Biosantifika
Berkala Ilmiah Biologi
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/biosaintifika
Karakter Morfologi dan Pertumbuhan Tiga Jenis Cacing Tanah Lokal Pekanbaru
pada Dua Macam Media Pertumbuhan
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau, Indonesia
Abstract
Organic waste produced from household, agriculture, plantation, and animal husbandry may
cause environmental pollution. Earthworms can utilize this organic waste for their growth
medium and decompose them to produce casting fertilizer. The objective of this study was to
analyze the growth of three earthworm species from Pekanbaru using two types of media,
i.e. Perionyx sp1 (Cacing Merah), Perionyx sp2 (Cacing Susu), and Amynthas aspergillum
(Cacing Gila Bodoh). All these earthworms were grown in litter media and manure-soil
mixture. Media without the earthworms were used as control. The experiment design used
in this study was Full Factorial Random Design. The results showed Amynthas aspergillum
(Cacing Gila Bodoh), Perionyx sp1 (Cacing Merah), dan Perionyx sp2 (Cacing Susu) had
distinct morphological characters such as the body length, skin colour, segment number,
prostomium type, setae number per segment, clitellum colour and position, and also the
number and position of male genital hole. The most suitable medium for each Amynthas
aspergillum (Cacing Gila Bodoh), Perionyx sp1 (Cacing Merah), and Perionyx sp2 (Cacing
Susu) were litter, cow manure, and cow manure+soil mixture media, respectively.
2
Dewi Indriyani Roslim et al. / Biosaintifika 5 (1) (2013)
3
Dewi Indriyani Roslim et al. / Biosaintifika 5 (1) (2013)
Tabel 1. Karakteristik morfologi Amynthas aspergillum (Cacing Gila Bodoh), Perionyx sp1 (Cacing
Merah), dan Perionyx sp2 (Cacing Susu).
Gambar 1. Tiga jenis cacing tanah yang diteliti. Keterangan: (a) Amynthas aspergillum (Cacing
Gila Bodoh), (b) Perionyx sp1 (Cacing Merah), dan (c) Perionyx sp2 (Cacing Susu). Tanda panah
menunjukkan posisi klitellum.
4
Dewi Indriyani Roslim et al. / Biosaintifika 5 (1) (2013)
cacing tanah, dan kokon yang dihasilkan. Pe- pun serasah, yang paling banyak adalah pada
nurunan tinggi permukaan media menunjukkan perlakuan Perionyx sp2 (Cacing Susu), yaitu
adanya perombakan bahan organik di dalam berturut-turut sebesar 2,8 cm dan 5,8 cm, diiku-
media dan pengadukan media akibat pergera- ti oleh Perionyx sp1 (Cacing Merah) (2 cm pada
kan cacing tanah. Hasil analisis menunjukkan media campuran kotoran sapi+tanah dan 4,7 cm
bahwa setelah 30 hari terdapat pengaruh sangat pada media serasah) dan A. aspergillum (Cacing
nyata perlakuan cacing tanah terhadap penuru- Gila Bodoh) (1,4 cm pada media campuran koto-
nan tinggi permukaan media campuran kotoran ran sapi+tanah dan 4,4 cm pada media serasah).
sapi+tanah (Gambar 2) dan serasah (Gambar 3). Penurunan tinggi media tersebut juga menunjuk-
kan adanya pengurangan berat dan volume me-
dia, karena ukuran media berubah menjadi lebih
kecil, hancur, dan halus.
Ukuran tubuh serta aktifitas Perionyx sp2
(Cacing Susu) yang lebih merata ke bagian bawah
dan atas media menyebabkan penurunan tinggi
permukaan media oleh Perionyx sp2 (Cacing
Susu) paling besar. Perionyx sp1 (Cacing Merah)
lebih banyak beraktifitas dan memakan bagian
atas dan tengah media, sehingga penurunan ting-
gi permukaan media lebih kecil dibandingkan Pe-
Gambar 2. Tinggi media campuran kotoran rionyx sp2 (Cacing Susu), akan tetapi lebih besar
sapi+tanah hari ke-0, 10, 20, dan 30. Keterangan: dibandingkan A. aspergillum (Cacing Gila Bodoh).
0 = kontrol, A = Perionyx sp1 (Cacing Merah), B Amynthas aspergillum (Cacing Gila Bodoh) lebih
= Perionyx sp2 (Cacing Susu), C = Amynthas as- banyak beraktifitas di bagian bawah media, dan
pergillum (Cacing Gila Bodoh), dan TMn = tinggi pergerakan A. aspergillum (Cacing Gila Bodoh)
media hari ke-n (n = 0, 10, 20, dan 30). agak lambat dibandingkan Perionyx sp2 (Cacing
Susu) dan Perionyx sp1 (Cacing Merah) sehingga
menyebabkan penurunan tinggi permukaan me-
dia pada perlakuan A. aspergillum (Cacing Gila
Bodoh) paling kecil.
Penurunan tinggi permukaan media yang
lebih besar pada media serasah dibandingkan
media campuran kotoran sapi+tanah diduga di-
sebabkan oleh perbedaan kepadatan media di da-
lam pot. Perbedaan kepadatan kedua media ter-
sebut diduga mempengaruhi aktifitas dari cacing
tanah. Struktur media kotoran sapi+tanah lebih
padat dibandingkan media serasah, dan menye-
Gambar 3. Tinggi media serasah hari ke-0, 10, babkan cacing tanah bergerak agak lambat dalam
20, dan 30. Keterangan: 0 = kontrol, A = Peri- media kotoran sapi+tanah dan bergerak sangat
onyx sp1 (Cacing Merah), B = Perionyx sp2 (Cac- lincah pada media serasah (Ilyas 2009).
ing Susu), C = Amynthas aspergillum (Cacing Gila Media pertumbuhan yang sesuai akan
Bodoh), dan TMn = tinggi media hari ke-n (n = mendukung pertumbuhan cacing tanah. Hasil
0, 10, 20, dan 30). penelitian menunjukkan bahwa terdapat pen-
garuh sangat nyata media campuran kotoran
Setelah 30 hari, penurunan tinggi media sapi+tanah dan serasah terhadap perubahan bo-
baik pada campuran kotoran sapi+tanah mau- bot dari ketiga cacing tanah (Gambar 4 dan 5).
5
Dewi Indriyani Roslim et al. / Biosaintifika 5 (1) (2013)
6
Dewi Indriyani Roslim et al. / Biosaintifika 5 (1) (2013)
rasah yang berukuran agak besar masih bisa di- sp1 (Cacing Merah) lebih cocok diberi pakan ko-
makan oleh A. aspergillum (Cacing Gila Bodoh), toran sapi tanpa penambahan tanah.
sedangkan Perionyx sp1 (Cacing Merah) dan Apabila media yang digunakan sesuai
Perionyx sp2 (Cacing Susu) tidak bisa memakan maka pertumbuhan cacing tanah akan bagus dan
serasah yang berukuran besar. Kondisi tersebut berimplikasi pada kualitas dan kuantitas kasting
mungkin menyebabkan penurunan bobot tubuh yang dihasilkan. Produksi kasting oleh cacing
A. aspergillum (Cacing Gila Bodoh) tidak terlalu tanah ditandai dengan terombaknya media me-
besar dibandingkan dengan Perionyx sp1 (Cacing nyerupai batangan-batangan jarum, lepas-lepas,
Merah) dan Perionyx sp2 (Cacing Susu). tidak lengket, tidak berbau, dan berwarna coklat
Pada penelitian ini, baik pada media cam- kehitaman (Roslim 1994). Tingkat kematangan
puran kotoran sapi+tanah dan media serasah kasting secara fisik dapat ditentukan dari bau,
hanya ditemukan kokon dan anak dari Perionyx warna, ukuran partikel, dan kelembaban kasting
sp1 (Cacing Merah). Hasil tersebut menunjuk- (Brata 2009). Bentuk kasting cacing tanah ber-
kan bahwa masa reproduksi Perionyx sp1 (Cacing variasi tergantung jenis cacing tanah, yaitu ada
Merah) lebih cepat dibandingkan Perionyx sp2 yang berbentuk butiran-butiran kecil, massa bera-
(Cacing Susu) dan A. aspergillum (Cacing Gila neka bentuk yang berukuran kecil, dan ada juga
Bodoh), yaitu sekitar 14-30 hari. Selain itu Peri- yang berbentuk benang-benang pendek (Hana-
onyx sp2 (Cacing Susu) lebih menggunakan nutri- fiah et al. 2010). Hasil pengamatan menunjukkan
si yang didapatkannya untuk pertambahan bobot bahwa produksi kasting sudah terjadi pada hari
tubuhnya dan persiapan reproduksi. Masa repro- ke-10 pengamatan. Hal ini sesuai dengan peneli-
duksi Perionyx sp2 (Cacing Susu) sampai dengan tian yang dilakukan oleh Roslim (1994) terhadap
menghasilkan kokon dan anak cacing berkisar cacing Pheretima sp dan Eisenia foetida menggu-
45-60 hari (data tidak ditunjukkan). Amynthas as- nakan media kotoran sapi, bahwa produksi kas-
pergillum (Cacing Gila Bodoh) banyak yang mati ting sudah terjadi pada hari ke-10.
akibat kekurangan nutrisi karena hanya mema-
kan tanah saja sehingga data reproduksi tidak Karakteristik Kasting yang Dihasilkan oleh Ke-
dapat diamati. tiga Jenis Cacing Tanah
Rata-rata kokon yang diproduksi oleh Peri- Setelah 30 hari, pada media campuran
onyx sp1 (Cacing Merah) telah menetas pada hari kotoran sapi+tanah, Perionyx sp2 (Cacing Susu)
ke-30. Jumlah kokon yang dihasilkan oleh Peri- memproduksi kasting dengan jumlah yang paling
onyx sp1 (Cacing Merah) selama 30 hari pada me- banyak, yaitu 25,45% dari media, diikuti oleh Pe-
dia kotoran sapi+tanah berkisar antara 9-18 butir, rionyx sp1 (Cacing Merah) sebesar 19,09%, dan A.
dengan jumlah anak cacing antara 53-95 ekor. aspergillum (Cacing Gila Bodoh) sebesar 12,72%.
Pada media serasah ditemukan 9-11 butir kokon Bentuk kasting yang dihasilkan Perionyx sp2
dan 59-61 anak cacing. Diduga dalam 1 butir ko- (Cacing Susu) dan Perionyx sp1 (Cacing Merah)
kon Perionyx sp1 (Cacing Merah) terdapat rata- hampir sama, yaitu seperti patahan-patan jarum
rata 4-7 ekor anak cacing. Hal ini sesuai dengan berukuran kecil, hanya saja kasting dari Perionyx
yang dinyatakan oleh Brata (2009) dan Gaddie sp1 (Cacing Merah) memiliki ukuran yang lebih
dan Douglas (1977), bahwa kokon cacing tanah kecil dibandingkan kasting yang dihasilkan dari
akan menetas 14 sampai 21 hari setelah dihasil- Perionyx sp2 (Cacing Susu). Hal ini dikarenakan
kan dan setiap kokon menghasilkan 2-20 ekor ukuran tubuh Perionyx sp1 (Cacing Merah) yang
anak cacing dengan rata-rata 7 ekor anak cacing. memang lebih kecil dibanding Perionyx sp2 (Ca-
Berdasarkan hasil tersebut di atas dan bebe- cing Susu), dan ukuran dari lubang anus Perionyx
rapa uji pendahuluan yang telah dilakukan (data sp1 (Cacing Merah) relatif lebih kecil. Kasting
tidak ditunjukkan), media kotoran sapi+tanah dari Perionyx sp1 (Cacing Merah) dan Perionyx
(1:1) sangat baik untuk pertumbuhan Perionyx sp1 sp2 (Cacing Susu) berwarna coklat kehitaman,
(Cacing Susu). Media serasah baik untuk mendu- sedangkan kasting dari A. aspergillum (Cacing
kung pertumbuhan A. aspergillum (Cacing Gila Gila Bodoh) berwarna abu-abu. Tekstur kasting
Bodoh) karena secara alami A. aspergillum (Ca- pada perlakuan Perionyx sp1 (Cacing Merah) dan
cing Gila Bodoh) banyak dijumpai di kebun. Hal Perionyx sp2 (Cacing Susu) lebih remah atau han-
yang perlu diperbaiki adalah serasah yang akan cur, sedangkan A. aspergillum (Cacing Gila Bo-
digunakan untuk media pertumbuhan cacing doh) teksturnya menggumpal bulat-bulat kecil.
tanah harus dihancurkan sampai ukuran yang Adanya perbedaan warna dan tekstur kasting ter-
dapat dimakan oleh cacing tanah. Secara alami sebut diduga karena A. aspergillum (Cacing Gila
Perionyx sp1 (Cacing Merah) banyak dijumpai di Bodoh) hanya memakan tanah yang ada dalam
kotoran sapi sehingga dengan demikian Perionyx media dan tidak memakan campuran kotoran
7
Dewi Indriyani Roslim et al. / Biosaintifika 5 (1) (2013)
sapi dengan tanah, sedangkan Perionyx sp1 (Ca- sar 31,5%, diikuti oleh A. aspergillum (Cacing Gila
cing Merah) dan Perionyx sp2 (Cacing Susu) me- Bodoh) sebesar 30,5%, kontrol sebesar 21,15%,
mang memakan media campuran kotoran sapi dan Perionyx sp1 (Cacing Merah) sebesar 17,14%.
dengan tanah. Kasting dari ketiga jenis cacing Rasio C/N tinggi disebabkan oleh kadar C lebih
tersebut sudah tidak berbau pada pengamatan tinggi daripada N, hal ini diduga akibat dari laju
hari ke-30, dengan demikian dapat disimpulkan dekomposisi bahan organik yang menghasilkan
bahwa ketiga jenis cacing tanah ini telah mengu- C lebih tinggi dari pada pemakaian C oleh mikro-
bah media kotoran sapi+tanah menjadi kasting, ba, sedangkan laju pembentukan N lebih rendah
walaupun tidak 100% media mengalami perom- daripada pemakaian N oleh mikroba. Rasio C/N
bakan. rendah dikarenakan oleh kadar N meningkat dan
Kasting pada media serasah sulit diamati kadar C relatif tetap. Hal ini sesuai dengan per-
karena kasting yang dihasilkan sukar dibedakan nyataan Roslim (1994) bahwa, laju penguraian
dengan serasah-serasah yang juga berukuran ke- bahan organik yang menghasilkan C dan laju pe-
cil. Letak kasting yang tidak hanya di bagian atas makaian C oleh mikroba berjalan seimbang me-
media serasah, melainkan juga berada di bagian nyebabkan kadar C relatif tetap dan meningkat-
dalam media serasah mempersulit peneliti untuk nya kadar N dalam kasting menyebabkan rasio
mendapatkan kasting tersebut. C/N kasting menjadi rendah.
Kasting merupakan hasil fermentasi dari
proses pencernaan yang terjadi di dalam tubuh SIMPULAN
cacing tanah dengan adanya bantuan dari bak-
teri-bakteri simbion yang mendekomposisi ba- Cacing tanah Amynthas aspergillum (Cacing
han organik menjadi senyawa sederhana yang Gila Bodoh), Perionyx sp1 (Cacing Merah), dan
mudah diserap oleh tanaman. Kandungan unsur Perionyx sp2 (Cacing Susu) memiliki perbedaan
hara dan bentuk kasting berbeda untuk setiap je- karakter morfologi pada panjang tubuh, warna
nis cacing tanah. Kasting memiliki kandungan kulit, jumlah segmen, tipe prostomium, jumlah
unsur hara yang berguna bagi tanaman, selain seta per segmen, warna dan posisi klitellum, po-
itu kasting juga digunakan sebagai sumber nut- sisi dan jumlah lubang jantan. Media campuran
risi bagi mikroba tanah sehingga mempercepat kotoran sapi+tanah lebih cocok untuk pertum-
proses dekomposisi bahan organik. Kualitas buhan Perionyx sp2 (Cacing Susu), media sera-
kasting secara kimia ditentukan oleh kandungan sah untuk pertumbuhan A. aspergillum (Cacing
unsur-unsur hara, seperti C, N, P, K, dan rasio Gila Bodoh), dan media kotoran sapi saja tanpa
C/N (Brata 2009). Kasting memiliki kemampu- penambahan tanah untuk Perionyx sp1 (Cacing
an menaham air, membantu menyediakan nutrisi Merah).
bagi tanaman, dan memperbaiki struktur tanah.
Penggunaan kasting pada tanaman dapat menja- DAFTAR PUSTAKA
dikan tanaman tumbuh lebih cepat dan kuat serta
terhindar dari serangan nematoda dan penyakit Astuti ND. (2001). Pertumbuhan dan Perkembangan
(Gaddie & Douglas 1977). cacing tanah Lumbricus rubellus dalam media
Rasio C/N merupakan indikator ke- kotoran sapi yang mengandung tepung darah.
tersediaan hara yang terkandung di dalam bahan Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan,
organik. Mineral N hanya tersedia bagi tanaman Institut Pertanian Bogor.
Brata B. (2009). Cacing Tanah: Faktor Mempengaruhi
apabila rasio C/N sekitar 20:1 atau lebih kecil
Pertumbuhan dan Perkembangbiakan. Bogor: IPB
lagi (Hanafiah et al. 2010). Rasio yang lebih be- Press.
sar menunjukkan bahwa mineral N cukup untuk Edwards CA, Lofty JR. (1977). Biology of Earthworm.
perkembangan dan aktifitas mikroba dekompo- London: Chapman and Hall.
ser. Rasio C/N bahan organik yang ideal adalah Gaddie SRRE, Douglas DE. (1977). Earthworms
yang medekati nisbah C/N tanah subur, yaitu For Ecology and Profit: Scientific Earthworm
10:1 (Solihah 2007; Hanafiah et al. 2010). Farming,Vol. I. California: Bookworms Publish-
Rasio C/N tertinggi pada media campuran ing Company.
kotoran sapi+tanah dijumpai pada perlakuan Pe- Hanafiah KA, Napoleon A, Ghoffar N. (2010). Biologi
Tanah: Ekologi dan Makrobiologi Tanah. Jakarta:
rionyx sp1 (Cacing Merah) yaitu sebesar 38,92%,
PT RajaGrafindo Persada.
diikuti oleh kontrol sebesar 34,55%, Perionyx sp2 Ilyas M. (2009). Vermicomposting sampah daun so-
(Cacing Susu) sebesar 31,60%, dan A. aspergillum nokeling (Dalbergia latifolia) menggunakan tiga
(Cacing Gila Bodoh) sebesar 15,92%. Pada me- spesies cacing tanah (Pheretima sp, Eisenia foeti-
dia serasah, rasio C/N tertinggi ditemukan pada da, dan Lumbricus rubellus). Tesis. Bogor: Seko-
perlakuan Perionyx sp2 (Cacing Susu) yaitu sebe- lah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
8
Dewi Indriyani Roslim et al. / Biosaintifika 5 (1) (2013)
James SW. (2000). An Illustrated Key to the Earth- ing. Skripsi. Bogor: Jurusan Biologi, Fakultas
worms of The Samoan Archipelago (Oligo- Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, In-
chaeta: Glossoscolecidae, Moniligastridae). stitut Pertanian Bogor.
Iowa: Technical Report No. 49. Solihah AFZ. (2007). Dekomposisi serasah daun
Kale RD & Karmegam N. (2010). The role of komunitas Medang (Lauraceae) oleh cacing
earthworms in tropics with emphasis on In- tanah. Skripsi. Bogor: Departemen Biologi,
dian ecosystems. Applied and Environmental Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Soil Science (Article ID 414356) 16 pages. Alam, Institut Pertanian Bogor.
doi:10.1155/2010/414356. Waluyo D. (1993). Pengaruh kapur terhadap perkem-
Nurwati SR. (2011). Pemanfaatan limbah baglog bangan tubuh dan klitellum serta kadar protein
jamur sebagai media budidaya cacing Pheretima dan asam amino pada cacing tanah Eisenia
sp. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. foetida (Savigny). Tesis. Bogor: Fakultas Pas-
Roslim DI. (1994). Cacing tanah Pheretima sp dan casarjana, Institut Pertanian Bogor.
Eisenia foetida sebagai penghasil pupuk kast-