Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH INDIVIDU

KEPERAWATAN KRITIS II

KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

Dosen Pembimbing:
Nugroho Ari Wibowo, Skep.,Ns.,M.Kep

Oleh:
I’in Masfiyah 20151660092
Kelas 7B

PROGRAM STUDI REGULER S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena berkat
rahmat dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis II sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.

Terima kasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Keperawatan Kritis II yang
telah memberikan kesempatan bagi kami untuk mengerjakan tugas makalah ini, sehingga
kami menjadi lebih mengerti dan memahami tentang materi “Ketoasidosis Diabetikum
(KAD)”. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh
pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam upaya
penyelesaian makalah ini baik yang mendukung secara moril dan materil.

Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan, kekurangan dan kekhilafan dalam
makalah ini. Untuk itu saran dan kritik tetap kami harapkan demi perbaikan makalah ini ke
depan. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami semua.

Terima kasih

Surabaya, 12 November 2018

I’in Masfiyah

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................2
1.3 Tujuan ..........................................................................................................................2
1.4 Manfaat ........................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ........................................................................................................................3

2.2 Epidemiologi ...............................................................................................................3

2.3 Etiologi ........................................................................................................................3

2.4 Patofisiologi .................................................................................................................4

2.5 Manifestasi klinis .........................................................................................................4

2.6 Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................................5

2.7 Penatalaksanaan ...................................................................................................... ....6

2.8 Prognosis .....................................................................................................................10

2.10 WOC ..........................................................................................................................11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian ...................................................................................................................12

3.2 Analisa Data ................................................................................................................13

3.3 Diagnosa Keperawatan ................................................................................................16

3.4 Intervensi Keperawatan ..............................................................................................16.

ii
BAB IV TELAAH JURNAL ............................................................................................20

LITERATUR REVIEW ....................................................................................................27

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………...…...30

5.2 Saran …………………………………………………………………………………30

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………...……………31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
ketiadaan atau jumlah insulin yang tidak memadai yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak dengan tiga tanda klinis
utama yakni hiperglikemia, dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis (Smeltzer, 2010).
KAD merupakan komplikasi akut yang paling serius yang dapat terjadi pada anak-anak
dengan diabetes mellitus (DM) tipe-1 dan merupakan kondisi gawat darurat yang sering
menimbulkan kematian (Gotera, 2010). DKA didefinisikan sebagai setiap episode
hiperglikemia dengan ketoasidosis (pH <7,30) (Rabbone et al, 2009)
Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80% pada penderita anak baru dengan DM
tipe-1, lalu di Eropa dan Amerika Utara angkanya berkisar 15-67%, sedangkan di
Indonesia dilaporkan 33-66% (WHO, 2015). Prevalensi KAD di Amerika Serikat
diperkirakan sebesar 4,6-8 per 1000 penderitadiabetes, dengan mortalitas <5% atau
sekitar 2-5% (KSM Anak Fatmawati Hospital Journal, 2015).
Pengobatan diabetic ketoacidosis (DKA) melibatkan koreksi hiperglikemia, dehidrasi,
elektrolit dan kelainan asam basa kelainan (Cohen et al, 2016). Pengobatan KAD
diantaranya resusitasi cairan, terapi insulin, penggantian bikarbonat, penggantian kalium
dan fosfat (Alshammari dkk, 2017). Serta diperlukan peran dan fungsi perawat dalam
upaya pelayanan kesehatan dari aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
Terapi insulin bertujuan untuk mengontrol tingkat glukosa darah. Dosis insulin yang
dibutuhkan awal dapat bervariasi sesuai dengan banyak faktor termasuk usia, berat badan,
tahap pubertas, durasi dan fase diabetes untuk memberikan kontrol BG ketat dan
meminimalkan risiko hipoglikemia. Protokol standar untuk perawatan DKA
merekomendasikan insulin untuk diberikan melalui infus intravena kontinyu lambat
(Cohen et al, 2016). Namun di beberapa studi menunjukkan suntikan subkutan insulin
kerja-cepat sebagai alternatif dibandingkan insulin melalui infus intravena. Maka dari itu
saya akan membahas pada telaah jurnal mengenai keefektifan dan keampuhan pemilihan
terapi insulin reguler secara intravena dan subkutan pada pengobatan Ketoasidosis
Diabetikum pada anak-anak.

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep asuhan keperawatan KAD dan telaah jurnal mengenai keefektifan
dan keampuhan pemilihan terapi insulin reguler secara intravena dan subkutan pada
pengobatan Ketoasidosis Diabetikum pada anak-anak?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan KAD dan hasil telaah jurnal mengenai
keefektifan dan keampuhan pemilihan terapi insulin reguler secara intravena dan
subkutan pada pengobatan Ketoasidosis Diabetikum pada anak-anak secara tepat.

1.4 Manfaat
a. Mendapatkan pengetahuan tentang ketoasidosis diabetikum (KAD).
b. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang ketoasidosis
diabetikum (KAD).
c. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan ketoasidosis
diabetikum (KAD).
d. Mendapatkan pengetahuan mengenai hasil telaah jurnal

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah keadaan darurat metabolik akut, dan pasien
yang terkena paling sering hadir dengan hiperglikemia, anion gap asidosis metabolik, dan
hiperketonemia (Stacey Folsey, 2012).

KAD adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh ketiadaan atau jumlah insulin yang
tidak memadai yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak dengan tiga tanda klinis utama yakni hiperglikemia, dehidrasi, kehilangan
elektrolit dan asidosis (Smeltzer, 2010)

Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik


yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai
menyebabkan syok.

2.2 Epidemiologi

Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester,menunjukkan bahwa insiden KAD


sebesar 8/1000pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur,sedangkan untuk kelompok
umur kurang dari 30 tahunsebesar 13,4/1000 pasien DM per tahun. Sumberlain menyebutkan
insiden KAD sebesar 4,6-8/1000pasien DM per tahun. KAD dilaporkan bertanggungjawab
untuk lebih dari 100.000 pasien yang dirawat pertahun di Amerika Serikat. Walaupun data
komunitasdi Indonesia belum ada, namun insiden KAD diIndonesia tidak sebanyak di negara
barat (Gotera, 2010).

2.3 Etiologi
Penyebab DKA yang paling sering adalah infeksi. Faktor pencetus yang lain meliputi
penyakit berat (cedera serebrovaskular [CVA, cerebrovascular accident], infark miokard,
pankreatitis), penyalagunaan alkohol, trauma dan obat – obatan. (Patricia dkk, 2011).
Kebanyakan kasus KAD dicetuskan oleh infeksi umum, antara lain influenza dan infeksi
saluran kemih. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan kebutuhan metabolik dan
peningkatan kebutuhan insulin. Penyebab umum KAD lainya adalah kegagalan dalam

3
mempertahankan insulin yang diresepkan dan/atau regimen diet dan dehidrasi. (Stillwel,
2011).

2.4 Patofisiologi

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
pula. Disamping itu produksi dan pelepasan glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali atau
meningkat. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk
mnghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa
bersama – sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diuresis osmotik yang
ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini kan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan
elekrolit (Patricia dkk, 2011)

Efek lain dari defisiensi insulin atau defisit adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas diubah menjadi badan keton oleh
hati. Badan keton bersifat asam. Ketika asam keton terus menumpuk, bikarbonat serum
menurun dan celah anion (kelebihan kation yaitu natrium dan kalium yang diukur melebihi
jumlah anion yakni klorida dan bikarbonat) meningkat. Keton keluar melalui urine
(ketonouria) dan menyebabkan bau napas seperti buah. Dan pH turun di bawah 7,3 yang
dapat menyebabkan asidosis metabolik dan menstimulasi hiperventilasi, yang disebut
pernapasan kussmaul (dalam dan cepat), karena individu berusaha untuk mengurangi asidosis
dengan mengeluarkan karbon dioksida (Patricia dkk, 2011)

Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air
dan mempercepat kehilangan air dan elektrolit. Ketika natrium dan air dalam jumlah besar
hilang ke dalam urin tubuh menganggap hal tersebut sebagai ancaman serius untuk
mempertahankan sirkulasi. Akhirnya jika volume vaskuler turun sampai tingkat yang cukup
rendah, mengakibatkan penurunan perfusi jaringan, tekanan darah menurun dan terjadi syok.
Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kesadaran hingga terjadi koma (Patricia dkk, 2011).

2.5 Manifestasi Klinis

Respon neurologis dapat berkisar dari sadar sampai koma. Frekuensi pernafasan
mungkin cepat atau pernafasan mungkin cepat, atau pernafasan mungkin dalam dan cepat
dengan disertai nafas aseton dan berbau buah. Pasien akan mengalami dehidrasi dan dapat

4
mengeluh sangat haus, poliuria, dan kelemahan, mual, muntah, nyeri hebat pada abdomen
dan kembung sering kali tejadi (Stillwel, 2011)

Selain itu, pasien mungkin mengalami penglihatan kabur, kelemahan, dan sakit
kepala. Pasien dengan penurunan volume intravaskular yang ditandai mungkin memiliki
ortostatik hipotensi (penurunan tekanan darah sistolik 20 mm Hg atau lebih pada perubahan
dari posisi berbaring ke posisi berdiri). Penipisan volume juga dapat menyebabkan hipotensi
terang dengan denyut nadi yang lemah dan cepat. Ketosis dan asidosis DKA menyebabkan
gastrointestinal gejala seperti anoreksia, mual, muntah, dan perut rasa sakit (Smeltzer, 2010)

Menurut American Diabetes Association.(2009) terdapat kriteria diagnostik KAD


sebagai berikut:

Mild (plasma Moderate (plasma Severe (plasma


glucose >250 mg/dl) glucose >250 mg/dl) glucose >250 mg/dl)
Arterial pH 7.25 – 7.30 7.00 to < 7.24 < 7.00
Serum bicarbonate
15 – 18 10 to < 15 < 10
(mEq/l)
Urine ketone Positive Positive Positive
Serum ketone Positive Positive Positive
Effective serum
Variable Variable Variable
osmolality
Anion gap >10 >12 >12
Mental status Alert Alert / drowsy Stupor / coma

2.6Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium

Meliputi glukosa darah, osmolalitas, celah anion, BGA, aseton urine dan glukosa
urine (Patricia dkk, 2011). Kadar glukosa darah dapat bervariasi antara 300 dan 800 mg / dL
(16,6 hingga 44,4 mmol / L). Bukti ketoasidosis tercermin dalam rendah serum bikarbonat (0
hingga 15 mEq / L) dan pH rendah (6,8-7,3). Tekanan parsial karbon dioksida yang rendah
(PCO2; 10 hingga 30 mm Hg) mencerminkan kompensasi pernafasan (Kussmaul respirasi)
untuk asidosis metabolik. Akumulasi keton tubuh (yang memicu asidosis) tercermin dalam

5
pengukuran keton darah dan urine. Konsentrasi natrium dan kalium mungkin rendah, normal,
atau tinggi, tergantung pada jumlah kehilangan air (dehidrasi). Peningkatan kadar kreatinin,
nitrogen urea darah (BUN), dan hematokrit juga dapat terlihat dengan dehidrasi. (Smeltzer,
2010)

2.6.2 Pemeriksaan Diagnostik

Kultur dahak, urine dan darah juga dapat dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
Pemeriksaan sinar –X dada harus dilakukan untuk mengetahui infeksi akut dan EKG jika
perlu. Pemeriksaan EKG dilakukan untuk memonitor kemungkinan timbulnya infark miokard
akut, yang bisa terjadi tanpa ada rasa nyeri dada pada pasien diabetes. EKG berulang juga
bermanfaat untuk menilai dampak perubahan kadar elektrolit akibat terapi ketoasidosis
diabetik. (Patricia dkk, 2011)

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan untuk pasien KAD sebagai berikut

1. Meningkatkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan


2. Mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit
3. Menurunkan glukosa serum
4. Mengoreksi ketoasidosis
5. Menentukan kejadian pencetus

Menurut Patricia (2011) penatalaksaan KAD adalah sebagai berikut:


1. Penggantian cairan
Ancaman jiwa yang segera pada pasien penderita ketoasidosis yang sakit kritis
adalah penurunan volume. Setelah pemasangan jalur intravena, salin (normal) 0,9 %
diinfuskan cepat. Tujuannya adalah untuk memulihkan keparahan penurunan volume
ekstraselular dan me ngembalikan perfusi ginjal secepat mungkin. Liter pertama dapat
dinfuskan dalam I jam pada pasien yang memi fungsi jantung normal. Cairan ini
hanya akan menggantikan fraksi ekstraselular yang hilang pada kebanyakaa pasien,
yang memiliki rentang antara 6 sampaf 10 L.
Penggantian cairan dilanjutkan dengan kecepatan1/ l Jam sampal frekuensi
jantung, tekanan darah, dan aliran urine menunjukkan bahwa stabilitas hemodinamik
telah tercapai. Larutan hipotonik seperti salin normal 0,45% dapat diberikan dengan

6
kecepatan 150 sampai 250 ml/jam setelah volume intravaskular kembali normal, atau
jika kadar natrium serum lebih dai 155 mEq/dl. Ekspander plasma yang lain, seperti
konsentrat albumin dan plasma, dapat diperlukan jika tekanan darah rendah dan tanda
klinis kolaps vaskular yang lain tidak berespons terhadap salin normal.
Infus cepat salin pada DKA memiliki kemungkinan komplikasi. Salin dapat
mengencerkan protein plasma dan menurunkan tekanan osmotik plasma. Hal ini
menyebabkan cairan bocor ke ruang vaskular melalui dinding kapiler dan dapat
menyebabkan edema paru atau edema serebral, terutama pada anak-anak dan lansia.
Oleh sebab itu, pasien harus diobservasi secara cermat selama 24 sampal 36 jam
pertama untuk melihat apakah terdapat tanda-tanda edema paru atau edema serebral.
Kehilangan volume terus terjadi selama jam pertama penangangan sampai
glikosuria dan diuresis osmotik terkendali. Tahap penggantian cairan berikutnya dapat
didasarkan atas perhitungan kehilangan cairan tubuh total pada pasien . Sekitar 80 %
penurunan gula dar pengobatan DKA adalah akibat hilangnya glukosa ke dalam urine
bukan akibat perubahan produksi dan konsumsi glukosa yang dirangsang insulin.
Oleh sebab itu, pada tahap dini pengobatan, terapí insulin penggantian cairan dan
elektrolit.

2. Penggantian Kalium dan Fosfat


Pada awalnya, kalium plasma pada pasien yang mengalami KAD dapat
memiliki rentang dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Oleh karena itu, kalium
tidak diberikan sampai hasil pemeriksaan laboratorium tersedia. Memulai terapi
kalium intravena ketika terdapat hiperkalemia yang tidak teridentifikasi dan
ketidakadekuatan mekanisme ginjal menangani kelebihan kalium dapat berakibat
mematikan. Meskipun hasil EKG dapat memberikan petunjuk tinggi atau rendahnya
kadar kalium, terapi kalium tidak boleh diberikan hanya berdasarkan hasil EKG.
Jika pada awalnya kadar kalium rendah, kalium intravena biasanya mulai
diberikan dengan segera. Hal ini sangat penting karena insulin dan salin makin
mendorong penurunan kalium, yang kemungkinan hingga ke kadar rendah yang
berbahaya yang menyebabkan paralisis otot rangka dan henti jantung. Jika pada
awalnya kadar kalium normal atau tinggi, pemberian kalium biasanya ditunda hingga
kadar kalium turun dan aliran urine normal. Kalium biasanya diberikan sebagai
pengganti pada konsentrasi 20-40 mEq/I cairan intravena, bergantung pada kadar

7
kalium serum. Kegagalan penurunan kadar kalium dapat terjadi karena hal-hal
berikut:
 Asidosis menetap yang tidak terkoreksi (yang mendorong kalium keluar
dari sel dan masuk ke CES)
 Hiperosmolalitas
 Gangguan fungsi ginjal intrinsik
 Insufiensi volume sirkulasi

Kadar fosfat biasanya juga turun selama terapi yang memperburuk


kecenderungan sel darah merah untuk mengikat oksigen lebih erat yang sebelumnya
telah ada. Oleh karena itu, banyak pasien yang mendapat fosfat pada tahap
pertengahan dan tahap akhir terapi. Penggantian fosfat biasanya dilakukan bersamaan
dengan penggantian kalium dalam bentuk garam kalium fosfat yang ditambahkan ke
dalam cairan intravena. Pasien yang mendapat terapi fosfat intravena harus dipantau
ketat terhadap adanya tanda-tanda tetani: rasa kesemutan di sekitar mulut dan tangan,
iritabilitas, spasme karpopedal, atau bahkan kejang. Tetaní dapat terjadi karena fosfat
menurunkan kadar kalsium dalam sirkulasi.

3. Terapi Insulin
Insulin penting dalam mengobati ketoasidons karena beberapa alasan. Insulin
menurunkan produksi keton dengan menurunkan suplal asam lemak bebas yang brasal
dari jaringan adiposa. Insulin menghambat glukoneogenesis hati. Hal ini menghambat
penambahan glukosa lebih lanjut kedalam CES. Secara bersamaan, ketogenesis hati
makin menurun. Insulin juga memulihkan sintesis protein selular. Efek ini terjadi
lebih lambat dan memungkinkan pemulihan simpanan normal kalium, magnesium,
dan fosfat di dalam jaringan. Gula darah tidak boleh turun terlalu cepat atau terlalu
banyak. Penurunan gula darah yang cepat dan tiba-tiba disertai insulin memungkinkan
air bergerak lebih cepat ke dalam sel. Hal ini dapat menyebabkan kolaps vaskular.
Sebaliknya, penggantian volume dini harus mencakup natrium dan air baik sebelum
atau selama terapi insulin. Insulin dosis rendah diberikan lewat infusi intravena
kontinu bukan dengan bolus intravena atau dosis subkutan.
Injeksi insulin intramuskular merupakan cara pemberian alternatif insulin
intravena; namun, pemberian secara intramuskular harus dihindari pada pasien
hipotensif karena absorpsinya tidak dapat diprediksi. Insulin pertama kali harus

8
diberikan secara bolus intravena dari insulin regular sebanyak 0,15 U/kg berat badan
diikuti dengan infusi kontinu insulin regular dengan dosis 0,1 U/kg/jam. Ketika
glukosa plasma mencapai 250 mg/dl, infusi insulin harus diturunkan dan dekstrosa
harus ditambahkan pada cairan intravena. Hipoglikemia harus dihindari pada kondisi
ini untuk mencegah edema serebral yang dapat terjadi ketika sawar darah sampai otak
terganggu oleh perpindahan cairan yang ekstrem.

4. Penggantian Bikarbonat
Pasien penderita ketoasidosis ringan atau sedang yang diterapi dengan garam,
air, dan insulin akhirnya mensekresi dan memetabolisme badan keton yang terdapat di
dalam CES. Bila proses ini berlanjut, lebih banyak anion bikarbonat yang direabsorpsi
dari tubulus ginjal dan defisit bikarbonat diperbaiki perlahan-lahan. Asidosis
metabolik hiperkloremik dapat terjadi pada KAD dikarnakan pemberian cairan
kristaloid yakni NS dalam jumlah besar dengan kandungan klorida yang tinggi dan
dapat mempengaruhi nilai asam basa selama pengobatan. Hiperkloremik yaitu ketika
rasio Cl/Na lebih tinggi dari 0,75. Berdasarkan telaah jurnal yang kami dapatkan
HMA dapat terjadi selama 24 jam pertama pengobatan dengan interval 4 jam. Hal
tersebut dapat menunda pengembalian penuh kadar bikarbonat ke kadar normal
selama beberapa hari. Maka dari itu penting bagi perawat memonitor asam basa
pasien selama terapi pengobatan DKA, sehingga dapat mencegah komplikasi lebih
lanjut.
Bikarbonat diberikan kepada pasien penderita asidosis berat seperti yang
diindikasikan oleh pH arteri 7,0 atau kurang, yang memiliki kadar bikarbonat awal 5
mEq/l atau kurang. Bikarbonat seharusnya juga diberikan ketika terjadi dekompensasi
jantung. Defisit bikarbonat dapat dihitung dan digantikan secara intravena selama
beberapa jam untuk mencapai kadar minimal hingga 10 sampai 12 mEq/l. Natrium
bikarbonat harus diberikan melalui infusi intravena lambat selama beberapa jam.
Natrium bikarbonat diberikan melalui injeksi bolus hanya pada kondisi henti jantung.
Pemberian natrium bikarbonat dapat me-nyebabkan penurunan cepat konsentrasi
natrium dan kalium plasma yang berlebihan.

5. Mengembalikan Fungsi Metabolik


Motilitas lambung sangat terganggu pada KAD. Distensi lambung yang
disertai cairan dan muntah pekat yang mengandung darah sering terjadi. KAD juga

9
dapat menyebabkan nyeri abdomen, nyeri tekan, dan ileus paralitik. Pasien mungkin
membutuhkan selang nasogastrik untuk dekompresi lambung. Dekompresi lambung
akan meningkatkan kenyamanan dan menurunkan risiko aspirasi. Pada tahap sakit
seperti ini, pasien tidak boleh makan atau minum. Pemberian keping es dapat
menurunkan rasa haus. Kemudian, ketika distendi berkurang dan motilitas normal,
asupan oral dapat mulai diberikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi kompleks yang
dibutuhkarn untuk pemulihan.
Abnormalitas metabolik tidak boleh dikoreksi terlalu terutama pada pasien
yang telah mengalami KADcukup lama. Risiko utama selama fase ini adalah kondisi
stupor atau koma yang memburuk, hipotensi, dan hiperkalemia. Ketidakseimbangan
osmotik atau pH dapat terjadi ketika gula darah atau bikarbonat dikoreksi terlalu
cepat.Status mental pada pasien dapat memburuk bahkan saat kadar kimia darah
membaik. Penurunan cepat gula darah tanpa penggantian natrium dan air yang
mencukupi dapat penggantian menyebabkan hipotensi. Namun, sepsis, infark
miokard, dan penyebab syok yang lain juga dapat menyebabkan hipotensi.
Hiperkalemia biasanya disebabkan oleh infusi kalium yang tidak memadai, asidosis
yang menetap, dan penggantian volume vaskular yang tidak memadai. Namun,
mungkin terdapat penyumbatan awal pada natrium yang mensuplai darah ke
ekstremitas. Hal ini dapat menyebabkan sejumlah besar kalium bocor ke sirkulasi.
Oleh sebab itu, ekstremitas dipantau apakah terjadi kepucatan asimetris, suhu dingin,
dan kemerahan.
Meskipun pasien mulai membaik selama tahap awal pengobatan, pemulihan
biasanya membutuhkan waktu 12 hari. Selama waktu ini, sebagian besar abnormalitas
metabolik memulih dan cadangan berbagai nutrien tubuh (magnesium, protein, dan
fosfat) digantikan kembali. Bila pemulihan telah sempurna, saatnya untuk membantu
pasien dan keluarga memahami bagaimana mencegah kekambuhan.
.
2.8 Prognosis
Angka kematian adalah 5% di pusat yang berpengalaman. Kematian jarang
disebabkan oleh komplikasi metabolik hiperglikemia atau ketoasidosis tetapi
berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya. Prognosis secara substansial
memburuk pada usia ekstrem dan dengan adanya koma dan hipotensi (Gosmanov,
2018).

10
2.9 WOC

KETOASIDOSIS
DIABETIK

Diabetes militus Infeksi Penyakit berat lain

Produksi insulin Reaksi autoimun Kadar gula darah


cenderung
meningkat dengan
Glukagon Sel beta pankreas hancur cepat
meningkat atau menurun

Defesiensi
insulin

hiperglikemi

Sel tidak mendapatkan Meningkatnya Glukosa intrasel


nutrisi konsentrasi glukosa menurun
dalam darah

Metebolisme protein Proses pembentukan ATP /


hiperosmolaritas Energi terganggu
dan lemak terganggu
Kompensasi dengan
Glukoneogenesis Glukosuria penggunaan lipid

Protein diubah Diuresis osmotik Lipolisis (pecahan


menjadi CO2 H2O lemak)
dan glukosa
Insulin dalam darah Poliuri Asam lemak bebas
Penurunan sintesis menurun meningkat
protein
Dehidrasi
Asupan nutrisi Ketonemia
Berkurangnya meningkat sebagai
simpanan protein akibat kelaparan sel
Polidipsi Syok Kekurangan
volume cairan Kelebihan produksi Ketonuria
Berat badan Polofagi badan keton
menurun Syok
hipovolemik
Ketidakseimbangan Nutrisi tidak masuk Kadar glukosa tinggi Bau nafas
Darah menjadi asam
nutrisi kurang dari ke sel seperti buah
Perfusi jaringan
kebutuhan tubuh (aseton)
menurun
Kadar urine meningkat
Penurunan Ketoasidosis
kesadaran
Volume urine
Ketidakefektifan pH menurun bertambah
perfusi jaringan
serebral
Cairan dalam tubuh
Mual muntah Asidosis metabolik berkurang

Kehilangan air dan Kompensasi paru dehidrasi


elektrolit (mengeluarkan cO2)

Sirkulasi menurun Nafas cepat dan dalam

Volume vaskular Ketidakefektifan


menurun pola nafas

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas Klien dan Penanggung Jawab
2. Keluhan Utama
Keluhan atau gejala saat awal dilakukan pengkajian pertama kali yang utama.
3. Pengkajian Primer
a) Airway
Kaji jalan nafas terbuka, ada tidaknya sekret atau benda asing yang menghalangi jalan
nafas dan kaji timbulnya suara seperti gurgling, snoring maupun crowing.
b) Breathing
Inspeksi rate, kesimetrisan peranjakan paru serta ada tidaknya dispnea, kaji adanya
sesak nafas, cuping hidung, nafas cepat, adanya sianosis atau tidak dan pemakaian
otot pernafasan tambahan. Auskultasi suara nafas dan perkusi area paru
c) Circulation
Kaji frekuensi denyut nadi, tekanan darah, suhu, capilary refil, SPO2 dan kaji adanya
edema.
d) Disability
Kaji status neurologi : GCS dan tanda lateralisasi
e) Eksposure
Kaji adanya jejas pada seluruh tubuh, yang perlu diperhatikan adalah cegah hipotermi

4. Pengkajian Sekunder
a) Riwayat Keperawatan/Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan/Keperawatan Sekarang
2) Riwayat Kesehatan/Keperawatan Dahulu
3) Riwayat Kesehatan/Keperawatan Keluarga
b) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Meliputi kesan kesadaran sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi klien.
2) Pemeriksaan Tanda Vital
Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan (frekuensi,
irama, kedalaman, pola nafas) dan suhu tubuh.

12
3) Pemeriksaan Head to toe
a) Kulit
Kering , kemerahan, turgor kulit menurun , membran bukal kering
b) Pulmoner
paru-paru bersih, nyeri pleuritik, friction rub (dehidrasi)
c) Abdomen
Nyeri yang tidak jelas , rasa tidak nyaman , kembung
d) Muskuloskeletal
kelemahan , penurunan refleks tendon dalam
4) Temuan Diagnostik
a) Glukosa serum >300 mg/dl , terapi tidak >800 mg/dl
b) Keton urine sangat positif
c) Keton serum >3 mOsm/L
d) PH darah <7,3
e) Bikarbonat serum <15 mEq/L
f) Osmolalitas serum meningkat , tetapi biasanya >330 mOsm/L
g) Gap anion >20 mmol/L
h) Kalium serum pada awalnya mungkin normal atau tinggi, tetapi akan menurun
menjadi normal atau rendah dengan terapi yang berhasil, ketika kalium bergeser
kembali kedalam kompartemen intraselular.

3.2 ANALISA DATA

No. Data Etiologi Problem


1. Ds : Hiperglikemi Ketidakefektifan
-Klien mengeluh sakit  Pola Nafas
Kompensasi dg penggunaan
kepala
lipid
-Klien mengeluh sesak 
Lipolisis meningkat
Do : 
Asam lemak bebas 
-Kelemahan

-Takikardia Ketonemia
-Frekuensi pernapasan 
meningkat Produksi badan keton

13
-Sesak 
- Pernafasan kusmaull Ketoasidosis

-pH menurun
pH 

Asidosis metabolik

Hiperventilasi

Pernafasan kusmaul

Pola nafas tidak efektif
2. Ds : Hiperglikemi Kekurangan
-Klien mengeluh  volume cairan
Konsentrasi glukosa dalam
mengalami peningkatan
darah
rasa haus (poliuri dan 
polidipsi) Hiperosmolaritas
-Klien mengeluh sakit 
Glukosuria
kepala

-Klien mengeluh mual Diuresis Osmotik
muntah 
Poliuri, polidipsi

Do :
Dehidrasi
-Kelemahan 
-Kulit kering, dan Kekurangan volume cairan
kemerahan, bola mata
cekung
-Turgor kulit menurun
3. DS : Hiperglikemi Ketidakseimbangan
-Klien mengeluh  nutrisi kurang dari
Dipakainya jaringan lemak
mengalami peningkatan kebutuhan tubuh
untuk memenuhi kebutuhan
rasa haus (poliuri dan
energi
polidipsi)

-Klien mengeluh mual
Menurunnya transport glukosa
muntah
kedalam jaringan tubuh

14
DO : 
-Kulit kering dan Glukosuria meningkat

kemerahan, bola mata
Diuresis Osmotik
cekung 
-Turgor kulit menurun Kehilangan cairan dan
-Penurunan kekuatan otot elektrolit

-Penurunan berat badan
Ketidakcukupan insulin
penurunan masukan oral, status
hipermetabolisme

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

4. DS: Hiperglikemi Ketidakefektifan


-Klien mengeluh lemas  perfusi jaringan
Lipolisis 
serebral

DO: Ketonemia
-Pucat 
-TD meningkat Ketoasidosis

-Hb n Ht menurun 
pH menurun

Mual muntah

Kehilangan air dan elektrolit

Sirkulasi 

Volume vaskular 

Penurunan sirkulasi darah ke
otak

Perfusi jaringan 

Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral

15
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan peningkatan respirasi ditandai
dengan pernafasan kusmaul.
b) Kekurangann volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif : diuresis
osmotik akibat hiperglikemi
c) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah ke otak
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral dan status hipermetabolisme

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Kekurangann NOC: NIC :
volume cairan v Fluid balance Fluid management
v Hydration 1. Pertahankan catatan intake dan
v Nutritional Status : Food and output yang akurat
Fluid Intake 2. Monitor status hidrasi (kelembaban
Kriteria Hasil : membran mukosa, nadi adekuat,
v Mempertahankan urine tekanan darah ortostatik), jika
output sesuai dengan usia dan diperlukan
BB, BJ urine normal, HT 3. Monitor vital sign
normal 4. Monitor masukan makanan / cairan
v Tekanan darah, nadi, suhu dan hitung intake kalori harian
tubuh dalam batas normal 5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
TD : 100 -120 / 60- 80 mmHg, 6. Monitor status nutrisi
RR : 16 – 24 x/mnt, S : 36,5 – 7. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
37,5 C, N : 60-100 x/mnt. 8. Dorong masukan oral
v Tidak ada tanda tanda 9. Berikan penggantian nasogatrik
dehidrasi, Elastisitas turgor sesuai output
kulit baik, membran mukosa 10. Dorong keluarga untuk membantu
lembab, tidak ada rasa haus pasien makan
yang berlebihan

16
2 Ketidakefektifa NOC : NIC :
n pola napas v Respiratory status : Airway Management
Ventilation 1. Posisikan pasien untuk
v Vital sign Status memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi pasien perlunya
v Tanda Tanda vital dalam pemasangan alat jalan nafas buatan
rentang normal (tekanan darah, 3. Pasang mayo bila perlu
nadi, pernafasan, kedalaman 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya
pernafasan) suara tambahan
TD : 100 -120 / 60- 80 mmHg, 5. Berikan pelembab udara Kassa basah
RR : 16 – 24 x/mnt, S : 36,5 – NaCl Lembab
37,5 C, N : 60-100 x/mnt. 6. Atur intake untuk cairan
v Nilai BGA dalam rentang mengoptimalkan keseimbangan.
normal 7. Monitor respirasi dan status O2
pH: 7,35 – 7,45 Terapi oksigen
PaCO2 : 35 – 45 mmHg 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret
PaO2 : 80-100 mmHg trakea
SaO2 : 95-100% 2. Atur peralatan oksigenasi
3. Monitor aliran oksigen
4. Berikan posisi semifowler pada
pasien
5. Observasi adanya tanda tanda
hiperventilasi
6. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
4. Monitor kualitas dari nadi
5. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan

17
6. Monitor suara paru
7. Monitor pola pernapasan abnormal
8. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
9. Monitor sianosis perifer
10. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
11. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
3 Ketidakseimban NOC NIC
gan nutrisi v Nutritional status Manajemen hiperglikemik
kurang dari v Nutritional intake: nutrient 1.Monitor kadar gkukosa darah
kebutuhan intake 2. Monitor tanda gejala hiperglikemi
tubuh v Nutritional status : Biokimia 3. Monitor keton urine
4. Berikan insulin sesuai dosis dari
Kriteria hasil: dokter
v mengontrol glukosa darah 5. Dorong asupan cairan oral
dalam rentang normal 6. Monitor status cairan
v Tidak ada mual dan muntah 7. Fasilitasi kepatuhan terhadap diet dan
v Mampu mengidentifikasi regimen latihan
kebutuhan nutrisi
v Tidak ada tanda-tanda Nutrition Monitoring
malnutrisi 1.Monitor adanya penurunan BB
v Tidak terjadi penurunan BB 2. Monitor jumlah dan aktivitas yang
bisa dilakukan
3. Monitor pucat, kemerahan,
kekeringan konjungtiva
4. Monitor mual dan muntah
4 Ketidakefektifa NOC NIC
n perfusi Circulation status Pengaturan Henodinamik
jaringan Tissue perfusion cerebral 1. Lakukan penilaian komprehensif
serebral terhadap status hemodinamik

18
Kriteria hasil: 2. Lakukan pemeriksaan fisik berkala
v TD dalam rentang normal 3. Monitor adanya tanda gejala masalah
(100-120/60-80 mmHg) pada status perfusi
v Tidak ada ortostik hipertensi 4. Monitor TTV
v Menunjukkan perhatian 5.Kurangi kecemasan dengan
konsentrasi dan orientasi memberikan informasi yang akurat
v tidak menujukkan adanya 6. Berkolaborasi dengan dokter sesuai
tingkat kesadaran indikasi
v tidak ada muntah

19
BAB IV

TELAAH JURNAL

Judul Tujuan Populasi/sample Metode Analisa data Hasil Kesimpulan


Subcutaneous untuk Anak anak Metode Mann-Whitney U Hasil menunjukkan Subkutan Jadi, pemberian
regular insulin mengevaluasi dengan DKA penelitian tes dilakukan insulin regular yang diberikan insulin reguler
for the treatment keefektifan dan yang dirawat di pada artikel ini untuk setiap 4 jam efektif dan aman subkutan setiap 4
of diabetic keamanan insulin Departemen menggunakan variabel kontinyu untuk pengobatan DKA dengan jam dapat menjadi
ketoacidosis in reguler subkutan Pediatri Rumah retrospektif dan tes chi- pH >7,0. Median waktu untuk alternatif yang
children diberikan Sakit Mayer dengan jenis kuadrat untuk resolusi DKA (pH> 7.30, HCO3- efektif dan aman
(Cohen et al, setiap 4 jam pada Anak antara penelitian non variabel kategori. > 15) adalah10.3 (5.5, 14.2) h. untuk pengobatan
2016) anak dg DKA tahun 2007 dan eksperimental. Dianalisis Total dosis insulin rata-rata insulin dari DKA
2010 yang menggunakan adalah 0,05 (0,04, 0,06) (unit / kg dengan pH ≥ 7.0
memenuhi SPSS statistik / h). Selama perawatan DKA, pada anak-anak.
kriteria eksklusi versi hipoglikemia terjadi di salah satu
dan inklusi yakni 19.0 dengan P ≤ episode dan hipokalemia,
berjumlah 92 0.05. sebagian besar ringan,
orang didokumentasikan dalam 14.
Tidak ada aritmia jantung, insiden
edema serebral, atau kematian
terjadi.

20
Higher-Than- untuk 76 anak-anak dan Metode Data dianalisis Rasio tingkat BG> 200 mg / dL Jadi pemberian
Conventional mengevaluasi remaja [usia rata- penelitian secara statistik secara signifikan lebih rendah di insulin regular
Subcutaneous pengaruh dosis rata = 10,0 (6,0- pada artikel ini menggunakan Grup 1 dari di Grup 2 (p = <0. subkutan dengan
Regular Insulin insulin awal pada 12,0) tahun, Pria / menggunakan perangkat lunak 001), sebuah temuan dimana dosis 1,4-1,5 U / kg
Doses Following kontrol glikemik Wanita: 44/32] retrospektif komputer SPSS dapat simpulkan bahwa insulin / hari dapat
Diabetic dalam 48 jam dengan jenis 15.0 (Chicago, IL, reguler dengan dosis 1,4-1,5 U / mencegah
Ketoacidosis in pertama terapi penelitian non USA). Mann- kg / hari mencegah hiperglikemia hiperglikemia pada
Children and insulin regular eksperimental. Whitney U-test lebih baik dari dosis yang lebih periode awal. Hal
Adolescents subkutan pada dan uji chisquare rendah pada periode awal. ini membuat
(Bag O et al, pengobatan DKA digunakan untuk Tidak ada perbedaan yang penurunan resiko
2016) pada anak-anak membandingkan signifikan secara statistik antara peningkatan lama
dan remaja variabel numerik kelompok-kelompok yang tinggal dirumah
dan kategorikal, berkaitan dengan hipoglikemia. di sakit (rawat inap).
masing-masing, Grup 1, hanya 2 pasien menderita
antara kelompok- <50 mg / dL hipoglikemia.
kelompok. Jumlah dan rasio BG <70 mg / dL
univariat analisis dan <episode 100 mg / dL juga
korelasi dilakukan serupa pada kedua kelompok. Tak
antara dosis awal satu pun dari pasien mengalami
insulin dan kadar hipoglikemia berat.
glukosa median Selama tindak lanjut, dosis insulin

21
selama 48 jam. subkutan perlu ditingkatkan pada
model linier kedua kelompok untuk
umum dengan menghindari hiperglikemia dan
tindakan berulang rasio tingkat BG di kisaran target
diaplikasikan hanya 37,5%, bahkan di Grup 1.
untuk menilai Selanjutnya, tingkat BG dari
perbedaan antara kelompok studi seluruh hanya
kelompok sedikit berkorelasi dengan dosis
mengenai lintasan insulin awal menunjukkan bahwa
kadar glukosa. dosis yang lebih tinggi juga bisa
Wilcoxon dua ditoleransi. Akhir pencapaian
terkait uji sampel kontrol glikemik juga dapat
dipekerjakan mengakibatkan resiko
untuk peningkatan lama tinggal di
membandingkan rumah sakit (rawat inap).
dosis insulin di
awal dan di 48 th
jam pengobatan
antara kelompok-
kelompok.

22
Comparison of untuk 50 pasien anak Metode Analisis statistik Rata-rata waktu untuk resolusi Jadi, insulin reguler
subcutaneous membandingkan dan remaja penelitian ini dilakukan dengan DKA pada mereka dengan DKA subkutan yakni
insulin aspart and keefektifan dan dengan DKA menggunakan menggunakan ringan secara statistik tidak aspart SC insulin
intravenous keampuhan dari ringan dan berat Randomized versi IBM SPSS berbeda antara kelompok SC merupakan metode
regular insulin insulin analog yang memenuhi prospective 16. mean dan (10,38 ± 4,18 h) dan kelompok IV alternatif yang
for the treatment subcutan short- kriteria dengan clinical trial standar deviasi (10.50 ± 5.89 h) ( p = 0,9), dapat dikatakan
of mild and acting (insulin desain penelitian dengan yang digunakan variabel ini menunjukkan aman dan efektif
moderate aspart) randomized kelompok untuk perbedaan antara mereka dengan dalam mengelola
diabetic dengan insulin control trial kontrol pada menggambarkan DKA sedang yang diobati dengan DKA
ketoacidosis in infus intravena (RCT) anak-anak dan pasien ' ASPART SC insulin (13.22. ±
pediatric patients reguler untuk remaja dengan karakteristik 5,44 h) .
Razavi et al, pengobatan DKA DKA ringan kuantitatif. Data
2018) pada pediatric. dan sedang. kualitatif Rata-rata Insulin reguler untuk
dinyatakan dosis total unit insulin yang
sebagai jumlah diperlukan untuk pengobatan
dan persen. sampai resolusi DKA lebih
Perbandingan rendah pada mereka yang dirawat
antara kelompok dengan SC insulin aspart
SC dan IV dibandingkan dengan mereka
mengenai variabel yang dirawat dengan IV insulin
kontinu diuji reguler (1,018 ± 0,4

23
dengan vs 3,01 ± 0,23 unit / kg masing-
menggunakan masing, p < 0,001). Selain itu,
sampel pada pasien dengan DKA sedang,
independen t uji durasi tinggal di rumah sakit
dengan p ≤ 0,05 dalam kelompok SC lebih pendek
daripada kelompok kontrol (IV)
(3,38 ± 0,65 vs 4,42 ± 1,12 hari, p
= 0,005).
Insulin Pump untuk .46 anak yang Metode Uji T-Test untuk Penurunan IR 8,8% Jadi, pemberian
Therapy mengevaluasi menggunakan penelitian mengevaluasi meningkatkan kontrol metabolik Terapi CSII dapat
Management in karakteristik usia pompa insulin pada artikel ini variabel kontinu 0,82%, dalam waktu hampir 1 dikatakan baik
Very Young dan parameter selama minimal 6 menggunakan dengan tahun. Mengingat usia muda untuk mencapai
Children with terapi CSII bulan retrospektif menggunakan pasien, masa tindak lanjut yang kontrol metabolik
Type 1 Diabetes (Continuous dengan jenis SAS versi STAT diamati sudah signifikan dan pada anak-anak
Using Subcutaneous penelitian non 8 cukup untuk menghindari dengan DKA tanpa
Continuous Insulin Infusion ) eksperimental. (SAS Institute, peningkatan awal. Dari catatan meningkatkan
Subcutaneous pada anak di Inc, Cary, NC) adalah bahwa kontrol metabolik risiko hipoglikemia
Insulin Infusion bawah usia 6 dengan signifikasi yang lebih baik dicapai tanpa atau hiperglikemia.
(Rabbone et al, tahun dengan P < 0,05 meningkatkan risiko efek
2009) DKA samping yang parah.
Terapi CSII menjadi rekomendasi

24
untuk membantu anak-anak yang
sangat muda untuk mencapai
kontrol metabolik yang baik tanpa
meningkatkan risiko hipoglikemia
atau hiperglikemia.
Subcutaneous Untuk menilai Lima artikel yang Metode Meta analisis acak Hasil menunjukkan bahwa tidak Jadi, insulin
rapid-acting efek insulin memenuhi penelitian dilakukan ada perbedaan substansial dalam subkutan analog
insulin analogues analog subcutan kriteria inklusi menggunakan menggunakan waktu untuk resolusi DKA antara short-acting insulin
for diabetic short-acting dengan total 201 meta analisis Cochrane Review insulin analog subcutan short- lispro atau
ketoacidosis untuk peserta, dimana Randomized Manager acting insulin lispro atau aspart.dapat
(Review) pengobatan 110 menerima Controlled (RevMan) ASPART dan insulin reguler dikatakan lebih
(Castellanos et ketoasidosis insulin analog Trial (RCT) intravena peserta dewasa. Dalam efektif dalam hal
al, 2016) diabetikum. subcutan short- percobaan yang dinilai efek menurunkan resiko
acting dan 91 insulin lispro pada anak-anak dan lama tinggal di
menerima insulin remaja dengan DKA, resolusi rumah sakit
reguler intravena asidemia membutuhkan waktu dibandingkan
lebih lama dibandingkan dengan dengan insulin
insulin reguler intravena; intravena

Dalam hal hipoglikemia dan lama


tinggal di rumah sakit, hasil yang

25
diperoleh dengan insulin analog
subcutan short-acting dan insulin
reguler sebanding pada orang
dewasa dan anak-anak. Tidak ada
kematian terjadi. Data morbiditas
dan efek sosial ekonomi yang
terbatas. Tak satu pun dari
percobaan melaporkan efek
samping selain hipoglikemia,
kepuasan pasien, atau glikosilasi
hemoglobin A1c.

26
LITERATUR REVIEW

KAD merupakan salah satu komplikasi akut DM yang ditandai dengan dehidrasi,
kehilangan elektrolit, dan asidosis. Pasien KAD biasanya mengalami dehidrasi berat akibat
diuresis osmotik dan bahkan dapat menyebabkan syok sehingga membutuhkan pengelolaan
gawat darurat (Kitabchi, 2004). Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin.
Karena dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk
keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh
akan rusak dan bisa menderita koma. Ketoasidosis diabetik dijumpai dengan gejala
hiperglikemia termasuk poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan. Diikuti
dengan pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul) disertau bau nafas aseton, berbagai derajat
dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering) dan jika disertai hipovolemia dapat
menyebabkan syok.

Tujuan utama pengobatan KAD adalah menghentikan proses asidosis bukan hanya
menurunkan kadar glukosa. Prinsip tata laksana KAD meliputi terapi cairan untuk
mengkoreksi dehidrasi dan menstabilkan fungsi sirkulasi, pemberian insulin untuk
menghentikan produksi badan keton yang berlebihan, mengatasi gangguan keseimbangan
elektrolit, mengatasi penyakit yang mendasari KAD serta monitor komplikasi terapi.

Terapi insulin merupakan salah satu pengobatan Ketoasidosis Diabetikum. Insulin


intravena paling umum dipergunakan. Asidosis yang terjadi dapat diatasi melalui pemberian
insulin yang akan menghambat pemecahan lemak sehingga menghentikan pembentukan
senyawa-senyawa yang bersifat asam. Dosis insulin yang dibutuhkan awal dapat bervariasi
sesuai dengan banyak faktor termasuk usia, berat badan, durasi diabetes untuk memberikan
kontrol BG ketat dan meminimalkan risiko hipoglikemia. Protokol standar untuk perawatan
DKA merekomendasikan insulin untuk diberikan melalui infus intravena kontinyu lambat (
misal 5 unit/jam) (Perilli, 2013).

Rute ideal pemberian insulin tetap diperdebatkan dalam pengobatan akut DKA dan
termasuk insulin reguler melalui infus intravena terus menerus atau dengan sering subkutan.
Para ahli telah merekomendasikan infus insulin intravena sebagai pengobatan pilihan dalam
pengaturan perawatan intensif, karena merupakan sarana diprediksi administrasi
memungkinkan untuk maksimal puncak insulin dalam satu jam pertama pengobatan. Dalam
beberapa penelitian termasuk telaah 5 jurnal diatas rejimen insulin analog subkutan bertindak
cepat yang lebih baru (aspart insulin, lispro) telah diusulkan sebagai alternatif yang aman dan

27
efektif daripada penggunaan insulin reguler intravena. Insulin analog subkutan lebih hemat
biaya di bangsal umum dibandingkan dengan pengobatan dengan insulin reguler intravena di
unit perawatan intensif pada pasien dan juga dapat mengurangi ketidaknyamanan pasien.

Dalam jurnal yang berjudul “Subcutaneous regular insulin for the treatment of
diabetic ketoacidosis in children (Cohen et al, 2016)” menuliskan insulin reguler subkutan
diberikan setiap 4 jam untuk menjadi alternatif yang efektif dan aman untuk pengobatan
insulin dari DKA dengan pH ≥ 7.0 pada anak-anak. Waktu resolusi DKA adalah sebanding
dengan yang ditemukan dalam penelitian lain yakni pada jurnal cohcrane meta analisis RCT
yang berjudul “Subcutaneous rapid-acting insulin analogues for diabetic ketoacidosis
(Castellanos et al, 2016) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan substansial dalam
waktu untuk resolusi DKA antara subkutan analog cepat-acting insulin lispro atau aspart dan
insulin reguler intravena Terutama, tidak ada kasus morbiditas berat atau kematian selama
pengobatan DKA.

Disamping itu penelitian terbaru yang berjudul “Comparison of subcutaneous insulin


aspart and intravenous regular insulin for the treatment of mild and moderate diabetic
ketoacidosis in pediatric patients (Razavi et al, 2018) menunjukkan bahwa insulin reguler
subkutan yakni aspart SC insulin merupakan metode alternatif yang aman dan efektif dalam
mengelola DKA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada anak dengan ringan sampai
sedang DKA, dan ketika tingkat dehidrasi tidak berat, intermiten subkutan aspart insulin
kerja-cepat memiliki efek perlakuan yang sama pada DKA sebagai protokol standar dosis
rendah infus intravena insulin reguler ( IV).

Sebanding dengan jurnal yang berjudul “Higher-Than-Conventional Subcutaneous


Regular Insulin Doses Following Diabetic Ketoacidosis in Children and Adolescents (Bag O
et al, 2016) mengatakan bahwa insulin regular subkutan dengan dosis 1,4-1,5 U / kg / hari
mencegah hiperglikemia pada periode awal. Hal ini membuat penurunan resiko peningkatan
lama tinggal dirumah sakit (rawat inap).

Dalam telaah jurnal 5 artikel mengenai keefektifan dan keampuhan pemilihan terapi
insulin reguler secara intravena dan subkutan pada pengobatan Ketoasidosis Diabetikum
pada anak-anak menunjukkan bahwa insulin reguler subkutan dapat dijadikan sebagai
alternatif dibandingkan insulin melalui infus intravena dengan pertimbangan meminimalisir
durasi lama tinggal di rumah sakit dan biaya dengan dosis disesuaikan dengan protokol.
Tidak ditemukan efek samping berarti hipoglikemi dalam penggunaan insulin analog

28
subcutan short-acting. Hanya beberapa pasien saja yang dilaporkan mengalami hipoglikemi
itupun ringan dan dapat diatasi dengan asupan glukosa oral.

Untuk menghindari kondisi pasien dengan ketoasidosis diabetikum jatuh pada kondisi
tidak stabil, maka yang perlu dilakukan adalah sesegera mungkin melakukan penggantian
cairan dan garam yang hilang, menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel
hati dengan pemberian insulin, mengatasi stres sebagai pencetus KAD (dalam kasus ini
diberikan antibiotik), serta mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari
pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan. Sedangkan untuk melakukan tindakan
pencegahan agar tidak jatuh pada kondisi ketoasidosis yaitu dengan melakukan manajemen
nutrisis yang baik serta menetapkan taraf insulin yang benat atau tepat dosis. Anak dengan
KAD harus dirawat di tempat yang memiliki perawat terlatih dalam menangani KAD,
memiliki panduan tata laksana KAD, memiliki laboratorium yang memungkinkan evaluasi
pasien secara ketat.

Maka dari itu sebagai perawat kita dituntut untuk profesional dan terampil dalam
memberikan pelayanan asuhan keperawatan, salah satunya peran perawat yakni advocat.
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain
khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada
pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi
hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas
privasi (Aziz Alimul, 2011). Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung,
narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan
yang harus dijalani oleh klien.

Selanjutnya dengan kesimpulan literatur review diatas diharapkan perawat dapat


mengedukasi dan mengadvokasi pasien dan keluarga mengenai pemilihan terapi insulin yang
aman, efisien dan tepat dengan pertimbangan (kolaborasi) dengan dokter. Serta juga
mempertimbangkan kondisi pasien dan resiko yang mungkin dapat terjadi dalam pemilihan
terapi.

29
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Ketoasidosis Diabetikum (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan


metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan
oleh defisiensi insulin. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi
berat dan dapat sampai menyebabkan syok.

Dehidrasi disebabkan mekanisme ginjal dimana tubuh terjadi hiperglikemia,


sehingga ginjal mensekresikan dengan natrium dan air yang disebut poliuri.
Kehilangan elektrolit merupakan kompensasi dari defisiensi insulin. Sedangkan
asidosis adalah penurunan pH dan diiringi oleh penumpukan benda keton dalan tubuh.

Keadaan ketoasidosis merupakan keadaan yang memerlukan banyak


pengontrolan dan pemantauan insulin, cairan elektrolit, penggantian bikarbonat dan
penggantian kalium serta fosfat. Pada pemberian terapi insulin, insulin analog
subkutan bertindak cepat yang lebih baru (aspart insulin, lispro) telah diusulkan
sebagai alternatif yang aman dan efektif daripada penggunaan insulin reguler
intravena. Insulin analog subkutan lebih hemat biaya di bangsal umum dibandingkan
dengan pengobatan dengan insulin reguler intravena di unit perawatan intensif pada
pasien dan juga dapat mengurangi ketidaknyamanan pasien. Maka dari itu pentingnya
peran dan fungsi perawat dalam mengedukasi dan mengadvokasi pasien dan keluarga
mengenai pemilihan terapi insulin yang aman, efisien dan tepat dengan pertimbangan
(kolaborasi) dengan dokter. Serta juga mempertimbangkan kondisi pasien dan resiko
yang mungkin dapat terjadi dalam pemilihan terapi.

5.2 Saran

Semoga makalah asuhan keperawatan tentang ketoasidosis diabetikum ini


dapat bermanfaan bagi para pembaca terutama bagi mahasiswa keperawatan.
Bertujuan untuk menambah pengetahuan kita tentang penyakit ketoasidosis
diabetikum dan dapat memahami masalah yang timbul dari penyakit ini serta dapat
mengimplementasikan bagaimana cara penanganan pasien dengan Ketoasidosis
Diabetikum. Kritik dan saran sangat kami harapkan khususnya dari para pembaca.

30
DAFTAR PUSTAKA

Alshammari, Amirah Ali et al. 2017. First Line Management of Adult Diabetic Ketoacidosis
Patients. The Egyptian Journal of Hospital Medicine (Apr. 2017) Vol.67 (2), Page
571- 577
Bag Ozlem, dkk. 2017. Higher-Than-Conventional Subcutaneous Regular Insulin Doses
Following Diabetic Ketoacidosis in Children and Adolescents. The Journal of Clinical
Research in Pediatric Endocrinology

Bulechek, Gloria dkk 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi


Bahasa Indonesia Edisi Keenam. Yogyakarta: CV. MocoMedia

Castellanos, Andrade dkk. 2016. Subcutaneous Rapid-Acting Insulin Analogues For Diabetic
Ketoacidosis (Review). Cohcrane Library Cohcrane Database Systematic Reviews
Cohen, Michal dkk. 2016. Subcutaneous Regular Insulin For The Treatment Of Diabetic
Ketoacidosis In Children. Pediatric Diabetis ISPAD
Gosmanov, Aidar R. 2018. Diabetic ketoacidosis. (PUBMED)
Gotera, Wira. 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD).Jurnal Penyakit Dalam
FK Unud, Volume 11 Nomor 2

Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan:


Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Edisi Pertama.
Jakarta: Salemba Medika

Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Edisi VI Volume II. Jakarta:
EGC

Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, et al. 2009. Hyperglycemic Crises In Adult Patients
With Diabetes: A Consensus Statement From The American Diabetes Association.
Diabetes Care

KSM Anak.2015. Karakteristik Ketoasidosis Diabetik Pada Anak. Jakarta: Fatmawati


Hospital Journal

31
Moorhead, Sue dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran
Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Yogyakarta:
CV. MocoMedia

Patricia dkk. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik Edisi 8 Volume 2.
Jakarta: EGC

Rabbone, Ivana dkk. 2009. Insulin Pump Therapy Management in Very Young Children with
Type 1 Diabetes Using Continuous Subcutaneous Insulin Infusion. Diabetes
Technology & Therapeutics Volume 11, Number 11

Razavi, Zahra dkk. 2018. Comparison Of Subcutaneous Insulin Aspart And Intravenous
Regular Insulin For The Treatment Of Mild And Moderate Diabetic Ketoacidosis In
Pediatric Patients. Springer Science+Business Media, LLC, Springer Nature 2018

Stillwell, Susan B. 2011. Pedoman Keperawatan Kritis Edisi 3. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C et al. 2010. Brunner & Suddarth. Textbook of Medical Surgical Nursing
Twelfth Edition Volume 1. Wolters Kluwer Health

Stacey Folsey. 2012. AppliedPharmacology: Management of Diabetic Ketoacidosis.


Advanced Emergency Nursing JournalVol. 34, No. 3, pp. 209–215
WHO. 2016. Diabetes Fact and Numbers

32

Anda mungkin juga menyukai