Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK RESUME GENETIKA VETERINER

Kelompok 6
Kelas : D
Anggota :
Ni Komang Wijayani 1909511108
I Made Anom Suryaningrat 1909511109
Ahmad Anang Intan Purnama Negara 1909511110
I Gusti Made Alit Surya Dharma 1909511111

A. Pengendalian Lingkungan pada Cacat Warisan

1. Hip Dysplasia

Hip dysplasia adalah perkembangan tidak normal dari persendian pangkal paha
dengan paha mengakibatkan terepasnya tulang paha dari asetabulum tulang
punggung. Heritabilitas untuk liabilitas terhadap hip dysplasia cukup tinggi namun
dapet dikurangi dengan komponen non-genetik. Pembatasan pakan selama fase
pertumbuhan dapat mengurangi liabilitas terhadap hip dysplasia. Ada beberapa
bukti bahwa keseimbangan elektrolit pakan mempengaruhi liabilitas terhadap hip
dysplasia. Ada pula faktor non-genetik lain yang bisa merubah liabilitas terhadap
hip dysplasia adalah latihan selama fase pertumbuhan. Ada faktor non-genetik
tertentu dan ada juga beberapa faktor genetik yang menimbulkan adanya variasi
pada liabilitas terhadap hip dysplasia.

Gambar 1. Hip Dysplasia pada anjing

2. Muscular Dystrophy pada Ayam

Heritabilitas untuk liabilitas terhadap muscular dystrophy (MD), cukup tinggi


pada seluruh ternak yang diamati. Pemberian penicilliamine memperlambat awal
gejala klinis dan latihan plus penyuntikan diphenyldantoin meningkatkan
kemampuan ayam-ayam MD memperbaiki diri dari posisi terbaring

Gambar 2 . Muscular dystrophy pada ayam

3. Phenylketonuria

Phenylketonuria (PKU) merupakan cacat resesif pada manusia yang disebabkan


oleh defisiensi enzim phenylalanine hydroxylase. Individu terinfeksi tidak mampu
memecah asam amino phenylalanine menjadi tirosin yang terbentuk dalam tubuh,
ini menyebabkan keterbelakangan mental yang parah. Secara logis itu berarti bahwa
manusia tidak mampu mensintesis phenylalanine, sumber satu-satunya asam amino
ini adalah makanan yang kita makan. Jelas, solusi sederhana pada cacat warisan ini
adalah menghilangkan phenylalanine dari makanan individu homozigot untuk alel
cacat. Pembatasan makanan dapat dipermudah pada akhir usia remaja, karena
kekurangan enzim ini menjadi tidak membahayakan.

4. Paradoks dari Cacat Warisan

Sangat mungkin untuk mengurangi cacat warisan dengan cara non-genetik,


meskipun heritabilitas untuk liabilitas cukup tinggi. Bahkan, dalam kasus PKU,
heritabilitas dalam arti luas adalah 100%, karena dalam kondisi normal tidak ada
faktor non-genetik yang menimbulkan adanya variasi pada liabilitas terhadap PKU.
Akan tetapi, suatu faktor nongenetik tertentu dapat diubah dengan mudah yaitu
penghilangan phenylalanine dari makanan untuk individu homozigot resesif
mengurangi liabilitasnya sedemikian rupa sehingga mereka sekarang mempunyai
liabilitas pada sisi lain dari batas ambang. Semakin banyak yang dipelajari
mengenai dasar genetik untuk cacat warisan, semakin mudah pengobatan non-
genetik dapat dikembangkan.

5. Transplantasi dan Bedah Perbaikan

Transplantasi sumsum tulang, hati, atau ginjal dari ternak normal ke ternak
terinfeksi, mempunyai potensi memberikan enzim yang dibutuhkan atau faktor
pembekuan darah pada individu yang menderita defisiensi polipeptida yang
diwariskan ini. Jenis pengobatan ini telah memberikan hasil positif pada cacat
seperti citrullinaemia, haemolytic anemia akibat kekurangan pyruvate kinase,
penyakit Gaucher dan penyakit von willebrand. Bedah perbaikan terkadang
digunakan untuk mengurangi cacat warisan sepeti pemotongan otot pectineus
mengurangi hip dysplasia pada anjing.

6. Pengaruh Genetik dari Pengendalian Lingkungan

Pengendalian non-genetik tentu saja mengurangi cacat warisan.Tidak ada


masalah yang timbul di masa yang akan datang melalui penggunaan pengendalian
non-genetik pada cacat warisan, sepanjang seluruh genotipe memilki peluang yang
sama mewariskan alel ke generasi berikutnya. Dalam prakteknya, pengendalian non-
genetik dari cacat genetika harus digunakan secara hati-hati, dan ternak yang telah
diperbaiki tersebut jangan dibiarkan memberikan kontribusi besar ke generasi
berikutnya. Akan tetapi, mereka dapat digunakan berulangkali dalam perkawinan
crossbred untuk menghasilkan ternak komersial (non-pedigree) misalnya ternak
yang akan dipotong untuk daging. Atau jika mereka merupakan hewan kesayangan,
mereka dapat disterilkan (neutered) dan dijual sebagai hewan piaraan.

B. Pengendalian Genetik pada Cacat Gen-Tunggal

Program pengendalian genetik melibatkan pencegahan individu tertentu untuk


mewariskan gen mereka ke generasi berikutnya. Ini disebut pengafkiran
(culling).cullig disini bukan berarti dibunuh, namun bisa saja dikastrasi dan dijual
sebagai hewan piaraan, atau jika mereka ternak budidaya, mereka bisa dikawinkan
dengan ternak dari bangsa lain, dengan tujuan menghasilkan ternak komersial yang
tidak akan digunakan untuk pemuliaan.

1. Skrining (penyaringan) klinis

Cacat gen tunggal dapat dideteksi melalui pengujian klinis sebelum usia
reproduksi, masih mungkin menyeleksi untuk menyingkirkan cacat tersebut. Contoh
terkenal termasuk cacat mata warisan pada anjing, seperti progressive retinal
atrophy, retinal dysplasia, dan variasi bentuk katarak. Tindakan paling sederhana
adalah dengan culling ternak yang terinfeksi. Jika cacat bersifat resesif, maka seleksi
berusaha untuk meningkirkan homozigot untuk alel yang merugikan. Dalam hal
program pengendalian genetik, uji halothane untuk malignant hyperthermia
syndrome (MHS) pada babi merupakan bentuk skrining klinis. Sebelum kloning gen
halothane, uji halothane digunakan secara ekstensif di seluruh dunia untuk
mengurangi frekuensi PSS.

2. Prinsip umum pengendalian genetik pada cacat gen-tunggal

Prinsip utama dari pengendalian genetik cacat resesif sangat sederhana terlepas
dari setinggi apa frekuensi alel resesif yang tidak diinginkan itu terjadi, yaitu
bagaimana frekuensi keturunan terinfeksi dapat dikurangi menjadi nol jika seluruh
perkawinan melibatkan setidaknya satu induk yang homozigot untuk alel normal.
Dari prinsip tersebut, itu berarti tujuan program pengendalian genetik adalah untuk
membedakan homozigot (non-carrier) dari heterozigot (carrier). Ada beberapa
metode untuk mencapai tujuan ini, yaitu :

Analisis silsilah
Analisis silsilah melibatkan penelitian silsilah yang ada, dengan tujuan
menduga kemungkinan bahwa calon induk normal adalah homozigot. Walaupuan
secara prinsip mudah, penggunaan matematikanya sangat rumit. Akan tetapi, fungsi
logaritma telah ditulis untuk melakukan penghitungan yang diperlukan, dan
perangkat lunak yang menggabungkan fungsi logaritma tersebut menjadi semakin
banyak tersedia untuk para pemulia. Perangkat lunak tersebut sangat berguna
sebagai cara menurunkan frekuensi alel yang tidak diinginkan tanpa melibatkan
pemulia dengan dana besar dan kesulitan: program komputer memberitahu mereka
ternak mana yang mungkin bersifat homozigot, dan ternak–ternak ini yang
sebaiknya digunakan dalam perkawinan yang akan dating.

Perkawinan uji

Perkawinan uji memerlukan upaya, dana, dan waktu yang sangat besar. Tetapi
uji tersebut sangat berguna. Perkawinan uji memunculkan dua peluang. Pilihan
paling umum melibatkan perkawinan calon induk dengan:

1. homozigot untuk alel resesif.


2. heterozigot yang telah diketahui.
3. keturunan calon induk.
4. contoh acak dari populasi.

Ada dua kemungkinan yang muncul dari perkawinan uji. Jika seekor anak dari
sebuah perkawinan uji adalah terinfeksi dan homozigot untuk alel yang tidak
dinginkan (aa), anak itu pasti menerima salah satu alelnya dari calon induk. Jelaslah
pada kasus ini calon induk pasti carrier. Kemungkinan lain yang muncul adalah
bahwa anak itu adalah normal, yang dalam kasus tersebut ada dua penjelasan: baik
calon induk adalah homozigot untuk alel normal (AA), atau betul-betul carrier (Aa)
tapi berpeluang tetap tidak terdeteksi karena calon induk mewariskan alel A
daripada alel a. Tujuan dari program perkawinan uji adalah untuk membedakan dua
alternative ini seefisien mungkin.
Calon induk yang Peluang bahwa Jumlah anak yang
dikawinkan dengan carrier tetap tidak diperlukan untuk
terdeteksi dengan n mengurangi peluang

anak tidak terdeteksi pada

0,05 0,01 0,001

1. Homozigot resesif (0,5)n 5 7 10

2. Carrier yang telah (0,75)n 11 16 24


diketahui

3. Anak calon induk (0,875)n 23 35 52

4. Individu yang (1 - 0,5q)n,

dipilih secara acak

dimana q sama
dengan

0,2 29 44 66

0,1 59 90 135

0,01 598 919 1379

Penyaringan (skrining) biokimia


Skrining biokimia digunakan pada cacat yang disebabkan oleh defisiensi
polipeptida yang telah diidentifikasi dengan tujuan untuk membedakan carrier atau
non-carrier. Skrining biokimia dilakukan pada kasus penyakit mannosidosis. Karena
alel pembawa heterozigot, maka akan menunjukkan ½ level aktivitas enzim dalam
plasma darah dibandingkan dengan normal homozigot..Skrining biokimia untuk
enzim ini telah digunakan dalam program pengendalian yang sangat berhasil yang
dilakukan pada bangsa sapi Angus dan bangsa-bangsa terkait di Selandia Baru dan
Australia selama tahun 1970- an dan 1980-an. Dalam suatu kesulitan praktis yang
dapat dijumpai adalah :
1) Keragaman level enzim dalam genotipe karena faktor non-genetik dan
gen pada lokus lain.

2) Adanya kimerisme sel darah, pada sapi terlahir kembar lebih


menunjukkan aktivitas enzim pada sel darah kembarannya dibandingkan
dengan dirinya sendiri.
Penciri DNA

Cara penciri DNA dapat digunakan dalam pengendalian cacat gen-tunggal.


Langkah pertama melibatkan penentuan penciri mana yang digunakan. Langkah ke
dua melibatkan perolehan DNA dari anggota keluarga yang sekurang-kurangnya
berasal dari dua generasi dimana cacat tersebut bersegregasi, dan melakukan
genotyping setiap ternak pada lokus cacat tersebut dan pada satu atau lebih lokus
penciri.

Pemilihan penciri

Satu cara mencari penciri yang bermanfaat adalah dengan apa yang dinamakan
pendekatan gen kandidat. Ini melibatkan pencarian apa yang diketahui tentang
biokimia dan/atau genetik dari cacat tersebut pada seluruh spesies di mana cacat
tersebut yang telah dilaporkan, dengan tujuan untuk mengidentifikasi gen yang
mungkin berkaitan dengan lokus cacat tersebut. Satu contoh dari pendekatan ini
disajikan pada pencarian penciri untuk lokus halothane.

Penciri DNA dalam Pengendalian Cacat Gen Tunggal


Situasi paling sederhana adalah dimana polimorfisme penciri DNA sebenarnya
terkait dengan mutasi kausal, seperti dengan MHS. Pada kasus seperti ini, hal itu
sudah jelas untuk menentukan apakah seekor ternak homozigot atau heterozigot,
hanya dengan melakukan genotyping ternak itu untuk mutasi kausal. Sayangnya
penciri seperti itu tidak bisa digunakan untuk menentukan dengan pasti genotipe
lokus cacat dari ternak; tapi ini bisa memberikan dugaan adanya kemungkinan
ternak yang mempunyai genotipe tertentu (homozigot atau heterozigot) pada lokus
cacat.
1. Penggunaan penciri terpaut di dalam keluarga
Dalam pendekatan ini, perlu untuk men-genotipe tetua dan moyang dari ternak
pada lokus penciri, dan juga ternak itu sendiri. Perlu juga mengetahui tetua dan
moyang mana yang heterozigot pada lokus cacat (berdasarkan apakah mereka
menghasilkan turunan terinfeksi atau tidak dari perkawinan sebelumnya).
2. Penggunaan penciri terpaut dalam populasi
Cara lain menggunakan penciri terpaut adalah pada tingkat populasi. Dengan
cara ini kita artikan bahwa anggota populasi di-genotipe pada lokus penciri, dan
kemudian pengetahuan ini sendiri digunakan untuk menduga kemungkinan setiap
anggota populasi tersebut adalah carrier pada lokus cacat. kita harus mengawali
pembelajaran mengenai masalah ini dengan sebuah konsep yang disebut
keseimbangan gamet (disebut juga keseimbangan keterpautan).
Untuk memahami konsep ini, kita harus mempertimbangkan gamet yang
mungkin (yang sama dengan haplotipe) bisa terjadi dalam sebuah populasi, dalam
kaitannya dengan lokus penciri dan lokus cacat. Anggap bahwa ada dua alel pada
setiap lokus: M1 dan M2 pada lokus penciri, dan D dan d pada lokus cacat,
dengan d menjadi alel yang cacat. Jika dua lokus berada dalam keseimbangan
gamet, frekuensi setiap dari empat haplotipe yang mungkin (M1D, M1d, M2D dan
M2d) sama dengan hasil perkalian dari frekuensi gen yang relevan.

Di sisi lain, jika ada hubungan tak acak antara dua lokus pada level populasi,
kita mengatakan ada ketidakseimbangan gamet. Sebagai contoh, alel M1 bisa
dikaitkan dengan alel d lebih sering daripada yang diharapkan. berdasarkan
frekuensi gennya. Pada kasus ekstrim disequilibrium (ketidakseimbangan), setiap
alel pada lokus penciri muncul hanya dengan satu diantara alel pada lokus cacat, dan
tidak pernah dengan alel lain, yakni M1 muncul hanyadengan d. Pada kasus
tersebut, genotipe penciri adalah penduga sempurna dari genotipe pada lokus cacat.
Namun demikian, tidak ada cara untuk mengetahui sejauh mana disequilibrium
antara pasangan lokus apapun, tanpa kesulitan menghitungnya, yang melibatkan
genotyping pada kedua lokus tersebut terhadap banyak ternak tak berkerabat di
dalam populasi di mana penciri akan digunakan. Dengan begitu berarti suatu penciri
terpaut, bahkan hanya beberapa kilobasa jaraknya dari mutasi kausal, jarang dapat
bermanfaat dalam men-genotipe individu untuk mutasi kausal itu sendiri.
3. Beberapa hambatan potensial
Mutasi baru terjadi sepanjang waktu, meskipun dengan kecepatan rendah. Ini
berarti bahwa jika suatu tahap telah dicapai di mana mutasi kausal cacat warisan
tertentu telah diidentifikasi dan digunakan sebagai dasar untuk uji genotyping,
sangatlah mungkin bahwa mutasi baru akan terjadi pada situs lain pada gen yang
sama, atau bahkan pada gen lain, yang menimbulkan gejala klinis sama. Ini berarti
bahwa kita tidak pernah bisa berharap menghindari munculnya alel yang merugikan,
dan oleh karena itu kita harus siap untuk uji DNA apapun untuk menggagalkannya
segera atau nanti.
Hambatan potensial lain dari penciri DNA adalah bahwa penciri tersebut
mungkin tidak polimorfik dalam seluruh keluarga. Jika suatu keluarga adalah
homozigot pada lokus penciri, penciri tersebut tidak berguna dalam keluarga
tersebut. Secara umum, semakin besar jumlah alel pada suatu lokus penciri, semakin
besar proporsi keluarga yang pencirinya informatif.
4. Penciri DNA dalam ringkasan
Situasi paling diinginkan adalah di mana ternak bisa di-genotipe pada situs mutasi
yang menyebabkan cacat. Namun demikian, situasi ini menjadi kurang sempurna
jika mutasi baru penyebab cacat yang sama terjadi di tempat lain dalam gen. Jika ini
terjadi, pilihannya adalah mengidentifikasi mutasi baru dan/atau menemukan
polimorfisme di dalam atau di dekat gen yang dapat digunakan sebagai suatu penciri
terpaut.
Terapi Gen
Terapi gen adalah perluasan dari transplantasi. Salah satu problem utama
transplantasi, yaitu problem penolakan, dapat diatasi jika sel milik pasien itu sendiri
dihilangkan, ‘diperbaiki’ melalui penambahan gen normal, dan kemudian diganti.
Alternatifnya, gen normal bisa disisipkan ke dalam jaringan yang tepat secara in
vivo melalui cara tidak langsung, seperti melalui virus tak berbahaya atau liposom
yang membawa gen normal. Upaya serius penelitian sedang difokuskan ke terapi
gen, dan kemajuan penting telah dicapai. Namun demikian, masih tetap ada problem
praktis utama untuk dipecahkan.
Hanya pada spesies seperti manusia, di mana pengendalian semacam ini tidak
dapat diterima, penyisipan gen normal ke sel cacat sebelumnya nampaknya
berdampak besar. Namun demikian, kebanyakan penelitian untuk terapi gen
manusia menggunakan ternak sebagai model untuk cacat manusia, dimana para
dokter hewan sangat berminat.
Pengendalian Genetik Cacat Multifaktor
Pengendalian genetik cacat multifaktor diilustrasikan secara sangat baik oleh
hip dysplasia pada anjing. Hip dysplasia mungkin merupakan cacat yang paling
banyak diketahui diantara semua cacat hewan yang bersifat familial tetapi bukan
karena gen tunggal; itu telah menjadi subjek banyak penelitian, dan lebih
kontroversial, dibandingkan cacat lain yang sama. Salah satu sebab kontroversi ini
adalah bahwa hip dysplasia didiagnosa secara tradisional tidak didasarkan pada
gejala klinis tetapi didasarkan pada evaluasi subjektif dari radiograf. Problem
melalui pendekatan ini adalah bahwa pada kebanyakan populasi, kejadian hip
abnormal seperti didiagnosa melalui radiograf jauh lebih tinggi daripada kejadian
clinical hip dysplasia (CHD). Karena CHD sangat sulit diukur, dan tidak bisa
diekspresikan pada usia muda, kriteria seleksi dalam program pengendalian hip
dysplasia adalah radiographic hip dysplasia (RHD), yang dapat diakses pada usia
muda. Kenyataan bahwa RHD dapat dihitung secara subjektif tidak mengurangi
kegunaannya sebagai satu kriteria seleksi. Semua yang dibutuhkan adalah bahwa
RHD sebaiknya diukur pada suatu skala acak (arbitrary scale)
Walaupun masih lebih sulit menurunkan kejadian sifat batas ambang, masih
mungkin membuat kemajuan penting melalui seleksi. Landasan keberhasilan
terletak pada kesimpulan yang dicapai mengenai cacat familial yaitu:
1. semakin parah individu terinfeksi, semakin sering dan semakin parah cacat pada
anak keturunan dari individu terinfeksi tersebut, dan
2. di antara individu-individu normal, semakin rendah hubungan genetik dengan
individu terinfeksi dan semakin besar proporsi kerabatnya yang normal, semakin
jarang dan semakin kurang parah cacat pada anak turunannya.
Penggunaan penciri DNA
DNA yang dipetakan menjadi semakin tersedia di setiap spesies domestik, analisis
keterpautan antara penciri dan cacat multifaktor akan mengarah ke identifikasi
penciri yang terpaut dengan gen yang berkontribusi terhadap variasi pada cacat
tersebut, dan kemudian akan mengarah ke identifikasi gen itu sendiri. Identifikasi
penciri terpaut akan menjadi alat bantu. Dalam jangka panjang, identifikasi gen itu
sendiri akan memungkinkan seleksi yang lebih efektif (juga untuk cacat gen
tunggal), dan akan mengarah ke pengertian yang jauh lebih baik mengenai sebab
pokok dari cacat, yang kemudian akan mengarah ke berbagai cara non-genetik
untuk mengendalikan cacat.
Pengendalian Genetik–Beberapa Poin Akhir
1.Esensi paling sederhana
Pembibit sedang dihadapkan secara kontinyu dengan cacat warisan. Ketika satu atau
lain pendekatan di atas bisa membantu secara meyakinkan dalam beberapa kondisi,
masih tetap ada kebutuhan untuk saran sederhana dapat diaplikasikan segera oleh
pembibit. dapat diaplikasikan segera oleh pembibit. Sejauh ini cara paling sederhana
dan paling efektif untuk mengurangi kejadian cacat warisan adalah mengurangi
perkawinan kerabat.
2.Skema jaminan
Lebih lanjut, pilihan ini bisa diperluas pada cacat multifaktor, yang memberikan
persetujuan yang dapat dicapai dalam kaitannya dengan pengertian cacat. Jika suatu
kebijakan diambil pada setiap ternak yang dijual untuk keperluan pembibitan, setiap
orang beruntung: pembeli akan merasa aman dengan pengetahuan bahwa jika ternak
menghasilkan turunan terinfeksi, setidaknya mereka akan mendapatkan uang
mereka kembali; dengan demikian penjual merasa terlindung dari trauma
mempertahankan dirinya sendiri terhadap pelanggan yang tak terpuaskan.
3.Seni kemungkinan
Tujuan pedoman ini adalah untuk mencapai tahapan di mana seluruh populasi bebas
dari seluruh alel cacat. Meskipun tujuan ini patut dipuji secara teori, sayangnya, hal
ini sama sekali tidak realistis dalam prakteknya. Alasan untuk ini adalah bahwa
mutasi bisa terjadi kapan saja pada lokus apapun. Dan, anggap bahwa ada antara
50.000 dan 100.000 gen pada setiap spesies hewan domestik, secara potensial ada
puluhan ribu alel cacat. Kenyataan biologis di atas adalah bahwa hampir semua
ternak, termasuk yang termurni dari bangsa murni (plus pembaca buku ini dan
pengarangnya!), sedang membawa beberapa alel yang sangat merugikan. Segera
setelah kenyataan biologi ini dipahami, jelas bahwa kita harus belajar hidup dengan
alel merugikan. Untuk cacat resesif autosomal, yang sejauh ini paling umum, telah
ditekankan bahwa sepanjang sedikitnya satu tetua tidak membawa alel yang
merugikan tersebut, tidak ada anak terinfeksi yang akan dihasilkan. Dengan kata
lain, kejadian cacat bisa dikurangi sampai nol, secara sederhana dengan memastikan
bahwa setiap perkawinan setidaknya melibatkan satu non-carrier. Lebih lanjut, jika
mereka bersedia mengumumkan ke public tentang kejadian alel yang merugikan,
kejadian cacat warisan dapat dikurangi secara dramatis, karena informasi ini
memungkinkan pembibit guna untuk menghindari perkawinan yang mungkin akan
menghasilkan ternak dengan cacat warisan.
Masalah yang ditimbulkan oleh beberapa standar bangsa
Contoh paling jelas adalah contoh dimana standar bangsa (atau fenotipe yang
dikehendaki) didasarkan pada heterozigositas untuk alel cacat, misalnya kucing
Scottish Fold, kucing Manx, anjing Merle, dan kuda Overodimana standar bangsa
memotivasi pembibit untuk memilih sifat yang tidak dikehendaki. Mengatasi
masalah ini perlu melibatkan perubahan budaya dari perhimpunan bangsa, yang
sebenarnya bukan merupakan tugas yang mudah. Semua yang dapat dilakukan
dalam jangka pendek adalah menyadari masalah yang ditimbulkan oleh beberapa
diantara standar bangsa yang ada, dan mencoba memotivasi perubahan secara
gradual dalam hal filosofinya, dengan tujuan akhir memiliki standar bangsa yang
merupakan refleksi dari hewan sehat, dan yang bukan bersifat kondisional terhadap
munculnya alel cacat.

Anda mungkin juga menyukai