Anda di halaman 1dari 14

A.

Pengantar
1. Pengertian
Analisis biaya – volume – laba (Cost – Volume – Profit analysis /CVP)
merupakan sebuah teknik pengukuran yang menyediakan informasi untuk
membantu manajemen menghitung keterkaitan biaya, laba, bauran produk
dan volume penjualan dalam melakukan perencanaan laba jangka pendek.

Analisis ini memfokuskan pada hubungan antara 5 elemen, yakni;


1) Harga jual produk
2) Volume atau tingkat kegiatan
3) Biaya variable
4) Biaya tetap
5) Bauran produk yang terjual

Terdapat dua jenis analisis yang digunakan dalam CVP :

1) Analisis titik impas / Break Event Point


2) Analisis target Laba

2. Kegunaan
Membantu manajer dalam menjalankan fungsi planning dan decision making ;
a. Menentukan prencanaan biaya atau harga jual dan volume penjualan
untuk mencapai target laba
b. Menghitung titik impas, yakni titik penjualan minimal dimana
perusahaan tidak mengalami laba maupun rugi
c. Memprediksi laba

3. Basis analisis CVP


Basis analisis CVP, yakni menggunakan laporan laba rugi yang disusun
dengan harga pokok variable, atau bisa disebut juga dengan Laporan laba
rugi kontribusi.
Digunakan sebagai basis analisis karena format laporan menekankan
pada perilaku biaya, sehingga sangat membantu para manajer dalam
menghitung pengaruh perubahan harga jual, biaya, atau volume terhadap
laba perusahaan.
Format umum laporan laba / rugi kontribusi :

Penjualan XXX

Biaya – biaya variable XXX

Cost margin XXX

Biaya – biaya tetap XXX

Laba sebelum pajak XXX

➢ Jika dibuat dalam bentuk persamaan :


Laba sebelum pajak = Penjualan – Biaya-biaya Variabel – Biaya-biaya Tetap
➢ Jika dituliskan dalam bentuk rumus :
P = Harga jual per-unit
X = Jumlah unit terjual
V = Biaya variable per- unit
F = Total biaya tetap
I = Laba sebelum pajak

Maka persamaanya :

I = PX – VX – F

I = (P-V)X – F

(P-V)X = F + I

Sehingga, dari persamaan diatas dapat menghasilkan rumus untuk


menghitung jumlah unit produk terjual :

𝑭+𝑰
𝑿 = 𝑷−𝑽
Dalam rumus tersebut P – V sering disebut sebagai Marginal Kontribusi
per unit (Contribution marginal per unit). Marginal Kontribusi adalah selisih antara
pendapatan penjualan dengan biaya – biaya variable. Jika kedua variable masing
masing dibagi dengan unit produk yang dijual, maka akan diperoleh penjualan
atau biaya variable per unit.

B. Analisis CVP pada perusahaan yang menghasilkan produk tunggal


1. Pendekatan Unit Terjual
Ilustrasi kasus :
PT. Pangandaran memiliki proyeksi laporan laba/rugi untuk tahun 2020
sebagai berikut :
Penjualan (100 unit @ Rp 4.000.000) Rp 400.000.000
Biaya biaya variable ( Rp 3.250.000/unit) Rp 325.000. 000
Marjinal Kontribusi Rp 75.000.000
Biaya biaya tetap Rp 45.000.000
Laba sebelum pajak Rp 30.000.000

Berdasarkan laporan laba/rugi diatas, maka informasi yang dapat


diperoleh :
a. Asumsi penjualan sebanyak 100 unit
b. Harga jual per unit (P) = Rp 4.000.000/unit
c. Biaya variable per unit (V) = Rp 3.250.000/unit
d. Biaya tetap = Rp 45.000.000

Marjinal kontribusi diperoleh dari hasil pengurangan harga jual per unit
dengan biaya variable per unit. Ada du acara :

1) Marginal Kontribusi (CM) = PX – VX


CM = ( Rp 4.000.000/unit x 100 unit) – ( Rp 3.250.000/unit x 100 unit)
CM = Rp 400.000.000 – Rp 325.000.000
CM = Rp 75.000.000

2) Marginal Kontribusi (CM) = (P – V )X


CM = (Rp 4.000.000/unit – Rp 3.250.000/unit) x 100 unit
CM = (Rp 750.000/unit) x 100 unit
CM = Rp 75.000.000

a. Analisis Titik Impas / Break Event Point.


Dengan menggunakan analisis ini, perusahaan tidak memperoleh laba
dan juga tidak mengalami kerugian (laba/rugi = 0). Pada pendekatan
unit terjual, analisis CVP digunakan untuk menghitung besarnya
jumlah produk yang terjual pada titik impas / break event point. Pada
break event point, maka Laba (I) dianggap sama dengan nol ( I = 0 ) ,
sehingga untuk menentukan jumlah produk yang terjual pada titik
impas adalah:

X = ( F + I ) / ( P – V)
X = ( Rp. 45.000.000 + 0 ) / ( Rp 4.000.000/unit – Rp 3.250.000/unit)
X = Rp 45.000.000 / Rp 750.000/unit
X = 60 unit

Dengan hasil perhitungan tersebut, maka pada penualan 60 unit,


perusahaan akan mengalami Break Event Point. Laporan laba/rugi yang
dihasilkan adalah sebagai berikut :
Penjualan (60 unit) Rp 240.000.000
Biaya biaya variable Rp 195.000.000
CM Rp 45.000.000
Biaya tetap Rp. 45.000.000
Laba sebelum pajak Rp 0

b. Analisis target laba


Analisis ini digunakan untuk perencanaan laba oleh manajemen.
Biasanya untuk menjawab pertanyaan pertanyaan seperti berikut :
Berapa jumlah unit yang harus terjual agar perusahaan memperoleh,
jika ;
a) Laba sebelum pajak sebesar Rp 60.000.000 ?
b) Laba sebelum pajak dari 15% pendapatan penjualan ?
c) Laba setelah pajak Rp 48.750.000 dan tarif pajak sebesar 35% ?

a.) Laba sebelum pajak sebesar Rp 60.000.000 ?


Maka penyelesaiannya :

X = ( F + I ) / ( P – V)
X = (Rp. 45.000.000 + Rp 60.000.000) / (Rp 4.000.000/unit - Rp
3.250.000/unit)
X = Rp 105.000.000 / Rp 750.000/unit
X = 140 unit

Perusahaan baru akan memperoleh laba sebelum penjualan sebesar


Rp 60.000.000 jika telah menjual produk sebanyak 140 unit.

b.) Laba sebelum pajak dari 15% pendapatan penjualan ?


Pendapatan penjualan per unit disimbolkan dengan PX. Maka,
target laba sebelum pajak sama dengan 15%PX atau 0,15PX. Karena
pendapatan perusahaan adalah Rp 4.000.000, maka laba perusahaan
sebelum pajak adalah 15% dari Rp 4.000.000. Terdapat dua cara
penyelesaian, yakni :
1) I = PX – VX - F
(0,15 x Rp. 4.000.000X) = Rp 4.000.000X – Rp 3.250.000X – Rp
45.000.000
Rp 600.000X = Rp 750.000X – Rp 45.000.000
Rp 600.000X – Rp 750.000X = -Rp 45.000.000
-Rp150.000X = -Rp 45.000.000
X = -Rp 45.000.000 : -Rp 150.000
X = 300 unit

2) X = (F + I ) / (P – V)
X = (Rp 45.000.000 + (15% x Rp 4.000.000X)) / (Rp 4.000.000 – Rp
3.250.000)
X = (Rp 45.000.000 + Rp 600.000X) / Rp 750.000
Rp 750.000X = Rp 45.000.000 + Rp 600.000X
Rp 750.000X – Rp 600.000X = Rp 45.000.000
Rp 150.000X = Rp 45.000.000
X = Rp 45.000.000 / Rp 150.000
X = 300 unit

Dengan penjualan sebesar 300 unit, maka laba sebelum pajak adalah
15% dari pendapatan yakni ;
I = 15% x PX
I = 15% x (Rp 4.000.000/unit x 300 unit)
I = 15% x Rp 1.200.000.000
I = Rp 180.000.000

c.) Laba setelah pajak Rp 48.750.000 dan tarif pajak sebesar 35% ?
Untuk menyelesaikan contoh pertanyaan yang seperti ini, hal yang
perlu di cari pertama kali adalah berapa laba sebelum pajak. Jika
tarif pajak disimbolkan sebagai t, dan pajak dihitung sebagai
persentase tertentu dari laba (I) maka pajak yang harus dibayarkan
disimbolkan dengan (tI).
Laba setelah pajak = Laba sebelum pajak – Pajak
Laba setelah pajak = I – tI
Laba setelah pajak = (1- t)I
Pertanyaan ini memberikan target laba setelah pajak sebesar Rp
48.750.000 dengan asumsi tarif pajak sebesar 35%. Maka
penyelesaiannya :
Rp 48.750.000 = I – 35%I
Rp 48.750.000 = (1 – 0,35)I
Rp 48.750.000 = 0,65 I
I = Rp 48.750.000/0,65
I = Rp 75.000.000

Dengan tarif pajak sebesar 35%, perusahaan harus mendapatkan


pendapatan sebelum pajak sebesar Rp 75.000.000 agar mencapai
target laba sebesar Rp 48.750.000. Maka, jumlah produk yang harus
dijual adalah sebagai berikut :

X = (F + I ) / (P – V)

X= (Rp 45.000.000 + Rp 75.000.000) / (Rp 4.000.000/unit – Rp 3.250.000/unit)

X = Rp 120.000.000 / Rp 750.000/unit

X = 160 unit.

Perusahaan harus menjual produk sebanyak 160 unit jika ingin


mencapai target laba yang sudah direncanakan. Untuk menguju
keakuratannya, maka bisa dilihat dari laporan laba – rugi berikut :

Penjualan (160 unit @ Rp 4.000.000) Rp 640.000.000

Biaya variable (Rp 3.250.000/unit) Rp 520.000.000

CM Rp 120.000.000

Biaya tetap Rp 45.000.000

Laba sebelum pajak Rp 75.000.000

Tarif pajak (35%)


[ 75.000.000 x 35%] Rp 26.250.000

Laba setelah pajak Rp 48.750.000

2. Ratio Marjinal Kontribusi (Contributional Marginal Ratio)


CM Ratio adalah persentase CM dari sales. CM ration ini dapat digunakan
untuk memprediksi CM perusahaan pada berbagai tingkat penjualan (Sales
Volume), biasa juga disebut sebagai Provit Volume Ratio (PV Ratio). Ratio ini
dirumuskan sebagai berikut :
𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛
𝐶𝑀 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
Misalkan, berdasarkan data proyeksi laba – rugi pada ilustrasi kasus, maka
rasio marginnya :

750.000
𝐶𝑀 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
400.000.000
CM Ratio = 0, 00 1875 atau 18,75%
Rasio ini sangat bermanfaat untuk menunjukkan pengaruh penjualan pada
marjinal kontribusi. Jika perusahaan memiliki rasio sebesar 18.75%, maka
setiap mengalami kenaikan penjualan, maka laba akan juga ikut mengalami
kenaikan sebesar Rp 0,1875 selama tidak ada perubahan biaya tetap.

3. Pendekatan pendapatan
Terdapat dua perbedaan antara pendekatan unit terjual dengan pendekatan
pendapatan, yaitu :
1. Aktifitas penjualan dalam pendekatan penjualan memfokuskan pada
pendapatan penjualan, sedangkan dalam pendekatan unit
memfokuskan pada jumlah unit yang terjual.
2. Biaya variable dalam pendekatan pendapatan diartikan sebagai
persentase biaya terhadap penjualan. Sedangkan dalam pendekatan
unit, merupakan besar biaya yang dikeluarkan untuk setiap unit
produk yang terjual.
Rumus yang digunakan untuk menganalisis menggunakan pendapatan
penjualan adalah sebagai berikut :

Pendapatan penjualan ( R ) = PX (harga x jumlah unit terjual)

vr = (V/P) atau (Biaya variable / Penjualan)

F = Total Biaya Tetap

I = Laba sebelum pajak

I = R – vr ( R ) – F atau I = (1-vr) R - F

R = (F + I) / ( 1 – vr)

Menggunakan ilustrasi sebelumnya, carilah :

a) Berapa titik impas / break event point pendapatan perusahaan?


b) Berapa pendapatan penjualan ( R ) apabila diinginkan laba sebelum
pajak sebesar Rp 60.000.000

Sebelum menjawab kedua pertayaan tersebut, pertama cari terlebih dahulu


CM / contribution marginal, namun sebelumnya rasio variable terhadap
penjualan :

vr = (V / P)

vr = ( Rp 325.000.000/ Rp 400.000.000)

vr = 0,8125

Maka, CM adalah ;

CM = (1 – vr)

CM = (1 – 0,8125)

CM = 0,1875
Penyelesaian :

a) Berapa titik impas / break event point pendapatan perusahaan?


R = (F – I ) / (1-vr)
R = (Rp 45.0000.000 + 0) / 0,1875
R = Rp 240.000.000

Maka perusahaan akan mengalami break event poin ketika pendapatan


penjualan sebesar Rp 240.000.000

b) Berapa pendapatan penjualan ( R ) apabila diinginkan laba sebelum pajak


sebesar Rp 60.000.000 ?
R = (F – I ) / (1-vr)
R = (Rp 45.0000.000 + Rp 60.000.000) / 0,1875
R = Rp 560.000.000

Maka untuk memperoleh laba sebelum pajak sebesar Rp 60.000.000, maka


perusahaan harus menghasilkan pendapatan penjualan sebesar Rp
560.000.000.

C. Analisis CVP terhadap perusahaan yang menghasilkan beberapa produk


Ilustrasi kasus :
Perusahaan berencana menjual 2 (dua) macam produk, yakni produk A dan
produk B dengan masing masing harga Rp 400.000/unit dan Rp 800.000/unit.
Departemen pemasaran merasa yakin bahwa untuk tahun depan mampu
menjual masing masing produk sebesar 1200 unit dan 800 unit. Biaya variable
masing masing produk adalah Rp 325.000 dan Rp 600.000 ; Biaya tetap
langsung untuk masing masing produk adalah Rp 30.000.000 dan Rp 40.000.000
; dan Biaya tetap bersama adalah Rp 26.250.000. Jika di buatkan dalam bentuk
table laporan laba rugi maka akan seperti berikut :
Produk A Produk B
Total
(1.200 unit) ( 800 unit)
Penjualan Rp 480.000.000 Rp 640.000.000 Rp 1.120.000.000
Biaya variabel Rp 390.000.000 Rp 480.000.000 Rp 870.000.000
CM Rp 90.000.000 Rp 160.000.000 Rp 250.000.000
Biaya tetap langsung Rp 30.000.000 Rp 40.000.000 Rp 70.000.000
Product Margin Rp 60.000.000 Rp 120.000.000 Rp 180.000.000
Biaya tetap bersama Rp 26.250.000
Laba sebelum pajak Rp 153.750.000

Bauran Penjualan (Sales Mix), adalah kombinasi relative jumlah unit produk yang
akan dijual oleh perusahaan. Dalam ilustrasi diatas perbandingan unit produk A
dengan produk B adalah 3 : 2 (1.200 : 800) . Maka untuk mengetahui bauran
penjualannya, caranya adalah :

1) Menentukan Paket Marjinal Kontribusi / Paket CM :


Produk P V P-V Mix Paket CM
A 400.000 325.000 75.000 3 225.000
B 800.000 600.000 200.000 2 400.000
Total Paket CM 625.000

2) Menghitung titik impas / break event point gabungan dengan menggunakan


Total Paket CM
X-BEP = ( F + I) / Total CM
X-BEP = ( Rp 96.250.000* + 0 ) / Rp 625.000
*) Diambil dari Jumlah Biaya tetap langsung + Biaya tetap bersama
X-BEP = 154 unit

3) Menghitung tingkat penjualan impas untuk masing – masing produk


Produk A = X-impas x Bauran Penjualan
= 154 x 3
= 462 unit
Produk B = X-impas x Bauran Penjualan
= 154 x 2
= 308 unit

Berdasarkan perhitungan diatas, maka bisa disimpulkan bahwa untuk mencapai BEP,
perusahaan harus menjual 462 unit produk A dan 308 unit produk B. Lebih jelasnya
dapat dilihat dalam laporan laba – rugi berikut :

Produk A Produk B
Total
(462 unit) ( 308 unit)
Penjualan Rp 184.800.000 Rp 246.400.000 Rp 431.200.000
Biaya variabel Rp 150.150.000 Rp 184.800.000 Rp 334.000.000
CM Rp 34.650.000 Rp 61.600.000 Rp 96.250.000
Biaya tetap langsung Rp 30.000.000 Rp 40.000.000 Rp 70.000.000
Product Margin Rp 4.6250.000 Rp 21.600.000 Rp 26.250.000
Biaya tetap bersama Rp 26.250.000
Laba sebelum pajak Rp 0

D. Penyajian Analisis CVP dalam Bentuk Grafik


Hubungan CVP dapat juga dianalisis dengan grafik dua sumbu ;
a.) Sumbu horisontal menunjukkan unit yang terjual dan sumbu vertikal
menunjukkan pendapatan penjualan. Garis total pendapatan dimulai pada
titik nol dan meningkat dengan kemiringan yang sama dengan harga jual
per unit.
b.) Garis total biaya memotong sumbu vertikal pada sebuah titik yang sama
dengan total biaya tetap dan meningkat dengan kemiringan yang sama
dengan biaya variabel per unit. Jika total pendapatan berada di bawah garis
total biaya, maka akan muncul daerah rugi. Sebaliknya, daerah laba akan
muncul jika garis total pendapatan berada di atas garis total biaya.
Titik impas berada titik perpotongan antara garis penjualan total dan garis
biaya total. Titik impas pada gambar di bawah ini terletak pada penjualan 600
unit produk dan tingkat pendapatan penjualan Rp1.800.000,00.

E. Analisis CVP dan Resiko


a. Margin of Safety (MOS), yaitu jumlah unit yang terjual atau diharapkan
akan terjual atau pendapatan yang diharapkan akan diperoleh diatas titik
impas. Angka MOS ini digunakan oleh manajer sebagai tolak ukur resiko.
Jika angka MOS direncanakan besar untuk tahun mendatang, maka
perusahaan tidak akan mengalami kerugian apabila angka penjualan atau
laba menurun. Jika angka MOS direncanakan lebih kecil, maka perusahaan
harus menaikkan angka penjualan untuk meminimalir rasio kerugian.
Dengan angka MOS ini, maka manajer tidak membutuhkan informasi rinci
tentang realisasi penjualan, angka penjualan impas dan informasi rincinya.
Manajer hanya perlu memfokuskan diri pada angak target MOS dan angka
realisasi MOS.

b. Operating Leverage , adalah bauran relative biaya tetap dan biaya variable
yang ada didalam sebuah organisasi. Dalam situasi tertentu ada saat
dimana untuk mengubah biaya tetap dan baiaya variable. Misalkan, ketika
biaya variable turun, marjinal kontribusi unit naik, sehingga kontribusi
setiap unit produk yang dijual jadi lebih besar. Pengaruh fluktuasi
penjualan ini adalah pada kenaikan kemampu-laba-an. Semakin besar
derajat Operating Leverage semakin besar pula pengaruh perubahan
tingkat penjualan terhadap laba. Degree Operating Leverage atau DOL
dapat diukur dengan cara :

DOL = CM / Laba

Jika biaya tetap ditingkatkan agar biaya variable turun sehinggan CM


menigkat dan laba turun, maka rasio CM terhadap kenaikan penjualan akan
menunjukkan kenaikan angka DOL. Pengukuran untuk mencari perubahan
laba terhadap DOL, yakni :
%Perubahan Laba = DOL x %perubahan penjualan

F. Keterbatasan Analisis CVP


Meski analisis sangat bermanfaat bagi manajer, namun masih memiliki
kekurangan. Namun analisis ini masih memiliki kekurangan, sebab masih
didasarkan atas asumsi – asumsi tertentu. Analisis ini tidak bisa digunakan
apabila asumsi – asumsi berikut tidak terpenuhi ;
1. Fungsi penjualan dan fungsi biaya dianggap linier
2. Semua produk yang dibuat pasti terjual
3. Biaya tetap dan biaya variable dianggap dapat diidentifikasi secara akurat
4. Untuk Analisa multiple-product, bauran penjualan dianggap diketahui
5. Harga jual dan biaya dianggap diketahui secara pasti.

Anda mungkin juga menyukai