3 Cara Memilih Bibit Unggul Serta Calon Induk Untuk Ternak Domba
Peternak domba harus membuat keputusan ketika memilih ternak bibit karena ternak
tersebut akan menentukan performa generasi berikutnya. Seleksi merupakan metode untuk
meningkatkan mutu genetik. Pada dasarnya seleksi adalah menentukan ternak mana yang akan
dipilih sebagai tetua, berapa sering menjadi tetua dan berapa lama menjadi tetua. Umumnya
produsen domba memilih ternak bibit berdasarkan pada penampilan luar yang disebut sebagai
fenotip. Kendati demikian, fenotip merupakan pencerminan dari pengaruh genetik dan
lingkungan dimana ternak tersebut hidup dan beraktivitas serta tidak menggambarkan secara
akurat keunggulan genetik yang sebenarnya.
Ada yang mengatakan bahwa “pejantan setengah dari populasi”. Hal tersebut benar, karena
penjantan dapat mengawini beberapa betina sehingga menghasilkan keturunan pada setiap
periode perkawinan saat induk yang sebagian besar beranak dua atau tiga per setiap kelahiran.
Produsen harus menggunakan pejantan diatas rata – rata sebagai bibit agar usaha ternak potong
dombanya sukses. Pejantan bibit harus mempunyai sifat perdagingan yang baik untuk produksi
daging. Pertimbangan lebih lanjut dalam seleksi pejantan akan menentukan kualitas dan
performa pertumbuhan keturunan dan kualitas cempe betina yang dipelihara sebagai pengganti
induk.
1. Penilaian eksterior
Penilaian eksterior merupakan metode seleksi dimana produsen mengamati ternak secara
eksterior dan menilai individu yang mendekati sifat yang diinginkan, dalam hal ini adalah
produksi daging. Hal tersebut dapat di selesaikan melalui penilaian sifat konformasi dan
perototan ternak. Walaupun mudah diterapkan, produsen perlu memberlakukan metode yang
sistimatis pada penilaian eksterior dalam mengevaluasi dan membandingkan sifat terhadap
ternak yang berbeda. Umumnya peternak menggunakan penilaian eksterior dan percaya akan
membuat banyak kemajuan dalam produksi domba melalui metode tersebut. Kekurangan utama
pada penilaian eksterior adalah jenis dan penampilan luar berkorelasi rendah dengan beberapa
faktor yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas. Kendati demikian, mutu dan harga pasar
terhadap domba hidup sebagian besar ditentukan oleh penilaian eksterior.
2. Performa
Seleksi performa didasarkan atas indikator yang dapat diukur atau respon yang dapat
diamati seperti tingkat pertumbuhan yang diukur melalui bobot lahir dan berbagai tahap
pertumbuhan. Keunggulan seleksi performa dibandingkan dengan penilaian eksterior adalah
rendahnya kemungkinan penilaian subjektif atau penebakan yang lebih menekankan pada
penempatan sifat ekonomi yang penting. Apabila produsen gagal dalam mempertimbangkan sifat
performa melalui proses seleksi, Populasinya tidak akan mencapai tingkat produksi tertinggi
sesuai yang di rencanakan. Memiliki catatan produksi pada pejantan dan induk akan membuat
produsen dapat memilih dan mengafkir secara akurat serta objektif.
3. Silsilah
Seleksi silsilah dapat terlaksana ketika ternak dipilih beserta dengan garis keturunan,
terutama dari keturunan tetua jantan. Garis keturunan merupakan bentuk rekayasa inbreeding
yang menggunakan seleksi silsilah dengan memusatkan pada keunggulan genetik tetua. Kendati
demikian, dalam bentuk apapun umumnya merugikan dan harus dihindari. Penggunaan silsilah
dalam seleksi dapat menjadi sebuah keputusan sehingga meminimalisir penggunaan pejantan
yang sangat berkerabat atau perkawinan ternak yang sangat berkerabat.
2.3.6 Seleksi dan pengafkiran induk
Seleksi dan pengafkiran pada induk domba ekor gemuk (DEG) dan domba ekor tipis
(DET) untuk produksi adalah berdasarkan pada sasaran sifat yang mempunyai arti ekonomi
penting dan biasa disebut sebagai pembibitan objektif. Umumnya domba yang yang dipelihara di
Indonesia digunakan untuk produksi daging, maka sasaran pemuliabiakan adalah untuk
meningkatkan produksi daging yang merupakan produk dari jumlah anak domba yang dilahirkan
dan pertumbuhan badan.
Program peningkatan kualitas genetik dengan cara seleksi harus dibedakan antara karakter
dalam pembibitan objektif dengan karakter yang digunakan dalam kriteria seleksi. Karakter
dalam kriteria seleksi dapat sama atau berbeda dengan karakter dalam pembibitan objektif.
Tetapi yang utama adalah karakter tersebut harus mudah diukur dan, ditimbang serta mempunyai
korelasi dengan karakter pembibitan objektif.
Kriteria evaluasi yang digunakan sebaiknya adalah total produksi dengan kemampuan
menghasilkan daging per induk dikawinkan yang merupakan produk dari kecepatan
pertumbuhan dan performa reproduksi. Kedua hal tersebut (kecepatan pertumbuhan dan
performans reproduksi) harus diperhatikan karena jika kedua kriteria ini hanya diperhatikan
salah satu saja maka hasil kriteria evaluasi akan sangat menyesatkan dan pada akhirnya ternak
yang diseleksi tidak dapat mencapai sasaran yang direncanakan.
Murtidjo (1992) menyatakan bahwa kriteria seleksi yang mempunyai korelasi yang tinggi
terhadap pembibitan objektif pada DEG dan DET adalah derajat ovulasi. Derajat ovulasi ini
berkorelasi tinggi dengan jumlah anak yang dilahirkan (litter – size) per induk yang dikawinkan,
hal tersebut dapat dibuktikan melalui rataan angka ovulasi. Derajat ovulasi merupakan jumlah sel
telur yang dibuahi untuk setiap estrus. Seleksi tersebut dapat dilakukan dengan menghitung
corpolutea pada indung telur dengan menggunakan alat yang disebut laporoscopy, sehingga
seleksi dapat dilakukan lebih dini tanpa menunggu induk tersebut melahirkan anaknya. Pada cara
yang demikian, rata – rata interval generasi dapat dipersingkat dan akibatnya respon terhadap
seleksi dapat ditingkatkan. Hal tersebut merupakan jalan pintas untuk mempercepat terbentuknya
bibit unggul domba dan sekaligus penghematan dana.