Anda di halaman 1dari 8

A.

Parameter Analisa Batubara


1. Analisa Proksimat
Hasil dari analisi proksimat memberikan gambaran banyaknya
senyawa organik ringan (volatile matter) secara relatif, karbon dalam
bentuk padatan (fixed carbon), kadar mouisture, dan zat organik (ash),
hingga mencakup keseluruhan komponen batubara, yakni batubara murni
ditambah bahan-bahan pengotornya. Analisis proksimat merupakan cara
mengevaluasi batubara yang paling sederhana. Oleh karena itu, sangat
banyak dilakukan orang.
Di dalam literatur, istilah ash dan zat mineral anorganik digunakan
secara bersama, yang satu dapat menggantikan yang lainnya. Ash adalah
residu yang tertinggal setelah batubara dibakar. Ash berbeda dengan
banyaknya dan susunan kimia dari zat mineral dalam batubara yang
disebabkan pemecahan termis zat mineral pada pemanasan.
Zat mineral dalam batubara dapat diataksir menggunakan berbagai
perumusan. Salah satu rumus yang telah lama dikenal adalah rumus Parr
(digunakan dalam klasifikasi Seyler dan ASTM). Disini zat mineral
dihitung dari kandungan ash dan sulfur:
= 1,05 + 0,55
Koefisien 0,55 menunjukkan proporsi sulfur tidak saja sebagai pirit
tetapi termasuk sebagian kecil sulfur organik. Rumus lainnya yang dapat
digunakan dalam klasifikasi batubara Inggris adalah rumus King-MariesCrossley (KMC):
= 1,13 + 0,5 + 0,8 2 2,88
= + 2,8 + 0,3
Untuk batubara Indonesia kita pakai saja perumusan yang paling
sederhana yaitu rumus Parr atau yang lebih sederhana dari itu:
= 1.10
2. Analisa Ultimat
Analisis ultimat didefinisikan sebagai analisis batubara yang
dinyatakan dalam kandungan unsur karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur, dan
oksigen. Jadi penjumlahan karbon, hidrogen, sulfur, ash, nitrogen dan

oksigen sama dengan 100%. Tiap unsur ditentukan dalam sampel analitik
dan hasil penentuan dinyatakan dalam basis kering, bebas mineral matter.
Standar ISO, BS, dan ASTM hanya memberikan standar prosedur
analisis ultimat untuk hard coal saja, sementara standar AS selain untuk
hard coal juga untuk brown coal dan lignit.
Perbedaan yang mencolok antara prosedur untuk hard coal dan
brown coal terletak pada cara pengukuran moisture. Karena brown coal dan
lignit mengandung moisture yang lebih banyak, sebelum dilakukan analisis,
sebagian besar dari moisture ini dihilangkan terlebih dahulu, kemudian
dalam sampel yang kering ini dilakukan analisis ultimat. Pada penentuan
karbon dan hidrogen untuk lower rank coal tersebut, standar Australia
menggunakan cara Liebig.

B. Parameter dalam Analisis Proksimat


1. Kadungan Air (Moisture Content)
a. Total Moisture adalah banyaknya air yang terkandung dalam batubara
sesuai kondisi di lapangan (Ar), baik terikat secara kimiawi maupun
akibat pengaruh kondisi diluar. Pada prinsipnya total moisture
merupakan jumlah air yang terkandung dalam batubara baik air bebas
Free Moisture (FM) maupun air terikat Inherent Moisture (IM).
b. Free Moisture adalah air yang diserap oleh permukaan batubara akibat
pengaruh dari luar.
c. Air bawaan (Inherent Moisture) adalah kandungan air bawaan pada saat
terbentuk batubara.
Cara penentuan moisture dalam sampel yang dianlisis termasuk
dalam analisis proksimat, perbedaannya dengan penentuan moisture dalam
sampel kering udara (residual moisture) terletak dalam ukuran fraksi
sampel. Penentuan moisture dalam sampel kering udara memerlukan
sampel batubara -3 mm, sedangkan penentuan moisture dalam sampel yang
dianalisis memerlukan sampel batubara 0,2 mm. dalam standar ASTM
ukuran sampel dalam penentuan RM ialah -2,36 mm, -0,85 mm, dan -0,25
mm. sementara itu, untuk penentuan adalah -0,25 mm atau -250 m.

dalam standar BS (dan AS) ukuran sampel batubara tersebut masing-masing


ialah -3,13 mm untuk RM dan -212 m untuk .
2. Kandungan Abu (Ash Content)
Merupakan sisa-sisa zat organik yang terkandung dalam batubara
setelah dibakar. Kandungan abu dapat dihasilkan dari pengotor bawaan
dalam proses pembentukan batubara maupun pengotoran yang berasal dari
proses penambangan. Abu batubara merupakan bagian yang tidak hilang
pada waktu pembakaran batubara tersebut. Komposisi utama abu batubara
adalah Si, A1, Fe, Ti, Mn, Na, K, Silikat, Sulfida, Sulfat dan Fosfat.
Ash batubara didefinisikan sebagai zat anorganik yang tertinggal
setelah sampel batubara dibakar, dalam kondisi standar sampai diperoleh
berat yang tetap. Selama pembakaran batubara, zat mineral mengalami
perubahan karena itu banyaknya ash umumnya lebih kecil dibandingkan
dengan banyaknya zat mineral yang semula ada di dalam batubara. Hal ini
disebabkan antara lain karena menguapnya air konstitusi (hidratasi) dari
lempung, karbondioksida dari karbonat serta terjadinya fiksasi belerang
oksida.
Ash batubara, disamping ditentukan kandungannya (ash content)
ditentukan pula susunan (komposisi) kimianya dalam analisis ash dan suhu
lelehnya dalam penentuan suhu leleh ash.
Sejumlah perubahan kimia terjadi apabila suhu sampel batubara
dipanaskan. Zat yang pertama menguap pada suhu 100C adalah moisture.
Karbondioksida lepas dari karbonat dan besi sulfide teroksidasi menjadi besi
oksida pada suhu sekitar 500C. Oksida-oksida sulfur tertambat pada suhu
yang lebih tinggi dari 800C supaya perubahan ini dapat terkendali,
penentuan ash dilakukan dengan cara pemanasan dua tahap sampel
ditempatkan di dalam suatu muffle furnace dan dipanaskan sampai suhu
500C selama 30 menit kemudian suhu dinaikkan sampai mencapai 815C
dalam waktu 60 menit.
Dalam standar ISO dibedakan antara cara penentuan kandungan
ash dalam hard coal dalam brown coal dan lignit. Prosedur untuk hard coal
(ISO 1171-1981) menyarankan menimbang 1 gram sampel batubara halus,

menyebarkannya di dalam cawan silika, porselen atau platina sampai


kepadatan permukaan maksimal 0,15 gr/cm2. Kemudian sampel dalam
cawan dipanaskan sampai suhu 500C selama 30 menit dari suhu 500C
sampai 815C selama 30-60 menit, dan terakhir membiarkannya pada suhu
815C selama 60 menit lagi.
Untuk brown coal dan lignit, pemanasan dilakukan sebagai
berikut. Suhu dinaikkan sampai 250C dalam waktu 30 menit, dari 250C
sampai 500C dalam waktu 30 menit, kemudian dari 500C samapi 815C
selama 60 menit. Terakhir pada suhu 815C selama 60 menit lagi.
Dalam standar BS dan AS tempat sampel untuk penentuan ash
dipakai cawan silika, furnace harus diberi ventilasi sebanyak empat kali
perubahan udara permenit dan sampel dipanaskan 30 menit sampai suhu
500C, 60 menit sampai suhu 815C dan kemudian 60 menit lagi pada suhu
yang tetap sampai diperoleh berat yang konstan.
Standar ASTM menyarankan pemanasan dari suhu kamar sampai
suhu 500C. prosedur standar yang memerlukan waktu lama dan perlu
pengawasan yang terus-menerus perlu diganti dengan yang lebuh cepat,
sistem pengganti yang ada saat ini adalah menggunakan sinar X serta
radioaktif dan telah banyak digunakan ditambang-tambang batubara,
pengumpanan blending, dan sebagainya. Penentuan ash yang lebih cepat
(rapid ash) dapat pula dilakukan dilaboratorium, meskipun cara ini belum
standar tetapi hasilnya menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan
dengan cara standard dan masih dalam batas toleransi.
3. Zat Terbang (Volatile Matter)
Volatile matter merupakan zat aktif yang menghasilkan energi
panas apabila batubara tersebut dibakar dan terdiri dari gas-gas yang mudah
terbakar seperti hidrogen, karbonmonoksida (CO) dan metan. Zat terbang
ini sangat erat kaitannya dengan rank dari batubara. Makin tinggi
kandungan air terbang (VM) makin rendah kualitasnya. Dalam pembakaran
karbon padatnya, sebaliknya zat terbang rendah akan mempersulit proses
pembakaran.

Volatile yang menguap terdiri atas sebagian gas-gas yang mudah


terbakar seperti hidrogen, karbon dioksida, metan, serta sebagian kecil uap
yang dapat mengembun seperti TAR. Hasil pemecahan termis seperti
karbon dioksida dari karbonat, sulfur dari pirit, dan air dari lempung.
Moisture berpengaruh pada hasil penentuan VM sehingga sampel
yang dikeringkan dengan oven akan memberikan hasil yang berbeda dengan
hasil sampel yang dikering udarakan.
Prosedur penentuan VN untuk hard coal menurut ISO adalah 1 gram
sampel dimasukkan kedalam cawan silika dengan tutup yang rapat. Cawan
diletakkan pada stand terbuat dari kawat nikel krom dan kemudian
dimasukkan kedalam muffle furnce bersuhu 900C. Pemanasan tanpa udara
ini dilakukan selama 7 menit tepat.
Standar ISO memberikan prosedur tadi hanya untuk hard coal
sedangkan untuk batubara range rendah digunakan dengan cara 2 tahap
(ASH). Mula-mula sampel dipanaskan pada suhu 400C selama 7 menit
kemudian pemanasan dilanjutkan lagi pada suhu 900 C selama 7 menit lagi.
4. Karbon Tertambat (Fixed Carbon)
Fixed Carbon (FC) merupakan angka diperoleh dari hasil
pengurangan 100% terdapat jumlah kandungan air lembab, kandungan abu
dan zat terbang. Dengan adanya pengeluaran zat terbang dalam kandungan
air, maka tertambat secara otomatis akan naik sehingga makin tinggi
kandungan karbonnya, kelas batubara semakin naik.
FC menyatakan banyaknya karbon yang terdapat dalam material sisa
setelah volatile matter dihilangkan. FC ini mewakili sisa penguraian dari
komponen organic batubara di tambah sedikit senyawa nitrogen, belerang,
hidrogen, dan mungkin oksigen yang terserap atau bersatu secara kimiawi.
Kandungan FC digunakan sebagai indeks hasil kokas dari batubara pada
waktu di karbonisasikan, atau sebagai ukuran material padat yang dapat
dibakar di dalam peralatan pembakaran batubara setelah fraksi zat mudah
menguap dihilangkan. Apabila ash atau mineral telah dikoreksi, maka
kandungan FC dapat dipakai sebagai indeks range batubara dan parameter
untuk mengklasifikasikan batubara.

= 100% % % %
5. Nilai Kalori (Calorific Value)
Harga nilai kalori merupakan penjumlahan dari harga-harga panas
pembakaran unsur-unsur pembakaran batubara. Nilai kalori terdiri atas
gross calorie value yaitu nilai kalori yang biasa dipakai sebagai laporan
analisis dan net caloric value yaitu nilai kalori yang benar-benar
dimanfaatkan dalam proses pembakaran batubara.

C. Parameter dalam Analisis Ultimat


1. Penentuan Karbon (C) dan Hidrogen (H)
Kedua sistem ini ditentukan dengan cara yang sama dalam operasi
yang bersamaan. Nilai karbon mencakup kandungan karbon dari karbonkarbon mineral.
Untuk menentukan karbon dan hidrogen, ada dua cara yang
diajukan oleh ISO yaitu cara liebig sebanyak 0.2-0.3 gram sampel batubara
halus dibakar bersama gas oksigen murni pada suhu 800C. Gas yang
terbentuk dialirkan melalui tembaga oksida, air yang terbentuk di absorpsi
oleh magnesium perklhorat, sedangkan karbondioksida di absorpsi oleh
soda asbestos. Agar hasil penentuan itu mempunya ketelitian yang tinggi,
maka dalam cara ini dipasang pula sederetan tabung Absorpsi. Sulfur oksida
akan diarsorbsi oleh timbal khromat, khlor oleh silver gauze dan nitrogen
oksida oleh mangan dioksida.
Dalam cara yang lain, yaitu metode suhu tinggi atau hight
temperature metode (ISO). Ditimbang 0.5 gram sampel batubara halus dan
dipanaskan pada suhu 1350C dalam oksigen yang telah dimurnikan. Gas
klhor dan sulfur oksida ditahan oleh silver gauze, air diarbsorpsi dalam
magnesium perklhorat dan karbon dioksida di arbsorpsi dalam soda
asbestos. pada suhu 1350C nitrogen oksida tidak terbentuk sehingga tidak
memerlukan tabung arbsorpsi berisi mangan dioksida.
2. Penentuan Nilai Kalori
Pengukuran unit panas yang dibebaskan bila satu unit massa bahan
bakar padat dibakar dalam sebuah bom dibawah kondisi standar. Hasil-hasil

analisa itu sendiri harus beracuan pada basis-basis analisa (reference basis).
Basis yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut:
a. As received basis (Ar)
Basis analisa dimana contoh batubaranya diambil dari suatu
tempat (lapangan) dan langsung dianalisa. Pada keadaan ini total
kandungan air + zat terbang + kadar karbon + kandungan abu = 100%.
b. Air dry basis (Adb)
Basis analisa dimana contoh batubaranya dikeringkan pada
udara terbuka untuk menghilangkan free moisture dan sisanya inherent
moisture, sehingga inherent moisture + zat terbang + kadar karbon +
kadar abu = 100%.
c. Dry basis (Db)
Basis analisa dimana contoh batubaranya telah dikeringkan
pada temperatur tertentu sampai inherent moisturenya hilang, sehingga
zat terbang + kadar karbon + kandungan abu = 100%.
d. Dry ash free (Daf)
Adalah kondisi batubara yang telah diproses dilaboratorium
sehingga bebas dari air dan bebas dari kandungan abu.
e. Dry mineral matter free (Dmmf)
Adalah kondisi batubara yang bebas dari total moisture dan
bahan anorganik dalam batubara tersebut.
3. Penentuan Karbon Berasal dari Karbonat
Ada tiga cara dalam penentuan karbon dioksida dalam sampel
batubara, yaitu cara titrimetri, gravimetric dan manometri (standar AS).
Dalam cara gravimetric, penimbangan 1 gram sampel batubara
halus dilakukan seperti cara titimetri tetapi karbondioksida yang menguap
diarbsorbsi oleh soda asbestos dan pertambahan berat soda asbestos
menunjukkkan banyaknya karbondioksida dalam sampel.
4. Penentuan Nitrogen
Dalam standar ISO diajukan dua cara penentuan yakni cara makro
dan cara semimikro. Dalam cara makro (ISO, ASTM) berat sampel yang

ditimbang adalah 1 gram batubara halus, sedangkan dalam cara semimikro


(ISO, AS) digunakan 0.1 gram sampel batubara halus.
Dua jenis katalisator yang dianjurkan adalah kalium sulfat-serbuk
celenium-merkury sulfat (32+1+5) dan kalium sulfat-serbuk celeniumvanadium pentoxida (90+2+5). Setelah digesion, ammonium didestilasi uap
dan ditampung dalam larutan asam borat, kemudian ammonium borat hasil
reaksi dititrasi oleh asam sulfat 0.01 N.
5. Penentuan Oksigen
Standar ISO memberika satu cara penentuan oksigen untuk sampel
hard coal yang prinsipnya mempirolisakan batubara kering dalam aliran gas
nitrogen sehingga semua oksigen dalam hasil pirolisa berubah menjadi
karbon monoksida yang kemudia diubah lagi menjadi karbon monoksida
dan ditentuka dengan berbagai cara.

D. Sampel Analisa Geoservice


Lampiran

Anda mungkin juga menyukai