Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MANAJEMEN KEPERAWTAN

RESUME
SASARAN KESELAMATAN PASIEN ( SKP )

OLEH :

KADEK DEDI SETIAWAN

NIM : 11371117

AKADEMI KEPERAWATAN MARANATHA


KUPANG
2020

Manajemen Keperawatan Page 1


RESUME
SASARAN KESELAMATAN PASIEN ( SKP )
1. Keselamatan Pasien (Patient safety)
Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/
Menkes/Per/VIII/2011 disebutkan bahwa keselamatan pasien (Patient
safety)rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman meliputi asesmen resiko identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan resiko pasien. Pelaporan dan analisa insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implememntasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil ..
Maksud dan tujuan Sasaran Keselamatan Pasien adalah untuk
mendorong rumah sakit agar melakukan perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti bagian-bagian yang bermasalah
dalam pelayanan rumah sakit dan menjelaskan bukti serta solusi dari
konsensus para ahli atas permasalahan ini. Sistem yang baik akan berdampak
pada peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien.
2. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
Sasaran keselamatan pasien diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, Nomor 1691/ Menkes/Per/VIII/2011 tentang
keselamatan Pasien Rumah Sakit BAB IV pasal 8. Sasaran keselamatan
pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang
diakreditasi oleh komisi Akreditasi Rumah Sakit, dalam penyusunan sasaran
keselamatan pasien ini mengacu kepada Standar Nasional Akreditasi Rumah
Sakit Edisi 1. Ada Enam sasaran (Six Goals Patien Safety) yaitu :

Manajemen Keperawatan Page 2


a. Sasaran 1 : Mengidentifikasi pasien dengan Benar
Standar SKP 1 : Rumah sakit harus menetapkan regulasi untuk menjamin
ketepatan ( Akurasi ) identifikasi pasien .
Kesalahan karena keliru dalam identifikasi pasien sangatlah
rentan terjadi dihampir semua tahapan diagnosa atau pengobatan.
Kesalahan tersebut bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius /
tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur /
kamar / lokasi rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi
lain. Dalam hal ini penting , mengingat nama dan identitas pasien yg lain
adalah wajib. Oleh karena itu :
1. Untuk mengidentifikasi nama pasien dengan tepat,Kita perlu
memasang gelang pasien yang mencakup minimal 4 (empat)
warna :
Biru = Pasien Laki-Laki
Merah Muda = Pasien Perempuan
Merah = Pasien Dengan Alergi
Kuning = Pasien Dengan Risiko Cidera
2. Berikan penjelasan tentang manfaat pemasangan gelang.
3. Pada gelang pasien tertera minimal dua identitas,
yaitu nama dan nomor RM. Identitas tidak boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien.
4. Lakukan identifikasi dan klarifikasi kecocokan identitas nama
pasien antara yang diucapkan pasien dg yang tertera pada gelang
pasien
5. Identifikasi nama pasien wajib dilakukan pada saat:

a. Sebelum memberikan obat

b. Sebelum memberikan darah atau produk darah

c. Sebelum mengambil specimen darah

Manajemen Keperawatan Page 3


d. Sebelum melakukan tindakan/prosedur lainnya

Kemudian elemen penilaian SKP 1 terdiri dari :

1. Ada regulasi yang mengatur pelaksanaan identifikasi pasien.


( R)
2. identifikasi pasien di lakukan dengan menggunakan minimal
2 ( dua ) identitas dan tidak boleh menggunakan nomer
kamar pasien atau lokasi pasien dirawat sesuai dengan
regulasi rumah sakit. ( D,O,W )
3. Identifikasi pasien di lakakukan sebelum dilakukan
tindakan,prosedur diagnostik,dan terapiutik . (W,O,S)
4. Pasien di identifikasi sebelum pemeberian obat , darah,
produk darah, pengambilan spismen , dan pemberian diet. (
dilihat juga PAP 4; AP.5.7) (W.O.S )
5. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian radioterapi,
menerima cairan intravena, hemodialisis, pengambilan darah
atau pengambilan spesime lain untuk pemeriksaan klinis. (
W.O.S
b. Sasaran 2 : meningkatkan komunikasi yang efektif
Standar sasaran kesalamatan pasien di bagi menjadi 3 yaitu :

1. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan


proses meningkatkan efektivitas komunikasi verbal dan
atau komunikasi melalui telpon antar-PPA. ( Standar SKP
2)
2. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses pelaporan
hasil pemeriksaaan diagnostik kritis. ( Standar SKP 2.1 )
3. Rumah sakit menetapkan dan melakanakan proses
komunikasi “Serah Terima” (hand over). ( Standar SKP
2.2}

Manajemen Keperawatan Page 4


Komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat dan lengkap, jelas
dan yang dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi yang mudah
terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara
lisan atau melalui telepon. Tidak hanya melalui lisan ataupun telepon
kesalahan komunikasi mudah terjadi ketika pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito
melalui telepon ke unit pelayanan.

Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui


telpon dengan aman dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya
dihindari;
2. dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau
komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus
ditetapkan panduannya meliputi permintaan pemeriksaan,
penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaan darurat,
identifikasi dan penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan
diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa hasil
pemeriksaaan kritis dilaporkan;
3. prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi
penulisan secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan
oleh penerima informasi, penerima membaca kembali
permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi
konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara akurat.

Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan


oleh rumah sakit sering kali menimbulkan kesalahan komunikasi
dan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, rumah sakit diminta
memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan dilarang.
(lihat juga MIRM12 EP 5) Serah terima asuhan pasien (hand

Manajemen Keperawatan Page 5


over) di dalam rumah sakit terjadi :
1. antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara
staf medis dan staf keperawatan atau dengan staf klinis
lainnya, atau antara PPA dan PPA lainnya pada saat
pertukaran shift;
2. antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang
sama seperti jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit
perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi; dan
3. dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit
tindakan seperti radiologi atau unit terapi fisik.
 Elemen Penilaian SKP.2
1. Ada regulasi tentang komunikasi efektif antarprofesional pemberi
asuhan. (lihat juga TKRS 3.2). (R)
2. Ada bukti pelatihan komunikasi efektif antarprofesional pemberi
asuhan. (D,W)
3. Pesan secara verbal atau verbal lewat telpon ditulis lengkap, dibaca
ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan.
(lihat juga AP 5.3.1 di maksud dan tujuan). (D,W,S)
4. Penyampaian hasil pemeriksaaan diagnostik secara verbal ditulis
lengkap, dibaca ulang, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan secara
lengkap. (D,W,S)
 Elemen Penilaian SKP.2.1
1. Rumah sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan
diagnostik dan hasil diagnostik kritis. (lihat juga AP 5.3.2). (R)
2. Rumah sakit menetapkan siapa yang harus melaporkan dan siapa
yang harus menerima nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan
dicatat di rekam medis (lihat juga AP 5.3.2 EP 2). (W,S)

 Elemen Penilaian SKP.2.2

Manajemen Keperawatan Page 6


1. Ada bukti catatan tentang hal-hal kritikal dikomunikasikan di
antara profesional pemberi asuhan pada waktu dilakukan serah
terima pasien (hand over). (lihat juga MKE 5). (D,W)
2. Formulir, alat, dan metode ditetapkan untuk mendukung proses
serah terima pasien (hand over) bila mungkin melibatkan pasien.
(D,W)
3. Ada bukti dilakukan evaluasi tentang catatan komunikasi yang
terjadi waktu serah terima pasien (hand over) untuk memperbaiki
proses. (D,W)
c. Sasaran 3 : Meningkatkan keamanan obat-obat yang harus
diwaspadai (high alert medications)
Standar meningkatkan keamanan obat-obat yang harus diwaspadai (high
alert medications)

1. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan


proses meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang
perlu diwaspadai.
( Standar SKP 3 )
2. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan
proses mengelola penggunaan elektrolit konsentrat. (
Standar SKP 3.1 )
Maksud dan Tujuan SKP.3 dan SKP.3.1 Setiap obat jika salah
penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat
menyebabkan kematian atau kecacatan pasien, terutama obat- obat yang
perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang
mengandung risiko yang meningkat bila kita salah menggunakan dan
dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien.
Obat – obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medication)
adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang

Manajemen Keperawatan Page 7


tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obatan yang terlihat
mirip dan keengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat –obatan yang
sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian
elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2
meq/ml atau lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari
0.9%, dan magnesium sulfat = 50% atau lebih pekat). Cara yang paling
efektif untuk mengurangi/ menghindari kejadian tersebut adalah dengan
meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai. Hal-
hal yang perlu di perhatiakan dalam peningkatan kemanan obat yang
perlu di waspadai yaitu :

1. Pemberian elektorlit pekat harus dengan pengenceran dan


menggunakan label khusus.

2. Setiap pemberian obat menerapkan Prinsip 7 Benar.

3. Pastikan pengeceran dan pencampuran obat dilakukan oleh orang


yang kompeten.

4. Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori


LASA (Look Alike Sound Alike).

5. Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi dimeja dekat


pasien tanpa pengawasan.

6. Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA, saat


memberi / menerima instruksi.

d. Sasaran 4 : Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur


yang benar, pembedahan pada pasien yang benar.
Standar SKP 4 :

1. Rumah sakit memastikan Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur,


dan Tepat-Pasien sebelum menjalani tindakan dan atau

Manajemen Keperawatan Page 8


prosedur. ( Standar SKP 4 )
2. Rumah sakit memastikan dilaksanakannya proses Time-out di
kamar operasi atau ruang tindakan sebelum operasi dimulai. (
Standar SKP 4.1 )

Ada pun maksud dan Tujuan SKP.4 dan SKP.4.1 Salah-Lokasi,


Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani tindakan serta
prosedur merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan dapat terjadi.
Kesalahan ini terjadi antara lain akibat

1. Komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat


antaranggota tim.
2. Tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan
lokasi operasi dan tidak ada prosedur untuk verifikasi;
3. Asesmen pasien tidak lengkap.
4. Catatan rekam medik tidak lengkap.
5. Budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka
antaranggota tim.
6. Masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca,
tidak jelas, dan tidak lengkap.
7. Penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan
dilarang.
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif
atau yang tidak adekuat antara tim bedah, kurang / tidak melibatkan
pasien di dalam penandaan lokasi (Site marking), dan tidak ada prosedur
untuk verifikasi lokasi operasi. Disamping itu, asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang
tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak dapat
dibaca dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor yang berkontribusi
yang sering terjadi.

Manajemen Keperawatan Page 9


Penandaan yang digunakan oleh rumah sakit harus konsisten dan
harus dibuat oleh operator / orang yang akan melakukan tindakan,
dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan
harus terlihat sampai saat disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan
pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari
tangan, jari kaki, lesi) atau multipel leel (tulang belakang).
 Elemen Penilaian SKP.4
1. Ada regulasi untuk melaksanakan penandaan lokasi operasi atau
tindakan invasif (site marking). (R)
2. Ada bukti rumah sakit menggunakan satu tanda di empat sayatan
operasi pertama atau tindakan invasif yang segera dapat dikenali
dengan cepat sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan rumah sakit. (D,O)
3. Ada bukti bahwa penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif
(site marking) dilakukan oleh staf medis yang melakukan operasi
atau tindakan invasif dengan melibatkan pasien. (D,O,W)
 Elemen Penilaian SKP.4.1
1. Ada regulasi untuk prosedur bedah aman dengan menggunakan
“surgical check list ” (Surgical Safety Checklist dari WHO Patient
Safety 2009). (R)
2. Sebelum operasi atau tindakan invasif dilakukan, rumah sakit
menyediakan “check list” atau proses lain untuk mencatat, apakah
informed consent sudah benar dan lengkap, apakah Tepat-Lokasi,
Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien sudah teridentifikasi, apakah
semua dokumen dan peralatan yang dibutuhkan sudah siap tersedia
dengan lengkap dan berfungsi dengan baik. (D,O)
3. Rumah sakit menggunakan Komponen Time-Out terdiri atas
identifikasi Tepat- Pasien, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Lokasi,
persetujuan atas operasi dan konfirmasi bahwa proses verifikasi
sudah lengkap dilakukan sebelum melakukan irisan. (D,O,W,S).

Manajemen Keperawatan Page 10


4. Rumah sakit menggunakan ketentuan yang sama tentang Tepat-
Lokasi, Tepat- Prosedur, dan Tepat-Pasien jika operasi dilakukan di
luar kamar operasi termasuk prosedur tindakan medis dan gigi.
(D,O,W)
e. Sasaran 5 : mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Standar Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan SKP 5 :
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menggunakan dan melaksanakan
evidence- based hand hygiene guidelines untuk menurunkan risiko
infeksi terkait pelayanan kesehatan.

Adapun Maksud dan Tujuan SKP.5 Pencegahan dan


pengendalian infeksi merupakan sebuah tantangan di lingkungan fasilitas
kesehatan. Kenaikan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan menjadi
keprihatinan bagi pasien dan petugas kesehatan. Secara umum, infeksi
terkait pelayanan kesehatan terjadi di semua unit layanan kesehatan,
termasuk infeksi saluran kencing disebabkan oleh kateter, infeksi
pembuluh/aliran darah terkait pemasangan infus baik perifer maupun
sentral, dan infeksi paru-paru terkait penggunaan ventilator
Tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan adalah
pencegahan dan pengendalian infeksi, peningkatan biaya untuk
mengetasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional
pelayanan kesehatan. Infeksi yang dijumpai biasanya adalah infeksi
saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infection) dan
pneumonia. Dalam penanggulangan pusat dari eliminasi infeksi tersebut
dan infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.
Untuk itu Budayakan cuci tangan di RS pada saat :
1. Sebelum dan sesudah menyentuh pasien
2. Sebelum dan sesudah tindakan / aseptik
3. Setelah terpapar cairan tubuh pasien

Manajemen Keperawatan Page 11


4. Sebelum dan setelah melakukan tindakan invasive
5. Setelah menyentuh area sekitar pasien / lingkungan

Adapun 6 langkah cuci tangan standar WHO adalah :

 Buka kran dan basahi kedua telapak tangan


 Tuangkan 5 ml handscrub/sabun cair dan gosokkan pada tangan
dengan urutan TEPUNG SELACI PUPUT sbb :

1. Telapak tangan; gosok kedua telapak tangan

2. Punggung tangan; gosok punggung dan sela-sela jari sisi luar tangan
kiri dan sebaliknya.

3. Sela-sela jari, gosok telapak tangan dan sela-sela jari sisi dalam

4. Kunci jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci

5. Putar gosok ibu jari tangan kiri dan berputar dalam genggaman tangan
kanan dan lakukan sebaliknya

6. Putar rapatkan ujungjari tangan kanan dan gosokkan pada telapak


tangan kiri dengan cara memutar mutar terbalik arah jarum jam,
lakukan pada ujung jari tangan sebaliknya.

 Ambil kertas tissue atau kain lap disposable, keringkan kedua tangan
 Tutup kran dengan sikut atau bekas kertas tissue yang masih di tangan.

 Elemen Penilaian SKP.5


1. Ada regulasi tentang pedoman kebersihan tangan (hand
hygiene) yang mengacu pada standar WHO terkini. (lihat juga
PPI 9. EP 2, EP 6). (R)
2. Rumah sakit melaksanakan program kebersihan tangan (hand
hygiene) di seluruh rumah sakit sesuai dengan regulasi. (D,W)
3. Staf rumah sakit dapat melakukan cuci tangan sesuai dengan
prosedur. (lihat juga PPI 9 EP 6). (W,O,S)

Manajemen Keperawatan Page 12


4. Ada bukti staf melaksanakan lima saat cuci tangan. (W,O,S) ??? lima
apa ??
5. Prosedur disinfeksi di rumah sakit dilakukan sesuai dengan
regulasi. (lihat juga PPI 9 EP 2, EP 5, dan EP 6) (W,O,S)
6. Ada bukti rumah sakit melaksanakan evaluasi terhadap upaya
menurunkan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan. (D,W)
(lihat juga PPI 9 EP 6)
f. Sasaran 6 : Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh

Standar Pengurangan pasien jatuh : Rumah sakit melaksanakan upaya


mengurangi risiko cedera akibat pasien jatuh. Adapun maksud dan tujuan
SKP ini adalah untuk mencegah resiko jatuh di rumah sakit . Banyak cedera
yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat pasien jatuh. Berbagai
faktor yang meningkatkan riisiko pasien jatuh antara lain:

1. kondisi pasien
2. gangguan fungsional pasien (contoh gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan, atau perubahan status kognitif)
3. lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit
4. riwayat jatuh pasien.
5. konsumsi obat tertentu.
6. konsumsi alkohol.

Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk


jatuh dapat mendadak berubah menjadi berisiko tinggi. Hal iIni
disebabkan oleh operasi dan/atau anestesi, perubahan mendadak kondisi
pasien, serta penyesuaian pengobatan. Banyak pasien memerlukan
asesmen selama dirawat inap di rumah sakit. Rumah sakit harus
menetapkan kriteria untuk identifikasi pasien yang dianggap berisiko
tinggi jatuh.

Manajemen Keperawatan Page 13


Dalam konteks populasi/ masyarakat yang dilayani, pelayanan
yang disediakan dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi pasien
risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko
cidera bila sampai jatuh. Evaluasi tersebut dilihat dari aspek riwayat
jatuh, obat dan telaah terhadap kosumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.
Program evaluasi tersebut haruslah diterapkan oleh rumah sakit untuk
mengurangi jumlah pasien jatuh.

 Elemen Penilaian SKP.6


1. Ada regulasi yang mengatur tentang mencegah pasien
cedera karena jatuh. (lihat juga AP 1.2.1 EP 2). (R)
2. Rumah sakit melaksanakan suatu proses asesmen terhadap
semua pasien rawat inap dan rawat jalan dengan kondisi,
diagnosis, dan lokasi terindikasi berisiko tinggi jatuh sesuai
dengan regulasi. (D,O,W)
3. Rumah sakit melaksanakan proses asesmen awal, asesmen
lanjutan, asesmen ulang dari pasien pasien rawat inap yang
berdasar atas catatan teridentifikasi risiko jatuh. (lihat juga
AP 2 EP 1). (D,O,W)
4. Langkah-langkah diadakan untuk mengurangi risiko jatuh
bagi pasien dari situasi dan lokasi yang menyebabkan
pasien jatuh. (lihat juga AP 1.2.1 EP 3). (D,O,W)

Manajemen Keperawatan Page 14

Anda mungkin juga menyukai