Anda di halaman 1dari 9

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS MAPILLI
KEPUTUSAN
KEPALA UPTD PUSKESMAS MAPILLI
NOMOR 74 TAHUN 2023

TENTANG
PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,


KEPALA UPTD PUSKESMAS MAPILLI,

a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu dan


Menimbang : Keselamatan pasien di UPTD Puskesmas Mapilli perlu
dilaksanakan sasasran Keselamatan Pasien ;
b. bahwa untuk melaksanakan sebagaimana dimaksud pada
point a,perlu ditetapkan keputusan Kepala UPTD
Puskesmas Mapilli;
Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia nomor 08 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen(Lembaran
Negara Tahun 1999 nomor 42, Tambahan Lembaran
negara Nomor 4125,);
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembar Negara
Republik indonesia Tahun 2004 nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
3. Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan (Lembaran negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,Tambahan lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Peraturan President republik Indonesia Nomor 72 tahun
2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional ( Lembaran
Negara RI tahun 2012 Nomor 193);
5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/165/2023 Tentang Standar Akreditasi
Pusat Kesehatan Masyarakat;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
44 tahun 2016 tentang pedoman Manjemen Puskesmas
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
11 tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
27 tahun 2017 tentang Pedoman pencegahan dan
pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
52 tahun 2018 tentang keselamatan dan Kesehatan
Kerja
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
25 tahun 2019 tentang Penerapan Manajemen resiko
Terintegrasi di Lingkunga Kementrian Kesehatan.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
43 tahun 2019 tentang pusat Kesehatan masyrakat.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
34 tahun 2022 tentang Akreditasi Pusat Kesehatan
masyarakat.

MEMUTUSKAN

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS MAPILLI


MENETAPKAN :
TENTANG PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN
PASIEN
Pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di UPTD
KESATU :
Puskesmas Mapilli Kabupaten Polewali Mandar.
Sasaran keselamatan Pasien yang dimaksud pada diktum Kesatu
meliputi :
1. Identifikasi Pasien
2. Komunikasi Efektif Dalam Pelayanan Klinis Termasuk SBAR
KEDUA : dan TBAK
3. Keamanan Obat
4. Tepat pasien, tepat Prosedur, Tepat Posisi
5. Pengurangan terjadinya Resiko Infeksi di Puskesmas
6. Tidak Terjadi Pasien Jatuh
Petugas yang dimaksud adalah seluruh petugas yang
KETIGA : Berhubungan secara langsung dengan pasien yaitu petugas
loket dan seluruh petugas pada unit pelayanan klinis.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan

Ditetapkan di : Mapilli
Pada tanggal : 05 Januari 2023
KEPALA UPTD PUSKESMAS MAPILLI

Saldi Kursani
LAMPIRAN : SK Kepala UPTD Puskesmas Mapilli
NOMOR : 074 TAHUN 2023
TENTANG : PELAKSANAAN SASARAN
KESELAMATAN PASIEN

1. Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien di UPTD Puskesmas Mapilli


bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada pasien, serta mencegah terjadinya kejadian yang dapat
membahayakan keselamatan pasien.
2. Tim Keselamatan Pasien UPTD Puskesmas Mapilli ditetapkan sebagai
koordinator pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien.
3. Seluruh staf Puskesmas agar melaksanakan sasaran keselamatan pasien sesuai
dengan prosedur dan pedoman yang telah ditetapkan. Setiap pelanggaran
terhadap kebijakan dan prosedur yang berhubungan dengan keselamatan pasien
akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Puskesmas.
4. Sasaran Keselamatan Pasien yang akan diterapkan di UPTD Puskesmas Mapilli
meliputi:
a. Ketepatan identifikasi pasien;
b. Peningkatan komunikasi yang efektif;
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
d. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;
f. Pengurangan risiko pasien jatuh
5. Pelaksanaan identifikasi pasien meliputi:
a. Semua pasien rawat jalan dan rawat inap harus dilakukan identifikasi.
b. Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara identifikasi yang relatif
tidak berubah, yaitu nama lengkap, tanggal lahir, nomor rekam medis, atau
nomor induk kependudukan.
c. Identifikasi tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien
dirawat.
d. Proses identifikasi dengan benar harus dilakukan mulai dari penapisan atau
skrining, pada saat pendaftaran, serta pada setiap akan dilakukan prosedur
diagnostik, prosedur tindakan, pemberian obat, dan pemberian diet.
e. Proses identifikasi pasien dengan kondisi khusus tetap dilakukan meliputi
i. Pasien tidak dapat menyebutkan identitas,
1. Pasien akan diberi gelang sesuai jenis kelamin berisi Mr.X untuk pria
dan Mrs.X untuk wanita serta nomor rekam medis.
2. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan gelang identifikasi baru
dengan identitas yang benar.
ii. Penurunan kesadaran,
1. Pasien akan diberi gelang sesuai jenis kelamin berisi Mr.X untuk pria
dan Mrs.X untuk wanita serta nomor rekam medis jika datang tanpa
keluarga/pengantar.
2. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan gelang identifikasi baru
dengan identitas yang benar.
iii. Koma,
1. Pasien akan diberi gelang sesuai jenis kelamin berisi Mr.X untuk pria
dan Mrs.X untuk wanita serta nomor rekam medis jika datang tanpa
keluarga/pengantar.
2. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan gelang identifikasi baru
dengan identitas yang benar.
iv. Gangguan jiwa,
1. Apabila identifikasi pasien sulit dilakukan karena pasien tidak mau
menggunakan gelang identifikasi atau tidak kooperatif, maka konfirmasi
dan verifikasi pasien dilakukan oleh petugas kepada keluarga/penunggu
pasien, dan dokumentasi proses verifikasi di dalam rekam medis.
2. Apabila pasien tidak memiliki penunggu atau pengantar, maka proses
konfirmasi dan verifikasi cukup dilakukan oleh dua orang petugas
ruangan dan proses ini dicatat dalam rekam medis dan ditempel foto
pasien dalam rekam medisnya.
v. Datang tanpa identitas yang jelas,
1. Pasien akan diberi gelang sesuai jenis kelamin berisi Mr.X untuk pria
dan Mrs.X untuk wanita serta nomor rekam medis yang datang tanpa
keluarga/pengantar.
2. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan gelang identifikasi baru
dengan identitas yang benar.
vi. Ada dua atau lebih pasien mempunyai nama yang sama atau mirip.
1. Pasien diidentifikasi ditambah berdasarkan urutan kedatangan pasien
ke puskesmas
6. Pelaksanaan komunikasi yang efektif meliputi:
a. komunikasi efektif disusun dan diterapkan dalam:
i. Penyampaian pesan verbal,
ii. Pesan verbal lewat telepon,
iii. Penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang diagnosis,
iv. Serah terima pasien pada serah terima jaga atau serah terima dari unit
yang satu ke unit yang lain, misalnya untuk pemeriksaan penunjang
dan pemindahan pasien ke unit lain.
b. Pelaporan kondisi pasien dalam komunikasi verbal atau lewal telepon,
antara lain, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik SBAR (situation,
background, asessment, recommendation).
c. Sedangkan saat menerima instruksi lewat telepon dapat menggunakan
metode readback (write down, read back and confirmation).
d. Pelaksanaan serah terima pasien dengan teknik SBAR dilakukan dengan
memperhatikan
i. kesempatan untuk bertanya dan memberi penjelasan (readback, repeat
back),
ii. menggunakan formulir yang baku, dan
iii. berisi informasi kritikal yang harus disampaikan, antara lain,
1. Status/kondisi pasien,
2. Pengobatan,
3. Rencana asuhan,
4. Tindak lanjut yang harus dilakukan,
5. Adanya perubahan status/kondisi pasien yang signifikan,
6. Dan keterbatasan atau risiko yang mungkin dialami oleh pasien.
e. Pelaksanaan komunikasi efektif verbal atau lewat telepon saat
menerima instruksi ditulis dengan lengkap (T), dibaca ulang oleh penerima
perintah (B), dan dikonfirmasi kepada pemberi perintah (K), yang dikenal
dengan TBAK.
f. Nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang angka
normal secara mencolok harus ditetapkan dan segera dilaporkan oleh
tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam pelayanan penunjang
kepada dokter penanggung jawab pasien sesuai dengan ketentuan waktu
yang ditetapkan oleh Puskesmas mengunakan metode readback (write
down, read back and confirmation).
g. Untuk meningkatkan kompetensi dalam melakukan komunikasi efektif,
perlu dilakukan edukasi kepada karyawan. Edukasi dapat dilakukan dalam
bentuk pelatihan, lokakarya, pelatihan kerja (on the job training), atau
bentuk lain yang dianggap efektif untuk transfer kemampuan (skill) dan
pengetahuan terhadap peningkatan kompetensi karyawan dalam
melakukan komunikasi efektif.
7. Pelaksanaan keamanan obat meliput:
a. Penyimpanan, penataan, peresepan, pelabelan, penyiapan, penggunaan,
dan evaluasi penggunaan obat yang perlu diwaspadai, termasuk obat
psikotropika, narkotika, dan obat dengan nama atau rupa mirip.
b. Penyusunan daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama
atau rupa mirip serta dilakukan pelabelan dan penataan obat yang perlu
diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip.
c. Pengawasan dan pengendalian penggunaan obat-obatan
psikotropika/narkotika dan obat-obatan lain yang perlu diwaspadai.
8. Pelaksanaan ketepatan lokasi pembedahan, prosedur dan pasien yang benar
meliputi:
a. Penetapan tindakan operatif, tindakan invasif, dan prosedurnya yang
meliputi semua tindakan yang meliputi:
i. Sayatan/insisi atau tusukan,
ii. Pengambilan jaringan,
iii. Pencabutan gigi,
iv. Pemasangan implan, dan
v. Tindakan atau prosedur invasif yang lain yang menjadi kewenangan
Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.
b. Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan;
c. Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan/prosedur; dan
d. Time out/penjedaan yang dilakukan segera sebelum prosedur dimulai.
9. Pelaksanaan pengurangan risiko infeksi meliputi:
a. Penerapan kebersihan tangan yang terbukti menurunkan risiko infeksi
yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
b. Penyusunan dan sosialisasi Prosedur kebersihan tangan.
c. Informasi mengenai prosedur tersebut ditempel di tempat yang mudah
dibaca.
d. Edukasi tentang kebersihan tangan kepada tenaga medis, tenaga
kesehatan, dan karyawan Puskesmas
e. Sosialisasi kebersihan tangan kepada pasien dan keluarga pasien.
10. Pelaksanan pengurangan risiko pasien jatuh meliputi:
a. Penapisan dilakukan untuk meminimalkan terjadinya risiko jatuh pada
pasien rawat jalan dan pengkajian pasien risiko jatuh pada pasien IGD dan
rawat inap di Puskesmas.
b. Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pasien di rawat jalan dengan
mempertimbangkan
i. Kondisi pasien: contohnya pasien geriatri, dizziness, vertigo, gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan obat, sedasi,
status kesadaran dan/atau kejiwaan, dan konsumsi alkohol
ii. Diagnosis: contohnya pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson
iii. Situasi: contohnya pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien
dengan riwayat tirah baring lama yang akan dipindahkan untuk
pemeriksaan penunjang dari ambulans dan perubahan posisi akan
meningkatkan risiko jatuh
iv. Lokasi: contohnya hasil identifikasi area di Puskesmas yang berisiko
terjadi pasien jatuh, antara lain, lokasi yang dengan kendala
penerangan atau mempunyai penghalang (barrier) yang lain, seperti
tempat pelayanan fisioterapi dan tangga.
c. Kriteria pasien untuk dilakukan penapisan kemungkinan terjadinya risiko
jatuh baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan:
i. Pasien lansia
ii. Pasien dengan gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan,
penggunaan obat, sedasi, status kesadaran dan/atau kejiwaan, dan
konsumsi alkohol
iii. Pasien baru bersalin
iv. Pasien cedera pada alat gerak bawah
d. Pelaksanaan upaya untuk mencegah atau meminimalkan kejadian jatuh di
puskesmas.
e. Alat bantu untuk melakukan pengkajian pada
i. Pasien rawat inap adalah skala Morse untuk pasien dewasa dan skala
Humpty Dumpty untuk anak,
ii. Pasien rawat jalan dilakukan dengan menggunakan get up and go
test atau dengan menanyakan tiga pertanyaan, yaitu
 apakah pernah jatuh dalam 6 bulan terakhir;
 apakah menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan;
dan
 apakah jika berdiri dan/atau berjalan membutuhkan
bantuan orang lain.
Jika satu dari pertanyaan tersebut mendapat jawaban ya, pasien
tersebut dikategorikan berisiko jatuh.
f. Semua pasien neonatus dikategorikan berisiko jatuh.
g. Hasil pengukuran dimonitor dan ditindaklanjuti sesuai derajat risiko jatuh.
h. Pakaikan stiker kuning pada gelang identitas pada pasien rawat inap
dengan kategori risiko tinggi.
i. Pakaikan pita kuning pada pasien rawat jalan dengan kategori risiko tinggi.
j. Lakukan intervensi sesuai hasil penilaian sesuai dengan pedoman yang
telah ditentukan (risiko ringan, sedang dan tinggi).
k. Pita tanda risiko jatuh dan stiker risiko jatuh dilepas jika skor pada pasien
risiko jatuh adalah ringan dan sedang.
l. Lakukan asesmen ulang risiko jatuh pada pasien setelah mendapatkan
obat atau tindakan yang menimbulkan risiko jatuh.
m. Pencegahan risiko jatuh di rawat inap dilakukan dengan menggunakan
pedoman pencegahan risiko jatuh dan di monitor.

Ditetapkan di : Mapiliil
pada tanggal : 05 Januari 2022
KEPALA UPTD PUSKESMAS MAPILLI

Saldi Kursani

Anda mungkin juga menyukai