Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk


yang berumur 60 tahun atau lebih. Secara global pada tahun 2013 proporsi
dari populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total
populasi dunia dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat
seiring dengan peningkatan usia harapan hidup. Data WHO menunjukan
pada tahun 2000 usia harapan hiup orang didunia adalah 66 tahun, pada
tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada tahun 2013 menjadi 71 tahun.
Jumlah proporsi lansia di Indonesia juga bertambah setiap tahunnya. Data
WHO pada tahun 2009 menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total
populasi, tahun 2011 menjadi 7,69% dan pada tahun 2013 didapatkan
proporsi lansia sebesar 8,1% dari total populasi (WHO, 2015).

Fenomena terjadinya peningkatan jumlah penduduk lansia


disebabkan oleh perbaikan status kesehatan akibat kemajuan teknologi dan
penelitian-penelitian kedokteran, perbaikan status gizi, peningkatan usia
harapan hidup, pergeseran gaya hidup dan peningkatan pendapatan
perkapita. Hal tersebut menyebabkan terjadinya transisi epidemiologi dari
penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif yang salah satunya adalah
penyakit sistem kardiovaskular (Fatmah, 2010).

Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat


mengalir didalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan
tubuh manusia. Kelancaran peredaran darah keseluruh tubuh sangat
penting karena darah berfungsi sebagai media pengangkut oksigen dan zat-
zat lain yang diperlukan dalam pertumbuhan sel-sel tubuh. Selain itu darah
juga berguna mengangkut sisa metabolisme yang tidak dibutuhkan lagi
dari jaringan tubuh. Tekanan darah dibedakan antara tekanan darah sitolik
dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan pada

1
waktu jantung berkontraksi sedangakan tekanan diastolik adalah tekanan
pada saat jantung mengendor kembali (Gunawan, 2001). Tekanan darah
biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan
diastolik. Dengan nilai normal berkisar dari 100/60 mmHg sampai 140/90
mmHg (Smeltzer dan Bare, 2001).

Seiring pertambahan usia akan terjadi penurunan elastisitas dari


dinding aorta. Pada lansia umumnya juga akan terjadi penurunan ukuran
dari organ-organ tubuh tetapi tidak pada jantung. Jantung pada lansia
umumnya akan membesar. Hal ini nantinya akan berhubungan kelainan
pada sistem kardiovaskuler yang akan menyebabkan gangguan pada
tekanan darah seperti hipertensi (Fatmah, 2010).

Berdasarkan Chobanian dkk (2004), hipertensi atau tekanan darah


tinggi adalah tekanan darah sitolik yang melebihi 140 mmHg dan/atau
tekanan darah diastolik yang lebih dari 90 mmHg. Dari tahun ketahun
didapatkan peningkatan prevalensi penderita hipertensi seiring dengan
meningkatnya usia harapan hidup, jumlah populasi obesitas dan kesadaran
masyarakat akan penyakit ini (Mohani, 2014). Berdasarkan latar belakang
tersebut kelompok tertarik untuk menyusun makalah “Asuhan
Kerperawatan Kelompok Khusus : Lansia dengan Hipertensi”.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memberikan Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus : Lansia dengan


Hipertensi.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan Pengkajian Keperawatan Kelompok Khusus : Lansia


dengan Hipertensi.

2
b. Menentukan Diagnosa Keperawatan Kelompok Khusus : Lansia
dengan Hipertensi.

c. Menentukan Rencana Keperawatan Kelompok Khusus : Lansia


dengan Hipertensi.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Kelompok Khusus Lansia


1. Pengertian
Lansia merupakan tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan
bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan
dialami oleh setiap individu. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh
kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap
kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan
daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Efendi, 2009). Menurut WHO, batasan umur lanjut usia
dibedakan menjadi empat antara lain usia pertengahan (middle age),
yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly), antara
60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun,
dan usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun. Sedangkan menurut
Undang-undang nomor 13 tahun 1998, lanjut usia merupakan
seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia, yaitu :
a. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih.
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,2003).

4
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
3. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman
hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya
(Nugroho,2000). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai
berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari,
para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu lansia
mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung
dengan bantuan badan social, lansia di panti wreda, lansia yang
dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

5
4. Perubahan Fisiologis Pada Penuaan
Penuaan didirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan
penurunan metabolisme di sel lainnya. Proses ini menyebabkan
penurunan fungsi tubuh dan perubahan komposisi tubuh. Daftar
berikut akan membantu anda mengenali perubahan bertahap pada
fungsi tubuh yang normal meyertai penuaan sehingga dapat
menyesuaikan teknik pengkajian berdasarkan hal tersebut. Khususnya
pada system kardiouaskuler.
Sistem tubuh Perubahan terkait usia
a. Nutrisi
1) Kebutuhan protein, vitamin, dan mineral biasanya tidak
berubah.
2) Kehilangan kalsium dan nitrogen (pada pasien yang tidak dapat
ambulasi).
3) Penurunan absorpsi kalsium dan vitamin B1 dan B2 akibat
menurunkan selera makan).
4) Penurunan mobilitas usus dan peristaltis usus besar.
5) Gigi hancur akibat penipisan enamel gigi.
6) Penurunan kekuatan menggigit.
7) Penurunan refleks menelan.
b. Kulit
1) Lambatnya penyembuhan luka akibat penurunan laju
penggantian sel.
2) Penurunan elastisitas kulit (dapat terlihat hampir transparan).
3) Bintik-bintik coklat pada kulit akibat prolinerasi melanosit
ledakalisasi.
4) Membran mukosa kering dan penurunan keluaran kelenjar
keringat (seiring dengan penuruna kelenjar keringat yang aktif).
c. Rambut
1) Penurunan pigmen, yang menyebabkan rambut berwarna abu-
abu atau putih.

6
2) Penipisan seiring dengan penurunan jumlah melanosit.
3) Rambut pubik rontok akibat perubahan hormona.
4) Rambut wajah meningkat pada wanita pascamenopause dan
menurun pada pria.
d. Mata dan penglihatan
1) Konjungtiva menipis dan kuning, kemungkinan penguekulus
(bantalan lemak).
2) Penurunan produksi air mata akibat kehilangan jaringan lemak
dalam apparatus lakrimal.
3) Komea rata dan kehilangan kilauan.
4) Penipisan dan kekakuan sidera, pengunungan akibat deposit
lemak.
5) Gangguan penglihatan warna akibat perburukan sel kerucut
retina.
6) Penurunan reabsorpsi cairan intraokular yang menyebabkan
glaucoma.
e. Telinga dan pendengaran
1) Atrofi organ korti dan sarat auditonus (presbikusis sonsok).
2) Ketidak mampuan membedakan konsonen bernada tinggi.
3) Perubahan structural degeneratif dalam keseluruhan system
pendengaran.
f. Sistem pernapasan
1) Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartiliago yang terus
menerus.
2) Atrofi umum tonsil.
3) Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
4) Penurunan kapasitas difusi.
5) Penurunan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi penurunan
kapasitas vital.
6) Penurunan saturasi oksigen sebesar 50 %.
7) Toleransi rendah terhadap debit oksigen.

7
g. Sistem kardiovaskular
1) Ukuran jantung agak mengecil.
2) Kehilangan kekuatan kontraktif dan efisiensi jantung.
3) Penurunan curah jantung sekitar 30% sampai 35% pada usia 70
tahun.
4) Penebalan katup jantung, yang menyebabkan penutupan yang
tidak sempurna (mumur sistolik).
5) Peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri sekitar 20 % antara
usia 30 dan 60 tahun.
6) Dilatasi dan peregangan vena.
7) Penurunan sebesar 35 % dalam aliran darah arteri koroner antara
usia 20 dan 60 tahun.
8) Perubahan elektrokardiogram peningkatan interval PR,
kompleks ORS, dan QT, penurunan amplitudokomplek ORS,
pergeseran aksis QRS ke kiri.
9) Frekuensi jantung membutuhkan waktu yang lebih lama agar
kembali normal setelah berolahraga.
10) Penurunan kekuatan dan elastisitas pembuluh darah, yang
berperan pada insufisiensi arteri dan vena.
11) Penurunan kemampuan berespon terhadap sters fisik dan
emosional.
h. Sistem GI
1) Penurunan elastisitas mukosa.
2) Penurunan sekresi GI, yang mengganggu digesti dan absomsi.
3) Penurunan hati, penurunan berat badan, kapasitas regeneratif,
dan aliran darah.
i. Sistem ginjal
1) Penurunan laju filtrasi glomerulus.
2) Penurunan aliran darah ginjal sekitar 53% sekunder akibat
penurunan curah jantung dan perubahan aterosiderotik.
3) Penurunan ukuran dan jumlah nefron yang berfungsi.

8
4) Penurunan ukuran dan kapasitas kandung kemih.
5) Penurunan ukuran ginjal.
6) Gangguan klirens obat.
7) Penularan kemampuan untuk berespond terhadap berbagai
asupan natrium.
j. Sistem reproduksi pria
1) Penurunan produksi testosterone, yang mengakibatkan
penurunan libio serta atrofi dan pelunakan testes.
2) Pembesaran kelenjar prostat dengan penurunan sekresi.
3) Penurunan volume dan viskositas cairan semen.
k. Sistem reproduksi wanita
1) Penurunan kadar estrogen dan progesterone (sekitar usia 50
tahun).
2) Berhentinya ovulasi, altofi, penebalan, dan penurunan ukuran
ovarium.
3) Rontoknya rambut public dan labia mayora datar.
4) Penyusutan jaringan vulva, terbatasnya introitus, dan hilangnya
elastisitas jaringan.
5) Atrofi vagina, laposan mukosa tipis dan kering, lingkungan pH
vagina lebiih basa.
6) Penyusutan uterus.
7) Atrofi serviks, kegagalan menghasilkan mucus untuk melumasi,
penebalan endometrum dan myometrium.
l. Sistem saraf
1) Perubahan degeneratif pada saraf-saraf pusat dan system saraf
perifer.
2) Transmisi saraf lebih lambar.
3) Hilangnya neuron dalam korteks serebral sebanyak 20%.
4) Refleks kornea lebih lambat.
5) Peningkatan ambang batas nyeri.

9
m. Sistem musculoskeletal
1) Peningkatan jaringan adipose.
2) Penurunan tinggi akibat penurunan kelengkungan tulang
belakang dan penyempitan ruang interveteora.
3) Penurunan pembentukan kolagen dan massa otot.
n. Sistem endokrin
1) Penurunan produksi progesterone.
2) Penurunan kadar aldosteron serum sebanyak 50 %.
3) Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25 %

B. Konsep Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi di definisikan sebagai peningkatan tekanan darah
sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90
mmHg. Istilah tradisional tentang hipertensi “ringan” dan “sedang”
gagal menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit
kardiovaskular (Anderson: 2006. Hlm 582).
Tekanan darah orang dewasa normal yaitu 120 mmHg ketika
jantung berdetak (sistolik) dan 80 mmHg pada saat jantung
berelaksasi (diastolik). Ketika tekanan darah sistolik sama dengan atau
di atas 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik sama dengan/atau
di atas 90 mm Hg, maka tekanan darah dianggap tinggi. Semakin
tinggi tekanan darah, semakin tinggi risiko kerusakan pada jantung
dan pembuluh darah pada organ utama seperti otak dan ginjal (WHO,
2013).
Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering
ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner.
Lebih dari separuh kematian di atas usia 60 tahun disebabkan oleh
penyakit jantung dan serebrovaskuler.

10
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas menjadi dua yaitu :
a. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan atau tekanan distolik sama atau lebih dari 90 mmHg.
Hipertensi ini biasanya dijumpai pada usia pertengahan.
b. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Hipertensi ini biasanya dijumpai pada usia di atas 65 tahun.
(Nugroho, 2008)
2. Manifestasi Klinis Hipertensi
Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa di antaranya
sudah mempunyai faktor risiko tambahan, tetapi kebanyakan
asimptomatik. Menurut Elizabeth J. Corwin (2005), manifestasi klinis
yang timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun antara lain :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah
akibat tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
3. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
a. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak atau
diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari
seluruh hipertensi).
b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan / sebagai
akibat dari adanya penyakit lain.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan-perubahan pada :

a. Elastisitas dinding aorta menurun.

11
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.

c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun


sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena


kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

4. Faktor Resiko Hipertensi

Faktor risiko yang dapat mempengaruhi hipertensi dibedakan menjadi


dua yaitu :

a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

1) Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua


seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih
dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi (Yundini,
2006). Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi
lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia
lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar
50% di atas umur 60 tahun (Nurkhalida, 2003). Tekanan darah
sedikit meningkat dengan bertambahnya umur merupakan hal
yang wajar. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada
jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan
tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya
hipertensi (Staessen A Jan et al, 2003).

12
2) Jenis kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata


terdapat angka yang cukup bervariasi. Prevalensi di Sumatera
Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah
perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan
13,7% wanita (Yundini, 2006). Ahli lain mengatakan pria lebih
banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio
sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik
(Nurkhalida, 2003). Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk,
pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama
untuk terjadinya hipertensi.

3) Riwayat Keluarga

Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga


yang mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi.
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama
pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan
penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat
(Chunfang Qiu et al, 2003).

4) Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti


dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak
pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot
(berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat
genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu
sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala (Chunfang Qiu
et al, 2003).

13
b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol

1) Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Selain dari


lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok
yang dihisap per hari. Merokok lebih dari satu pak rokok sehari
berisiko 2 kali lebih rentan mengalami hipertensi dari pada
mereka yang tidak merokok (Price & Wilson, 2006). Nikotin
dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, masuk ke
dalam aliran darah dan merusak lapisan endotel pembuluh darah
arteri serta mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi
(Nurkhalida, 2003).

2) Konsumsi garam

Garam merupakan hal yang sangat penting pada


mekanisme timbulnya hipertensi. Garam menyebabkan
penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan di luar
sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah. Seseorang yang mengkonsumsi garam 3 gram
atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah,
sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya
rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak
lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau
2400 mg/hari (Nurkhalida, 2003).

3) Konsumsi lemak jenuh

Konsumsi lemak jenuh meningkatkan risiko aterosklerosis


yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan
konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang
bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak
jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian

14
dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat
menurunkan tekanan darah (Sheps, 2005).

4) Konsumsi alkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Konsumsi


alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa
10% kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol
(Khomsan, 2003). Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat
alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar
kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan
darah (Nurkhalida, 2003).

5) Kurang Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan


hipertensi, karena olahraga teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Kurangnya
aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak
aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang
lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus
memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri
(Sheps, 2005).

6) Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui


aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah
secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Stres dapat
merangsang kelenjar adrenal melepaskan hormon adrenalin dan

15
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup
lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul
kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul
dapat berupa hipertensi atau penyakit maag (Gunawan, 2005).

7) Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terhadap


timbulnya hipertensi. Pada obesitas tahanan perifer berkurang
atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi
dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa
sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan
tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh
darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar
pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan
frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan
air (Sheps, 2005; Yundini, 2006).

c. Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi


pada lanjut usia adalah :

1) Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat


proses menua.

2) Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan


bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau
penurunan kadar natrium.

16
3) Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer sehingga resistensi
pembuluh darah perifer meningkat yang mengakibatkan
hipertensi sistolik.

4) Perubahan ateromatous yang menyebabkan disfungsi endotel


yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi
kimiawi lain yang kemudian menyebabkan reabsopsi natrium di
tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah
perifer, dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan
darah.

5. Patofisiologi Hipertensi

Beberapa faktor dapat mempengaruhi konstriksi dan relakasi


pembuluh darah yang berhubungan dengan tekanan darah. Bila
seseorang emosi, maka sebagai respon korteks adrenal
mengekskresikan epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi. Selain
itu, korteks adrenal mengekskresi kortisol dan steroid lainnya yang
bersifat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal
sehingga terjadi pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah oleh enzim ACE (Angiotensin
Converting Enzyme) menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor
kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Rohaendi, 2008).

Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan


peningkatan usia, terjadinya penurunan elastisitas pembuluh darah,
dan kemampuan meregang pada arteri besar. Secara hemodinamik
hipertensi sistolik ditandai dengan penurunan kelenturan pembuluh

17
darah arteri besar, resistensi perifer yang tinggi, pengisian diastolik
yang abnormal, dan bertambahnya masa ventrikel kiri.

Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan


arteri besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik. Lanjut usia
dengan hipertensi sistolik dan diastolik memiliki output jantung,
volume intravaskuler, aliran darah ke ginjal dan aktivitas plasma renin
yang lebih rendah, serta terjadi resistensi perifer.

Perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya


norepinephrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem
reseptor beta adrenergik sehingga terjadi penurunan fungsi relaksasi
otot pembuluh darah (Temu Ilmiah Geriatri, 2008). Lanjut usia
mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri besar yang
membawa darah dari jantung yang menyebabkan semakin parahnya
pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah.

6. Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak


endotel arteri dan mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari
hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata,
ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Bila penderita hipertensi
memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan
meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan
kardiovaskularnya tersebut (Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan, 2006). Beberapa komplikasi yang bisa terjadi akibat
hipertensi antara lain :

a. Stroke

Stroke dapat terjadi akibat perdarahan di otak, atau akibat


embolus yang terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila

18
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
ateroskelosis dapat melemah dan kehilangan elastisitas sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

b. Infark miokardium

Penyakit ini dapat terjadi apabila arteri koroner yang


aterosklerotik tidak dapat menyuplai darah yang cukup oksigen ke
miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat
aliran darah melalui arteri koroner. Karena hipertensi kronik dan
hipertrofi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin
tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infark. Hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan
perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan
pembentukan pembekuan darah.

c. Gagal ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat


tekanan yang tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, yaitu glomerulus.
Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit-unit fungsional
ginjal terganggu, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia serta kematian. Dengan rusaknya membrane
glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang menyebabkan edema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik.

d. Enselopati (kerusakan otak)

Enselopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna


(hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi

19
pada kelainan ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong cairan ke dalam ruang interstitium di seluruh
susunan saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolaps dan
terjadi koma serta kematian mendadak.

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Hemoglobin / hematocrit

Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan


( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko
seperti hiperkoagulabilitas, anemia.

b. BUN

Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi


(diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).

c. Kalium serum

Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama


(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.

d. Kalsium serum

Penigkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.

e. Kolesterol dan trigliserid serum

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya


pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).

f. Pemeriksaan tiroid

Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.

20
g. Kadar aldosteron urin/serum

Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).

h. Urinalisa

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau


adanya diabetes.

i. Asam urat

Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.

j. Steroid urin

Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme

k. EKG

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan


konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.

C. Peran Perawat dalam Pencegahan Hipertensi Pada Lansia

1. Pencegahan Hipertensi Primer

Berupa kegiatan untuk menghentikan (mengurangi) faktor resiko


hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi. Pencegahan primer
dilaksanakan melalui berbagai upaya diantaranya promosi kesehatan
mengenai perilaku hidup sehat yakni, dengan diet yang sehat dengan
cara makan cukup sayur dan buah rendah garam dan lemak serta tidak
merokok.

21
2. Pencegahan Hipertensi Sekunder

Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk


menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan
pengobatan secara dini.

3. Pencegahan Hipertensi Tersier

Pencegahan tersier dilaksanakan agar penderita hipertensi terhindar


dari komplikasi hipertensi serta untuk meniningkatkan kualitas hidup
dan memperpanjang lama ketahanan hidup. Pencegahan tersier
difokuskan dapat mempertahankan kualitas hidup penderita.
Pencegahan tersier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan
pengelolaan hipertensi yang tepat serta, minum obat teratur agar
tekanan darah dapat terkontrol.

22
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Kisi-kisi Pengkajian

No Item Sub item Sub-sub item Item pertanyaan Metode No. Pertanyaan Sumber

1 Sosial Demografi Identitas Nama A 1 Klien


Rwsponden

Usia A 2 Klien

Jenis kelamin A 3 Klien

Alamat A 4 Klien

Tekanan darah P 5 Klien

Populasi Populasi Lansia Hipertensi A 1 Ketua RW

Jenis Kelamin Lansia W 2 Ketua RW


Hipertensi

23
2 Epidemiologi Mortalitas Kematian Angka mortalitas lansia W f Puskesmas
hipertensi

Mordibitas Kejadian Angka kesakitan lansia W 7 Puskesmas


hipertensi

3 Perilaku dan Gaya hidup Pola konsumsi Waktu awal terjadi hipertensi A 6,4,9,14 Klien
lingkungan

Tindakan Kepemilikan jaminan kesehatan A 11, b,e, c Klien


pencegahan

Lingkungan Anggota keluarga yang A 5 Klien


hipertensi

4 Edukasi dan Presdiposing Pengetahuan Pengetahuan tentang hipertensi A 11 Klien


organisasi

Sikap Keinginan untuk berperilaku A 13, 7, 6, 4 Klien


sehat

Persepsi Persepsi rentang sakit A 9 Klien


kerentanan

Reinforsing Dukungan Dukungan informasi keluarga A 10 Klien

24
Enabling Sumber Jumlah pelayanan kesehatan di W e, b, c Klien
dukungan wilayah
kesehatan

5 Administrasi Administrasi Program Program survailance kesehatan W e, d, c, 11 Puskesmas


kesehatan hipertensi

Lingkungan Sarana prasarana untuk W 5 KS


membantu penderita cacat fisik

25
26
2. Kuesioner Pengkajian

Kuesioner ini duberikan pada penduduk yang memiliki penyakit


Hipertensi

Petunjuk Pengisian :

a. Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama.

b. Pilihlah jawaban Anda dengan cara memberi tanda (X) pada jenis
pertanyaan chek list/pilihlah ganda.

c. Jawablah pertanyaan sesuai dengan pengetahuan yang Anda miliki


pada jenis pertanyaan uraian.

1) Nama :

2) Usia :

3) Alamat :

4) Anggota Keluarga :

Nama Umur Jenis Posisi Pekerjaan Pendidikan


Kelamin dalam
Keluarga

5) Apakah jenis pekerjaan Anda?

a. PNS d. Petani

b. Wiraswasta e. Tidak Bekerja

c. Karyawan Pabrik f. Lainnya

27
6) Berapa penghasilan Anda setiap bulan?

a. Kurang dari Rp 1.909.000

b. Lebih dari Rp 1.909.000

c. Tidak memiliki penghasilan

7) Apakah pendidikan terakhir anda?

a. Tidak sekolah d. SMA

b. SD e. Perguruan Tinggi

c. SMP f. Linnya sebutkan

8) Apakah Anda mengetahui bahaya hipertensi?

a. Ya, sebutkan

b. Tidak

9) Apakah Anda pernah masuk Rs karena penyakit yang


disebabkan karena Hipertensi?

a. Ya

b. Tidak

10) Kapan waktu tersering Anda pusing?

a. Pagi-pagi setelah bangun tidur

b. Selain pagi hari

3. Pedoman wawancara

PUSKESMAS

Narasumber :

28
Jabatan :

a. Berapa angka kematian yang timbul karena penyakit Hipertensi?

b. Berapa jumlah tenaga kesehatan yang di puskesmas?

c. Apa saja kendala yang dihadapi dalam melaksanakan program tersebut?

d. Berapa angka kesakitan yang timbul karena penyakit yang dipicu?

TOKOH MASYARAKAT/KETUA RW

Narasumber :

Jabatan :

a. Berapa jumlah penduduk usia yang mengalami penyakit hipertensi?

b. Bagaimana proporsi jenis kelamin dan usia yang mengalami penyakit


hipertensi?

KADER KESEHATAN

Narasumber :

Jabatan :

PEDOMAN OBSERVASI

a. Apakah banyak iklan rokok terpampang di lingkungan Rw? (Poster,


Banner, dll),

Gambar 1

b. Apakah lingkungan mendukung seseorang untuk merokok? Seperti


tersedia asbak di ruang tamu, meyajikan rokok dalam acara perkumpulan,
Gambar 2

29
c. Apakah banyak warung/tempat yang menjual rokok?

Gambar 3

d. Bagaimana masyarakat mematuhi Perda rokok yang berlaku di


wilayahnya?

Gambar 4

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN KELOMPOK KHUSUS

1. Defesinsi kesehatan komunitas b.d ketidakcukupan sumber daya


(00215)
Definisi : adanya satu atau lebih masalah kesehatan atau faktor yang
mengganggu kesejahteraan atau meningkatkan risiko masalah
kesehatan yang dialami oleh suatu kelompok
Batasan Karakteristik
a. Masalah kesehatan yang dialami oleh suatu kelompok atau populasi
b. Risiko hospitalisasi yang dialami oleh kelompok atau populasi
c. Risiko status fisiologis yang dialami oleh suatu kelompok atau
populasi
d. Risiko status psikologis yang dialami olh suatu kelompok atau
populasi

30
e. Tidak tersedia program untuk mencegah satu atau lebih masalah
kesehatan bagi suatu kelompok atau populasi
f. Tidak tersedia program untuk menghilangkan satu atau lebih
masalah ksehatan bagi suatu kelompok atau populasi
g. Tidak tersedia program untuk mengurangi satu atau lebih masalah
ksehatan bagi suatu kelompok atau populasi
h. Tidak tersedia program untuk meningkatkan satu atau lebih
masalah ksehatan bagi suatu kelompok atau populasi
Faktor yang Berhubungan
a. Ketidakcukupan ahli di komunitas
b. Ketidakcukupan akses pada pemberi layanan kesehatan
c. Ketidakcukupan biaya program
d. Ketidakcukupan data hasil program
e. Ketidakcukupan sumber daya (mis, finansial, sosial, pengetahuan)
f. Ketidakpuasan konsumen terhadap program
g. Ketidaktepatan rencana evaluasi program
h. Program ini tidak seluruhnya mengatasi masalah kesehatan
2. Perilaku kesehatan cenderung beresiko b.d kurang pemahaman
(00188)
Definisi : hambatan kemampuan untuk mengubah gaya hidup/
perilaku dalam cara yang memperbaiki status kesehatan
Batasan Karakteristik
a. Gagal melakukan tindakan mencegah masalah kesehatan
b. Gagal mencapai pengndalian optimal
c. Meminimalkan perubahan status kesehatan
d. Tidak menerima perubahan status kesehatan

Faktor yang Berhubungan

a. Kurang dukungan sosial


b. Kurang pemahaman
c. Merokok

31
d. Pencapaian diri yang rendah
e. Penggunaan alkohol yang berelebih
f. Sikap negatif terhadap pelayanan kesehatan
g. Status sosio – ekonomi rendah
h. Stresor
3. Ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga b.d kerumitan sistem
pelayanan kesehatan (00080)
Definisi : pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam proses
keluarga suatu program untuk pengobatan penyakit dan sekuelanya
yang tidak memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan tertentu.
Batasan Karakteristik
a. Akselerasi gejala penyakit seorang anggota
b. Kegagalan melakukan tindakan mengurangi faktor resiko
c. Kesulitan dengan regimen yang ditetapkan
d. Ketidaktepatan aktivitas keluarga untuk memenuhi tujuan
kesehatan
e. Kurang perhatian pada penyakit

Faktor yang Berhubungan

a. Kerumitan regimen terapeutik


b. Kerumitan sistem pelayanan kesehatan
c. Kesulitan ekonomi
d. Konflik keluarga
e. Konflik pengambilan keputusan

32
C. INTERVENSI

Domain Kelas Kode Diagnosa Tujuan Perencanaan/ NIC


Domain Kelas 2 : 00215 Defesinsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 1. Pengembangan kesehatan komunitas
1: Managemen kesehatan minggu diharapkan klien dapat menunjukan status ( Primer) 8500
Promosi Kesehatan komunitas b.d kesehatan komunitas a. Identifikasi bersama komunitas
Kesehata ketidakcukupan Kriteria Hasil : mengenai masalah, kekuatan dan
n sumber daya 1. Status kesehatan lansia prioritas kesehatan
2. Tingkat partisipasi dalam pelayanan b. Bantu anggota komunitas untuk
perawatan kesehatan preventif meningkatkan kesadaran dan
3. Pravalensi program peningkatan kesehatan mengoperasionalkan mengenai
4. Pravalensi program perlindungan kesehatan masalah masalah kesehatan
5. Tingkat partisipasi dalam program c. Mengoperasionalkan jaringan
kesehatan komunitas mengenai dukungan komunitas
6. Bukti tindakan perlindungan kesehatan d. Mengoperasionalkan komunikasi
terbuka dengan anggota lembaga
komunitas

2. Skrining kesehatan ( sekunder ) 6520


a. Iklankan layanan skrining
kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat
b. Jadwalkan pertemuan untuk
meningkatkan efisiensi dan
perawatan individual
c. Instruksikan pasien akan
rasionalisasi dan tujuan
pemeriksaan kesehatan serta

33
pemantauan diri
d. Berikan kenyamanan selama
prosedur skrining
e. Berikan hasil skrinign pada
pasien

3. Monitor kebijakan kesehatan ( tersier


) 7970
a. Bantu konsumen (yang
mendapatkan) perawatan
kesehatan untuk mendapatkan
informasi mengenai perubahan
saat ini
b. Kaji dampak negatif dan positif
dari kebijakan kesehatan
terhadap standar praktik
keprawatan, terhadap pasien dan
terhadap biaya yang dikeluarkan
c. Identifikasi dan selesaikan
ketimpangan antara standar dan
kebijakan kesehatan terhadap
praktik keperawatan saat ini.

Domain Kelas 2 : 00188 Perilaku Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 1. Pendidikan kesehatan ( primer ) 5510
1: Managemen kesehatan minggu diharapkan klien dapat menunjukkan a. Identifikasi faktor internal atau eksternal
Promosi Kesehatan cenderung keseimbangan gaya hidup. yang dapat meningkatkan atau mengurangi
Kesehata beresiko b.d Kriteria Hasil : motivasi untuk berperilaku sehat
n kurang 1. Mengenali kebutuhan untuk b. Tentukan pengetahuan kesehatan dan

34
pemahaman menyeimbangkan aktivitas – aktivitas hidup gaya hidup perilaku saat ini pada individu,
2. Mencari informasi tentang strategi untuk keluarga atau kelompok sasaran
aktivitas hidup yang seimbang c. Berikan ceramah untuk menyampaikan
3. Ikut dalam aktivitas yang meningkatkan informasi dalam jumlah besar, (pada) saat
pengembangan diri yang tepat
4. Ikut dalam aktivas yang sesuai dengan nilai d. Lakukan demonstrasi/demonstrasi ulang,
– nilai personal partisipasi pembelajar, dan manipulasi bahan
5. Menggunakan manajemen waktu dan energi (pembelajaran) ketika mengajarkan
dalam rutinitas harian ketrampilan psikomotorik

2. Terapi kelompok ( sekunder ) 5450


a. Bentuk kelompok dengan jumlah
optimal : 5 – 12 anggota.
b. Tetapkan waktu dan tempat pertemuan
kelompok
c. Buatlah pertemuan dalam 1 – 2 jam setiap
kali sesi dengan cara yang tepat
d. Gunakan (tehknik) bermain peran dan
penyelesaian masalah, dengan cara yang
tepat

3. Peningkatan efikasi diri ( tersier ) 5395


a. Eksplorasi persepsi individu mengenai
kemampuannya untuk melaksanakan
perilaku – perilaku yang diinginkan
b. Identifikasi persepsi individu mengenai
risiko tidak melaksanakan perilaku –
perilaku yang diinginkan

35
c. Berikan informasi mengenai perilaku
yang diinginkan
d. Gunakan strategi pembelajaran yang
sesuai dengan budaya dan usia (pasien),
(misalnya, permainan)

Domain Kelas 2 : 00080 Ketidakefektifa Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 1. Identifikasi Resiko ( primer ) 6610
1: Managemen n manajemen minggu diharapkan klien mampu menunjukkan a. Kaji ulang riwayat kesehatan
Promosi Kesehatan kesehatan partisipasi keluarga dalam perawatan profesional masa lalu dan dokumentasikan
Kesehata keluarga b.d Kriteria Hasil : bukti yang menunjukkan adanya
n kerumitan 1. Berpartisipasi dalam perencanaan perawatan penyakit medis, diagnosa
sistem 2. Memperoleh informasi yang diperlukan keperawatan serta perawatannya
pelayanan 3. Mengidentifikasi faktor – faktor yang b. Identifikasi resiko biologis,
kesehatan mempengaruhi perawatan lingkungan, dan perilaku serta
4. Membuat keputusan ketika pasien tidak hubungan timbal balik
dapat melakukannya c. Implementasikan aktivitas –
5. Berpartisipasi dalam tujuan bersama terkait aktivitas pengurangan resiko
dengan perawatan d. Rencanakan tindak lanjut strategi
dan aktivitas pengurangan resiko
jangka panjang

2. Terapi Keluarga ( sekunder ) 7150


a. Identifikasi bagaimana keluarga
menyelesaikan masalah
b. Identifikasi peran yang biasa
dalam sistem keluarga
c. Berikan pendidikan dan

36
informasi
d. Bantu keluarga meningkatkan
strategi koping yang ada
e. Bantu anggota keluarga
berkomunikasi lebih efektif

3. Peningkatan keterlibatan keluarga


( tersier ) 7110
a. Dorong anggota keluarga dan
pasien untuk membantu dalam
mengembangkan rencana
perawatan, termasuk hasil yang
diharapkan dan pelaksanaan
rencana perawatan
b. Dorong anggota keluarga dan
pasien untuk bersikap arsertif
dalam berinteraksi dengan
pemberi layanan kesehatan
profesional
c. Fasilitasi pemahaman mengenai
aspek medis dari kondisi pasien
pada anggota keluarga
d. Identifikasi kesulitan koping
pasien dengan anggota keluarga

37
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan dan melakukan pengkajian
kembali baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus didapatkan
simpulan sebagai berikut
1. Pada pengkajian lansia mengalami gangguan tidur, stress dan mengalami
pusing kepala
2. Diagnosa yang muncul: Defisiensi kesehatan komunitas berhubungan
dengan ketidakcukupan sumber daya, Perilaku kesehatan cenderung
beresiko berhubungan dengan kurang pemahaman dan Ketidakefektifan
manajemen kesehatan keluarga berhubungan dengan kerumitan sistem
pelayanan kesehatan
Pencegahan Hipertensi Primer berupa kegiatan untuk menghentikan
(mengurangi) faktor resiko hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi.
Pencegahan primer dilaksanakan melalui berbagai upaya diantaranya promosi
kesehatan mengenai perilaku hidup sehat yakni, dengan diet yang sehat
dengan cara makan cukup sayur dan buah rendah garam dan lemak serta tidak
merokok. Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini
untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan
pengobatan secara dini.
Pencegahan tersier dilaksanakan agar penderita hipertensi terhindar dari
komplikasi hipertensi serta untuk meniningkatkan kualitas hidup dan
memperpanjang lama ketahanan hidup. Pencegahan tersier difokuskan dapat
mempertahankan kualitas hidup penderita. Pencegahan tersier dilaksanakan
melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta, minum
obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol.

38
B. Saran
Diharapkan perawat mampu membantu para lansia untuk menjaga hidup
sehat. Agar angka hipertensi pada lansia dapat berkurang.

39
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E. T. & McFarlane, J.2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas : Teori


dan Praktek (edisi 3). Jakarta: EGC
Chobanian dkk. 2004. Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: Biro Pusat
Statistik.
Chunfang Qiu. Et.al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins dan
Coutran. Jakarta : EGC.

Darmojo, B. dan M. Hadi. 2006. Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.

Depkes RI. 2003. Pedoman Pengelolaan: Kegiatan Kesehatan di Kelompok Usia


Lanjut. Edisi ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Ditjen Bina. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Efendi. 2008. Asuhan Keperawatan Geriatric Edisi 2. Jakarta : EGC.

Elizabeth J. Corwin. 2005. Gerontological Nurse. 6th ed. Philadelphia: Lippinott.

Fatimah. 2010. Merawat manusia Lanjut usia. Jakarta: Trans Info media.

Gunawan. 2001. Kolesterol Dan Lemak Jahat, Kolesterol Dan Lemak Baik, Dan
Proses Terjadinya Serangan Jantung Dan Stroke. Jakarta: Gramedia
Pustaka utama.

Gunawan. 2005. Kolesterol Dan Lemak Jahat, Kolesterol Dan Lemak Baik, Dan
Proses Terjadinya Serangan Jantung Dan Stroke. Jakarta: Gramedia
Pustaka utama.

40
Mohani. 2004. Hipertensi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC.

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Nurkhalida. 2003. Geriatri Ilmu-ilmu Usia Lanjut. Jakarta: FKUI.

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Jakarta : EGC.

Rohaendi. 2008. Terapi Hipertensi. Bandung : Mizan Pustaka.

Sheps. 2005. Keperawatan Lanjut Usia. Jogjakarta: Graha Ilmu.

Smeltzer, Suzanne C & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC

Staessen A Jan el. al. 2003. Buku Ajar Patologi Robbins. Vol.2 Ed. 7. Jakarta :
EGC.

Temu Ilmiah Geriatri. 2006. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut untuk tenaga
kesehatan. Jakarta: Depkes

Yundini. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

41
LAMPIRAN

42

Anda mungkin juga menyukai