Anda di halaman 1dari 14

Tugas:

“MAKALAH KONSERVASI LINGKUNGAN”

PERAN SISTEM SKORING DALAM MEMPERTAHANKAN FUNGSI


EKOLOGIS PADA KAWASAN YANG RENTAN BENCANA AKIBAT
DEGRADASI LAHAN

OLEH

SARAH AZHARI
F1D1 15 073

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………ii

Daftar Isi……………………………………………………………………….iii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang…………………………………………………………..1-2

1.2.Rumusan Masalah………………………………………………………..2

1.3.Tujuan……………………………………………………………………2

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Degradasi Lahan..................................................................3-4

2.2.Penyebab Drgradasi Lahan.....................................................................4-5

2.3. Akibat yang ditimbulkan Akibat Degradasi Lahan............................. 5-8

2.4. Bentuk Penanggulangan Akibat Degradasi Lahan.................................8-9

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..10

3.2. Saran………………………………………………………………

……10

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan

makalah pada mata kuliah Konservasi Lingkungan yang diampu oleh Drs.

Amirullah, M.Si. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah

Konservasi Lingkungan. Makalah ini berisi tentang hal-hal yang terkait dengan

masalah-masalah mengenai sistem skoring dalam mempertahankan fungsi

ekologis pada kawasan yang rentan bencana akibat degradasi lahan. Makalah ini

di buat dengan tujuan agar mahasiswa dapat memahami bagaimana cara

menaggulangi serta memperbaiki kerusakan lahan rentan bencana akibat

degradasi.

Semoga makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat dan berguna,

khususnya bagi saya sendiri sebagai penulis. Kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat dibutuhkan untuk makalah ini. Saya mohon maaf atas

kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini.

Kendari, 23 Mei 2018

Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis


bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang
dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada
akhirnya dapat menyebabkan korban jiwa, kerugian harta benda dan kerusakan
berbagai infrastruktur, sarana dan prasarana yang telah dibangun. Bencana alam
yang terjadi akibat eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, alih fungsi
lahan dan penggunaan lahan yang tidak sesuai serta akibat perubahan iklim global
telah mengakibatkan bertambahnya wilayah yang rawan terhadap bencana alam
berupa bencana banjir, kekeringan, tanah longsor, angin puting beliung,
gelombang pasang, kebakaran hutan dan lahan.
Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang
berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, tsunami
dan gunung meletus hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat, kapan akan
terjadi dan berapa besaran kekuatannya, sedangkan beberapa bencana lainnya
seperti banjir, tanah longsor, kekeringan masih dapat diramalkan sebelumnya.
Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan
menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi
karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman
bahaya. Dengan demikian diadakan suatu tindakan atau upaya meminimalisir
ancaman dari degradasi lahan.
Sistem skoring ini adalah upaya untuk tetap mempertahankan fungsi-
fungsi ekologis pada kawasan-kawasan yang rentan terhadap kerusakan/bencana
khususnya terkait degradasi lahan (erosi, penurunan kesuburan tanah) dan fungsi
tata air. Ini terlihat pada penggunaan parameter sistem skoring yang
menggambarkan tingkat kerentanan area. Pemilihan 3 parameter fisik (kelerengan,
jenis tanah, curah hujan) merupakan penyederhanaan dari sekian banyak
parameter yang diduga paling berpengaruh terhadap kerentanan lahan saat itu
(tahun 1980-an). Pengelolaan kawasan lindung pada prakteknya sering
terintegrasi dengan pengelolaan kawasan non lindung, seperti kawasan lindung
sekitar sungai atau mata air yang berada di dalam kawasan hutan produksi. Untuk
kasus seperti ini, kawasan lindung berada di dalam cakupan pengelolaan hutan
produksi, sehingga dalam operasi spasial kawasan hutan produksi tidak
dikurangkan oleh kawasan lindung.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah bagaimana upaya

mempertahankan fungsi ekologis lahan pada kawasan yang rentan bencana yang

diakibatkan oleh degradasi lahan ?

1.2. Tujuan

Tujuan yang ingin diperoleh dari penulisan makalah ini adalah

bagaimana mahasiswa mengetahui serta memahami bagaimana cara

menaggulangi serta memperbaiki kerusakan lahan rentan bencana akibat

degradasi lahan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Sistem Skoring dan Degradasi Lahan

Sistem skoring adalah upaya untuk tetap mempertahankan fungsi-fungsi


ekologis pada kawasan-kawasan yang rentan terhadap kerusakan/bencana
khususnya terkait degradasi lahan (erosi, penurunan kesuburan tanah) dan fungsi
tata air. Ini terlihat pada penggunaan parameter sistem skoring yang
menggambarkan tingkat kerentanan area. kawasan lindung mengakomodir klausal
mengenai kriteria sumber daya alam hayati dan ekosistemnya disamping kriteria
mengenai kondisi fisik kawasan. Semangat yang ingin diwujudkan tetap sama,
yaitu bagaimana kawasan-kawasan yang rentan terhadap kerusakan/bahaya dan
memiliki fungsi lindung yang tinggi tetap terjaga dan secara ekologis berfungsi
optimal (pencegahan erosi, kesuburan tanah, pengaturan tata air, dan lain-lain).

Pengelolaan kawasan lindung pada prakteknya sering terintegrasi dengan


pengelolaan kawasan non lindung, seperti kawasan lindung sekitar sungai atau
mata air yang berada di dalam kawasan hutan produksi. Untuk kasus seperti ini,
kawasan lindung berada di dalam cakupan pengelolaan hutan produksi, sehingga
dalam operasi spasial kawasan hutan produksi tidak dikurangkan oleh kawasan
lindung. Hanya saja dalam sistem pengelolaan, kepentingan kawasan lindung
diakomodir.
Degradasi tanah adalah suatu proses yang menjelaskan fenomena
penurunan kapasitas tanah pada saat sekarang atau saat yang akan datang, dalam
mendukung kehidupan manusia yang dipengaruhi aktifitas. Secara umum,
degradasi tanah berarti penurunan kualitas tanah, dalam arti menghilangnya satu
atau lebih fungsi tanah dan kualitas tanah dapat dinilai berdasarkan fungsi tanah
yang berhubungan dengan ekologi dan  fungsi tanah yang berhubungan dengan
aktivitas manusia. 
Degradasi Lahan merupakan hasil satu atau lebih proses terjadinya
penurunan kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk memproduksi
barang dan jasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi Faktor alami mencakup areal
berlereng curam, tanah mudah rusak, erosi, kebakaran hutan, curah hujan yang
intensif. Sedangkan faktor manusia yaitu perubahan populasi, marjinalisasi
penduduk, kemiskinan penduduk, masalah kepemilikan lahan, ketidakstabilan
politik dan kesalahan pengelolaan, kondisi sosial dan ekonomi, deforestrasi dan
pengembangan pertanian yang tidak tepat.
2.2.Penyebab Drgradasi Lahan
Menutrut Barrow (1991) secara lebih rinci menyatakan bahwa faktor-
faktor utama penyebab degradasi lahan adalah:

1)        Bahaya alami


2)        Perubahan jumlah populasi manusia
3)        Marjinalisasi tanah
4)        Kemiskinan
5)        Status kepemilikan tanah
6)        Ketidakstabilan politik dan masalah administrasi
7)        Kondisi sosial ekonomi
8)        Masalah kesehatan
9)        Praktek pertanian yang tidak tepat, dan
10)    Aktifitas pertambangan dan industri.

(a) (b) (c)


Gambar 1. (a) Pengerukan tanah DAS, (b) Pengerukan tanah dan (c)
penebangan pohon secara besar-besaran.
Degradasi lahan disebabkan oleh 3 (tiga) aspek, yaitu aspek fisik. kimia
dan biologi. Degradasi secara fisik terdiri dari pemadatan, pengerakan,
ketidakseimbangan air, terhalangnya aerasi, aliran permukaan, dan erosi.
Degradasi kimiawi terdiri dari asidifikasi, pengurasan unsur hara, pencucian,
ketidakseimbangan unsur hara dan keracunan, salinisasi, dan alkalinisasi.
Sedangkan degradasi biologis meliputi penurunan karbon organik tanah,
penurunan keanekaragaman hayati tanah, dan penurunan karbon biomas. Alih
fungsi lahan banyak terjadi justru pada lahan pertanian yang mempunyai
produktivitas tinggi menjadi lahan non-pertanian. Dengan demikian masalah
lahan kritis masyarakat terjadi karena pola pemanfaatan yang tidak tepat yakni
kurang memperhatikan daya dukung dan  kesesuaian lahan, yang disebabkan
karena aspek ekonomi yakni kemiskinan dan kekurangpahaman terhadap teknik
konservasi.
2.3. Akibat yang ditimbulkan Akibat Degradasi Lahan

Ancaman Degradasi lahan yang lain adalah Erosi. Erosi tanah merupakan
penyebab kemerosotan tingkat produktivitas lahan DAS bagian hulu dan kualitas
lahan kritis semakin meluas. Penggunaan lahan diatas daya dukungnya tanpa
diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan sering
menyebabkan degradasi lahan. Misalnya lahan didaerah hulu dengan lereng curam
yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan
pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan atau tanah
longsor. Erosi tanah oleh air di indonesia ( daerah tropis), merupakan bentuk
degradasi lahan yang sangat dominan. Beberapa dampak yang ditimbulkan akibat
degradasi lahan sebagai berikut:
1. Perubahan kondisi iklim,Tumbuhan berfungsi untuk meningkatkan
penguapan melalui dedaunan (transpirasi) dan menyerap panas. Jika
tumbuhan itu banyak ditebang maka suhu udara akan berkurang dan
penguapan semakin berkurang.
2. Hilangnya spesies, Spesies makhluk hidup yang ada di dalam hutan
menjadi hilang atau bahkan punah karena hutan sebagai habitatnya
mengalami kerusakan. Sebagian hewan bermigrasi ke wilayah lain yang
kondisi hutannya lebih baik atau terpaksa masuk ke pemukiman
penduduk, merusak kebun atau mengganggu aktifitas manusia
3. Kerugian ekonomi, Kehilangan berbagai jenis spesies makhluk hidup
karena rusaknya lahan menimbulkan kerugian yang tak ternilai harganya.
4. Banjir, Banjir akan semakin sering terjadi karena berkurangnya infiltrasi
dan meningkatnya limpasan permukaan
5. Berkembangnya masalah kemiskinan di kalangan petani, Berkembangnya
masalah kemiskinan di kalangan petani ini ternyadi karena produktifitas
lahannya terus menurun.
6. Terjadinya erosi, Terbukanya lahan karena kerusakan hutan
memungkinkan terjadinya erosi yang sangat intensif pada lahan sehingga
tanah menjadi tidak subur.
7. Hilangnya nilai estetika, Nilai estetika dari keanekaragam tumbuhan dan
hewan yang hidup pada suatu lahan menjadi hilang.
8. Berkurangnya hasil-hasil hutan yang bernilai, Hasil-hasil hutan yang
secara ekonomi dapat memberikan keuntungan seperti kayu, buah-buahan,
dan tanaman obat akan berkurang atau bahkan hilang. 
9. Hilangnya lapisan permukaan tanah yang subur, sehingga penjangkaran
(pencengkraman) akar tanaman tidak ada lagi. Selain itu, unsur-unsur hara
juga ikut terhanyutkan. Akibatnya tanah tidak subur lagi dan berkembang
menjadi tanah yang tandus.
10. Akibat selanjutnya adalah produksi pertanian menurun. Pengelolaan
pertanian menjadi lebih mahal karena banyak pupuk yang harus dibeli
dalam rangka mengembalikan produktivitasnya.
11. Jika biaya produksi pertanian menjadi tinggi, maka menjadikan
kemiskinan bagi para petani.
12. Semakin berkurangnya alternatif pengusahaan lahan, sebab jenis tanaman
yang dapat tumbuh semakin terbatas.
13. Karena lahan garapannya sudah tidak subur, maka petani akan membuka
hutan untuk dijadikan sebagai lahan garapan baru. Hal ini sangat
berbahaya untuk terjadinya erosi kembali.
14. .Hutan semakin gundul dan erosi terus terjadi, akibatnya sumber air tanah
semakin berkurang karena infiltrasi air tidak terjadi lagi. Selanjutnya, air
limpasan semakin banyak dan mengakibatkan bahaya banjir di bagian
hilir.

Gambar1. Tanah Longsor Gambar 2. Bencana Banjir


Degdarasi lahan berkaitan dengan degradasi tanah untuk memproduksi
biomassa yang disebabkan oleh tindakan pengelolaan tanah yang semena-mena,
penggunaan pupuk kima yang berlebihan, dan penggunaan pestisida dan herbisida
yang terus-menerus dengan dosis yang melebihi takaran. Lima proses utama yang
terjadi akibat timbulnya tanah yang terdegradasi, yaitu: menurunnya bahan
kandungan bahan organik tanah, perpindahan liat, memburuknya struktur dan
pemadatan tanah, erosi tanah, deplesi dan pencucian unsur hara.

2.4. Bentuk Penanggulangan Akibat Degradasi Lahan

Degradasi lahan merupakan peristiwa alam yang bersifat negatif. Hal ini
karena degradasi lahan merupakan penurunan kualitas dan juga kuantitas suatu
lahan yang meliputi beberapa aspek, seperti aspek fisika, kimia, dan juga biologi
yang terdapat pada suatu tanah. Masyarakat Indonesia masih banyak yang
bergantung kepada pertanian, sehingga pertanian ini tidak mudah atau mbahkan
tidak mungkin lepas  dari wilayah Indonesia. Hal ini berarti bahwa degradasi
lahan dapat terjadi kapan saja dan tanpa diinginkan kedatangannya Berbagai cara
dapat dilakuikan untuk memperbaiki lahan yang terlanjur terkena degradasi lahan.
Beberapa upaya tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Mengubah lahan menjadi hutan

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi degradasi lahan
yang pertama adalah mengubah lahan menjadi hutan. Hutan merupakan kawasan
yang sangat penting yang ada di bumi karena hutan dapat menyelamatkan
kehidupan di planet bumi. Hutan sebagai paru- paru dunia dapat menjadi
penyeimbang di bumi dari berbagai macam bencana atau kerusakan. Tentu tidak
semua lahan akan diubah menjadi hutan karena manusia juga masih
membutuhkan lahan untuk dimanfaatkan. Lahan- lahan yang dijadikan hutan
adalah lahan- lahan yang sifatnya tidak cocok untuk pertanian. Sebagai contoh
adalah lahan- lahan yang berada di lereng gunung, atau lahan- lahan di tanah
kapur yang sangat tidak cocok untuk pertanian maka bisa dirubah menjadi
kawasan hutan. dengan demikian lahan tersebit tidak akan menjadi lahan gundul
yang dapat menurunkan kualitas tanah sewaktu- waktu.

2. Lahan dibuat teras

Upaya kedua yang dapat dilakukan unyuk mengatasi degradasi lahan


adalah membuat teras di permukaan tanah. Teras dapat mengurangi aliran air yang
ada di permukaan tanah. Lahan- lahan yang dibuat teras ini hanya lahan- lahan
yang sifatnya kering. Lahan- lahan yang kering sebaiknya dibuat teras supaya
dapat mengurangi aliran di permukaan.

3. Membuat saluran pelepas air di wilayah yang memiliki curah hujan tinggi

Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan untuk mengatasi degradasi lahan


dengan cara membuat saluran pelepas air. Biasanya di daerah yang memiliki
curah hujan tinggi tanahnya akan lebih sering basah dan juga terkena aliran air
hujan. Apabila tanah tersebut berupa lerang gunung atau bukit atau bahkan
dataran tinggi, maka solusi yang pas untuk mencegah penurunan kualitas tanah
dengan cara membuat sengkedan atau terasering. Namun hal ini dirasa belum
cukup karena degradasi lahan dapat mengancam kapan saja. kita tidak hanya
membuat sengkedan atau terasering saja, namun perlu juga untuk membuat
saluran pelepas air supaya dapat mengatasi degradasi lahan dengan lebih baik lagi.
Saluran pelepas air ini dapat dibuat memanjang sepanjang lereng tersebut.

4. Menghindari penyiangan yang bersih di antara tanaman keras

Yang harus diperhatikan dan merupakan salah satu upaya mengatasi


degradasi lahan selanjutnya adalah kita harus memperhatikan jika akan melakukan
penyiangan terhadap lahan. Hindari penyiangan yang bersih di antara tanaman-
tanaman yang keras. Apabila tidak ada pupuk kompos atau pupuk hijau untuk
menutup tanah, maka kita dapat menutup dengan menggunakan rumput hijau
yang tidak berbahaya bagi tanaman pokok yang kita tanam. Keberadaan tanaman
penutup tanah juga akan menentukan tingkat erosi tanah yang etrjadi. Maka dari
itulah kita harus benar- benar memperhatikan supaya tidak salah dalam bertindak.

5. Melakukan reboisasi terhadap lahan yang sudah kritis

Reboisasi merupakan solusi yang terbaik untuk menyelamatkan


lingkungan, terlebih menyelamatkan tanah, udara, lingkungan dan binatang.
Penananam hutan kembali atau reboisasi pada lahan- lahan gundul dapat
memberikan nafas baru bagi lingkungan. Ternyata penanaman pohon kembali ini
tidak hanya dilakukan pada lahan- lahan gundul saja namun juga lahan kritis.
Lahan kritis memiliki kualitas yang menurun dibandingkan dengan lahan di
sekitarnya. Untuk menyelamatkan lahan kritis ini kita perlu menanaminya dengan
pepohonan. Pepohonan tidak hanya akan menyelamatkan erosi tanah, namun juga
memapu menyimpan dan mengunci ar tanah sehingga manusia di sekitarnya pun
juga akan menuai manfaatnya.

6. Tidak membakar hutan pada waktu musim kemarau

Membakar hutan sebenarnya bukanlah termasuk kejahatan yang mutlak.


Pada waktu- waktu etrtentu kita diperbolehkan untuk membakar hutan. namun hal
ini tidak berlaku di musim kemarau. Pembakaran hutan di musim kemarau justru
akan mengakibarkan degradasi lahan. Maka dari itulah kita harus menghindandari
membakar hutan ketika musim kemarau datang.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Upaya mempertahankan fungsi ekologis lahan pada kawasan yang rentan

bencana yang diakibatkan oleh degradasi lahan adalah semestinya, ketika Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) harus berupaya melakukan usaha

reboisasi serta peminimalisiran kegiatan pertambangan yang telah ditetapkan

didaerah rentan bencana, serta penataan kembali tata ruang wilayah yang

berkelanjutan. Merestorasi kawasan ekosistem daerah aliran sungai untuk

mereduksi terjadinya bencana.

3.2. Saran

Penyusunan makalah ini masih jauh dari kebenaran, maka dari

itu diharapkan saran serta kritikan yang bersifat membangun dalam

ketidaksempurnaan makalah ini serta agar pembuatan makalah

selanjutnya jauh lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Junun Sartohadi dan Rina Purwaningsih, 2004, Korelasi Spasial Antara Tingkat
Perkembangan Tanah dengan Tingkat Kerawanan Gerakan Massa di DAS
Kayangan Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, Forum
Geografi, 18 (1), 14-31.

Kabul Basah Suryolelono, 2002, Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu
Geoteknik, Yogyakarta: Fakultas Teknik UGM.

Sartohadi, J., dan Putri, R.F., 2010, Evaluasi Potensi Degradasi Lahan dengan
Menggunakan Analisa Kemampuan Lahan dan Tekanan Penduduk
Terhadap Lahan Pertanian Di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo,
Jurnal Forum Geogravi, 22(1), 1-6.

Anda mungkin juga menyukai