk mencapai suatu tujuan organisasi.
Kegiatan dalam sistem pendidikan nasional secara umum meliputi dua jenis yaitu
pengelolaan pendidikan dan kegiatan pendidikan. Pengelolaan pendidikan meliputi kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan pengembangan.
Pengelolaan pendidikan sebagi upaya untuk menerapkan kaidah-kaidah administrasi
dalam bidang pendidikan. Pengelolaan pendidikan dapat juga diartikan sebagai serangkaian
kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, memotivasi, mengendalikan dan
mengembangkan segala upaya di dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya
manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan pendidikan.

FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENUNJANG PELAKSANAAN PENGELOLAAN


PENDIDIKAN
Berikut ini adalah beberapa faktor penghambat pelaksanaan pengelolaan pendidikan.

a. Sarana dan Prasarana yang Kurang Memadai


Sarana dan Prasarana adalah suatu yang penting dalam pelaksanaan pengelolaan
pendidikan.
b. Ketidakseimbangan dan Daya Tampung
Hal ini berhubungan dengan poin di atas. Dengan banyaknya peserta didik yang
melebihi daya tampung, tentu saja mereka akan kekurangan fasilitas.
c. Kualitas dan Kuantitas Pengajar
Tenaga pengajar mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pengelolaan pendidikan.
Tenaga pengajar yang akan melaksanakan segala bentuk perubahan yang terjadi dalam dunia
pendidikan secara operasional.
d. Masalah Pembiayaan Pendidikan
Ini faktor penghambat yang besar dalam pelaksanaan pengelolaan pendidikan.
Rendahnya pembiayaan pendidikan ini seakan sudah menjadi wacana publik yang selalu
dicarikan jalan keluarnya. Akan tetapi, karena permasalahan pembiayaan pendidikan ini
begitu rumit, sehingga upaya penyelesaian masalah belum bisa tuntas.
e. Masalah Kebijakan Pendidikan

Terkadang, ada beberapa kebijakan pendidikan yang belum mampu memberikan


dampak perbaikan yang berarti. Mulai dari kebijakan yang menyangkut kurikulum tingkat
satuan pendidikan, akreditasi sekolah, penyediaan anggaran Bantuan Operasional Sekolah,
akses buku murah dari website, ujian akhir nasional berbasis komputer, sampai peningkatan
mutu guru melalui peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi, nampaknya belum
berhasil menunjukkan mutu yang menggembirakan.

Beberapa faktor penunjang pelaksanaan pengelolaan pendidikan.

a. Adanya Kinerja Pengurus yang Baik


Di suatu lembaga pendidikan tentunya terdapat pengurus dan tenaga pendidik yang
turut serta dalam mengembangkan keberadaan pendidikan, hal ini juga sejalan dengan realita
yang ada.
b. Tenaga Pendidik dan Kependidikan yang Berkualitas
Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dialogis; mempunyai komitmen
serta professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan memberi teladan dan menjaga
nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan
kepadanya.
c. Proses Pembelajaran yang Berkualitas
Dalam proses pembelajaran juga terdapat kurikulum yang menyertai peseta didik di
setiap pembelajarannya. Tujuannya untuk memenuhi kurikulum serta minat bakat dari peserta
didik. Fondasi kurikulum diperlukan mengingat peranan dan fungsi kurikulum yang sangat
penting bagi pendidikan peserta didik.
d. Orang Tua atau Wali
Orang tua atau wali turut mendukung dalam peraturan yang dijalankan. Keberadaan
sistem pengajaran di sebuah lembaga pendidikan yang merupakan elemen penting dalam
pendidikan demi tercapainya belajar yang baik bagi para peserta didik. Dengan adanya orang
tua yang mendukung terhadap sistem pengajaran yang telah ditentukan maka hubungan antar
orang tua dengan pengurus dapat terjalin dengan sangat baik.
e. Sarana dan Prasarana yang Menunjang
Usaha pemenuhan tersebut, antara lain harus dilakukan usaha-usaha berikut: pengadaan
sarana dan prasarana; merenovasi sarana dan prasarana; meningkatkan perawatan sarana dan
prasarana; meningkatkan keamanan; serta mengembangkan sarana dan prasarana yang
bertaraf internasional.

ESENSI PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN DAN TITIK TEMUNYA

Pembangunan dalam bidang pendidikan di Indonesia dapat dilacak sejak awal


kemerdekaan, walaupun benih-benih semangat pendidikan dapat dirunut jauh sebelum masa
tersebut. Wajah pemabangunan pendidikan dapat kita bentangkan dengan melihat tujuan
pendidikan nasional. Secara umum tujuan pendidikan nasional mencakup :

1. Mencerdaskan kehidupan bangsa.


2. Mengembangkan konsep manusia seutuhnya.
3. Konsep manusia yang bermoral religius, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan, cakap,
sehat, dan sadar sebagai warga bangsa.

Peranan pendidikan dalam pembangunan nasionla memuncul dua paradigma yang


menjadi kiblat bagi pengambilan kebijakan dalam dunia pendidikan, yaitu Paradigma
Fungsional dan Paradigma Sosialisasi. Paradigma fungsional melihat bahwa keterbelekanga
dan kemisikinan penduduk dikarenakan Negara tidak cukup penduduk yang memiliki
pengetahuan, kemampuan, dan sikap modern. Menurut pengalaman masyarakat barat,
lembaga suatu pendidikan formal sistem persekolahan merupakan lembaga utama
pengembangan pengetahuan. Hal ini menunjukkan adanya kaitan yang erat antara pendidikan
formal dan partisipasi dalam pembangunan. Sedangkan paradigm sosialisasi melihat bahwa
pendidikan harus diperluas secara besar-besaran dan menyeluruh, kalau suatu bangsa ingin
kemajuan. Karena dua paradigm tadi bermunculanlah berbagai kebijakan yang dibuat oleh
lembaga suatu pendidikan.

Titik temu dari pendidikan dan pembangunan yaitu adalah :

1. Pendidikan merupakan usaha ke dalam diri manusia sedangkan pembangunan


merupakan usaha keluar dari manusia
2. Pendidikan Menghasilkan sumber daya tenaga yang menunjang pembangunan dan hasil
pembangunan dapat menunjang pendidikan.
SUMBANGAN PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN

Ada beberapa sumbangan yang diberikan pendidikan untuk pembangunan, dapat dilihat
dari beberapa segi :

a. Segi Sasaran Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha sadar yang ditunjukkan kepada peserta didik agar
menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi. Jadi, tujuannya
adalah perwujudan citra manusia yang dapat menjadi sumber daya pembangunan yang
manusiawi.

b. Segi lingkungan

 Lingkungan Keluarga, dalam kelurga dilatih berbagai kebiasaan yang baik tentang
hal yang berhubungan dengan kecekatan, kesopanan dan moral

 Lingkungan sekolah, di Sekolah peserta didik dibimbing, untuk memperluas bekal


yang telah diperoleh dari lingkungan keluarga berupa pengetahuan, keterampilan,
dan sikap.

 Lingkungan masyarkat, disebut juga dengan lingkungan non formal, disini diberikan
bekal praktis untuk berbagai jenis pekerjaan.

c. Segi jenjang pendidikan

Jenjang pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah (SM), pendidikan tinggi (PT)
memberikan bekal pendidikan secara berkesinambungan. Pendidikan dasar merupakan dasar
pendidikan yang memberikan bekal dasar bagi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Setiap jenjang pendidika akan memberikan kesinambungan. Apabila dari dasarnya sudah
berkualitas, maka kedepannya pendidikan tersebut juga akan berkualitas.

Selain yang dijabarkan di atas tadi ada beberapa sumbangan yang diberikan pendidikan
untuk pembangunan :

1. Memajukan bidang teknologi

Kala ini teknologi sedang gencar-gencarnya melakukan berbagai inovasi. Sebenarnya


asal muasal teknologi adalah dari pendidikan yaitu, ilmu pengetahuan. Sehingg orang
atau beberapa inovator diluar sana bisa membuat teknologi. Yang berguna untuk
mempermudah kehidupan manusia dalam melaksanakan kehidupan.

2. Melestarikan nilai-nilai insani

Dengan adanya hal ini akan menuntun jalan kehidupan sehigga keberadaannya baik
individu ataupun social lebih bermakna, dan juga di era pembangunan ini banyak sekali
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi baik itu di bidang pendidikan atau bidang
yang lain. Penyimpangan disini memiliki konatasi mengarah pada hal yang buruk,
dengan adanaya pelestarian nilai-nilai insani ini diharapkan akan menjadi pegangan
atau pedoman dalam menjalani berbagai kehidupan.

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa

Sesuai tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan adanya pendidikan ini akan membantu
bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan yang awalnya telah dipikirkan oleh para
pahalwan bangsa. Pendidikan akan menjadi bidang yang paling berkontribusi dalam
tujuan ini. Karena generasi unggul dilahirkan melalui pendidikan yang berkualitas dan
bermutu.

4. Melek pendidikan

Seiring perkembangan zaman dan seiring pembangunan yang dilakukan bangsa


Indonesia. Masyarakat mulai membuka mata dengan hadirnya pendidikan. Mereka
yang awalnya meremehkan pendidikan, kini pendidikan telah bersahabat dengan
mereka. Bahkan sebagian masyarakat ada yang beranggapan seperti ini “anak saya
harus lebih baik dari saya”. Hal ini menandakan bahwa semakin luasnya pembangunan
yang sontak dilakukan indonsia, maka semakin baik pula pandangan tentang
pendidikan di Indonesia.

4 PILAR PENDIDIKAN
1. Learning to know (belajar untuk mengetahui)
Learning to know mengandung makna bahwa belajar tidak hanya berorientasi pada
produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi pada proses belajar yang
melibatkan akusisi dan pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
berfungsi di kehidupan nyata. Dalam proses belajar ini, peserta didik bukan hanya menyadari
apa yang harus dipelajari tetapi juga diharapkan menyadari bagaimana cara mempelajari apa
yang seharusnya dipelajari.
2. Learning to be (belajar untuk menjadi)
Learning to be mengandung arti bahwa belajar adalah proses untuk membentuk
manusia yang memiliki jati dirinya sendiri. Oleh karena itu, pendidik harus berusaha
memfasilitasi peserta didik agar bealajar mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu
yang berkepribadian utuh dan bertanggung jawab sebagai individu sekaligus sebagai anggota
masyarakat.
3. Learning to do (belajar untuk menerapkan)
Learning to do mengandung makna bahwa belajar bukanlah sekedar mendengar dan
melihat untuk mengakumulasi pengetahuan, akan tetapi belajar juga melakukan sesuatu
aktivitas dengan tujuan akhir untuk menguasai kompetensi yang diperlukan dalam
menghadapi tantangan kehidupan.
4. Learning to life together (belajar untuk hidup bersama)
Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama melalui proses kerjasama.
Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam masyarakat global dimana
manusia baik secara individual maupun secara kelompok tidak mungkin dapat hidup sendiri
atau mengasingkan diri dari masyarakat sekitarnya.

PENGERTIAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL


Pendidikan multikultural secara etimologis berasal dari dua kata yakni pendidikan dan
multikulturtal. Pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengembangan sikap dan tata laku
seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara yang mendidik.

Sedangkan istilah multikultural sebenarnya merupakan kata dasar yang mendapat


awalan. Kata dasar itu adalah kultur yang berarti kebudayaan, kesopanan, atau pemeliharaan
sedang awalannya adalah multi yang berarti banyak, ragam, aneka. Dengan demikian
multikultural berarti keragaman budaya, aneka, kesopanan, atau banyak pemeliharaan.
Namun dalam tulisan ini lebih diartikan sebagai keragaman budaya sebagai aplikasi dari
keragaman latarbelakang seseorang.

Pendidikan multikultural adalah sebuah tawaran model pendidikan yang mengusung


ideologi yang memahami, menghormati, dan menghargai harkat dan martabat manusia di
manapun dia berada dan dari manapun datangnya (secara ekonomi, sosial, budaya, etnis,
bahasa, keyakinan, atau agama, dan negara). Pendidikan multikultural secara inhern
merupakan dambaan semua orang, lantaran keniscayaannya konsep “memanusiakan
manusia”. Pasti manusia yang menyadari kemanusiaanya dia akan sangat membutuhkan
pendidikan model pendidikan multikultural ini.

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Adapun bangunan paradigma pendidikan multikultural yang ditawarkan Zamroni


( 2011 ) adalah sebagai berikut :

1. Pendidikan multikultural adalah jantung untuk menciptakan kesetaraan pendidikan 


bagi seluruh warga masyarakat.
2. Pendidikan multikultural bukan sekedar perubahan kurikulum atau perubahan metode
pembelajaran.
3. Pendidikan multikultural mentransformasi kesadaran yang memberikan arah kemana
transformasi praktik pendidikan harus menuju.
4. Pengalaman menunjukan bahwa upaya mempersempit kesenjangan pendidikan salah
arah yang justru menciptakan ketimpangan semakin membesar.

Pendekatan Pendidikan Multikultural


Menurut Gorski, ada tiga tujuan utama pendidikan multicultural (yang boleh disebut
sebagai sasaran instrumental dan terminal), yaitu:

1. meniadakan diskriminasi pendidikan, memberi peluang sama bagi setiap anak untuk
mengembangkan potensinya (tujuan instrumental);
2. menjadikan anak bisa mencapai prestasi akademik sesuai potensinya (tujuan terminal
internal);
3. menjadikan anak sadar sosial dan aktif sebagai warga masyarakat lokal, nasional, dan
global (tujuan terminal akhir eksternal).

Pendidikan multikultural mengusung minimal tiga nilai penting, yaitu:

1. apresiasi terhadap adanya kenyataan pluralitas budaya,


2. pengakuan terhadap harkat dan hak asasi manusia,
3. pengembangan tanggung jawab masyarakat dunia, dan pengembangan tanggung jawab
manusia terhadap planet bumi. Kedua, tujuan pendidikan multikultural.

Dalam prosesnya, pendidikan multikultural bisa menyasar beberapa gapaian penting,


yaitu:
1. mengembangkan kesadaran diri dari kelompok-kelompok masyarakat,
2. menumbuhkan kesadaran budaya masyarakat,
3. memperkokoh kompetensi interkultural budaya-budaya dalam masyarakat,
4. menghilangkan rasisme dan berbagai prasangka buruk (prejudice),
5. mengembangkan rasa memiliki terhadap bumi, dan terakhir,
6. mengembangkan kesediaan dan kemampuan dalam pengembangan sosial.

Anda mungkin juga menyukai