Anda di halaman 1dari 8

BAB.

V
KUALITAS BATUBARA
5.1. PARAMETER KUALITAS
Kandungan karbon dalam batubara pada dasarnya berkaitan secara langsung maupun berbanding
terbalik dengan unsur lainnya di dalam batubara seperti oksigen, zat terbang dan nilai kalori.
Secara umum tidak ada aturan atau batasan untuk memilih atau menentukan klasifikasi batubara
berdasarkan unsur yang ada secara baku, namun lebih bersifat luwes sesuai dengan tujuan
pembuatan kualitas.
Beberapa parameter seperti perbandingan antara kandungan hidrogen dan karbon (H/C) atau
perbandingan oksigen dengan karbon (O/C), biasa juga digunakan dalam klasifikasi batubara.
Secara garis besar kualitas batubara didasarkan pada sifat fisik maupun kimia atau kombinasinya
seperti kandungan air, nilai kalori atau sifat fisik lainnya seperti swelling dsb.
Penentuan batubara hanya dapat ditentukan dengan pengujian dan analisis lengkap dari contoh
yang dianggap cukup representatif. Pengujian tersebut menyangkut sifat fisik dan sifat kimia.

5.2. PENGUJIAN SIFAT FISIK BATUBARA :

1. Nilai Ketergerusan Hardgroye (Hardgrove Grindability Index/ HGI)


Nilai Ketergerusan Hardgrove (HGI), yaitu penentuan mudah atau tidaknya batubara
untuk digerus. Makin tinggi nilai HGI, makin mudah batubara untuk digerus dan
sebaliknya.

Cara penentuan HGI adalah sebagai berikut:


50 gram contoh batubara berukuran -14 s/d + 28 mesh digerus dalam alat Hardgrcver
Grindability sampai 60 putaran. Hasil penggerusan diayak dengan saringan 200 mesh
mempergunakan alat Rotap selama 10 menit. HGI dapat dihitung dari hasil penimbangan
berat batubara yang lolos saringan 200 mesh, dengan rnengkorversikan ke dalam kurva
kalibrasi dari contoh standar.
2. Nilai Muai Bebas (Free Swelling Index / FSI atau Crucible Swelling Number)
FSI adalah pengujian untuk rnementukan besarnya pemuaian batubara bila dipanaskan.
Nilai FSI adalah dari 0 hingga 9. FSI adalah angka yang menunjukkan pemuaian batubara
yang dipanaskan pada kondisi standar, dengan cara membandingkan profil dari kokas
yang terbentuk terhadap gambar profil standar. Cara pengujian FSI adalah dengan
memanaskan 1 gram conto batubara dalam cawan khusus untuk nilai muai bebas dalam
keadaan tertutup, pada suhu 820 ± 5°C selama 2,5 menit di dalam furnance khusus.
Kemudian kokas yang terbentuk diamati profilnya dengan membandingkan pada gambar
profil standar yang mempunyai nilai dari satu sampai sembilan.
3. Gray King Assay.
Gray King Assay adalah cara untuk menentukan tipe kokas dari batubara yang
dikarbonisasi, juga dapat dihitung jumlah kokas, tar dan gas yang dihasilkan. Pengujian
ini dilakukan dengan mengkarbonisasi conto batubara dari tabung silika pada suhu
rendah (500°C), kemudian kokas yang terbentuk dibandingkan dengan gambar profil
standar yang diklasifikasikan sebagai berikut:
A = Bubuk (pulverulent)
B = Pecah menjadi serbuk apabila dipegang (break into powder on handling).
C = Kompak tetapi rapuh apabila digores (coherent, but friable on rubbling).
D = Mengkerut agak keras (shrunken, moderately hard)
E = Mengkerut, keras (shrunken, hard)
F = Sedikit mengkerut dan keras (sightly shrunken, hard)
G = Keras mempunyai volume sama dengan volume asal (hard, occupies same
volume as original coal standard coke)
G1 = Sedikit mengembang dan keras (slightly swollen, hard)
G2 = Mengembang lebih besar dan keras (moderately swolen, hard
G3 = Sangat mengembang dan keras (highly swollen, hard, fills tube)
G4 = Paling mengembang (very highly swollen).
Parameter ini diperlukan untuk penggolongan batubara berdasarkan klasifikasi
internasional.
4. Dilatometri
Dilatometri adalah nilai yang menunjukkan terjadinya dilatasi (pengembangan) dan
kontraksi (pengerutan) dari batubara apabila dipanaskan pada kondisi tertentu. Dalam
proses pemanasan batubara akan mengalami beberapa fase antara lain penguapan,
pelunakan, dilatasi, kontraksi, kemudian pemadatan kembali. Sifat-sifat kontraksi
dan dilatasi dari batubara dapat diamati dari grafik yang terbentuk selama pengujian.

5. Penentuan Sifat Coking Batubara Menurut Roga (Roga Index).


Nilai Roga adalah angka yang menunjukkan kemampuan batubara untuk menggumpal
(Coking) bila dipanaskan pada kondisi standar. Parameter ini diperlukan untuk
penggolongan batubara berdasarkan klasifikasi internasional.
Prinsip kerja sebaqai berikut:
Campuran conto batubara dan standar antrasit dipanaskan tanpa oksidasi secara cepat
pada kondisi standar. Hasil kokas yang terbentuk diputar dalam drum uji, kemudian
disaring dengan saringan 1 mm. Nilai Roga dapat dihitung dari jumlah kokas yang tidak
lolos ayakan.
6. Penentuan Titik Leleh Abu Batubara.
Titik leleh abu batubara adalah suhu yang menunjukkan terjadinya perubahan
karakteristik dari abu batubara apabila dipanaskan pada kondisi standar.
Prinsip kerjanya adalah sebaqai berikut:
Abu batubara dicetak menjadi bentuk piramida atau bentuk kubus, kemudian dipanaskan
pada suasana reduksi atau oksidasi dan diamati secara kontinu. Suhu saat terjadinya
perubahan karakteristik dari bentuk contoh uji tersebut diamati sebagai berikut:
 Suhu deformasi (deformation temeperature).
Suhu deformasi adalah suhu saat terjadi perubahan pertama pada piramida atau kubus
dari contoh uji.
 Suhu hemisfer (hemisphere temperature),
Suhu hemisfer adalah suhu saat bentuk piramida dari contoh uji berubah menjadi
hemisfer, yaitu bila diamati secara visual mempunyai tinggi sama dengan setengah
dari diameter dasar piramida atau kubus.
 Suhu alir (Flow temperature /softening temperature)
Suhu alir adalah suhu pada saat abu batubara mulai meleleh pada dudukannya,
sehingga tingginya menjadi 1/3 bagian dari tinggi contoh uji pada suhu hemisfer.

5.3. ANALISIS SIFAT KIMIA BATUBARA


Analisis kimia untuk menentukan kualitas batubara terdiri dari:
1. Anailis proksirnat, yaitu untuk menentukan :
*. kalori
 Kadar air (moisture content)
 Kadar abu (ash content)
 Kadar zat terbang (volatile matter / VM)
 Kadar karbon padat (fixed carbon/FC)
2. Analisis ultilmat, yaitu untuk menentukan :
 Kadar karbon (C)
 Kadar hidrogen (H)
 Kadar belerang (S)
 Kadar nitrogen (N)
 Kadar oksigen (0)
3. Penentuan nilai kalor (calorific value /specific energy).
4. Analisis komposisi abu (ash analysis).
5. Analisis titik leleh abu (ash fusibility).

5.3.1. PRINSIP KERJA ANALISIS SIFAT KiMIA BATUBARA


1. Penentuan kadar air lembab (Moisture in air dried sample)
Kadar air lembab ditentukan dengan cara memanaskan 1 gram conton batubara
berukuran 60 mesh dalam oven pada suhu 105 ± 5°C selama 1 jam. Kehilangan berat
selama pemanasan adalah berat air lembab dari batubara tersebut
2. Penentuan kadar abu.
Kadar abu ditentukan dengan cara menimbang sisa hasil pembakaran sempurna
contoh batubara dalam furnance pada suhu 815 ± 10°C, selama kurang lebih 3 jam.
3. Penentuan kadar zat terbang.
Kadar zat terbang ditentukan dengan menghitung kehilangan berat dari contoh yang
dipanaskan tanpa oksidasi pada suhu 900 ± 10°C selam 7 menit, kemudian dikoreksi
terhadap kadar air lembab.
4. Penentuan kadar karbon padat.
Kadar karbon padat diperoleh dari hasil perhitungan 100% - % (air lembab + abu +
zat terbang).
5. Penentuan kadar karbon dan Hidrogen
Kadar karbon dan hidrogen ditentukan secara bersamaan dengan cara mengoksidasi
contoh dengan oksigen murni dalam alat micro combustion furnance, sehingga
seluruh hidrogen berubah menjadi air, dan karbon menjadi karbon dioksida. Gas hasil
oksidasi ini dialirkan melalui penyerapan air dan karbondioksida, kemudian
ditetapkan secara gravimetri. Total karbon dan hidrogen dihitung dari penambahan
berat penyerap gas-gas tersebut.
6. Penentuan kadar belerang total.
Penentuan kadar belerang total dengan cara Eschka adalah sebagai berikut:
Contoh batubara dicampur dengan pereaksi Eschka (MgO +Na2C03) 2:1, dan
dipanaskan dan furnance sampai suhu 825°C, kemudian dilarutkan dalam air
panas. Sulfat yang terbentuk kemudian diendapkan dengan BaCI 2, membentuk
endapan BaS04 dan selanjutnya ditetapkan secara gravimetri.
Cara penentuan kadar belerang yang lain adalah dengan cara pembakaran pada suhu
tinggi, yaitu sebagai berikut:
Contoh batubara dibakar dalam tube furnance pada suhu 1350°C dengan aliran
oksigen. Gas belerang oksida dan khlor yang terbentuk diserap oleh hidrogen
peroksida dan ditentukan dengan cara volumetri. Koreksi dikerjakan untuk
menghitung jumlah khlor yang terbentuk.
7. Penentuan kadar nitrogen
Kadar nitrogen ditentukan dengan cara Kyeldahi, yaitu sebagai berikut:
Contoh batubara didestruksi dengan asam sulfat pekat sehingga terbentuk garam
amonium (NH4)2SO4. Dengan menambahkan kalium hidroksida pada proses destilasi
maka NH3 akan dibebaskan dan ditampung dengan asam borat. Kadar nitrogen dapat
dihitung dengan cara titrasi.
8. Penentuan kadar oksigen total.
Kadar oksigen total dalam batubara adalah kandungan oksigen yang terdapat dalam
batubara, baik yang terikat dalam material batubara, mineral maupun air. Kadar
oksigen total ditentukan dengan cara perhitungan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
Kadar oksigen total = 100 % - % (abu + H + C + N + S).
Kadar oksigen terkoreksi = 100 % - % (abu + air + H terkoreksi + C + N + S).
Dimana
02 terkoreksi = kadar 02 tidak termasuk oksigen dari air.
H2 terkoreksi = kadar H2 tidak termasuk hidrogen dari air
Hidrogen terkareksi = hidrogen total - (0,1119 x moisture).
9. Penentuan Nilai Kalor
Nilai kalor batubara adalah panas yang dihasilkan oleh pembakaran setiap satuan
berat batubara pada kondisi standar. Nilai kalor dari batubara tersebut dapat dihitung
dari kenaikan suhu setelah pembakaran dengan mengadakan beberapa koreksi.
Nilai kalor (kalori / gram) = (ta-to) x c - f koreksi
Dimana :
ta = suhu akhir
to = suhu awal
c = kapasitas panas efektif
rn = berat contoh
f = faktor koreksi, panas akibat pembakaran kawat dan panas pembentukan asam
sulfat dan asam nitrat.
10. Analisa komposisi abu batubara.
Abu batubara dikomposisikan dari senyawa-senyawa Ca, Fe, Si, Al dan sedikit Ka,
Na, Mg, Mn dalam bentuk silikat, oksida, sulfat dan fospat.
Analisis komposisi abu dapai dikerjakan dengan cara
- Anatomic absorption spectrometry (AAS).
- X-ray flueorescence, d!i.

5.4. PEMANFAATAN BATUBARA BERDASARKAN KUALITAS

5.4.1. PARAMETER DASAR PENILAIAN BATUBARA

Kelas Tinggi(1) Sedang (2) Rendah (3)


Nilai kalori, adb * >6.500 5.500 - 6.500 < 5.500
Belerang total, adb % <1 1-2 >2
Kelembaban, adb % <10 10-15 >15
Kadar abu, adb % <5 5-10 >10
Kelebaian.ni >4 2-4 <2
Kemiringan lapisan (°) <10 10-20 >20

Tabel 5.1: Penilaian kualitas batubara berdasarkan beberapa kelas parameter.

% Volatile % In situ Cal. Val.


Rank Stages % Carbon
Matter Moisture (Kcal/kg)
Wood >65 - 50 2000
Peat >60 75 55-60 2000
Lignite 52 30-40 65-70 2000 - 4000
Sub-bituminous 40 10-25 80-85 5000 - 6500
Coal
Bituminous Coal 15-30 5-10 85-90 6500 - 7500
Semi Antrachite 3 3 93 >7500
Antrachite 2 1 >93 8000

Tabel 5.2 . Komposisi batubara berdasarkan rank

Istilah :
1. As Received (ar):
Nilai yang diperoleh berdasarkan pengujian dari sample langsung di lapangan.
2. Air Dried Basis (adb):
Kualitas yang diperoleh dari batubara yang telah dihilangkan kadar airnya dengan cara
membiarkan terjadi penguapan secara normal pada kondisi suhu kamar.
3. Dry Ash Free (daf) :
Kualitas yang diperoleh dari batubara yang telah dihilangkan abu dan airnya, dengan standar
adb.
4. Dry Moisture Free (dmf) :
Kualitas yang diperoleh dari batubara yang telah digerus (-60 mesh) dan dipanaskan pada
suhu 110°C, dengan standar adb. Merupakan pengujian sample yang dilakukan setelah fase
perhitungan Inhrent Moisture.
5. Dry Mineral Matter Free (dmmf) :
Kualitas batubara atas dasar penghilangan mineral pengotor non lempung dengan standar
adb.
6. Steaming Coal:
Adalah batubara untuk keperluan khusus, dengan suhu pembakaran sedang, tetapi memiliki
waktu panas yang berlangsung relatif lama. Umumnya memiliki kalori antara 6000 s/d 7000
kkal.
7. Coking Coal:
Adalah batubara untuk keperluan khusus, dengan suhu pembakaran tinggi, tetapi memiliki
waktu panas yang berlangsung relatif cepat. Umumnya memiliki kalori > 7000 kkal.
8. Untuk mengetahui streaming coal dan coking coal, dapat dengan melihat perbandingan
antara Volatile Matter (VM) atau zat terbang dengan Fixed Carbon (FC) atau karbon padat
seperti berikut ini:

Streaming coal = VM/FC> 1

Coking Coal = VM\ FC < 1

Anda mungkin juga menyukai