Anda di halaman 1dari 12

PERATURAN PENANGGUNG JAWAB

KLINIK PPK I PT PETROKIMIA GRESIK


NOMOR 6 TAHUN 2019

TENTANG

KEBIJAKAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN


KLINIK PPK I PT PETROKIMIA GRESIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PENANGGUNG JAWAB KLINIK PPK I PT PETROKIMIA GRESIK

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung kelancaran pelayanan


kesehatan, maka perlu dibentuk Kebijakan Sasaran
Keselamatan Pasien;
b. bahwa setiap klinik wajib menerapkan studi keselamatan
pasien dan petugas;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dalam Surat Keputusan
Penanggung Jawab Klinik PPKI PT Petrokimia Gresik.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Peraturan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia Nomor 9
Tahun 2014 tentang Klinik;
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran;
4.Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Rupublik Indonesia Nomor 46
Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama,
dan Tempat Praktek Mandiri;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Rupublik Indonesia Nomor 4
Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan.

Paraf
Paraf
MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN PENANGGUNG JAWAB KLINIK PPK I PT


PETROKIMIA GRESIK TENTANG KEBIJAKAN SASARAN
KESELAMATAN PASIEN DI KLINIK PPK I PT PETROKIMIA
GRESIK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan Penanggung Jawab Klinik ini yang dimaksud dengan :
1. Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien
lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko
pasien, pengelolaan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
2. Sasaran Keselamatan Pasien Meliputi :
a. Mengidentifikasi pasien dengan dengan benar
b. Meningkatkan Komunikasi yang efektif
c. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai
d. Memastikan lokasi pembedahan yang benar,
prosedur yang benar, pembedahan pada pasien
yang benar
e. Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
f. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
3. Identifikasi pasien adalah identitas yang diberikan pada pasien sebagai
tanda pengenal untuk pasien, yang terdiri dari nama pasien, tanggal lahir,
dan nomor rekam medis.

Paraf
Paraf
4. Identifikasi secara verbal adalah mengkonfirmasi kebenaran identitas pasien
dengan cara meminta kepada pasien menyebutkan nama dan tanggal lahir
atau nomor rekam medis secara aktif
5. Identifikasi secara visual adalah mengkonfirmasi kebenaran identitas pasien
dengan cara mencocokkan identitas pasien yang tercantum pada gelang
identifikasi pasien dengan catatan rekam medis, etiket obat, lembar
permintaan pemeriksaan penunjang, diet dll
6. Komunikasi efektif adalah komunikasi yang tepat waktu, akurat, jelas, tidak
bermakna ganda (ambiguous), dan mudah dipahami oleh penerima pesan,
sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman).
7. Nilai kritis adalah hasil pemeriksaan yang abnormal dan mengindikasikan
kelainan atau gangguan yang dapat mengancam jiwa dan memerlukan
perhatian/ tindakan segera.
8. TULBAKON merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien
yang memerlukan perhatian dan atau tindakan segera, dipergunakan dalam
melakukan identifikasi pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan
komunikasi antar perawat dan dokter/antar pemberi pelayanan.

9. Profesional Pemberi Asuhan adalah tenaga kesehatan interdisiplin yang


diposisiskan disekitar pasien, mempunyai tugas mandiri, delegatif,
kolaboratif, kompetensi memadai, sama penting/setara pada konstribusi
profesinya.
10. Obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat yang
harus diwaspadai karena sering menyebabkan terjadinya kesalahan serius
(sentinel event) dan obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat
yang Tidak Diinginkan (ROTD)..
11. Penandaan lokasi operasi merupakan suatu tindakan penandaan
lokasi pada tubuh pasien yang akan dilakukan operasi yang bertujuan
untuk menjamin ketepatan lokasi operasi.
12. Kebersihan tangan (hand hygiene) merupakan proses secara mekanik
melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan
sabun dan air mengalir atau dengan menggunakan handrub berbasis
alkohol.
13. Risiko jatuh adalah pasien yang berisiko untuk jatuh yang umumnya
disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor fisiologis yang dapat berakibat
cedera.

Paraf
Paraf
. BAB II
MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR

Pasal 2
(1) Proses identifikasi pasien menggunakan 2 (dua) dari 3 (tiga) bentuk
identitas yaitu nama lengkap pasien (sesuai dengan E-KTP atau identitas
lainnya) , tanggal lahir (tanggal/bulan/tahun) dan nomor rekam medik.
ldentifikasi pasien tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi
pasien. Jika pasien tidak membawa kartu identitas, maka pasien/ keluarga
menuliskan identitas pasien untuk menghindari kesalahan.
(2) Proses identifikasi pasien dilakukan secara verbal dengan cara menanyakan
nama lengkap dan tanggal lahir pasien dan atau secara visual yaitu dengan
melihat nama lengkap dan tanggal lahir pada gelang identitas pasien.
(3) Proses identifikasi harus dilakukan dalam setiap keadaan intervensi kepada
pasien dan digunakan diseluruh area layanan Klinik yaitu Instalasi Rawat
Inap dan intensif, Instalasi Bersalin, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat
Darurat, Instalasi Bedah Sentral, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi,
Instalasi Farmasi, Instalasi Rekam Medis dan unit lainya.
(4) Identifikasi pasien dilakukan sebelum dilakukan tindakan, prosedur
diagnostik dan terapeutik.
(5) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, produk darah,
pengambilan spesimen, dan pemberian diet.
(6) Semua pasien harus diidentifikasi sebelum pemberian radioterapi ,
menerima cairan intravena, hemodialisis, pengambilan darah atau
pengambilan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, kateterisasi jantung,
prosedur radiologi diagnostik , dan identifikasi terhadap pasien koma.
(7) Identifikasi pasien juga dilakukan jika pasien dalam keadaan terbius,
mengalami disorientasi, tidak sepenuhnya sadar, dalam keadaan koma, saat
pasien berpindah tempat tidur, berpindah kamar tidur, berpindah lokasi/
ruangan di dalam lingkungan Klinik, terjadi disfungsi sensori, lupa identitas
diri.

Paraf
Paraf
(8) Identitas pasien diberikan dalam bentuk cetakan pada stiker dan atau di tulis
tangan yang memuat nama lengkap pasien (sesuai E-KTP atau identitas
lainya), tanggal lahir (tanggal/ bulan/tahun) dan nomor rekam medik
diberikan dalam bentuk stiker yang sudah di print. . Identifikasi dengan di
tulis tangan di lakukan pada keadaan tertentu (printer rusak, stiker tidak jelas
atau stiker habis) dengan menggunakan tulisan tangan dengan tinta tahan
air.
(9) Pasien dengan nama sama harus diberi tanda “PASIEN DENGAN NAMA
YANG SAMA” pada rekam medik, semua formulir permintaan penunjang.
(10) Kebijakan dan prosedur mendukung praktek identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi.

BAB III
MENINGKATKAN KOMUNIKASI EFEKTIF

Pasal 3
(1) Klinik mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas
komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui telepon antar profesional
pemberi asuhan.
(2) Klinik mengatur tentang cara komunikasi verbal, elektronik, telepon atau
whatsApp antar profesional pemberi asuhan serta proses komunikasi serah
terima.
(3) Komunikasi dengan elektronik dan whatsApp jika 30 menit tidak segera di
balas harus dilakukan telepon dan pada kasus emergency/ critical yg
mengancam nyawa komunikasi harus dilakukan dengan telepon.
(4) Pesan secara verbal atau verbal lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang
oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan.
(5) Penyampaian hasil pemeriksaan diagnostik secara verbal ditulis lengkap,
dibaca ulang, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan secara lengkap.
(6) Komunikasi verbal atau verbal lewat telpon seperti perintah pemberian obat-
obatan yang rupa dan ucapannya mirip (look a like, sound a like), kata atau
kalimat yang kurang jelas dilakukan pengejaan tiap hurufnya dengan
menggunakan Alfabeth international.

Paraf
Paraf
(7) Metode komunikasi yang digunakan menggunakan SBAR (Situation,
Background, Assessment dan Recomendation) kemudian dilanjutkan dengn
komunikasi TULBAKON.
(8) TULBAKON yang dimaksud pada ayat 7 adalah penerima perintah menulis
lengkap perintahnya , kemudian dibaca ulang dan dikonfirmasi melalui
stempel TULBAKON .
(9) Stempel yang dimaksud pada ayat 8 berisikan tanggal, jam perintah
disampaikan dan dibubuhi nama dan paraf penerima pesan, yang kemudian
saat pemberi pesan datang (visite) diminta untuk melakukan verifikasi
kebenaran pesan tersebut, yang selanjutnya membubuhkan tanggal, jam,
nama, parafnya pada stempel tersebut dengan waktu kurang dari 24 jam.

Pasal 4
(1) Pemeriksaan nilai kritis meliputi pemeriksaan laborat dan sedangkan
pemeriksaan hasil diagnostik kritis meliputi pemeriksaan elektrocardiografi
(ECG).
(2) Setelah ada hasil pemeriksaan nilai kritis dan hasil diagnostik yang
masuk dalam kategori nilai kritis pada pemeriksaan laborat, maka
maksimal 15 menit petugas laborat harus melaporkan ke dokter yang
bersangkutan, Jika dokter tidak ada di tempat, maka disampaikan ke
perawat.
(3) Setelah ada hasil pemeriksaan nilai kritis dan hasil diagnostik yang masuk
dalam kategori nilai kritis maka perawat harus melaporkan ke dokter dan
dilaporkan kepada Dokter Penanggung jawab Pasien (DPJP) dalam
waktu kurang dari 15 menit via telepon sampai terhubung langsung
ke Dokter Penanggung jawab Pasien (DPJP), apabila Dokter
Penanggung jawab Pasien (DPJP) tidak bisa dihubungi sama sekali maka
dokter boleh menghubungi dokter lain yang sesuai dengan spesialis
medisnya. Apabila dokter spesialis medis lainnya juga tidak bisa
dihubungi ,maka dokter ruangan boleh menghubungi dokter penanggung
jawab Klinik Ppk I pt petrokimia Gresik.
(4) Petugas yang bisa melaporkan dan menerima nilai kritis hasil pemeriksaan
diagnostik adalah petugas laborat ke perawat atau dokter jaga, perawat ke
dokter jaga, perawat ke dokter penanggungjawab pasien, dokter jaga ke

Paraf
Paraf
dokter penanggungjawab pasien kemudian hasil dicatat di rekam medis
pasien.
Pasal 5
(1) Serah terima asuhan pasien (hand over) merupakan proses pengalihan
informasi dan tanggung jawab di dalam Klinik yang terjadi antar PPA
seperti antara staf medis dengan staf medis, staf medis dengan staf
keperawatan atau dengan staf klinis lainya atau antar PPA dengan PPA
lainya pada saat pertukaran shift.
(2) Serah terima asuhan pasien (hand over) antar Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis dan
menggambarkan kondisi pasien saat ini termasuk tentang hal-hal
kritikal serta menjaga kerahasiaan pasien.
(3) Serah terima asuhan pasien (hand over) antar Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) dilaksanakan dengan menggunakan
metode SBAR, didokumentasikan dalam buku serah terima pasien
(hand over) dan dengan menggunakan dokumen rekam medis terkait.
Serah terima transfer antar unit dan transfer antar Klinik dengan
menggunakan dokumen rekam medis/ lembar transfer pasien.
(4) Klinik melakukan evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi waktu
serah terima pasien (hand over) pada saat pertukaran shift.

BAB IV
MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBAT YANG HARUS DIWASPADAI
(HIGH ALERT MEDICATION)

Pasal 6
Klinik mengembangkan suatu pendekatan untuk meningkatkan keamanan obat-
obat yang perlu diwaspadai (high-alert) :

(1) Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengatur tentang


penyediaan, penyimpanan, penataan, penyiapan dan penggunaan obat yang
perlu diwaspadai.
(2) Dalam penyediaan obat high alert tidak ada perlakuan khusus untuk
permintaan barang obat high alert ke gudang BOD, kecuali permintaan
Barang (PB) obat narkotika dan psikotropika ke gudang BOD dipisahkan
dengan Permintaan Barang (PB) obat reguler.

Paraf
Paraf
(3) Penyimpaan obat high alert di lnstalasi Farmasi harus terpisah dengan
obat lain di area khusus yang tidak mudah dilihat dari luar, diberi garis
warna merah di sekelilingnya.
(4) Obat high alert harus diberi label sampai pada kemasan primer obat
berupa stiker segi delapan berwarna merah dengan tulisan "HIGH ALERT
DOUBLE CHECK” untuk obat dengan kemasan flash atau infuse dan
stiker segi empat warna merah dengan tulisan "HIGH ALERT' untuk
obat dengan kemasan vial/ ampul.
(5) Elektrolit konsentrasi tinggi diberi label berupa stiker "KONSENTRAT
PEKAT HARUS DIENCERKAN SEBELUM DIGUNAKAN" dan hanya
disimpan di depo farmasi dan tidak disimpan di unit perawatan kecuali
untuk kebutuhan klinis seperti di IGD dan Bersalin.
(6) Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan di unit
perawatan untuk kebutuhan klinis seperti di Ruang Bersalin
dilengkapi dengan pengam an harus diberi label yang jelas
dan disimpan pada area yang dibatasi (restricted) untuk
mencegah pemberian yang tidak sengaja di area tersebut.
(7) Setiap kotak atau tempat penyimpanan obat high alert harus diberi
label berupa stiker segi delapan berwarna merah dengan tulisan "HIGH
ALERT DOUBLE CHECK"
(8) Setiap kotak atau tempat penyimpanan obat dengan Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip (NORUM) atau Look Alike Sound Alike (LASA) harus
diberi label berupa stiker segi delapan berwarna hijau dengan tulisan
"LASA DOUBLE CHECK'
(9) lntruksi untuk high alert medications harus diberikan secara tertulis untuk
menghindari kesalahan pemberian obat. Minimalkan instruksi secara verbal
dan hindarkan penggunaan singkatan. lnstruksi lisan obat high alert hanya
boleh dalam keadaan emergensi dan nama obat harus di eja perhuruf.
(10) Pada saat pengambilan obat harus melakukan double check atara dua
petugas farmasi yang berbeda untuk memastikan bahwa obat yang diambil
sesuai dengan yang resepkan oleh dokter.
(11) Sebelum obat high alert diberikan kepada pasien, harus melakukan double
check antara dua perawat yang berbeda untuk memastikan bahwa
obat yang akan diberikan sesuai dengan yang instruksikan oleh dokter.

Paraf
Paraf
(12) Double check dibuktikan dengan menuliskan nama perawat yang
mengecek dan memberikan obat ke pasien di Rekam Pemberian Obat
(RPO).

BAB V
MEMASTIKAN LOKASI PEMBEDAHAN YANG BENAR, PROSEDUR YANG
BENAR, PEMBEDAHAN PADA PASIEN YANG BENAR

Pasal 7
Klinik mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat
prosedur dan tepat pasien sebelum menjalalani prosedur operasi atau
tindakan invasif.
(1) Klinik menggunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk
identifikasi lokasi operasi atau tindakan invasif dan melibatkan pasien
dalam proses penandaan/ pemberian tanda..
(2) Penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif harus dilakukan
oleh dokter operator yang melakukan operasi dengan
menggunakan spidol khusus (tahan air dan tidak mudah luntur)
dengan memberikan tanda panah ( --> ) yang jelas di lokasi operasi
atau tindakan invasif.
(3) Penandaan lokasi operasi atau tindakan invsif harus dilakukan
ketika pasien dalam keadaan sadar, apabila operasi CITO
penandaan lokasi maksimal dilakukan sebelum pasien dilakukan
premedikasi dan pasien diikut sertakan dalam penandaan lokasi
operasi tersebut.
(4) Klinik menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi
sebelum operasi, saat operasi dan sesudah operasi atau tindakan invasif
tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien dan semua dokumen
serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat atau benar, dan fungsional.
(5) Klinik mengembangkan kebijakan untuk prosedur bedah yang aman dengan

Paraf
Paraf
menggunakan “surgical safety checlist “
(6) Klinik menggunakan suatu check list untuk mencatat apakah informed
consent sudah benar dan lengkap, apakah tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat pasien sudah teridentifikasi, apakah semua dokumen dan peralatan
yang dibutuhkan sudah siap tersedia dengan lengkap dan berfungsi dengan
baik.
(7) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/ mendokumentasikan
prosedur “sebelum insisi/ time-out” terdiri atas identifikasi tepat pasien,tepat
prosedur, dan tepat lokasi, persetujuan atas operasi dan konfirmasi bahwa
proses verifikasi sudah lengkap dilakukan sebelum melakukan irisan.

(8) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman


proses guna memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi atau dental yang
dilaksanakan di luar kamar operasi.

BAB VI
MENGURANGI RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN

Pasal 8
Klinik mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan :
(1) Klinik mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
sesuai standart WHO terkini maupun pedoman nasional (Kemenkes).
(2) Klinik menerapkan program kebersihan tangan (hand hygiene) yang
efektif kepada seluruh tenaga kesehatan dan non tenaga kesehatan,
pasien, keluarga serta petugas lainnya yang terlibat dalam pelayanan
pasien.
(3) Klinik melaksanakan evaluasi terhadap upaya untuk menurunkan angka
infeksi terkait pelayanan kesehatan.
(4) Kebersihan tangan (hand hygiene) dilakukan dengan tehnik
menggunakan sabun (handwash) dan menggunakan cairan berbasis
alkohol (handrub) dengan cara 6 langkah cuci tangan. Sabun, disinfektan,
serta tissue sekali pakai tersedia ditempat cuci tangan dan tempat
melakukan disinfeksi tangan.

Paraf
Paraf
(5) Prosedur kebersihan tangan (hand hygiene) di pelayanan yang
bersentuhan langsung dengan pasien mengacu pada five moment cuci
tangan sesuai ketentuan WHO adalah :
a) Sebelum kontak dengan pasien
b) Sebelum melakukan prosedur bersih/ septik
c) Setelah terpapar darah dan cairan tubuh pasien
d) Setelah kontak dengan pasien
e) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

BAB VII
MENGURANGI RISIKO PASIEN DARI CEDERA KARENA JATUH :
Pasal 9

Klinik mengembangkan suatu pendekatan untuk mencegah pasien cedera


karena jatuh :
(1) Klinik menerapkan suatu proses asesmen terhadap semua pasien
dengan kondisi, diagnosis dan lokasi terindikasi berisiko tinggi jatuh.
(2) Klinik menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan
melakukan asesmen lanjutan bila diindikasikan berisiko tinggi jatuh.
(3) Kebijakan dan atau prosedur mendukung pengurangan berkelanjutan dari
risiko cedera pasien akibat jatuh di Klinik.
(4) Klinik melakukan evaluasi tentang pasien jatuh dan melakukan upaya
mengurangi risiko pasien jatuh.
(5) Prosedur/ langkah-langkah diadakan mendukung mengurangi risiko jatuh
bagi pasien dari situasi dan lokasi yang menyebabkan pasien jatuh.

Paraf
Paraf
BAB VIII
PENUTUP

Pasal 10
Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal yang diundangkan, agar setiap
orang yang mengetahuinya, memerintahkan perundangan ini dijalankan
dilingkungan Klinik Satelit Kalimantan.

Ditetapkan di Gresik
Pada tanggal 13 September 2019
PENANGGUNG JAWAB
KLINIK PPK I PT PETROKIMIA GRESIK,

KOES MAUREEN YOSHINAGA

Paraf
Paraf

Anda mungkin juga menyukai