Anda di halaman 1dari 7

Nama : gusri Mulyani

Nim : 1814201039

Kelas : keperawatan 4A

Keperawatan jiwa dewasa dan lansia


A. Keperawatan jiwa lansia
1        Pengertian Lansia
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti died dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.
Keadaan itu cenderung berpotensi  menimbulkan masalah kesehatan secara umum
maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Lansia adalah seseorang yang
berusia lebih dari 75 tahun.

2    Masalah Kesehatan Jiwa Lansia


Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang
dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari
Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi
aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI,
1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah
kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara
Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah
kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.

Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan


Psikogeriatri, yaitu :
a)      Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b)      Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
c)      Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
1)      Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
2)      Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai
sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan
lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
d)     Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga
membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif
terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis
dan sebagainya. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial
yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga
dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

3    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia


Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa
lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia
dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1.      Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya
kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga
berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin
rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki
masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang
selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka
perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun
sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang
bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya
dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2.      Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan
metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya
prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu
makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi,
golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
1)      Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
2)      Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi
dan budaya.
3)      Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
4)      Pasangan hidup telah meninggal.
5)      Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
misalnya cemas, depresi, pikun dan sebagainya.

3.      Perubahan Aspek Psikososial


Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,
persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan
reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik
(konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti
gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.

4.      Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan
ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung
dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
4    Gangguan pada Kesehatan Jiwa Lansia
Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi, demensia,
fobia, dan gangguan terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan usia di atas 75
tahun juga beresiko tinggi melakukan bunuh diri. Banyak gangguan mental pada
lansia dapat dicegah, diperbaiki, bahkan dipulihkan.
a.      Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat keluarga,
dan jenis kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi,
memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial, tapi gangguan perilaku juga sering
ditemui, termasuk agitasi, restlessness, wandering, kemarahan, kekerasan, suka
berteriak, impulsif, gangguan tidur, dan waham.
b.      Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya
konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan
sering terbangun [multiple awakenings]), nafsu makan menurun, penurunan berat
badan, dan masalah-masalah pada tubuh.

c.       Gangguan kecemasan


Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan gangguan stres
pasca trauma.
Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang
lebih muda, tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul pada masa
remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa dapat muncul pertama kali setelah
usia 60 tahun.
Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan
pengaruh biopsikososial yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi dan
psikoterapi dibutuhkan dalam penanganannya.

5    Terapi Kognitif pada Keperawatan Kesehatan Jiwa Lansia


 Terapi perilaku kognitif merupakan terapi andalan untuk mengobati
gangguan kecemasan pada orang dewasa muda. Namun efek terapi tersebut hasilnya
lebih rendah atau bahkan tidak mempan ketika diterapkan pada orang lanjut usia
(lansia).
Terapi bicara yang disebut terapi perilaku kognitif digunakan untuk
membantu orang dewasa untuk mengobati gangguan kecemasan sedikit lebih baik
daripada pendekatan terapi lainnya. Namun nyatanya pada lansia, tidak seefektif
jika diterapkan pada orang dewasa muda. Sementara studi sebelumnya telah
menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif bekerja dengan baik untuk orang
dewasa muda dan setengah baya. Namun, sebelumnya belum ada banyak penelitian
mengenai pengobatan gangguan kecemasan pada lansia.
Terapi perilaku kognitif sering melibatkan pertemuan secara pribadi dengan
terapis dengan tujuan akhir untuk menyelesaikan proses berpikir yang cacat yang
menyebabkan gangguan tersebut. Rata-rata dalam studi, peserta penelitian melalui
12 sesi terapi. Dibandingkan dengan jika tidak menjalani terapi sama sekali, terapi
perilaku kognitif memiliki efek sedang untuk membantu mengobati kecemasan.
Dibandingkan dengan obat atau diskusi kelompok, terapi perilaku kognitif memiliki
efek sedikit lebih baik. Tim peneliti mencatat perbaikan atas perlakuan lainnya
cukup kecil.
"Terapi mungkin bekerja lebih baik dibandingkan obat karena berusaha
untuk memperbaiki penyebab kecemasan bukan gejalanya. Jika dapat mengatasi
penyebab dari gejala kecemasan, misalnya dengan mengubah cara berpikir
mengenai sesuatu atau menafsirkan suatu hal, maka dapat menghentikan kecemasan
datang lagi di masa depan. Jika hanya mengatasi gejala kecemasan maka suatu saat
kecemasan tersebut dapat muncul kembali. Tidak diketahui mengapa terapi
tampaknya kurang efektif pada lansia, tetapi mungkin karena terapi bicara dapat
memakan waktu lebih lama untuk lansia," kata Gould.
Terapi kognitif pada lansia antara lain :
1.      Latihan kemampuan sosial meliputi : menanyakan pertanyaan, memberikan salam,
berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik diri atau orang lain
2.      Aversion therapy : therapy ini menolong menurunkan perilaku yang tidak
diinginkan tapi terus dilakukan. Terapi ini memberikan stimulasi yang membuat
cemas atau penolakan pada saat tingkah laku maladaptive dilakukan klien.

3.      Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan terapis tentang apa
definisi perilaku yang akan dirubah atau konsekuensi terhadap perilaku itu jika
dilakukan. Meliputi konsekuensi positif untuk perilaku yang diinginkan dan
konsekuensi negative untuk perilaku yang tidak diinginkan.
B. KEPERAWATAN JIWA DEWASA (18-)
1. Kesiapan Peningkatan Perkembangan Dewasa Muda
Perkembangan psikososial dewasa muda (18-33 tahun) adalah tahapan perkembangan
individu mampu melakukan interaksi yang akrab dengan orang lain, terutama lawan jenis dan
mempunyai pekerjaan. Pada tahap ini, individu mencoba untuk mandiri dan mencukupi
kebutuhannya dengan bekerja. Interaksi yang dilakukan mengarah pada bekerja, perkawinan
dan mempunyai keluarga yang menjadi bagian dari masyarakat. Kegagalan dalam
berhubungan akrab dan memperoleh pekerjaan dapat menyebabkan individu menjauhi
pergaulan dan merasa kesepian kemudian menyendiri (Keliat dkk, 2011).
Tugas perkembangan kognitif pada tahap intimacy adalah mengungkapkan adanya
orang lain yang dekat dengan dirinya dan mampu belajar membuat keputusan keputusan
(Wade dan Tavris, 2007). Pada masa dewasa juga disertai dengan berkembangnya intelegensi
yang mempengaruhi keyakinan dan kepercayaan yang mendasar dalam kehidupannya.
Pada tahap ini fisik dan ego harus mampu menguasai mekanisme reaksi somatis dan
berbagai konflik internal lainnya dalam upaya mengatasi ketakutan terhadap kehilangan ego
sehingga timbul situasi dari kenyataan (self abandon). Pencegahan timbulnya situasi ini akan
mengembangkan keterbukaan dan kepuasan diri (self absorption). Intimacy vs isolation ini
segera dimulai saat tahap masih mengandung konflik tahap ke 5 yang memberi nuansa
dewasa muda masih ingin menggabungkan identitas dirinya dengan kelompok. Mereka ingin
diterima dan diakui dalam kelompok sebayanya. Kecenderungan ini berlanjut terus sampai
masa dewasa bahkan sampai masa tua.
Namun dalam tahap ini, individu harus siap untuk memahami intimacy (hubungan
antarpersonal yang sangat dekat), dan juga isolation (kenyataan bahwa kita adalah kita, dia
adalah dia, sendirian dan terpisah dari yang lain). Kemampuan untuk menyeimbangkan
intimacy vs isolation adalah prasyarat cinta pada
pasangan hidup (Keliat dkk, 2011).

Tugas perkembangan dewasa muda menurut Keliat dkk, 2011 adalah


a. Menjalin interaksi yang hangat dan akrab dengan orang lain
b. Mempunyai hubungan dekat dengan orang – orang tertentu (pacar, sahabat)
c. Mempunyai hubungan heteroseksual dan membentuk keluarga
d. Mempunyai komitmen yang jelas dalam bekerja dan berinteraksi
e. Merasa mampu mandiri untuk kehidupan (sudah bekerja)
f. Memperlihatkan tanggung jawab secara ekonomi, sosial dan emosional
g. Mempunyai konsep diri yang realistis/ sesuai kenyataan
h. Menyukai dirinya dan mengetahui tujuan hidupnya
i. Berinteraksi baik dengan keluarga
j. Mampu mengatasi stres akibat perubahan dirinya
k. Menganggap kehidupan sosialnya bermakna
l. Mempunyai nilai yang menjadi pedoman hidupnya

Sedangkan perkembangan dewasa muda menurut Feldman (2011), selama masa


dewasa muda, orang tidak lagi remaja, tetapi mereka belum sepenuhnya diambil pada
tanggung jawab dewasa. Sebaliknya, mereka masih terlibat dalam menentukan siapa mereka
dan apa yang hidup dan karir mereka seharusnya. Pandangan bahwa dewasa diawali dengan
jangka dewasa muncul mencerminkan realitas bahwa ekonomi negara-negara industri telah
bergeser jauh dari manufaktur ke ekonomi yang berfokus pada teknologi dan informasi
sehingga membutuhkan peningkatan waktu yang dihabiskan dalam pelatihan pendidikan.
Selain itu, usia di mana kebanyakan orang menikah dan memiliki anak telah meningkat
secara signifikan.

Asuhan keperawatan pada klien dengan kesiapan peningkatan perkembangan dewasa


muda ditujukan untuk :
 Individu dewasa muda mampu memahami cara mencapai perkembangan psikososial
yang normal (Berinteraksi dengan banyak orang termasuk lawan jenis dan
mempunyai pekerjaan.
 Individu dewasa muda mampu melakukan tindakan untuk mencapai perkembangan
psikososial yang normal. Selain keluar juga diharapkan mampu memahami perilaku
yang menggambarkan perkembangan dewasa muda yang normal dan menyimpang.
 Keluarga mampu memahami cara menstimulasi perkembangan dewasa muda.
Keluarga mampu mendemonstrasikan tindakan untuk menstimulasi perkembangan
dewasa muda. Keluarga mampu merencanakan cara menstimulasi perkembangan
dewasa muda (Keliat dkk, 2011).

Anda mungkin juga menyukai