Anda di halaman 1dari 13

Nama :Andi Kurniawan

Nim :710014050
Tugas :Pemanfaatan Batubara

Basis dalam perhitungan hasil analisa batubara adalah dasar yang dipakai untuk
menyatakan nilai dari suatu parameter dan menginterpretasikan nilai tersebut pada kondisi
tertentu batubara. Interpretasi dari basis tersebut sesuai dengan istilah basis tersebut,
misalkan seperti basis basis di bawah ini

Basis Analisis
Hampir semua analisis batubara dilakukan dengan sample yang telah dikeringkan di udara, dan
hasilnya dilaporkan sebagai basis tersebut (Air Dried Basis, ADB).
Contoh beberapa basis analisis yang digunakan untuk keperluan klasifikasi batubara adalah :

a) Dry Basis (db) – data disajikan dalam bentuk persentase setelah batubara dikeringkan

b) Dry, ash-free (daf) basis – batubara diasumsikan telah bebas air dan bebas abu

c) Dry, mineral matter-free (dmmf) basis – batubara diasumsikan telah bebas air (kering), bebas
mineral. Oleh sebab itu, diangap pengujian hanya terhadap senyawa organik batubara.

d) Moist, ash-free (maf) basis – Asumsi bahwa batubara telah bebas abu dan masih
mengandung moisture

e) Moist, mineral matter-free (mmmf) basis – batubara dianggap telah bebas mineral tetapi
masih mengandung air.
Contoh Kasus dalam Basis Data

Free moisture
Batubara + lengas (lengas bebas) Batubara + lengas
total + abu bawaan + abu
Diangin-anginkan

Masuk Lab.
Masuk Lab.

As received Air dried base


(a.r.) (a.d.b.)

Nilai kalor Nilai kalor (6000 kcal/kg +


6000 kcal/kg A kcal/kg)
Inherent moisture
Batubara + lengas Batubara kering + abu
(lengas bawaan)
bawaan + abu
0
Dipanaskan 110 C

Masuk Lab.

Dry base (d.b.)

Nilai kalor (6000 kcal/kg


+ A kcal/kg + B kcal/kg)

Batubara kering + abu Batubara saja


(tanpa abu)
Seolah-olah abu
dihilangkan
Masuk Lab.

Nilai kalor (6000 kcal/kg Dry ash free


+ A + B + C kcal/kg) (d.a.f.)
Parameter Pengujian Batubara.
Didalam analisis lain-lain terdapat beberapa Parameter yang akan dianalisis atau diuji untuk
menentukan kualitas dan determinasi. Antara lain :
1. Nilai Kalor Batubara (Calorific Value)
2. Ketergerusan / Kemampuan Gerus (Hardgrove Grindability Index)
3. Titik Leleh Abu ( Ash Fusion Temperature )
4. Crucible Swelling Number and Roga Index
5. Analisis Abu ( Ash Analysis )
6. Abrasion Index
7. Trace Element
8. Gray King Coke
9. Audibert Arnu Dilatometry
10. Caking and Coking Analysis Properties.

Berikut adalah Penjabaran untuk Parameter-parameter pengujian Batubara Tersebut:


1. Nilai kalor (Calorific Value)
Nilai kalor kotor (gross CV) ditentukan dengan membakar sejumlah batubara pada
kondisi terkontrol (biasanya dalam kalorimeter) dimana air yang terbentuk berada dalam
bentuk likuid pada akhir proses.
Nilai kalor bersih (net CV) adalah nilai kalor kotor yang dikoreksi dengan panas laten
penguapan air yaitu dengan mengurangkan 572 kal/g (1030 btu/lb) air untuk setiap satuan
berat batubara dari nilai kalor kotor. Net CV penting untuk pasar komersial karena
memberikan estimasi yang lebih akurat dari CV batubara pada kondisi actual. Harga ini
dapat dihitung dari gross CV atau sebaliknya bila diketahui kandungan air serta hydrogen
dalam batubara. Calorivic value adalah jumlah panas yang dihasilkan oleh pembakaran
contoh batubara di laboratorium. Pembakaran dilakukan pada kondisi
standar, yaitu pada volume tetap dan dalam ruangan yang berisi gas oksigen dengan
tekanan 25 atm.
Selama proses pembakaran yang sebenarnya pada ketel, nilai calorivic value ini tidak
pernah tercapai karena beberapa komponen batubara, terutama air, menguap dan
menghilang bersama-sama dengan panas penguapannya. Maksimum kalori yang dapat
dicapai selama proses ini adalah nilai net calorivic value. Calorivic value dikenal juga
dengan specific energy dan satuannya adalah kcal/kg atau cal/g, MJ/kg,Btu/lb.
Perhitungan nilai kalor batubara :
DULONG Btu/lb = 14.544 C + 62.028 (H – O/8) +405 S

C, H, O dan S : fraksi berat karbon, hydrogen, oksigen dan sulfur dalam batubara

2. Hardgrove Grindability Index


Hardgrove grindbility index (HGI) adalah indeks yang menggambarkan tingkat
kemudahgerusan batubara oleh alat penggerus (pulverizer) di lapangan, yang proses
pembakaran batubaranya menggunakan partikel batubara halus (75 micron) yang biasa
disebut dengan pulverized fuel (pf).
Harga HGI diperoleh dengan menggunakan rumus :
HGI = 13.6 + 6.93 W
W adalah berat dalam gram dari batubara lembut berukuran 200 mesh. Semakin
tinggi nilai HGI suatu batubara semakin mudah batubara tersebut digerus. Semakin tinggi
rank batubara, semakin tinggi juga nilai HGI-nya, kecuali anthracite. HGI tidak bersifat
aditif, artinya apabila kita mempunyai dua jenis batubara yang nilai HGI-nya berbeda,
kemudian dicampurkan dengan komposisi tertentu, nilai batubara tidak bisa dihitung
berdasarkan komposisi pencampuran tersebut. Nilai HGI campuran cenderung ke arah nilai
yang lebih kecil.

3. Ash Fusion Temperature


Ash fusion temperature (AFT) adalah analisis yang dapat menggambarkan sifat
pelelehan abu batubara yang diukur dengan mengamati perubahan bentuk contoh abu yang
telah dicetak berupa kerucut, selama pemanasan bertahap. Analisis biasanya dilakukan
dengan dua kondisi pemanasan, yaitu kondisi oksidasi dan kondisi agak reduksi. Pada
kondisi reduksi, pemanasan dilakukan dalam tabung pembakaran yang dialiri oleh
campuran 50% gas hidrogen dan 50% gas karbondioksida, sedangkan pada kondisi oksidasi
pemanasan dilakukan dalam tabung pembakaran yang dialiri oleh 100% gas
karbondioksida.
Pengamatan sifat pelelehan ini umumnya dilakukan pada suhu 900oC sampai
dengan 1600oC. Pengamatan dicatat dan dilaporkan pada saat contoh abu meleleh dan
berubah menyerupai profil standar yang telah tersedia. Analisis yang dilakukan pada
kondisi oksidasi umumnya mendapatkan hasil yang lebih tinggi daripada yang dilakukan
pada kondisi reduksi. Hal ini tergantung dari kandungan komponen tertentu dalam abu
tersebut, sebagai contoh, komponen besi oksida yang mempunyai efek pelelehan yang
berbeda pada kondisi oksidasi dengan pada kondisi reduksi.
Apakah itu AFT oksida atau reduksi yang dapat dipakai untuk memprediksi
permasalahan yang mungkin timbul pada suatu instalasi, tergantung dari bentuk operasi itu
sendiri. Sebagai contoh, dalam kasus pabrik penghasil gas, dimana kondisi reduksi terjadi
di ruang pembakaran maka AFT reduksilah yang cocok untuk dilakukan, sebaliknya pada
dasar fixed furnace, dimana udara pembakaran mengalir dari bawah ke atas, kondisinya
ialah oksidasi, sehingga AFT oksidasilah yang cocok. Dalam kasus pembakaran pulverized
fuel, keadaannya berbeda dan tidak menentu. Pada nyala pembakaran, sebagian besar
kondisinya reduksi, sedangkan di luar nyala pembakaran kondisinya agak oksidasi
tergantung dari banyaknya kelebihan udara yang dialirkan.
AFT sangat dipengaruhi oleh komposisi abu (ash analysis) :
a) Apabila komposisi abu semakin mendekati Al2O3.2SiO2 (rasio Al2O3/SiO2 = 1 : 1.18)
semakin sulitlah untuk meleleh. Artinya flow temperature-nya tinggi dan rentang suhu
lelehnya tinggi.

b) CaO, MgO, dan Fe2O3 bersifat agak melelehkan sehingga akan menurunkan AFT
terutama apabila mengandung kelebihan SiO2.

c) FeO, Na2O, dan K2O mempunyai kemampuan menurunkan AFT yang sangat kuat.

d) Kandungan sulfur yang tinggi menurunkan suhu initial deformation dan memperlebar
rentang suhu lelehnya (flow-initial deformation).

Batubara yang abunya memiliki AFT yang tinggi (initial deformation > 1350oC),
sangat cocok dipergunakan pada operasi dengan sistem penanganan/pembuangan abu
berupa padatan kering, sedangkan batubara yang abunya memiliki AFT rendah
(flow<1350oC) sangat cocok dipergunakan pada operasi dengan sistem
penanganan/pembuangan abu berupa lelehan.

4. Crucible Swelling Number and Roga Index


Crucible swelling number (CSN) adalah salah satu tes untuk mengamati caking
properties batubara, yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Caking adalah sifat yang
menggambarkan kemampuan batubara membentuk gumpalan yang mengembang selama
proses pemanasan. Roga index adalah indeks yang didapat dari salah satu tes caking yang
disebut roga test. Tes ini untuk mengukur caking power. Indeks ini dipergunakan dalam
klasifikasi batubara internasional sebagai alternatif dari crusible swelling number.

5. Ash Analysis
Salah satu faktor penting pada pemakaian batubara dan kokas dalam industri adalah
sifat mineralnya pada proses pembakaran. Dengan mengetahui sifat-sifat tersebut, proses
pemakaian batubara dapat dirancang sedemikian rupa sehingga masalah yang mungkin
timbul dapat diantisipasi dengan baik, misalnya masalah penanganan dan pembuangan ash
(abu), fly ash (partikel abu halus yang ikut terbang bersama-sama asap dan sisa pembakaran
lainnya), clinker, dan slag (cairan kerak). Selain itu faktor ini sering juga sering
dipergunakan sebagai arahan dalam memilih bahan bakar batubara yang cocok untuk suatu
industri.
Penggambaran sifat ini, secara kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung rasio
kelompok unsur tertentu yang terkandung dalam batubara, yang mana kemudian dikenal
dengan istilah slagging dan fouling factor. Slagging adalah masalah yang timbul pada
proses pembakaran batubara dimana abunya meleleh dan membentuk kerak yang
menempel pada dinding dalam ruang pembakaran dan pada pipa-pipa superheater yang
berjarak renggang, yang sulit untuk dibersihkan sehingga mengakibatkan berkurangnya
penyaluran panas.
Fouling adalah masalah yang timbul pada proses pembakaran dimana abu halus
yang mengandung sodium menguap bersama-sama sulphur dan berakibat sama seperti
slagging. Slagging/fouling factor adalah sebuah indeks yang dihitung baik dari data ash
analysis maupun dari data ash fusion temperature yang dapat memberikan indikasi
seberapa jauh kecenderungan batubara tersebut menimbulkan masalah slagging/fouling
selama proses pembakaran.
Ash sebagian besar terdiri dari oksida silikon, aluminium, besi, kalsium,
magnesium, titan, mangan, dan logam alkali. Sebagian di antaranya terikat sebagai silikat,
sulfat, dan posfat. Komposisi ash batubara tidak sama dengan komposisi mineralnya tetapi
dapat menggambarkan komposisi mineralnya. Total hasil analisis ini harus 100+2%. Hasil
analisis seharusnya dilaporkan dalam basis “Ignited at 800oC”, tetapi banyak orang yang
melaporkan hasil analisis ini tanpa mencantumkan basisnya.

6. Abrasion Index
Abrasion index adalah indeks yang menunjukkan daya abrasi (kikis) batubara
terhadap bagian dari alat yang dipergunakan untuk menggerus batubara tersebut
(pulverizer) sebelum dipergunakan sebagai bahan bakar. Semakin tinggi nilai abrasive
index suatu batubara semakin tinggi pula biaya pemeliharaan alat penggerus batubara
tersebut. Suatu batubara disebut abrasive apabila abrasive index-nya 400-600, dan disebut
tidak abrasive apabila abrasive index-nya <10. Coke mempunyai abrasive index 2500
sedangkan sandstone mempunyai abrasive index 1200.
Batubara yang diinginkan pembeli harus mempunyai abrasive index <200. Apabila
abrasive index-nya > 200, harga batubara tersebut bisa lebih murah atau bahkan sama
sekali ditolak.

7. Trace Element
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui komposisi unsur dalam batubara yang
dianggap berbahaya terhadap lingkungan. Jumlahnya kecil, misalnya merkuri, arsen,
selenium, fluorine, cadmium dsb.

8. Gray King Coke


Gray-King coke type adalah analisis untuk mengamati coking coal. Coking adalah
sifat yang berhubungan dengan perilaku batubara selama proses carbonisation (proses
pembuatan coke secara komersial) serta sifat coke yang dihasilkannya. Tes ini dilakukan
pada tingkat pemanasan yang lambat yang lebih mirip dengan tingkat pemanasan pada coke
oven.

9. Audibert Arnu Dilatometry


Pada proses karbonisasi, batubara pada awalnya umumnya mengkerut, kemudian
mengembang ketika volatile matter mulai menguap, dan akhirnya terbentuklah gumpalan
kokas. Perubahan volume yang terjadi pada proses ini sangat penting untuk diketahui, agar
penentuan jumlah batubara konsumsi coke oven dapat dilakukan dengan tepat sehingga
prosesnya menjadi aman. Informasi ini pun penting diketahui dalam proses pencampuran
beberapa batubara untuk operasi pembuatan kokas komersial. Audibert-Arnu dilatometry
adalah alat untuk mengukur perubahan volume yang terjadi pada proses karbonisasi
tersebut.
10. Caking and Coking Analysis Properties
Caking dan coking properties adalah sifat atau perilaku batubara pada saat
dipanaskan serta sifat coke yang terbentuk dari pemanasan tersebut. Caking adalah sifat
yang menggambarkan kemampuan batubara membentuk gumpalan yang mengembang
selama proses pemanasan. Tes ini dilakukan pada tingkat pemanasan yang cepat. Tes untuk
mengukur sifat caking ini adalah crucible swelling number (disebut juga dengan free
swelling index (ASTM), dan coke button index) dan caking power yang diukur dengan roga
test.
Coking adalah sifat yang berhubungan dengan perilaku batubara selama proses
carbonisation (proses pembuatan coke secara komersial) serta sifat coke yang
dihasilkannya. Tes ini dilakukan pada tingkat pemanasan yang lambat yang lebih mirip
dengan tingkat pemanasan pada coke oven. Tes untuk mengukur sifat coking ini adalah
Gray-king coke type, dilatometry (Audibert-Arnu), plastometry (Gieseler). Selain untuk
memperkirakan potensi batubara dalam pembuatan coke, kedua sifat ini juga penting dalam
pengklasifikasian batubara.
Konversi Perhitungan Basis Pelaporan Batubara

As received basis (ar) : Perhitungan data analisa berdasarkan pada saat sample di terima
dilaboratorium, Sebelum dilakukan proses apapun pada sample. Dapat dihitung dengan
menggunakan rumus.

Air dried basis (ad) : Suatu perhitungan data analisa berdasarkan kondisi kelembaban
udara saat sample dianalisa. Rumus perhitungannya menggunakan :

Dry basis (d) : Suatu perhitungan yang menggambarkan kondisi batubara dalam keadaan
tanpa mositure.
Rumus perhitungannya menggunakan :

Dry ash free basis (daf) : Suatu perhitungan yang menggambarkan kondisi dimana sample
tanpa kelembaban atau kadar air dan tanpa kadar abu. Dapat Dihitung menggunakan
Rumus :

Dry mineral matter-free basis (dmmf) : Suatu perhitungan yang menggambarkan kondisi
sample batubara tampa moisture, total moiture, dan abu.

Moist ash-free basis (maf): Suatu perhitungan yang menggambarkan kondisi sample
batubara tanpa abu dengan kadar Air saat sampling. Lihat Tentang jenis air dalam batubara

Moist mineral-free basis (mmf): Suatu perhitungan yang menggambarkan kondisi sample
batubar a tanpa abu dengan kadar Air saat dalam perut bumi atau pada posisi Inheren
moiture. Lihat Tentang analisa inheren moiture dan jenis air dalam batubara.
Analisa Inheren moiture adalah adalisa dimana kadar air yang didapat merupakan
gambaran kadar air batubara dalam perut bumi. Pada analisa ini batubara di kondisikan
pada kelembaban 96 % dan suhu 30 OC.

Air drying : Suatu Proses pengeringan dengan proses peng angin anginan. Dimana Ir yang
hilang adalah air permukaan batubara.
Jika Dibentuk tabel Berikut Konversi perhitungannya :
Lamanya waktu pengeringan menurut ASTM, ISO, BS, dan AS

Waktu pengeringan
ISO1988 ASTM BS 1017; AS
Suhu °C D2013 part 1 2646.6
15° diatas suhu ruangan Lebih 24 jam
tapi tidak > 25°C baik tidak >
24 jam
25°C
30°C 6 jam 6 jam ≤ 24 jam
40°C ≤ 6 jam
45°C 3 jam 3 jam ≤ 3 jam

105°C 1 Jam

(hanya untuk high rank


coal)
10°C- 15°C diatas suhu
ruangan, tapi tidak > 40°C,
kecuali suhu ruangan > 40°C Sampai
konstant

Anda mungkin juga menyukai