Seperti yang disampaikan salah seorang warga Kabanjahe, Landro Siregar. Dia sering
menyaksikan sendiri, jika para pekerja PT SBM tidak difasilitasi peralatan pelindung
di lapangan.
“Saya sering melihat. Jika para pekerja PLN itu gak dilengkapi alat pengaman. Bahkan
hujan-hujanpun terus dipaksakan bekerja. Kadang saya kasihan juga melihatnya,
malam-malampun terus bekerja. Kalau terjadi apa-apa, kan kasihan istri dan anak-
anaknya di rumah,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, aktivis Perlindungan Tenaga Kerja Kabupaten Karo, Juni Selvie,
menegaskan, agar pihak kepolisian melakukan cek Tempat Kejadian Perkara (TKP)
dan memeriksa saksi-saksi apa yang menjadi penyebab tewasnya korban.
“Saya menilai, jika perusahan tidak bekerja maksimal dalam mengawasi para pekerja.
Seharusnya dan wajib dilakukan para pengawas di lapangan menggunakan alat
pelindung diri (APD). Tentunya saling mengingatkan didalam satu tim demi
keselamatan dan kesehatan bersama,” ujarnya.
Sambungnya lagi, jika perusahan telah bertindak ceroboh dan mengabaikan
keselamatan kerja atau SOP K3. Untuk itu, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Pemprovsu
dan Pemkab Karo dapat memeriksa sejauh mana penerapan dan memeriksa peralatan
kerja K3 PT SBM.
“Jika perusahan menerapkan K3 dengan serius dan baik, tidak menimbulkan korban
beresiko tinggi (zero accident). Mungkin juga korban tidak dilengkapi dengan
peralatan yang memadai saat melakukan aktifitas saat itu. Sebab para karyawan di
setiap perusahan berhak mendapat jaminan keselamatan saat bekerja. Perusahan harus
ditindak tegas jikalau ditemukan tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan yang
berlaku atau UU Nomor 13 Tahun 2003,” tegasnya.
Juni berpendapat, tewasnya Rudianto saat memperbaiki jaringan kabel listrik bisa
diakibatkan oleh kesalahan kerja atau kesalahan perusahan. Jika benar-benar kesalahan
perusahan, maka PT SBM harus bertanggung jawab penuh atas biaya santunan pada
keluarga korban meninggal, sesuai dengan aturan yang berlaku.
“PT SBM juga mestinya harus memberikan asuransi kepada keluarga korban. Karena
bagaimanapun kehilangan nyawa tak bisa digantikan oleh hal apapun, termasuk harta,”
tukasnya.
Karena, lebih lanjut dikatakan aktivis wanita ini, jika PT SBM yang merupakan
perusahan pemenang tender pemasangan jaringan listrik dan instalasi PLN wilayah
kerja rayon Berastagi dan Kabanjahe ini sering juga telat membayar gaji para
pekerjanya.
“Saya sudah dengar terkait masalah gaji karyawan juga yang sering telat dibayarkan.
Untuk itu, saya juga meminta agar pihak PT.PLN dapat mengevaluasi rekanannya itu.
Apalagi telah memakan korban jiwa,” tutupnya.
https://www.hetanews.com/article/133066/diduga-mengabaikan-k3-kecelakaan-
kerja-karyawan-pt-sbm-dipertanyakan
Resume
Kecelakaan Kerja di PT. Sinar Bintang Mandiri
Pasalnya, kecelakaan keja yang menimbulkan korban jiwa ini diduga karena
pihak perusahaan kurang memperhatikan atau bahkan mengabaikan dan tidak
menerapkan Sisitem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3). Dugaan
– dugaan tersebut tidak datang begitu saja, tetapi sudah banyak saksi yang mengatakan
demikian. Beberapa warna desa kabanjahe, Landro Siregar yang berada di areal
perusahaan menyaksikan sendiri, jika para pekerja PT SBM tidak di fasilitasi dengan
peralatan perlindungan di lapangan. Bahkan para pekerja dipaksa unutk terus bekerja
walaupun kondisi sedang hujan, kadang juga berkerja sampai larut malam.
Pihak PT. Sinar Bintang Mandiri mulai menerapkan dengan benar Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di seluruh kegiatan operasioanal
perusahaan, dan mulai menggunakan SOP K3 yang benar dan sesuai dengan standar
aturan yang berlaku. Selain itu pihak perusahaan juga harus menyediakan peralatan
pelindung sesuai standar untuk para pekerja lapangan. Pihak perusahaan juga perlu
untuk memberikan edukasi pada para karyawan betapa pentingnya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja dengan menggunakan APD saat bekerja.