BAB I
PENDAHULUAN
latihan fisik, dan nilai saturasi oksigen setelah latihan fisik akan tetap atau
mengalami peningkatan (Simanjuntak dkk, 2016).
Nilai saturasi oksigen pada atlet dimaksudkan untuk menunjukkan
kapasitas tubuh dalam mengunakan kadar oksigen dalam darah sehingga
kadar oksigen dalam darah dapat terpenuhi di dalam tubuh secara maksimal
akibatnya sistem ketahanan tubuh dapat meningkat (Damayanti, 2016).
Selama berolahraga, produksi karbon dioksida meningkat, asam laktat
menumpuk, Ph darah meningkat, saturasi oksigen hemoglobin menjadi lebih
rendah meskipun tekanan oksigen parsial yang sama selama latihan, dengan
demikian kebutuhan oksigen akan meningkat (Eroglu, 2018).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, aktivitas fisik
menyebabkan beberapa perubahan dalam tubuh. Terdapat perbedaan hasil
penelitian mengenai pengaruh aktifitas fisik terhadap saturasi oksigen, ada
beberapa penelitian menunujukkan adanya pengaruh aktivitas fisik terhadap
peningkatan saturasi oksigen, namun ada juga sebaliknya. Oleh karena itu
peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan aktivitas fisik
terhadap saturasi oksigen pada siswa/I di SMP Olahraga Negeri Sriwijaya
Palembang.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat dalam memberikan informasi
tentang status aktivitas fisik berat dan saturasi oksigen.
1.4.2 Manfaat Praktisi
1. Bagi mahasiswa, memberi gambaran tentang tingkat aktivitas
fisik dan saturasi oksigen dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi peneliti, hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah
referensi pada penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat dua jenis olah raga yaitu olahraga aerobik dan olah
raga anaerobik (Depkes, 2005). Olahraga aerobik yaitu olahraga yang
dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih
dapat dipenuhi tubuh. Olahraga aerobik dibagi menjadi tiga tipe
yaitu :
Sistem respirasi dapat dibagi menjadi dua bagian. Traktus respirasi atas
terdiri dari mulut, rongga hidung, faring, dan laring. Traktus respirasi bawah
terdiri dari trakea, dua bronkus utama, cabang-cabangnya, dan paru. Traktus
bawah juga dikenal sebagai bagian torasik system respirasi karena letaknya
tertutup dalam toraks (Silverthorn, 2013).
2. Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk
dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah
deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari
ventrikel kanan jantung.Darah ini memperfusi paru bagian
respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaan oksigen dan
karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru
merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat
fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah yang
besar sehingga digunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan
volume atau tekanan darah sistemik (Guyton, 2016).
3. Difusi
Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke
dalam aliran darah dan karbon dioksida (CO 2) terus berdifusi
dari darah ke dalam alveoli. Difusi adalah pergerakan molekul
dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentrasi rendah.
Difusi udara respirasi terjadi antara alveolus dengan membrane
kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran respirasi akan
mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P)
O2 di alveoli sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada
kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi
masuk ke dalam darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan
Meskipun pada tahap awal kerja fisik berat, sebagian dari kemampuan
energi aerobik seseorang berkurang. Tubuh normalnya mengandung
kira-kira 2 L oksigen cadangan yang dapat digunakan untuk
metabolisme aerobik meskipun tanpa menghirup oksigen baru.
Cadangan oksigen terdiri atas: (1) 5 L dalam udara paru-paru, (2) 0.25
L larut dalam cairan tubuh, (3) 1 L berikatan dengan hemoglobin
darah, dan (4) 0.3 L tersimpan dalam serat otot, berikatan terutama
dengan mioglobin, suatu bahan kimia pengikat oksigen serupa dengan
hemoglobin.Pada pekerjaan fisik yang berat, hampir semua cadangan
oksigen ini digunakan dalam waktu sekitar satu menit untuk
metabolisme aerobik. Kemudian, setelah kerja fisik selesai, cadangan
oksigen ini harus dilengkapi kembali dengan menghirup sejumlah
tambahan oksigen melebihi kebutuhan normal (Guyton, 2016).
volume. Kita dapat menghitung aliran massa oksigen yang berjalan dari
paru ke sel dengan menggunakan kandungan oksigen dalam darah arteri x
curah jantung.
Jika darah arteri rata-rata mengandung 200 mL O2/L darah dan curah
jantung adalah 5L/menit:
Apabila kita mengetahui aliran massa oksigen dalam darah vena yang
meninggalkan sel, kita dapat menggunakan prinsip keseimbangan massa
untuk menghitung ambilan dan konsumsi oksigen oleh sel (Silverthorn,
2013).
dengan transport oksigen adalah aliran massa, mL O2, di transport per menit.
Persamaan ini dapat diubah menjadi:
Adolph Fick, ahli fisiologi abad ke-19 yang mengemukakan azaz Fick untuk
difusi, menggabungkan persamaan aliran massa dengan keseimbangan
massa tersebut di atas untuk mengikat konsumsi oksigen (QO2), curah
jantung (CJ), dan kandungan oksign dalam darah. Hasilnya adalah
persamaan Fick:
Oksigen hanya sedikit dilarutkan di dalam larutan berair, dan kurang dari
2% dari seluruh oksigen adalah yang terlarut. Ini berarti bahwa hemoglobin
mentranspor lebih dari 98% oksigen kita (Silverthorn, 2013).
Hemoglobin, protein pengikat-oksigen yang memberi warna sel darah
merah, berikatan secara reversible dengan oksigen, seperti dirumuskan
dengan persamaan:
Hb + O2 ⇋ HbO2
Hemoglobin merupakan pengangkut oksigen yang efektif karena
struktur molekulnya. Hemoglobin adalah tetramer dengan empat rangkai
protein globular (globin), masing-masing mengelilingi kelompok heme yang
mengandung besi. Atom besi di pusat setiap kelompok heme dapat berikatan
secara reversible dengan satu molekul oksigen, satu molekul hemoglobin
dapat berikatan dengan empat molekul oksigen. Interaksi besi oksigen
merupakan ikatan lemah yang dengan mudah dapat dipatahkan tanpa
mengubah baik hemoglobin maupun oksigen (Silverthorn, 2013).
Hemoglobin yang mengikat oksigen dikenal sebagai oksihemoglobin,
disingkat HbO2. Adalah lebih tepat bila menunjukkan jumlah molekul
oksigen yang dibawa oleh setiap molekul hemoglobin Hb (O 2) namun kita
agar tidak menurun selama latihan fisik, dan nilai saturasi oksigen setelah
latihan fisik akan tetap atau mengalami peningkatan (Simanjuntak dkk,
2016).
Faktor yang mempengaruhi bacaan saturasi, Kozier (2010)
menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi bacaan saturasi :
1. Hemoglobin (Hb)
Jika Hb tersaturasi penuh dengan O2 walaupun nilai Hb rendah maka
akan menunjukkan nilai normalnya. Misalnya pada klien dengan
anemia memungkinkan nilai SpO2 dalam batas normal.
2. Sirkulasi
Oksimetri tidak akan memberikan bacaan yang akurat jika area yang
di bawah sensor mengalami gangguan sirkulasi.
3. Aktivitas
Menggigil atau pergerakan yang berlebihan pada area sensor dapat
menggangu pembacaan SpO2 yang akurat .
disiapkan adalah pulse oximeter dan probe. Probe dibagi dua yaitu
reusable clip probe dan single patient adhesive probe (Sucandra dan
Astiti, 2016). Berikut ini merupakan prosedur pemasangan pulse
oximeter:
1. Tentukan daerah yang diukur, kemudian cuci tangan serta cek
fungsi pulse oximeter.
2. Bersihkan kuku dari cat kuku atau lepaskan anting-anting bila
akan mengukur di daerah telinga. Cat kuku dapat menuruntkan
nilai SpO2 lebih dari 10%khususnya warna hitam., biru, dan
hijau. Karena cat kuku dapat menyerap LED.
3. Bersihkan area pengukuran dengan alcohol, pasang sensor
probe.
4. Anjurkan pasien untuk bernapas spontan.
5. Tekan tombol “on” pada pulse oximeter.
6. Dengarkan suara atau tanda dari pulse oximeter.
7. Observasi gelombang yang ada pada pulse oximeter.
8. Baca dan catat hasil pengukuran.
9. Bila dilakukan pemantauan terus menerus maka dipindahkan
sensor probe tiap 2 jam.
10. Bila dilakukan sesaat, lepaskan probe dan matikan pulse
oximeter (Sucandra dan Astiti, 2016).
Faktor yang
mempengaruhi SaturasiO2
Ringan
sedang
Berat
Ventilasi dan
aliran darah
O2 yang berdifusi ke
kapiler semakin
banyak
Semakin banyak
Keterangan O2 yang berikatan
= tidak diteliti dengan Hb
= diteliti
SaturasiO2
2.6 Hipotesis
Terdapat hubungan antara aktivitas fisik berat terhadap saturasi oksigen.
BAB III
METODE PENELITIAN
127
n=
1+127.( 0.1)2
n=56
Penambahan sampel sebanyak 10%, maka dari itu jumlah sampel pada
penelitian ini 61 orang.
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi
1. Siswa/I di SMA Olahraga Negeri Sriwijaya Palembang
yang bersedia menjadi responden.
Kriteria Eksklusi
1. Memiliki riwayat penyakit asma.
2. Merokok
sampel
Informed Consent
Dilakukan pemeriksaan
Saturasi O2
Data Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
American thoracic society. Pulse Oximetry. Am J Respir Crit Care Med 2011;184.
Berman et al. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis, Ed. 5. Jakarta: EGC.
Brown, J.E. et al. 2005. Nutrition Through Life Circle. Thomson Wadsworth.
Damayanti, Santi. 2016. Studi Komperatif Kapasitas Vital Paru dan Saturasi
Oksigen Pada Atlet Futsal dan non Atlet di Yogyakarta. Jurnal Keperawatan
Respati Yogyakarta, 3 (2), September 2016, 23-34.
Edward D. C., Michael M. C., Mallory M.C. Pulse Oximetry: Understanding its
basic principles facilities appreciation of its limitation. Elsevier. 2013.790-
99.
Eroglu, Huseyin. Bulent O., dan Unal T. 2018. The Effect of Acute
Aerobical Exercise on Arterial Blood Oxygen Saturation of Athletes. Journal
of Education and Training Studies , 6(9a). http://jets.redfame.com:74-78.
Gibney, M.J., et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. 159-189.
Guyton AC, Hall JE. Fisiologi olahraga. In: Rachman LY, Hartanto H, Novrianti
A, Wulandari N editors. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta; EGC.
2007; 460-470.
Hardman, E A. dan Stensel J.D. 2003. Physical Activity And Health: The
Evidence Explained. London: Routledge. 185-187.
Khomarun, Wahyuni E., Nugroho M.. 2013. Pengaruh Aktivitas Fisik Jalan Pagi
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi
Stadium I Di Posyandu Lansia Desa Makam Haji. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan, 2(2), November 2013, hlm.41-155.
Kozier. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Kristanti. Ch.M. (2002). Kondisi Fisik Kurang Gerak dan Instrumen Pengukuran.
Media Litbang Kesehatan, XII, 1-5.
McMullan, J., Rodrigues, D., Hart, K. W., Lindsell, C. J., Voderschmidt, K.,
Wayne, B., Branson, R. (2013). Prevalence of prehospital hypoxemia and
oxygen use in trauma patients. Military Medicine. 178(10): 5.
Simanjuntak, dkk. Pengaruh Latihan Fisik Akut Terhadap Saturasi Oksigen pada
Pemain Basket Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat. Jurnal e-Biomedik
(eBm),Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016. 20-24.