Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang membutuhkan energi
untuk mengerjakannya. Sedangkan olahraga merupakan aktivitas fisik yang
terencana dan terstruktur serta melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang
dan bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani (Farizati dalam
Khomarun, 2013).
Aktifitas fisik terdiri dari aktivitas selama bekerja, tidur, dan pada
waktu senggang. Setiap orang melakukan aktifitas fisik, bervariasi antara
individu satu dengan yang lain bergantung gaya hidup perorangan dan
faktor lainnya seperti jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan lain-lain.
Aktivitas fisik sangat disarankan kepada semua individu untuk menjaga
kesehatan. Tingkat aktifitas fisik harian yang lebih tinggi atau latihan fisik
yang teratur berkaitan dengan angka mortalitas keseluruhan yang lebih kecil
dan resiko serta kematian (Gibney, 2009).
Pada manusia normal, oksigen dapat dipenuhi dengan bernafas.
Oksigen dari udara akan digunakan paru-paru dan disebarkan ke seluruh sel
tubuh melalui pengangkutan oleh sel darah merah dengan membentuk
oksihemoglobin. Seringkali keadaan oksigen tersebut kurang diperhatikan,
padahal oksigen sangat mempengaruhi keadaan fisiologis lainnya. Kadar
oksigen di dalam darah yang berikatan dengan hemoglobin disebut saturasi
oksigen (SpO2 ) (Guyton, 2007).
Pada saat berolahraga aliran darah dan penggunaan oksigen akan
meningkat untuk mengangkut oksigen yang diperlukan pada otot selama
olahraga (Widiyanto dan Yamin, 2014). Dengan meningkatnya ventilasi dan
aliran darah, akan semakin banyak oksigen yang berdifusi ke kapiler paru
dan berikatan dengan hemoglobin. Berdasarkan hal tersebut, tubuh dapat
mempertahankan kadar oksigen dalam darah agar tidak menurun selama

Universitas Muhammadiyah Palembang


2

latihan fisik, dan nilai saturasi oksigen setelah latihan fisik akan tetap atau
mengalami peningkatan (Simanjuntak dkk, 2016).
Nilai saturasi oksigen pada atlet dimaksudkan untuk menunjukkan
kapasitas tubuh dalam mengunakan kadar oksigen dalam darah sehingga
kadar oksigen dalam darah dapat terpenuhi di dalam tubuh secara maksimal
akibatnya sistem ketahanan tubuh dapat meningkat (Damayanti, 2016).
Selama berolahraga, produksi karbon dioksida meningkat, asam laktat
menumpuk, Ph darah meningkat, saturasi oksigen hemoglobin menjadi lebih
rendah meskipun tekanan oksigen parsial yang sama selama latihan, dengan
demikian kebutuhan oksigen akan meningkat (Eroglu, 2018).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, aktivitas fisik
menyebabkan beberapa perubahan dalam tubuh. Terdapat perbedaan hasil
penelitian mengenai pengaruh aktifitas fisik terhadap saturasi oksigen, ada
beberapa penelitian menunujukkan adanya pengaruh aktivitas fisik terhadap
peningkatan saturasi oksigen, namun ada juga sebaliknya. Oleh karena itu
peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan aktivitas fisik
terhadap saturasi oksigen pada siswa/I di SMP Olahraga Negeri Sriwijaya
Palembang.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada hubungan aktivitas fisik berat dengan saturasi oksigen di SMP
Olahraga Negeri Sriwijaya?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Aktifitas Fisik berat dengan Saturasi
Oksigen di SMP Olahraga Negeri Sriwijaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi perbedaan saturasi oksigen sebelum dan sesudah
melakukan aktifitas fisik berat.
2. Menganalisis hubungan antara aktifitas fisik berat dengan saturasi
oksigen.

Universitas Muhammadiyah Palembang


3

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat dalam memberikan informasi
tentang status aktivitas fisik berat dan saturasi oksigen.
1.4.2 Manfaat Praktisi
1. Bagi mahasiswa, memberi gambaran tentang tingkat aktivitas
fisik dan saturasi oksigen dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi peneliti, hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah
referensi pada penelitian selanjutnya.

1.5 Keaslian Penelitian


Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Penulis Judul Penelitian Design Hasil
(thn) Penelitian
1 Simanjuntak Pengaruh latihan fisik Case Control Terdapat peningkatan
(2016) akut terhadap saturasi nilai saturasi oksigen
oksigen pada pemain yang signifikan dengan
basket mahasiswa nilai p = 0,041 setelah
Fakultas Kedokteran melakukan latihan fisik
Unsra akut
2 Santi Studi Komperatif Case Control Terdapat perbedaan
Damayanti Kapasitas Vital Paru dan yang signifikan saturasi
(2016) Saturasi Oksigen Pada oksigen antara
Atlet Futsal dan non kelompok atlet dan non
Atlet di Yogyakarta atlet futsal di
Yogyakarta.
3 Eroğlu The Effect of Acute experiment Hasil penelitian ini,
Hüseyin, dkk Aerobical Exercise on menyatakan bahwa
(2018) Arterial Blood Oxygen latihan aerobik akut
Saturation of Athletes secara signifikan
menurunkan saturasi
oksigen dalam darah
arteri (p <0,01)
4 Nida Lathiya, Exercise Induced Cross- Ada perbedaan yang
dkk (2016) Changes in the Levels of sectional signifikan dalam tingkat
Oxygen Saturation SaO2 sebelum dan
among Adult Males and sesudah latihan pada
Females kedua jenis kelamin.

Universitas Muhammadiyah Palembang


4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aktifitas Fisik


Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap pergerakan jasmani yang
dihasilkan otot skelet yang memerlukan pengeluaran energi. Istilah ini
meliputi rentang penuh dari seluruh pergerakan tubuh manusia mulai dari
olahraga yang kompetitif dan latihan fisik sebagai hobi atau aktivitas yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, inaktivitas fisik bisa
didefinisikan sebagai keadaan dimana pergerakan tubuh minimal dan
pengeluaran energi mendekati resting metabolic rates. Aktifitas sisik juga
merupakan kunci penentuan penggunaan tenaga dan dasar kepada tenaga
yang seimbang (kristanti, 2002).
Aktivitas fisik merupakan perilaku multidimensi yang kompleks.
Banyak tipe aktivitas yang berbeda yang berkontribusi dalam aktivitas fisik
keseluruhan; termasuk aktivitas pekerjaan, rumah tangga (contoh: mengasuh
anak, bersih-bersih rumah) , transportasi (contoh: jalan kaki, bersepeda), dan
aktivitas waktu senggang (contoh: menari, berenang). Latihan fisik
(physical exercise) adalah subkategori dari aktivitas waktu senggang dan
didefinisikan sebagai aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur, repetitif,
dan bertujuan untuk pengembangan atau pemeliharaan kesehatan fisik
(Hardman & Stensel, 2003) .

2.1.1 Klasifikasi Aktifitas Fisik


Jenis aktivitas fisik menurut Brown (2012) dibagi menjadi dua yaitu:
1. Aerobik
Aktivitas aerobik didefinisikan sebagai aktivitas yang sebagian
besar menggunakan otot secara terus menerus dan berirama,
seperti otot lengan atau kaki. Aktivitas ini meningkatkan kerja
kardiorespirasi dan memasok energi ke otot-otot yang bekerja

Universitas Muhammadiyah Palembang


5

aerobik disebut juga ketahanan, aktivitasnya meliputi berlari,


berenang, berjalan, bersepeda, dan menari.
2. Anaerobik
Anaerobik adalah aktivitas ‘tanpa oksigen’ yang biasanya
dilakukan dalam durasi yang sangat singkat. Energi yang di
dapat adalah dari otot yang berkontraksi terlepas dari oksigen
yang dihirup, contoh aktivitas anaerobik adalah lari sprint jarak
pendek, High Intensiy Interval Hraining (HIIT), angkat beban.

Menurut Norton et al. (2010) kategori aktivitas fisik meliputi:


1. Aktivitas Fisik Sedenter
Kata sedentary berasal dari bahasa latin “sedere” yang berarti“
duduk”. Aktivitas sedenter adalah aktivitas tidak berpindah
sama sekali (non- transport activities) atau menetap dalam
jangka waktu lama, aktivitas ini sering dikaitkan dengan
aktivitas hanya duduk, membaca, bermain game dan aktivitas
berbaring atau tidur yang sedikit bergerak, termasuk duduk
bekerja di kantor. Istilah aktivitas sedenter di beberapa jurnal
digunakan dalam intensitas aktivitas fisik kategori sangat
rendah.
2. Aktivitas Fisik Rendah
Aktivitas fisik ringan atau rendah yaitu sebanding dengan
aktivitas jenis aerobik yang tidak menyebabkan perubahan
berarti pada jumlah hembusan nafas. Contoh kegiatan ini adalah
berdiri, berjalan pelan atau jalan santai, pekerjaan rumah,
bermain sebentar. Jangka waktu aktivitas yang dilakukan adalah
kurang dari 60 menit.
3. Aktivitas Fisik Sedang
Aktivitas ini meliputi digambarkan berupa melakukan aktivitas
aerobik namun tetap dapat berbicara bercakap – cakap atau tidak
tersengal – sengal. Kegiatan ini meliputi Berjalan 3,5 - 4,0
mil/jam, berenang, bermain golf, berkebun, bersepeda dengan

Universitas Muhammadiyah Palembang


6

kecepatan sedang. Durasi kegiatan ini antara 30 sampai 60 menit


1-2 kali dalam 7 hari/seminggu.
4. Aktivitas Fisik Berat

Kegiatan yang sering atau rutin dilakukan dalam seminggu dan


dengan durasi kurang lebih 75 menit 5 – 6 kali/ minggu,
meliputi aktivitas aerobik dan aktivitas yang lain seperti berjalan
cepat, naik turun tangga, memanjat, kegiatan olahraga yang
membuat nafas terengah- engah seperti jogging, sepak bola,
voli, dan basket, kompetisi tenis.

Menurut Kuntaraf (1992), pembagian jenis olahraga sesuai


dengan kontraksi otot dan manfaat dari gerak badan yang terbagi
dalam lima macam program antara lain:

1. Isometrik merupakan gerak badan dimana otot dikontraksikan


tetapi persendian kaki dan tangan tidak digerakkan.

2. Isotonik (isofasik) merupakan gerakan yang terjadi kontraksi


dari suatu otot dan persendian kaki dan tangan atau keduanya
dalam proses kontraksi.

3. Isokinetik merupakan kategori latihan baru yang melibatkan


angkat besi dengan mempunyai pergerakan kekuatan
keseluruhan.

4. Anaerobik merupakan penggunaan oksigen yang minimal atau


tanpa oksigen saat risiko bernafas. Contohnya adalah lomba lari
jarak pendek yang tebatas dan hanya dalam waktu dua sampai
tiga menit.

5. Aerobik: kegiatan atau gerak badan atau olahraga yang


menuntut lebih banyak oksigen untuk memperpanjang waktu
dan memaksa tubuh untuk memperbaiki sistemnya hingga
bertanggung jawab untuk transportasi lebih banyak oksigen.

Universitas Muhammadiyah Palembang


7

Terdapat dua jenis olah raga yaitu olahraga aerobik dan olah
raga anaerobik (Depkes, 2005). Olahraga aerobik yaitu olahraga yang
dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih
dapat dipenuhi tubuh. Olahraga aerobik dibagi menjadi tiga tipe
yaitu :

1. Tipe 1: olahraga yang naik turunnya denyut nadi yang relatif


stabil misalnya joging, jalan, lari dan bersepeda.

2. Tipe 2: olahraga yang naik turunnya denyut nadi secara bertahap


misalnya senam, dansa dan renang.

3. Tipe 3: olahraga yang turunnya denyut nadi secara mendadak


seperti sepakbola, basket, voli, tenis lapang dan tenis meja.

2.1.2 Manfaat Aktifitas Fisik


Aktivitas fisik merupakan faktor penting dalam memelihara
kesehatan yang baik secara keseluruhan (Erwinanto, 2017).
1. Mengurangi resiko kematian seseorang. Tingginya tingkat
aktivitas fisik yang teratur dapat mengurangi resiko dari
kematian. Orang yang aktif cenderung memiliki tingkat
kematian yang lebih rendah.

2. Mengurangi resiko penyakit kardiorespirasi dan penyakit


jantung koroner. Tingkat penurunan penyakit kardiorespirasi
dan penyakit jantung koroner disebabkan karena aktivitas fisik
yang teratur, namun gaya hidup juga ikut mempengaruhi resiko
tersebut, misalnya tidak merokok.

3. Mengurangi resiko penyakit diabetes melitus. Aktivitas fisik


yang teratur dapat mengurangi resiko terkena penyakit diabetes
mellitus.

Universitas Muhammadiyah Palembang


8

4. Menjaga sendi dari penyakit Osteoarthritis. Aktivitas fisik yang


teratur sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga otot,
struktur sendi dan fungsi sendi dari kerusakan.

5. Berat badan terkendali. Aktivitas fisik mempengaruhi distribusi


lemak tubuh. Tingkat aktivitas fisik yang rendah dengan
konsumsi makanan yang tinggi akan membuat lemak tubuh
tertimbun dalam tubuh.

6. Kesehatan Mental. Aktivitas fisik dapat meredakan gejala


depresi dan meningkatkan mood seseorang.
7. Kualitas hidup menjadi lebih baik. Aktivitas fisik dapat
meningkatkan kualitas hidup pada seseorang yang memiliki
tingkat kesehatan yang buruk (Erwinanto, 2017).

2.2 Sistem Respirasi


Kata respirasi mempunyai beberapa arti dalam fisiologi. Respirasi
selular merujuk kepada reaksi intraselular oksigen molekul dengan molekul
organic umtuk menghasilkan karbondioksida, air, dan energi dalam bentuk
ATP. Respirasi eksternal adalah pergerakan gas antara lingkungan dan sel
tubuh. Respirasi eksternal dapat dibagi menjadi empat proses terintegrasi:
1. Pertukaran udara antara atmosfer dan paru. Proses ini dikenal sebagai
ventilasi, atau bernapas. Inspirasi (inhalasi) adalah pergerakan udara
ke dalam paru. Ekspirasi (ekshlasi) adalah pergerakan udara keluar
dari paru. Mekanisme terjadinya ventilasi secara umum disebut
mekanika pernapasan.
2. Pertukaran O2 dan CO2 antara paru dan darah
3. Transpor O2 dan CO2 oleh darah
4. Pertukaran gas antara darah dan sel
Respirasi eksternal membutuhkan kerjasama antara sistem respirasi dan
kardiovaskular. Sistem respirasi terdiri dari struktur yang terlibat dalam
ventilasi dan pertukaran gas:

Universitas Muhammadiyah Palembang


9

1. Sistem konduksi Lorong, atau saluran udara, yang berjalan dari


lingkungan eksternal sampai permukaan pertukaran paru.
2. Alveoli (tunggal, alveolus) serangkaian kantong yang saling
berhubungan dan kapiler pulmonalis terkait. Struktur ini membentuk
permukaan pertukaran, tempat oksigen bergerak dari udara inspirasi
ke darah dan karbondioksida bergerak dari darah ke udara yang akan
diekspirasikan.
3. Tulang dan otot toraks (rongga dada) dan abdomen yang membantu
ventilasi.

Sistem respirasi dapat dibagi menjadi dua bagian. Traktus respirasi atas
terdiri dari mulut, rongga hidung, faring, dan laring. Traktus respirasi bawah
terdiri dari trakea, dua bronkus utama, cabang-cabangnya, dan paru. Traktus
bawah juga dikenal sebagai bagian torasik system respirasi karena letaknya
tertutup dalam toraks (Silverthorn, 2013).

2.2.1 Anatomi dan Fisologi Paru

Gambar 2.1 Anatomi paru

Sumber: Snell, 2015.

Universitas Muhammadiyah Palembang


10

Paru-paru terletak pada rongga dada dekat dengan letak organ


jantung dan dilindungi oleh tulang rusuk. Pada rongga dada inilah
tepatnya di bagian kanan dan kiri, paru-paru manusia terletak dengan
diselimuti oleh selaput ganda pleura. Paru-paru terdiri dari beberapa
bagian, antara lain trakea, bronkus primer, bronkiolus, dan alveoli
yang merupakan unit fungsional dari paru-paru yang berfungsi sebagai
tempat pertukaran udara yaitu oksigen dan karbondioksida dalam
sistem respirasi (Silverthorn, 2013).

Pada paru-paru, sebagian besar terdiri atas gelembung-


gelembung (alveoli), yang terdiri atas sel-sel epitel dan endotel
(Wasripin, 2007). Paru-paru pada bagian kiri memiliki dua buah
lobus, sedangkan di bagian kanan memiliki tiga lobus. Paru-paru
bekerja secara otonom, artinya tidak ada yang mempengaruhi
aktivitasnya. Kemampuan otonom yang dimiliki paru adalah sekitar
14-16 kali pernapasan per menit. Satu kali pernapasan sama dengan
satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi (Ganong, 2005).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru-paru manusia


adalah sebagai berikut :
1. Usia
Kekuatan otot maksimal paru-paru pada usia 20-40 tahun dan
dapat berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama
proses penuan terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan
kelenjar bronkial, penurunan kapasitas paru.
2. Jenis kelamin
Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi sebesar 20-25% dari
pada funsgi ventilasi wanita, karena ukuran anatomi paru pada
laki-laki lebih besar dibandingkan wanita. Selain itu, aktivitas
laki- laki lebih tinggi sehingga recoil dan compliance paru sudah
terlatih.
3. Tinggi badan

Universitas Muhammadiyah Palembang


11

Seorang yang memiliki tubuh tinggi memiliki fungsi ventilasi


lebih tinggi daripada orang yang bertubuh kecil pendek
(Juarfianti, 2015).

2.2.2 Mekanisme Pernapasan


Mekanisme pernapasan terdiri dari proses inspirasi dan
ekspirasi. Pada saat proses inspirasi (ketika udara masuk ke paru-
paru), otot antar tulang rusuk berkontraksi dan terangkat sehingga
volume rongga dada bertambah besar, sedangkan tekanan rongga dada
menjadi lebih kecil dari tekanan udara luar. Sehingga udara mengalir
dari luar ke dalam paru-paru (silverthorn, 2013).
Sedangkan pada saat proses ekspirasi (ketika udara keluar dari
paru-paru), otot antar tulang rusuk akan kembali ke posisi semula
(relaksasi), sehingga volume rongga dada akan mengecil sedangkan
tekanannya membesar. Tekanan ini akan mendesak dinding paru-paru,
sehingga rongga paru-paru membesar. Keadaan inilah yang
menyebabkan udara dalam rongga paru-paru terdorong ke luar
(Silverthorn, 2013).
Saluran udara menghubungkan paru dengan lingkungan
eksternal. Udara memasuki traktus respirasi atas melalui mulut dan
hidung dan berlanjut ke faring, saluran Bersama untuk makan, cairan,
dan udara. Dari faring udara mengalir melalui laring ke dalam trakea,
atau pipa udara. Laring mengandung pita suara, pita jaringan ikat yang
bergetar dan mengencang untuk menghasilkan suara saat udara
bergerak melewatinya (Silverthorn, 2013).
Trakea adalah pipa semifleksibel yang dipertahankan terbuka
oleh 15-20 cincin tulang rawan berbentuk C. Trakea memanjang ke
bawah ke dalam rongga toraks, tempat ia bercabang menjadi bronki
primer, satu bronkus ke masing-masing paru. Di dalam paru bronkus
bercabang berulang kali menjadi bronki yang semakin kecil. Seperti
trakea, bronki adalah pipa semi kaku yang ditopang oleh tulang rawan
(Silverthorn, 2013).

Universitas Muhammadiyah Palembang


12

Di dalam paru, bronki terkecil bercabang menjadi bronkiolus,


saluran kecil yang dapat kolaps dengan dinding yang tersusun dari
otot polos. Bronkiolus terus bercabang sampai bronkiolus respiratorik
membentuk peralihan antara saluran udara dengan epitel pertukaran
paru (Silverthorn, 2013).
Diameter salura udara secara progresif mengecil melalui dari
trakea sampai bronkiolus, namun jumlahnya meningkat secara
geometric seiring dengan berkurangnya diameter saluran udara.
Akibatnya, luas penampang totalnya meningkat seiring dengan setiap
percabangan saluran udara. Luas penampag total paling kecil terdapat
di traktus respirasi atas dan terbesar di bronkiolus (Silverthorn, 2013).

2.2.3 Sirkulasi Pulmonalis Beraliran Tinggi, Bertekanan Rendah


Sirkulasi pulmonalis diaali dari trunkus pulmonalis, yang
menerima darah beroksigen rendah dari ventrikel kanan. Trunkus
pulmonalis dibagi menjadi dua arteri pulmonalis, satu arteri untuk
setiap paru teroksigenasi dari paru kembali ke atrium kiri melalui vena
pulmonalis (Silverthorn, 2013).
Pada setiap saat, sirkulasi pulmonalis mengandung sekitar 0,5
liter darah, atau 10 % volume darah total. Sekitar 75 mL dari jumlah
tersebut terdapat di dalam kapiler, tempat terjadinya pertukaran gas.
Dan sisanya berada di dalam arteri dan vena pulmonalis. Kecepatan
aliran darah yang melalui paru adalah lebih tinggi daripada kecepatan
aliran darah yang melalui jaringan karena paru menerima seluruh
curah jantung dari ventrikel kanan: 5 L/menit. Ini berarti bahwa
sejumlah darah yang engalir melalui paru dalam satu menit adalah
sama seperti yang mengalir ke seluruh tubuh dalam waktu yang sama
(Silverthorn, 2013).
Meskiput kecepatan aliran tinggi, tekanan darah pulmonalis
adalah rendah. Rata-rata tekanan arteri pulmonalis adalah 25/8 mmHg,
jauh lebih rendah daripada rata-rata tekanan sistemik sebesar 120/80
mmHg. Ventrikel kanan tidak harus memompa begitu kuat untuk
mengalirkan darah melalui paru karena tahanan sirkulasi pulmonalis

Universitas Muhammadiyah Palembang


13

adalah rendah. Tahanan yang rendah ini dapat dikaitkan dengan


panjangnya total pembuluh darah pulmonalis yang lebih pendek serta
distensibilitas (kemudahan diregang) dan luas penampang total
arteriola pulmonalis yang besar (Silverthorn, 2013).
Pada keadaan normal, tekanan hidrostatik neto yang memfiltrasi
cairan keluar kapiler pulmonalis ke ruang interstisial adalah rendah
karena rendahnya tekanan darah rata-rata. System limfe secara efisien
mengangkut cairan yang difiltrasikan sehingga volume cairan
interstisial paru umumnya adalah minimal. Akibatnya, jarak antara
ruang udara alveolar dan endotel kapiler adalah dekat dan gas
berdifusi dengan cepat di antara keduanya (Silverthorn, 2013).

2.2.3 Proses oksigenasi


Sistim pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-
paru dan sebuah pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-
otot pernafasan, diagfragma, isi abdomen, dinding abdomen dan pusat
pernafasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi pernafasan 12-15
kali per menit. Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi,
perfusi paru dan difusi (Guyton, 2016).
1. Ventilasi
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-
paru, jumlahnya sekitar 500 ml. Ventilasi membutuhkan
koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis serta persyarafan
yang utuh. Otot pernafasan inspirasi utama adalah diafragma.
Diafragma dipersyarafi oleh saraf frenik, yang keluarnya dari
medulla spinalis pada vertebra servikal keempat (Guyton, 2016).
Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan
tekanan, yang keluarnya dari medulla spinalis pada vertebra
servikal keempat. udara antara intrapleura dengan tekanan
atmosfer, dimana pada inspirasi tekanan intrapleural lebih
negative (725 mmHg) daripada tekanan atmosfer (760 mmHG)
sehingga udara masuk ke alveoli (Guyton, 2016).
Kepatenan Ventilasi terganutung pada faktor :

Universitas Muhammadiyah Palembang


14

a. Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi


jalan napas akan menghalangi masuk dan keluarnya udara
dari dan ke paru-paru.

b. Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan


c. Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru
d. Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma,
eksternal interkosa, internal interkosa, otot abdominal.

2. Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk
dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah
deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari
ventrikel kanan jantung.Darah ini memperfusi paru bagian
respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaan oksigen dan
karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru
merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat
fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah yang
besar sehingga digunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan
volume atau tekanan darah sistemik (Guyton, 2016).

3. Difusi
Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke
dalam aliran darah dan karbon dioksida (CO 2) terus berdifusi
dari darah ke dalam alveoli. Difusi adalah pergerakan molekul
dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentrasi rendah.
Difusi udara respirasi terjadi antara alveolus dengan membrane
kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran respirasi akan
mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P)
O2 di alveoli sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada
kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi
masuk ke dalam darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan

Universitas Muhammadiyah Palembang


15

PCO2 dalam kapiler 45 mmHg sedangkan pada alveoli 40


mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli (Guyton, 2016).

2.2.5 Pemulihan Sistem Aerobik Setelah Kerja Fisik

Meskipun pada tahap awal kerja fisik berat, sebagian dari kemampuan
energi aerobik seseorang berkurang. Tubuh normalnya mengandung
kira-kira 2 L oksigen cadangan yang dapat digunakan untuk
metabolisme aerobik meskipun tanpa menghirup oksigen baru.
Cadangan oksigen terdiri atas: (1) 5 L dalam udara paru-paru, (2) 0.25
L larut dalam cairan tubuh, (3) 1 L berikatan dengan hemoglobin
darah, dan (4) 0.3 L tersimpan dalam serat otot, berikatan terutama
dengan mioglobin, suatu bahan kimia pengikat oksigen serupa dengan
hemoglobin.Pada pekerjaan fisik yang berat, hampir semua cadangan
oksigen ini digunakan dalam waktu sekitar satu menit untuk
metabolisme aerobik. Kemudian, setelah kerja fisik selesai, cadangan
oksigen ini harus dilengkapi kembali dengan menghirup sejumlah
tambahan oksigen melebihi kebutuhan normal (Guyton, 2016).

2.3 Transport Gas di dalam Darah

Gas yang masuk kedalam kapiler awalnya larut dalam plasma.


Namun, gas yang terlarut hanya berperan kecil dalam menyediakan oksigen
bagi sel. Sel darah merah (eritrosit), memainkan peran penting dalam
menjamin transport gas yang memadai antara paru dan sel dalam memenuhi
kebutuhan sel. Tanpa hemoglobin di dalam sel darah merah, darah tidak
akan mampu mengangkut oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
kelangsungan hidup (Silverthorn, 2013).
Transport oksigen dalam sirkulasi serta konsumsi oksigen oleh
jaringan merupakan cara yang baik untuk mengilustrasikan prinsip umum
aliran massa dan keseimbangan massa. Aliran massa didefinisikan sebagai
jumlah pergerakan x per menit, dengan aliran massa = konsentrasi x aliran

Universitas Muhammadiyah Palembang


16

volume. Kita dapat menghitung aliran massa oksigen yang berjalan dari
paru ke sel dengan menggunakan kandungan oksigen dalam darah arteri x
curah jantung.
Jika darah arteri rata-rata mengandung 200 mL O2/L darah dan curah
jantung adalah 5L/menit:

mL O2/ menit ke sel = 200 mL O2 darah x 5L darah/menit


= 1000 mL O2/ menit dikirimkan ke jaringan

Apabila kita mengetahui aliran massa oksigen dalam darah vena yang
meninggalkan sel, kita dapat menggunakan prinsip keseimbangan massa
untuk menghitung ambilan dan konsumsi oksigen oleh sel (Silverthorn,
2013).

Transport O2 arteri – penggunaan O2 oleh sel = transport O2 vena

dengan transport oksigen adalah aliran massa, mL O2, di transport per menit.
Persamaan ini dapat diubah menjadi:

Transport O2 arteri – transor O2 vena = penggunaan O2 oleh sel

Adolph Fick, ahli fisiologi abad ke-19 yang mengemukakan azaz Fick untuk
difusi, menggabungkan persamaan aliran massa dengan keseimbangan
massa tersebut di atas untuk mengikat konsumsi oksigen (QO2), curah
jantung (CJ), dan kandungan oksign dalam darah. Hasilnya adalah
persamaan Fick:

QO2 = CJ x (kandungan oksigen arteri – kandungan oksigen vena)

Universitas Muhammadiyah Palembang


17

Persamaan Fick dapat digunakan untuk memperkirakan curah jantung atau


konsumsi oksigen, apabila gas darah arteri dan vena dapat diukur
(Silverthorn, 2013).
Hemoglobin Berikatan dengan Oksigen
Transpor oksigen dalam darah mempunyai dua komponen: oksigen
yang diatur dalam plasma (PO2) dan oksigen yang berikatan dengan
hemoglobin (Hb). Dengan persamaan lain:

Kandungan O2 darah total = O2 terlarut + O2 terikat pada Hb

Oksigen hanya sedikit dilarutkan di dalam larutan berair, dan kurang dari
2% dari seluruh oksigen adalah yang terlarut. Ini berarti bahwa hemoglobin
mentranspor lebih dari 98% oksigen kita (Silverthorn, 2013).
Hemoglobin, protein pengikat-oksigen yang memberi warna sel darah
merah, berikatan secara reversible dengan oksigen, seperti dirumuskan
dengan persamaan:

Hb + O2 ⇋ HbO2
Hemoglobin merupakan pengangkut oksigen yang efektif karena
struktur molekulnya. Hemoglobin adalah tetramer dengan empat rangkai
protein globular (globin), masing-masing mengelilingi kelompok heme yang
mengandung besi. Atom besi di pusat setiap kelompok heme dapat berikatan
secara reversible dengan satu molekul oksigen, satu molekul hemoglobin
dapat berikatan dengan empat molekul oksigen. Interaksi besi oksigen
merupakan ikatan lemah yang dengan mudah dapat dipatahkan tanpa
mengubah baik hemoglobin maupun oksigen (Silverthorn, 2013).
Hemoglobin yang mengikat oksigen dikenal sebagai oksihemoglobin,
disingkat HbO2. Adalah lebih tepat bila menunjukkan jumlah molekul
oksigen yang dibawa oleh setiap molekul hemoglobin Hb (O 2) namun kita

Universitas Muhammadiyah Palembang


18

gunakan singkatan yang lebih sederhana karena jumlah molekul oksigen


adalah bevariasi dari satu molekul hemoglobin ke molekul hemoglobin
lainnya (Silverthorn, 2013).
Pengikatan Oksigen Mengikuti Hukum Kekekalan Massa
Reaksi pengikatan hemoglobin Hb + O2 ⇋ HbO2 mengikuti hukum
kekekalan massa. Dengan meningkatnya konsentrasi O2 bebas, lebih banyak
oksigen yang berikatan dengan hemoglobin dan persamaan bergeser ke
kanan, menghasilkan lebih banyak HbO2. Konsentrasi O2 turun, persamaan
bergeser ke kiri. Hemoglobin melepas oksigen dan jumlah oksihemoglobin
menurun (Silverthorn, 2013).

2.4 Saturasi Oksigen


Darah merupakan jaingan tubuh yang terdiri atas sel plasma dan sel
darah. Sel plasma adalah bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas
air, elektrolit, dan protein darah. Sel darah terdiri ats eritrosit (sel darah
merah), leukosit (sel darah putih), trombosit (butir pembeku darah). Fungsi
utama darah diantaranya sebagai transportasi oksigen, pengaturan suhu
tubuh, serta pemeliharaan keseimbangan cairan. Sebanyak 45% bagian
darah merupakan korpuskula dan sebanyak 55% merupakan sel plasma
(Amal, 2015).
Korpuskula darah terdiri atas sel darah merah dan sel darah putih. Sel
darah merah (eritrosit) adalah sel tidak berinti yang mengandung
hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein tetramer yang terdiri atas dua
pasang subunit polipeptida yang berbeda ,  , γ, δ, dan S. struktur tetramer
hemoglobin yang umum dijumpai adalah HbA (22), HbF (2γ2), HbS
(2S2), dan HbA2 (2δ2). Hemoglobin mampu mengikat empat molekul
oksigen per tetramer (satu per subunit heme), dan kurva saturasi oksigen
memiliki bentuk sigmoid. Mudahnya hemoglobin mengikat oksigen
dipengaruhi oleh terikatnya oksigen lain pada tetramer yang sama. Hal ini
memungkinkan hemoglobin untuk berikatan dengan oksigen dan
mentransportasikan oksigen dalam jumlah yang maksimal (Amal, 2015).

Universitas Muhammadiyah Palembang


19

Terkait dengan kemampuannya itu maka salah satu fungsi eritrosit


yaitu mentransportasi oksigen ke seluruh tubuh. Terikatnya hemoglobin dan
oksigen memberikan efek warna merah terang pada darah manusia.
Sehingga, apabila kadar oksigen menurun atau sedikit yang terikat dalam
darah maka akan menimbulkan warna kebiruan pada kulit (John, 2016).
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas
(daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk
oksihemoglobin dalam sel darah merah. Melalui fungsi ini oksigen dibawa
dari paru-paru ke jaringan (John, 2016).
Sel darah putih (leukosit) sering dikaitkan dengan system imun,
dimana perannya adalah untuk melawan bakteri atau virus yang berbahaya
bagi tubuh. Sedangkan sel plasma merupakan larutan air yang mengandung
albumin, factor koagulan, hormone, berbagai jenis protein serta garam
(Bakta, 2006).
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan darah adalah:
1. Asam folat dan vitamin B12 merupakan bahan pokok pembentuk
intisel.
2. Besi sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.
3. Cobalt, magnesium, Cu, Zn, Asam amino
4. Vitamin lain: vitamin C, B kompleks, dan lain-lain.
Saturasi oksigen mengacu pada presentasi hemoglobin yang berikatan
dengan oksigen dalam arteri. Hemoglobin merupakan suatu molekul protein
yang mampu mengikat oksigen. Pada tekanan parsial oksigen yang rendah,
sebagian besar hemoglobin terdeoksigenisasi atau diedarkan dari arteri ke
jaringan. Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan
dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah anatara 95-
100%. Untuk mengetahui saturasi oksigen tubuh maka terdapat beberapa
teknik yaitu (ATS, 2011).
1. Saturasi oksigen arteri
Apabila kadarnya dibawah 90% maka dikatakan bahwa tubuh
mengalami hipoksemia. Keadaan ini ditandai dengan sianosis.
2. Saturasi oksigen vena

Universitas Muhammadiyah Palembang


20

Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa banyak tubuh


mengonsumsi oksigen. Kadar dibawah 60% menggambarkan bahwa
tubuh mengalami kekurangan oksigen (iskemik).
3. Saturasi oksigen jaringan
Pengukuran biasanya menggunakan spektoskopi inframerah dekat,
diamana akan memberikan gambaran oksigenasi jaringan dalam
berbagai kondisi.
4. Saturasi oksigen perifer

Adalah estimasi kejenuhan oksigen yang umumnya diukur


menggunakan pulse oximeter (Sucandra dan Astiti, 2016).

Saturasi oksigen adalah ukuran banyaknya persentase oksigen yang


mampu dibawa oleh hemoglobin. Pulse oksimetri dapat mendeteksi
hipoksemia sebelum tanda dan gejala klinis muncul. Kisaran normal saturasi
oksigen adalah >95-100%. Pulse oximetry (oksimetri nadi) merupakan alat
pemantauan saturasi paling bermanfaat yang tersedia saat ini, sehingga
menjadi metode pilihan untuk pemantauan oksigenasi darah arteri secara
berkesinambungan. Pulse oximetry digunakan sebagai standar untuk
memonitor hipoksemia dan sebagai pedoman dalam pemberian terapi
oksigen pada pasien (Berman, 2009). Saturasi Oksigen (SpO2) dapat
memberikan gambaran langsung dari jumlah total oksigen yang dialirkan
darah ke jaringan setiap menit atau disebut dengan oxygen delivery
(McMulan dkk, 2013).
Saat melakukan latihan fisik tubuh memerlukan oksigen dalam jumlah
yang besar untuk memenuhi kebutuhan akan energi. Oksigen akan diambil
oleh darah melalui paru paru dan berikatan dengan hemoglobin. Jika kadar
oksigen dalam darah menurun melewati batas normal akan sangat
berbahaya bagi tubuh karena dapat menyebabkan pingsan sampai kematian
(Simanjuntak dkk, 2016).
Dengan meningkatnya ventilasi dan aliran darah, akan semakin
banyak oksigen yang berdifusi ke kapiler paru dan berikatan dengan
hemoglobin, maka tubuh dapat mempertahankan kadar oksigen dalam darah

Universitas Muhammadiyah Palembang


21

agar tidak menurun selama latihan fisik, dan nilai saturasi oksigen setelah
latihan fisik akan tetap atau mengalami peningkatan (Simanjuntak dkk,
2016).
Faktor yang mempengaruhi bacaan saturasi, Kozier (2010)
menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi bacaan saturasi :
1. Hemoglobin (Hb)
Jika Hb tersaturasi penuh dengan O2 walaupun nilai Hb rendah maka
akan menunjukkan nilai normalnya. Misalnya pada klien dengan
anemia memungkinkan nilai SpO2 dalam batas normal.
2. Sirkulasi
Oksimetri tidak akan memberikan bacaan yang akurat jika area yang
di bawah sensor mengalami gangguan sirkulasi.
3. Aktivitas
Menggigil atau pergerakan yang berlebihan pada area sensor dapat
menggangu pembacaan SpO2 yang akurat .

2.4.1 Alat Pengukuran saturasi Oksigen


Pulse oximetry merupakan cara yang digunakan untuk
mengetahui seberapa banyak oksigen yang dibawa oleh darah. Alat
yang digunakan untuk mengukur kadar oksigen dalam darah sekaligus
denyut jantung pasien dinamakan pulse oksimeter. Dengan
menggunakan alat ini, kita bias mengetahui kadar oksigen tanpa perlu
jarum (ATS, 2011).
Pulse oximetry menggunakan hukum Beer-Lambert bahwa
frekuensi cahaya yang berbeda diserap dalam volume yang berbeda
pula. Prinsip dasar alat ini adalah kemampuan absobsi cahaya merah
dan inframerah oksihemoglobin (O2Hb) dan deoksihemoglobin (HHb)
(Philips Medical System, 2002). Oksihemoglobin mengabsobsi cahaya
inframerah lebih banyak daripada deoksihemoglobin. Hal ini
dikorelasikan dengan warna darah merah terang yang dikarenakan
oleh pencaran cahaya merah. Sebaliknya deoksihemoglobin lebih
banyak cahaya merah sehingga terlihat sedikit tua (ATS, 2011).
Berdasarkan perbedaan tersebut, pulse oximeter dirancang dengan

Universitas Muhammadiyah Palembang


22

memanfaatkan dua gelombang cahaya yaitu merah 660 nm dan


inframerah 940 nm. Sensor pulse oximeter ini dikenal sebagai LED
(light emitting diode) yang di pasang pada probe. Cahaya yang
ditransmisikan melalui jari kemudian dideteksi oleh photodiode pada
probe lain (Sucandra dan Astiti, 2016).
Kemampuan pulse oximeter mendeteksi SpO2 darah arteri
berdasarkan pada prinsip fluktuasi cahaya merah dan inframerah
ketika sistol atau diastole. Sebagian cahaya melewati jaringan tanpa
diabsobsi fotodetector dan menciptakan gelombang yang relative
stabil dan tidak berpulsasi dikenal sebagai direc current (DC)
sedangkan yang berpulsasi disebut alternating current (AC). Pulse
oximeter menggunakan amplitude penyerapan untuk menghitung rasio
cahaya merah dan inframerah. Saat saturasi oksigen arteri rendah,
deoksihemoglobin meningkat serta terjadi perubahan amplitude secara
relative terhadap penyerapan cahaya merah karena pulsasi lebih besar
dari penyerapan inframerah (Edward, 2013).

2.4.2 Tempat Pemasangan Pulse Oximetry

Pemasangan pulse oximetriy umumnya adalah di jari tangan,


daun telinga, dan ibu jari kaki. Alasannya adalah kulit didaerah
tersebut memiliki densitas pembuluh darah yang lebih banyak.
Adapun factor yang mempengaruhi nilai saturasi oksigen adalah kadar
hemoglobin, aliran darah arteri ke vascular bed, temperature jari atau
darah yang diukur, kemampuan oksigenisasi pasien, persentase
oksigen yang dihirup, dan ventilation-perfusion mismatch. Saat ini
terdapat berbagai jenis pulse oximetriy yaitu finger oximetriy,
portable oximetriy, handheld oximetriy, tabletops with sensors, dan
wrist worn sensors (ATS, 2011).

2.4.3 Pemasangan Pulse Oximetry


Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum pemasangan
pulse oximeter yaitu tahap persiapan alat dan pemasangan. Alat yang

Universitas Muhammadiyah Palembang


23

disiapkan adalah pulse oximeter dan probe. Probe dibagi dua yaitu
reusable clip probe dan single patient adhesive probe (Sucandra dan
Astiti, 2016). Berikut ini merupakan prosedur pemasangan pulse
oximeter:
1. Tentukan daerah yang diukur, kemudian cuci tangan serta cek
fungsi pulse oximeter.
2. Bersihkan kuku dari cat kuku atau lepaskan anting-anting bila
akan mengukur di daerah telinga. Cat kuku dapat menuruntkan
nilai SpO2 lebih dari 10%khususnya warna hitam., biru, dan
hijau. Karena cat kuku dapat menyerap LED.
3. Bersihkan area pengukuran dengan alcohol, pasang sensor
probe.
4. Anjurkan pasien untuk bernapas spontan.
5. Tekan tombol “on” pada pulse oximeter.
6. Dengarkan suara atau tanda dari pulse oximeter.
7. Observasi gelombang yang ada pada pulse oximeter.
8. Baca dan catat hasil pengukuran.
9. Bila dilakukan pemantauan terus menerus maka dipindahkan
sensor probe tiap 2 jam.
10. Bila dilakukan sesaat, lepaskan probe dan matikan pulse
oximeter (Sucandra dan Astiti, 2016).

2.5 Kerangka Teori

Faktor yang
mempengaruhi SaturasiO2

Kadar Aktivitas fisik


sirkulasi
Hemoglobin

Universitas Muhammadiyah Palembang


24

Ringan
sedang
Berat

Ventilasi dan
aliran darah

O2 yang berdifusi ke
kapiler semakin
banyak

Semakin banyak
Keterangan O2 yang berikatan
= tidak diteliti dengan Hb

= diteliti

SaturasiO2

2.6 Hipotesis
Terdapat hubungan antara aktivitas fisik berat terhadap saturasi oksigen.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Universitas Muhammadiyah Palembang


25

Penelitian yang dilakukan menggunakan desain penelitian eksperimental


analitik dengan rancangan penelitian one group pre-post test dengan
intervensi bermain basket.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Juli-Desember 2019.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Olahraga Negeri Sriwijaya
Palembang.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi
1. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh siswa/I SMA
di Palembang.
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh siswa/I di
SMA Olahraga Negeri Sriwijaya Palembang.
3.3.2 Sampel dan Besar Sampel
Subyek penelitian atau partisipan dalam pnelitian ini adalah siswa/I
SMP Olahraga Negeri Sriwijaya, yang memenuhi kriteria inklusi.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
teknik simple random sampling berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan oleh peneliti.
Sampel dipilih dengan perhitungan besar sampel sebagai berikut:
Pendapat slovin
N
n=
1+ N e 2
127
n=
1+127.(10 % )2

Universitas Muhammadiyah Palembang


26

127
n=
1+127.( 0.1)2
n=56
Penambahan sampel sebanyak 10%, maka dari itu jumlah sampel pada
penelitian ini 61 orang.
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
 Kriteria Inklusi
1. Siswa/I di SMA Olahraga Negeri Sriwijaya Palembang
yang bersedia menjadi responden.
 Kriteria Eksklusi
1. Memiliki riwayat penyakit asma.
2. Merokok

3.4 Variabel Penelitian


1. Variabel Terikat
Variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah saturasi
oksigen.
2. Variabel Bebas
Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah aktivitas
fisik berat

3.5 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Alat Skala Hasil Ukur


yang Ukur Ukur Ukur
diukur

1. Aktifitas Kegiatan bermain observasi stopwatch - -

Universitas Muhammadiyah Palembang


27

Fisik basket yang


Berat dilakukan selama
(bermain 1 babak (10
basket) menit).

2. Saturasi Jumlah persentase observasi Pulse Numerik Nilai persenase


oksigen oksigen di dalam oximetry saturasi oksigen
darah yang yang terdapat
berikatan dengan pada pulse
hemoglobin oksimetry
menggunakan alat dengan satuan
pulse oksimetry % (persen).
sebelum dan
setelah aktivitas
fisik.

3.6 Cara Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data pada penelitian ini merupakan data primer karena
penelitian dilakukan melalui observasi lapangan.

3.7 Cara Pengolahan Data


Menurut Notoatmodjo (2010), cara pengolahan data sebagai berikut :
1. Editing
Secara umum, editing merupakan pengecekan dan perbaikan data.
2. Coding
Coding adalah pengkodean yakni mengubah data yang berbentuk
kalimat menjadi data angka atau bilangan tertentu oleh peneliti secara
manual untuk memudahkan pengolahan data.
3. Data entry
Data dimasukkan ke dalam program untuk dianalisis menggunakan
program komputerisasi
4. Tabulating
Memasukkan data hasil penelitian ke dalam tabel sesuai kriteria.

3.8 Analisis Data


1. Analisis yang digunakan meliputi analisis Univariat yang dilakukan
terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, pada umumnya dalam

Universitas Muhammadiyah Palembang


28

analisis ini menghasilkan distribusi dan persentase tiap variabel yaitu,


variable aktivitas fisik dan variable saturasi oksigen.
2. Analisis data bivariat dilakukan terhadap dua Variabel yang diduga
berhubungan atau korelasi. Uji yang digunakan yaitu uji T-
berpasangan jika data berdistribusi normal, jika data tidak
berdistribusi normal maka digunakan uji alternative yaitu uji
Wilcoxon.

3.9 Alur Penelitian

Seluruh siswa/I SMP Negeri


Sriwijaya Palembang
Universitas Muhammadiyah Palembang
29

Kriteria inklusi dan


eksklusi

sampel

Informed Consent

Dilakukan pemeriksaan
Saturasi O2

Diberi intervensi aktivitas fisik


berupa bermain basket selama 1
babak (10 menit)

Dilakukan pemeriksaan kembali


Saturasi O2

Data Penelitian

Pengumpulan Data dan


Analisis Data

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Muhammadiyah Palembang


30

American thoracic society. Pulse Oximetry. Am J Respir Crit Care Med 2011;184.

Amal Jubran. Pulse Oximetry. Biomed Central. 2015;19(272):1-7.

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC. 1-2.

Berman et al. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis, Ed. 5. Jakarta: EGC.

Brown, J.E. et al. 2005. Nutrition Through Life Circle. Thomson Wadsworth.

Damayanti, Santi. 2016. Studi Komperatif Kapasitas Vital Paru dan Saturasi
Oksigen Pada Atlet Futsal dan non Atlet di Yogyakarta. Jurnal Keperawatan
Respati Yogyakarta, 3 (2), September 2016, 23-34.

Edward D. C., Michael M. C., Mallory M.C. Pulse Oximetry: Understanding its
basic principles facilities appreciation of its limitation. Elsevier. 2013.790-
99.

Eroglu, Huseyin. Bulent O., dan Unal T. 2018. The Effect of Acute
Aerobical Exercise on Arterial Blood Oxygen Saturation of Athletes. Journal
of Education and Training Studies , 6(9a). http://jets.redfame.com:74-78.

Erwinanto, D. 2017. Hubungan Antara Tingkat Aktivitas Fisik Dengan Kebugaran


Jasmani Siswa Kelas X Tahun Ajaran 2016/2017 Di SMK Muhammadiyah
Wates Kabupaten Kulon Progo DIY. Fakultas Keolahragaan. Universitas
Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Gibney, M.J., et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. 159-189.

Guyton AC, Hall JE. Fisiologi olahraga. In: Rachman LY, Hartanto H, Novrianti
A, Wulandari N editors. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta; EGC.
2007; 460-470.

Hardman, E A. dan Stensel J.D. 2003. Physical Activity And Health: The
Evidence Explained. London: Routledge. 185-187.

Universitas Muhammadiyah Palembang


31

John E. H. Text Book of Medical Physiology Thirteenth Edition. Elsevier. United


State. 2016;445-52.

Khomarun, Wahyuni E., Nugroho M.. 2013. Pengaruh Aktivitas Fisik Jalan Pagi
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi
Stadium I Di Posyandu Lansia Desa Makam Haji. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan, 2(2), November 2013, hlm.41-155.

Kozier. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC.

Kristanti. Ch.M. (2002). Kondisi Fisik Kurang Gerak dan Instrumen Pengukuran.
Media Litbang Kesehatan, XII, 1-5.

McMullan, J., Rodrigues, D., Hart, K. W., Lindsell, C. J., Voderschmidt, K.,
Wayne, B., Branson, R. (2013). Prevalence of prehospital hypoxemia and
oxygen use in trauma patients. Military Medicine. 178(10): 5.

Simanjuntak, dkk. Pengaruh Latihan Fisik Akut Terhadap Saturasi Oksigen pada
Pemain Basket Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat. Jurnal e-Biomedik
(eBm),Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016. 20-24.

Silverthorn, Dee Unglaub. 2013. Fisiologi Manusia: Sebuah Pendekatan


Terintegrasi. Edisi 6. Jakarta: EGC. 591-632.

Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh


Sugarto L. Jakarta: EGC. 109.

Sucandra, M. A.K., dan Astiti, N. K. A. P. 2016. Pulse Oximetri Generasi


Terbaru. FK Unud. 4-6.

Widiyanto, Budi dan L. S. Yamin, 2014. Terapi Oksigen terhadap Perubahan


Saturasi Oksigen melalui Pemeriksaan Oksimetri pada Pasien Infark
Miokard Akut (MIA). Jawa Tengah: Nursing Lecturer of Semarang Health
Politechnic, 2014.

Universitas Muhammadiyah Palembang

Anda mungkin juga menyukai