Anda di halaman 1dari 7

Isolasi Cendawan Tanah Sebagai Organisme Dekomposer Di Kawasan Hutan Bukit

Siam, Bangka

Bagian terbesar dari sebuah ekosistem adalah kumpulan tetumbuhan dan binatang yang
secara bersama - sama membentuk suatu masyarakat tumbuhan yang dinamakan dengan
komunitas (Resosoedarmo dkk 1986). Komunitas terdiri atas berbagai organisme yang saling
berhubungan pada suatu daerah tertentu. Kesatuan dari berbagai organisme itu bisa menjadi
perwakilan dari suatu tipe komunitas ataupun ekosistem tertentu yang memiliki karakteristik
tertentu, sehingga menjadi pembeda antara satu komunitas atau ekosistem yang lainnya.
Hubungan antara organisme yang satu dengan yang lainnya dan dengan suatu komponen
lingkungannya sangat kompleks (rumit), dan bersifat timbal balik (Resosoedarmo dkk 1986).
Tipe dan karakteristik ekosistem dapat memberikan informasi mengenai keanekaragaman
hayati.

Salah satu jenis ekosistem yaitu ekosistem hutan. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem
karena hubungan antara masyarakat tetumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan
alam lingkungannya sangat erat. Ekosistem hutan terdiri atas berbagai jenis hutan, yang
terjadi akibat pengaruh faktor lingkungan yang dominan terhadap pembentukan dan
perkembangan komunitas dalam ekosistem hutan. Salah satunya yaitu hutan hujan tropis,
yang pembentukannya dipengaruhi oleh unsur - unsur iklim (Santoso 1996;Direktorat
Jenderal Kehutanan 1976).

Persebaran hutan di Kepulauan Bangka Belitung pun mulai berkurang. Untuk Kabupaten
Bangka terutama di Kota Sungailiat, salah satu hutan yang masih alami yaitu di kawasan
Bukit Siam. Di kawasan ini juga terdapat berbagai organisme penyusunnya, yang saling
berinteraksi satu sama lain dan saling memberikan pengaruh. Komponen abiotik yang ikut
berperan penting bagi ekosistem hutan ini adalah tanah. Tanah hutan merupakan tempat
pembentukan humus yang utama dan tempat penyimpanan umsur - unsur mineral yang
dibutuhkan oleh tetumbuhan dan akan mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi
tumbuhan yang terbentuk (Indriyanto 2006).

Dalam tanah hidup berbagai jasad renik (mikroorganisme) yang melakukan berbagai kegiatan
yang menguntungkan bagi kehidupan makhluk-makhluk hidup lainnya, yaitu berperan
sebagai dekomposer atau pengurai. Salah satu dekomposer tersebut adalah cendawan tanah,
yang berfungsi menguraikan organisme mati yang terdapat di dalam tanah ( Indrawati 2006 ).
Keanekaragaman cendawan tanah ini mungkin saja dapat mempengaruhi keberadaan
organisme lain yang terdapat di Bukit Siam atau juga mempengaruhi ekosistem Bukit Siam.

Oleh karena itu, diadakan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman
dan peranan cendawan tanah dalam ekosistem tersebut. Adapun pelaksanaan kegiatan
dilakukan selama 2 minggu, pada tanggal 1 Mei - 14 Mei 2010 yang meliputi pengambilan
sampel pada tanggal 1 Mei 2010 dan pengamatan di laboratorium 8 - 14 Mei 2010 kemudian
penyusunan laporan.
Kami menggunakan alat dan bahan sebagai berikut : pH meter,GPS,bor tanah, timbangan
digital, cawan petri steril, tabung reaksi steril, hot plate, autoklaf, bunsen, jarum ose, tabung
reaksi, aluminium foil, gelas beker, erlenmeyer, kompor gas, kapas, stip/pip steril, plastik dan
karet gelang. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari 3 Lokasi
dengan ketinggian berbeda di Bukit Siam, media PDA steril, garam fisiologis steril,alkohol
70%, dan spiritus.
Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah

1. Pengambilan sampel tanah


Pengambilan sampel dilakukan di 3 lokasi pada ketinggian berbeda dikawasan Bukit
Siam Sungailiat, Kabupaten Bangka. Pengukuran ketinggian menggunakan GPS.
Lokasi pertama pada 48 m dpl (S 02o50’ 15.2’’,E 107o 24’ 5.16’’), lokasi kedua pada
126 m dpl (S 01o52’50.8’’,E 106o 05’49.2’’) dan lokasi ketiga pada 267 m dpl (S
01o52’ 47’’, E 106o 05’46.2’’). Pada tiap lokasi, diambil 2 titik dan setiap titik
digunakan metode komposit. Sampel diambil sebanyak 50 gram pada kedalaman 10
cm, dari tiap - tiap lokasi. Kemudian sampel tanah tersebut disimpan diwadah yang
lembab.

2. Pembuatan Media PDA


Ditimbang 3,75 gram agar, 50 gram kentang, 0.5 gram kloramfenikol. Kemudian
kentang tersebut direbus hingga matang, dan diambil ekstraknya. Agar dan
kloramfenikol dimasukkan kedalam erlenmeyer dan dicampurkan ekstrak kentang,
kemudian ditambahkan aquades hingga mencapai 250 ml. Setelah itu diletakkan di
hotplate, kemudian diaduk hinnga homogen. Selanjutnya dimasukkan di autoclap,
untuk disteril.

3. Penanaman cendawan tanah


Diambil 0.1 gram dari masing-masing sampel tanah dan dimasukkan kedalam 9 mL
garam fisiologis steril kemudian diaduk supaya homogen. Sebanyak 1 mL dari
suspensi dimasukkan kedalam tabung reaksi berikut yang berisi 9 mL garam fisiologis
steril, sehingga didapatkan pengenceran 10-1 begitu juga untuk pengenceran
selanjutnya, diambil 1 mL dari pengenceran sebelumnya ditambahkan ke dalam 9 mL
garam fisiologis steril sehingga didapatkan 1 pengenceran lebih tinggi, pengenceran
dilakukan sampai 10-6. Kemudian diambil sebanyak 1 mL suspensi tanah dari
pengenceran 10-5 dan 10-6, dan dimasukkan ke dalam petri dish kemudian
ditambahkan media PDA dan di inkubasi selama 3 - 7 hari pada suhu ruang.

4. Pengamatan makroskopis dan mikroskopis


Pengamatan makroskopis yaitu pengamatan morfologi dan jumlah koloni cendawan,
sedangkan pengamatan mikroskopis yaitu pengamatan dibawah mikroskop untuk
melihat struktur hifa dan spora serta identifikasi cendawan tanah.

Hasil Pengamatan
Tabel cendawan tanah di Bukit Siam

Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan terdiri dari 2 tahap yaitu pengambilan sampel
tanah dan pengamatan di laboratorium. Pengisolasian cendawan tanah dilakukan dengan
menggunakan Metode Sebar. Metode ini dilakukan dengan pengenceran sampai tingkat ke
enam , pengenceran dilakukan dengan menggunakan sodium klorida (NaCl). Isolasi ini
dilakukkan dengan menggunakan media PDA, karena menurut Pelzer tahun 1986 media PDA
memberikan nutrisi berupa karbohidrat tinggi yang cocok untuk kehidupan cendawan. Pada
tahap pengisolasian ini dilakukan inkubasi pada suhu ruang. Karena kebanyakan
jamur/cendawan mempunyai suhu optimum tersendiri untuk melaksanakan pertumbuhannya
dengan maksimal.
Dari hasil pengukuran tingkat keasaman (pH) pada lokasi penggambilan sampel rata-rata
menunjukkan pH<7. Menurut Gandjar tahun 2006 menyatakan bahwa umumnya fungi
memang dapat hidup pada pH dibawah 7, karena derajat keasaman lingkungan sangat penting
untuk pertumbuhan fungi dalam kerja enzim-enzim tertentu yang hanya akan menguraikan
suatu substrat dengan aktivitas tertentu.

Apabila dilihat dari kaca mata ekologi, cendawan digolongkan pada komponen dekomposer
didalam suatu ekosistem. Hal ini juga di nyatakan oleh Indriyanto tahun 2006, bahwa
dekomposer adalah komponen penting dari siklus hara. Tanpa dekomposer, nutrisi tidak
kembali ke lingkungan dan limbah akan terakumulasi dengan sangat cepat. Jika dekomposer
tidak ada, dalam satu bulan bumi akan tertutup lapisan dari lalat mati hampir dua puluh
meter. Akibat dari dekomposer mengkonsumsi tanaman dan hewan mati, nutrisi yang
terkandung di dalamnya dapat digunakan kembali. Menurut Ir. Indrianto tahun 2006,
ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks dan memiliki penyusun yang beragam.
Salah satu penyusun tersebut adalah pengurai/dekomposer.

Pengurai adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik yang berasal dari
organisme mati (bahan organik kompleks). Organisme pengurai menyerap sebagian hasil
penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan
kembali oleh produsen. Untuk komponen Pengurai (dekomposer) yang ditemukan di
ekosistem adalah jamur dan bakteri.

Berdasarkan dari pengamatan cendawan yang tumbuh pada pengisolasian terlihat beberapa
koloni yang memperlihatkan warna-warna yang sangat menarik. Pengamatan cendawan tanah
dilakukan dengan melihat warna koloni, bentuk koloni, dan mikroskopis (kharakteristik hifa
dan bentuk organ reproduksi).

Sebagian besar genus cendawan yang berhasil diidentifikasi adalah Aspergillus dan
Fusarium. Untuk genus Aspergillus ini merupakan cendawan yang mempunyai struktur hifa
seperti benang putih, pada bagian tertentu tampak konidium dan konidiofor berupa titik-titik
hitam seperti jarum pentul. Koloni yang lebih tua menjadi berwarna abu-abu sampai
kecoklatan karena adanya perkembangan spora.Menurut Pelzcair (1986), Aspergillus niger
mempunyai konidia atau spora berwarna hitam kecokelatan atau hitam kelam. Dari hasil
pengamatan, terdapat bebrapa koloni yang diindikasikan/ diasumsikan tergolong cendawan
ini, setelah dilakukan pengamatan secara mikroskopik. Dari hasil pengamatan juga nampak
hifa bersepta, dengan kepala konidia berbentuk bulat berwarna cokelat tua. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Indrawati ( 2006 ), bahwa Aspergillus niger mempunyai kepala konidia
yang biseriate, besar, bundar dan berwarna cokelat tua. Untuk spesies Aspergillus lain yang
teridentifikasi, secara mikroskopis struktur hifanya hampir sama karena berhasil dari genus
yang sama. Sebagai pembanding hasil pengamatan, kami menggunakan gambar koloni
beberapa cendawan yang tercantum di buku Mikologi Terapan, Karangan Indrawati Gandjar
(2006), untuk pengamatan secara makroskopis.

Menurut Darnety tahun 2006 menyatakan bahwa spesies dari family Trichodermaceae
merupakan salah satu kelompok jamur yang tersebar luas di tanah dataran tinggi. Spesies dari
family ini memang sering ditemukan di tanah karena cendawan ini dapat berperan sebagai
decomposer/pengurai yang dapat menghasilkan bahan-bahan organik yang dapat digunakan
pada penyerapan nutrisi tumbuhan. Sedangkan dari genus Fusarium ini mempunyai
sporangium yang berwarna putih dan permukaan terlihat kasar. Menurut Anonim B tanpa
tahun menyatakan bahwa spesies ini mempunyai koloni yang cepat tumbuh dapat berwarna
pucat atau berwarna cerah. Mempunyai talus warna yang bervariasi dari putih menjadi
kuning, kecoklatan pink, kemerahan atau warna ungu. Dengan adanya warna yang bervariasi
ini dijadikan identifikasi spesies dari Fusarium ini. Cendawan dari Fusarium ini banyak
tersebar di tanah.Dari hasil pengamatan, nampak perbedaan jumlah koloni cendawan yang
tumbuh pada media PDA pada ketinggian yang berbeda,hal ini diduga disebabkan karena
struktur tanah dari ketiga lokasi sedikit ada perbedaan, pada ketinggian 48 dpl struktur tanah
relatif kering dan berbatu, pada ketinggian 126 tanah dipenuhi akar - akar halus, sedangkan
pada ketinggian 267 struktur tanah relatif lembab dan berwarna hitam. Jika hasil pengamatan
cendawan tanah di Bukit Siam Sungailiat, dibandingkan dengan hasil pengamatan jumlah
cendawan di Gunung Mars nampak perbedaan yang nyata.

Populasi Cendawan Tanah di Gunung Mars ( C.Febiyanti dkk, 2009 )

Perbedaan ini nampak dari jumlah koloni cendawan tanah yang tumbuh pada media PDA
yang berasal dari Gunung Mars lebih banyak dibandingkan cendawan tanah yang berasal dari
Bukit Siam. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor, salah satunya karena perbedaan
pengenceran suspensi tanah yang digunakan untuk ditanam di media. Pada pengamatan kami
ini, digunakan suspensi tanah dari pengenceran faktor 5 dan 6, sedangkan untuk penelitian di
Gunung Maras digunakan suspensi tanah faktor pengenceran 3, 4 dan 5. Alasan kami
menggunakan faktor pengenceran 5 dan 6 untuk ditanam pada media PDA, karena tujuan dari
penelitian ini adalah mengisolasi jenis cendawan yang berada di tanah di kawasan Bukit
Siam. Semakin tinggi pengenceran, maka organisme yang terkandung semakin sedikit,
sehinga mempermudah pengamatan. Sedangkan pada pengamatan di Gunung Mars, hanya
melihat jumlah koloni cendawan tanah saja, yang bertujuan hanya melihat persebaran
cendawan tanah di kawasan Gunung Mars. Jika melihat dari kondisi lingkungan atau habitat,
di Bukit Siam lebih kering atau gersang, sedangkan di kawasan Gunung Mars lebih lembab
dengan persebaran hutan yang lebih luas dibandingkan di kawasan Bukit Siam Sungailiat,
diduga hal ini mungkin saja dapat mempengaruhi persebaran cendawan tanah.

Tanpa proses degradatif, kehidupan di bumi mungkin akan berakhir setelah beberapa dekade
karena akumulasi sisa-sisa tanaman dan kurangnya karbon dioksida atmosfer bebas untuk
fotosintesis.

Melalui penelitian ini, kami menyimpulkan sebagai berikut :

1. Bahwa Cendawan merupakan organisme dekomposer didalam suatu ekosistem.


2. Dekomposer berperan dalam mengurai bahan organik yang ada didalam tanah guna
dimanfaatkan organism lain.
3. Organisme decomposer menempati tingkat trofik ke-4 didalam piramida ekologi.
4. Peranan dari organisme dekomposer didalam suatu ekosistem juga menyangkut
tentang siklus energi, siklus hara, kesuburan tanah dan kesehatan tanah.
5. Beberapa genus cendawan yang diperoleh dari hasil isolasi cendawan tanah di Hutan
Bukit Siam ini yaitu dari genus Fusarium dan Aspergillus.

Foto-foto Tahapan Kerja


Hasil Pengamatan Cendawan Tanah di Bukit Siam, Bangka

Written By : Astuti (203 0811 024), Dovi Kusmala (203 0811 006), Restina Fertika (203
0811 013), Restu Ananda (203 0811 007), Sudi Putra (203 0811 001) Mahasiswa/I Prodi
Biologi FPBB UBB

Anda mungkin juga menyukai