Anda di halaman 1dari 9

KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS KALABBIRANG

NOMOR : /PKM-KLB/TU/SK/I/2023

TENTANG
PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN
KEPALA UPT PUSKESMAS KALABBIRANG

MENIMBANG : 1. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


UPT Puskesmas Kalabbirang , maka diperlukan
landasan kebijakan penerapan sasaran keselamatan
pasien yang menjadi prioritas utama.

2. Bahwa agar pelaksanaan sasaran keselamatan


pasien di UPT Puskesmas Kalabbirang dapat
terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan
Kepala UPT Puskesmas Kalabbirang sebagai
landasan bagi penerapan sasaran keselamatan
pasien di UPT Puskesmas Kalabbirang.

3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam 1 dan 2, perlu ditetapkan dengan
Keputusan Kepala UPT Puskesmas Kalabbirang

MENGINGAT : 1. Undang-undang Republik Indonesia nomor 36


tahun 2009 tentang Kesehatan;

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12


Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non alam
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19
Sebagai Bencana Nasional:

3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun


2017 Tentang Keselamatan Pasien;

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat:

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 34 Tahun 2022 Tentang Akreditasi Pusat
Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium
Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, Dan Tempat Praktik Mandiri
Dokter Gigi.

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor Hk.01.07/Menkes/165/2023 Tentang
Standar Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat.

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS KALABBIRANG


TENTANG PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN
PASIEN.

PERTAMA : Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien sebagaimana


tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

KEDUA : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan


pelayanan keselamatan pasien UPT Puskesmas
Kalabbirang dilaksanakan oleh Tim Keselamatan
Pasien UPT Puskesmas Kalabbirang.

KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya,


dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Bontoa
Pada tanggal : Januari 2023
KEPALA UPT PUSKESMAS KALABBIRANG

ERNA HAMID
LAMPIRAN : Keputusan Kepala UPT Puskesmas Kalabbirang
NOMOR : /PKM-KLB/TU/SK/I/2023
TANGGAL : Januari 2023
TENTANG : Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien

1. Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien di UPT Puskesmas Kalabbirang


bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada pasien, serta mencegah terjadinya
kejadian yang dapat membahayakan keselamatan pasien.
2. Tim Keselamatan Pasien UPT Puskesmas Kalabbirang ditetapkan sebagai
koordinator pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien.
3. Seluruh staf Puskesmas agar melaksanakan sasaran keselamatan pasien
sesuai dengan prosedur dan pedoman yang telah ditetapkan. Setiap
pelanggaran terhadap kebijakan dan prosedur yang berhubungan dengan
keselamatan pasien akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Puskesmas.
4. Sasaran Keselamatan Pasien yang akan diterapkan di UPT Puskesmas
Kalabbirang meliputi:
a. Mengidentifikasi pasien dengan benar
b. Meningkatkan komunikasi yang efektif
c. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
d. Memastikan lokasi pembedahan yang benar ,prosedur yang benar ,
pembedahan pada pasien yang benar
e. Mengurangi risiko infeksi akibat pelayanan kesehatan
f. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
5. Pelaksanaan identifikasi pasien meliputi:
a. Semua pasien rawat jalan dan rawat inap harus dilakukan identifikasi.
b. Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara identifikasi
yang relative tidak berubah, yaitu nama lengkap, tanggal lahir, nomor
rekam medis, atau nomor induk kependudukan.
c. Identifikasi tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien
dirawat.
d. Proses identifikasi dengan benar harus dilakukan mulai dari
penapisan atau skrining, pada saat pendaftaran, serta pada setiap
akan dilakukan prosedur diagnostik, prosedur tindakan, pemberian
obat, dan pemberian diet.
e. Proses identifikasi pasien dengan kondisi khusus tetap dilakukan
meliputi :
i. pasien tidak dapat menyebutkan identitas,
1. pasien akan diberi gelang sesuai jenis kelamin. Gelang biru
bertuliskan Mr.X untuk pria nomor rekam medis dan gelang
merah muda bertuliskan Mrs.X untuk wanita serta nomor
rekam medis.
2. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan gelang
identifikasi baru dengan identitas yang benar.
ii. penurunan kesadaran,
1. pasien akan diberi gelang sesuai jenis kelamin. Gelang biru
bertuliskan Mr.X untuk pria nomor rekam medis dan gelang
merah muda bertuliskan Mrs.X untuk wanita serta nomor
rekam medis jika datang tanpa keluarga/pengantar.
2. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan gelang
identifikasi baru dengan identitas yang benar.
iii. koma,
1. pasien akan diberi gelang sesuai jenis kelamin. Gelang biru
bertuliskan Mr.X untuk pria nomor rekam medis dan gelang
merah muda bertuliskan Mrs.X untuk wanita serta nomor
rekam medis jika datang tanpa keluarga/pengantar.
1. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan gelang
identifikasi baru dengan identitas yang benar.
iv. gangguan jiwa,
1. Apabila identifikasi pasien sulit dilakukan karena pasien tidak
mau menggunakan gelang identifikasi atau tidak kooperatif,
maka konfirmasi dan verifikasi pasien dilakukan oleh petugas
kepada keluarga/penunggu pasien, dan dokumentasi proses
verifikasi di dalam rekam medis.
2. Apabila pasien tidak memiliki penunggu atau pengantar,
maka proses konfirmasi dan verifikasi cukup dilakukan oleh
dua orang petugas ruangan dan proses ini dicatat dalam
rekam medis dan ditempel foto pasien dalam rekam
medisnya.
v. datang tanpa identitas yang jelas,
1. pasien akan diberi gelang sesuai jenis kelamin. Gelang biru
bertuliskan Mr.X untuk pria nomor rekam medis dan gelang
merah muda bertuliskan Mrs.X untuk wanita serta nomor
rekam medis jika datang tanpa keluarga/pengantar.
2. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan gelang
identifikasi baru dengan identitas yang benar.
vi. ada dua atau lebih pasien mempunyai nama yang sama atau
mirip.
1. Pasien diidentifikasi ditambah berdasarkan urutan
kedatangan pasien ke puskesmas. Misalnya Mr. X1, Mr. X2 dan
seterusnya.
6. Pelaksanaan komunikasi yang efektif meliputi:
a. komunikasi efektif disusun dan diterapkan dalam:
i. penyampaian pesan verbal,
ii. pesan verbal lewat telepon,
iii. penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang diagnosis,
iv. serah terima pasien pada serah terima jaga atau serah terima
dari unit yang satu ke unit yang lain, misalnya untuk pemeriksaan
penunjang dan pemindahan pasien ke unit lain.
b. Pelaporan kondisi pasien dalam komunikasi verbal atau lewat
telepon, antara lain, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
SBAR (situation, background, asessment, recommendation).
c. Sedangkan saat menerima instruksi lewat telepon dapat
menggunakan metode readback (write down, read back and
confirmation).
d. Pelaksanaan serah terima pasien dengan teknik SBAR dilakukan
dengan memperhatikan
i. kesempatan untuk bertanya dan memberi penjelasan (readback,
repeat back),
ii. menggunakan formulir yang baku, dan
iii. berisi informasi kritikal yang harus disampaikan, antara lain,
1. status/kondisi pasien,
2. pengobatan,
3. rencana asuhan,
4. tindak lanjut yang harus dilakukan,
5. adanya perubahan status/kondisi pasien yang signifikan,
6. dan keterbatasan atau risiko yang mungkin dialami oleh
pasien.
e. Pelaksanaan komunikasi efektif verbal atau lewat telepon saat
menerima instruksi ditulis dengan lengkap (T), dibaca ulang oleh
penerima perintah (B), dan dikonfirmasi kepada pemberi perintah
(K), yang dikenal dengan TBAK.
f. Nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang
angka normal secara mencolok harus ditetapkan dan segera
dilaporkan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam
pelayanan penunjang kepada dokter penanggung jawab pasien sesuai
dengan ketentuan waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas
mengunakan metode readback (write down, read back and
confirmation).
g. Untuk meningkatkan kompetensi dalam melakukan komunikasi
efektif, perlu dilakukan edukasi kepada karyawan. Edukasi dapat
dilakukan dalam bentuk pelatihan, lokakarya, pelatihan kerja (on the
job training), atau bentuk lain yang dianggap efektif untuk transfer
kemampuan (skill) dan pengetahuan terhadap peningkatan
kompetensi karyawan dalam melakukan komunikasi efektif.
7. Pelaksanaan keamanan obat meliput:
a. Penyimpanan, penataan, peresepan, pelabelan, penyiapan,
penggunaan, dan evaluasi penggunaan obat yang perlu diwaspadai,
termasuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan nama atau
rupa mirip.
b. Penyusunan daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama
atau rupa mirip serta dilakukan pelabelan dan penataan obat yang
perlu diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip.
c. Pengawasan dan pengendalian penggunaan obat-obatan
psikotropika/narkotika dan obat-obatan lain yang perlu diwaspadai
8. Pelaksanaan ketepatan lokasi pembedahan, prosedur dan pasien yang
benar meliputi:
a. Penetapan tindakan operatif, tindakan invasif, dan prosedurnya yang
meliputi semua tindakan yang meliputi:
i. sayatan/insisi atau tusukan,
ii. pengambilan jaringan,
iii. pencabutan gigi,
iv. pemasangan implan, dan
v. tindakan atau prosedur invasif yang lain yang menjadi kewenangan
Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.
b. proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan;
c. Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan/prosedur; dan
d. time out/penjedaan yang dilakukan segera sebelum prosedur dimulai.
9. Pelaksanaan pengurangan risiko infeksi meliputi:
a. Penerapan kebersihan tangan yang terbukti menurunkan risiko
infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
b. Penyusunan dan sosialisasi Prosedur kebersihan tangan.
c. Informasi mengenai prosedur tersebut ditempel di tempat yang
mudah dibaca.
d. Edukasi tentang kebersihan tangan kepada tenaga medis, tenaga
kesehatan, dan karyawan Puskesmas
e. Sosialisasi kebersihan tangan kepada pasien dan keluarga pasien.
10. Pelaksanan pengurangan risiko pasien jatuh meliputi:
a. Penapisan dilakukan untuk meminimalkan terjadinya risiko jatuh
pada pasien rawat jalan dan pengkajian pasien risiko jatuh pada
pasien IGD dan rawat inap di Puskesmas.
b. Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pasien di rawat jalan dengan
mempertimbangkan
i. kondisi pasien: contohnya pasien geriatri, dizziness, vertigo,
gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan
obat, sedasi, status kesadaran dan/atau kejiwaan, dan konsumsi
alkohol;
ii. diagnosis: contohnya pasien dengan diagnosis penyakit
Parkinson;
iii. situasi: contohnya pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien
dengan riwayat tirah baring lama yang akan dipindahkan untuk
pemeriksaan penunjang dari ambulans dan perubahan posisi
akan meningkatkan risiko jatuh;
iv. lokasi: contohnya hasil identifikasi area di Puskesmas yang
berisiko terjadi pasien jatuh, antara lain, lokasi yang dengan
kendala penerangan atau mempunyai penghalang (barrier) yang
lain, seperti tempat pelayanan fisioterapi dan tangga.
c. Kriteria pasien untuk dilakukan penapisan kemungkinan terjadinya
risiko jatuh baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan :
i. Pasien lansia
ii. Pasien dengan gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan,
penggunaan obat, sedasi, status kesadaran dan/atau kejiwaan,
dan konsumsi alkohol;
iii. Pasien baru bersalin
iv. Pasien cedera pada alat gerak bawah
d. Pelaksanaan upaya untuk mencegah atau meminimalkan kejadian
jatuh di puskesmas.
e. Alat bantu untuk melakukan pengkajian pada
i. Pasien rawat inap adalah skala Morse untuk pasien dewasa dan
skala Humpty Dumpty untuk anak,
ii. pasien rawat jalan dilakukan dengan menggunakan get up and
go test atau dengan menanyakan tiga pertanyaan, yaitu
 apakah pernah jatuh dalam 6 bulan terakhir;
 apakah menggunakan obat yang mengganggu
keseimbangan; dan
 apakah jika berdiri dan/atau berjalan membutuhkan
bantuan orang lain.
Jika satu dari pertanyaan tersebut mendapat jawaban ya,
pasien tersebut dikategorikan berisiko jatuh.
f. Semua pasien neonatus dikategorikan berisiko jatuh.
g. Hasil pengukuran dimonitor dan ditindaklanjuti sesuai derajat risiko
jatuh.
h. Pakaikan stiker kuning pada gelang identitas pasien rawat inap
dengan kategori risiko tinggi.
i. Pakaikan kalung kuning pada pasien rawat jalan dengan kategori
risiko tinggi.
j. Lakukan intervensi sesuai hasil penilaian sesuai dengan pedoman
yang telah ditentukan (risiko ringan, sedang dan tinggi).
k. Kalung tanda risiko jatuh dan stiker risiko jatuh dilepas jika skor pada
pasien risiko jatuh adalah ringan dan sedang.
l. Lakukan assesmen ulang risiko jatuh pada pasien setelah
mendapatkan obat atau tindakan yang menimbulkan risiko jatuh.
m. Pencegahan risiko jatuh di rawat inap dilakukan dengan
menggunakan pedoman pencegahan risiko jatuh dan di monitor.

Ditetapkan di : Bontoa
Pada tanggal : Januari 2023
KEPALA UPT PUSKESMAS KALABBIRANG

drg. Hj. Erna Hamid. M.Kes


NIP: 19770226 200701 2 013

Anda mungkin juga menyukai