TINJAUAN PUSTAKA
2. Cabang maksilaris
Cabang ini tersusun oleh serabut-serabut somatosensorik yang menghantarkan
impuls protopatik dari wajah bagian pipi, kelopak mata bawah, bibir atas, hidung dan
sebagian rongga hidung, gigi-geligi rahang atas, ruang nasofaring, sinus maksilaris,
palatum mole dan atap rongga mulut. Serabut-serabut yang berasal dari kulit wajah
masuk ke dalam tulang maksilar melalui foramen infraorbital. Berkas saraf ini
dinamakan nervus infraorbital. Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas
serta gigi-geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut nervus
maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak melalui foramen
rotundum kemudian menembus durameter untuk berjalan di dalam dinding sinus
cavernous dan berakhir pada ganglion Gasseri. Cabang maksila nervus V juga
menerima serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa krania media dan fosa
pterigopalatinum. 16 Adanya lesi menyebabkan kehilangan sensasi reflek palatal.17
3. Cabang Mandibular
Cabang ini tersusun oleh serabut somatomotorik dan sensorik serta
sekremotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul pada daerah
lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan
cabang mandibular ganglion Gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari
ruang intrakranial melalui foramen ovale dan tiba di fossa infratemporal. Disitu
nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi selaput meningen
menggabungkan diri pada pangkal cabang mandibular. Di bagian depan fossa
infratemporal, cabang III N.V bercabang dua. 16
Yang satu terletak lebih kebelakang dari yang lain. Cabang belakang
merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus
aurikulotemporal), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dan dua
pertiga bagian depan lidah (nervus lingual), glandula parotis dan gusi rahang bawah
(nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot
omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.16
Lesi pada cabang ini menyebabkan kekurangan sekresi saliva, kehilangan rasa
kecap di 2/3 anterior lidah, kelemahan pada otot pengunyahan adalah ciri yang
menonjol.17
2.2.2 Klasifikasi
Trigeminal neuralgia menurut The International Headache Society dibagi
menjadi dua tipe yaitu :5
1. Trigeminal neuralgia klasikal : Jika dalam pemeriksaan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan neurologik serta pemeriksaan penunjang tidak ditemukan
penyebab dari nyeri wajah.
2. Trigeminal neuralgia simptomatik : penyebab nyeri wajahnya dapat
diketahui dari pemeriksaan penunjang tertentu atau pada eksplorasi fossa posterior.
Dapat diakibatkan oleh tumor, multiple sklerosis atau kelainan pada basis kranii.
2.2.3 Etiologi
Sebagian besar kasus Trigeminal neuralgia merupakan kasus yang klasik
(idiopatik) dan sebanyak 15% pasien yang mengalami tipe simptomatik. Pada
Trigeminal neuralgia, etiologinya tidak diketahui dengan pasti (idiopatik). Beberapa
teori menyebutkan Trigeminal neuralgia terjadi akibat adanya kompresi vaskular pada
saraf menyebabkan kerusakan saraf trigeminal.21
Kompresi vaskular ini terjadi di daerah dorsal root entry zone pada fosa
posterior yaitu pada ganglion trigeminal. Dorsal root entry zone merupakan daerah
tempat keluarnya saraf trigeminal dari batang otak.12 Daerah ini menunjukkan
hubungan antara mielin yang berasal dari sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer
pada sel Schwann dan astrocytes.22 Akan tetapi akson yang terdapat pada Dorsal root
entry zone lebih banyak dilapisi oleh mielin yang berasal dari sistem saraf pusat.21
Semua keadaan yang terjadi pada daerah ini, secara potensial dapat mempengaruhi
fungsi dari seluruh neuron di saraf trigeminal. Trigeminal neuralgia simptomatik
disebabkan oleh adanya lesi yang mempengaruhi saraf trigeminal seperti multipel
sklerosis dan cerebellopontine-angle tumour.5,23
2.2.4 Patofisiologi
Sampai saat ini, patofisiologi dari Trigeminal neuralgia masih diperdebatkan.
Hal yang menjadi perdebatan adalah apakah patofisiologi Trigeminal neuralgia
melibatkan sistem saraf pusat atau sistem saraf perifer. Sebagian besar penderita
Trigeminal neuralgia menunjukkan adanya external vascular compression.5 Beberapa
teori menyebutkan adanya perubahan fisiologis pada anatomi tubuh yang
berhubungan dengan faktor aging, seperti hipertensi menyebabkan vasodilatasi atau
penebalan pada pembuluh darah arteri. Hal ini terkadang menyebabkan adanya
kontak neurovaskular pada saraf trigeminal.24 Pada orang normal pembuluh darah
tidak bersinggungan dengan nervus trigeminus. Arteri yang sering menekan saraf
trigeminal adalah arteri serebelar superior.21
Penekanan yang berulang menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan
hilangnya lapisan mielin (demielinisasi) pada serabut saraf.21 Demielinasi pada
serabut saraf trigeminal yang disertai dengan adanya subsequent ephatic cross talk
diantara beberapa akson mengakibatkan terjadinya perubahan pada voltage gated
sodium channels, yang mana dapat meningkatkan sensitifitas terhadap nyeri.9 Voltage
gated sodium channels berperan dalam impuls nosiseptif dan mekanisme terjadinya
nyeri.25 Adanya demielinasi atau kerusakan pada selubung myelin saraf trigeminal
terlihat pada Trigeminal neuralgia tipe klasik dan simptomatik.13
Demielinisasi akibat adanya kompresi pada saraf trigeminal juga terlihat pada
Trigeminal neuralgia tipe simptomatik yang disebabkan oleh tumor dan multipel
sklerosis. Pada pasien multipel sklerosis terlihat adanya plak yang meluas pada
daerah dorsal root entry zone saraf trigeminal.22 Sebagai hasilnya terjadi peningkatan
aktifitas aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal abnormal ke nukleus nervus
trigeminus dan menimbulkan gejala Trigeminal neuralgia.26
Rekaman intraseluler telah menunjukkan bahwa ini adalah karena
peningkatan osilasi subthreshold dalam potensial membran istirahat dari subpopulasi
A-neuron mencapai ambang batas. Peningkatan aktivitas lonjakan dapat
menyebabkan terjadinya depolarisasi dan C-sel yang disekitarnya menjadi
hyperexcitable. Hal ini menyebabkan sinyal nosiseptif akan dirasakan sebagai rasa
nyeri. Sinyal tersebut akan berhenti secara tiba-tiba, seperti pada Trigeminal
neuralgia. Hal ini terjadi karena mekanisme inherent cellular self-quenching.22
Gambar 3. Penekanan pada saraf
trigeminal oleh arteri serebelar superior
yang abnormal.21
2.2.7 Diagnosis
Gambaran klinis Trigeminal neuralgia berupa nyeri yang biasanya dirasakan
pada daerah mata, bibir, hidung, kulit kepala, dahi, dan rahang serta pada sebagian
besar kasus terbatas pada satu bagian sisi wajah (95%). Nyeri wajah bisa terjadi
secara bilateral namun tidak pada waktu yang bersamaan.6
Nyeri terjadi secara episodik sekitar dua menit dan diantara dua episode rasa
nyeri bisa berkurang.29 Serangan nyeri dapat bervariasi, mulai dari sekali dalam
sehari sampai lebih dari sekali dalam setiap menit, dimana hal ini sangat
mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.6 Dapat terjadi secara spontan atau dipicu
oleh rangsangan taktil pada daerah trigger zone, pergerakan orofasial, serta
perubahan suhu. Aktivitas sehari-hari seperti mencuci wajah, bercukur, berbicara,
menggosok gigi, makan, dan minum dapat memulai terjadinya nyeri.27 Berbicara dan
makan menjadi common trigger dalam memulai terjadinya nyeri.6
Disamping itu, sebagian besar penderita Trigeminal neuralgia memiliki rasa
nyeri pada wajah bagian bawah yang sering dipersepsikan sebagai nyeri gigi.20
Berikut ini beberapa deskripsi pasien yang biasanya dikemukakan oleh pasien
tentang neuralgia trigeminal :4
1. Rasa nyeri yang tajam, menusuk, seperti tersengat listrik didaerah hidung dan
pipi sebelah kiri.
2. Serangan nyeri lebih dari 100 kali dalam sehari. Serangan nyeri kebanyakan
terjadi selama 20 detik sampai 2 menit. Terkadang rasa nyeri tumpul diikuti
dengan rasa nyeri tajam selama 20 menit atau lebih dan rasa nyeri bisa hilang
tiba-tiba.
3. Terkadang rasa nyeri mengalami periode remisi atau tidak hadir sama sekali.
4. Rasa nyerinya sangat kuat sehingga saya merasa ingin mati.
5. Faktor pemicu timbulnya nyeri biasanya seperti makan, menggosok gigi,
berbicara, tetapi rasa nyeri bisa terjadi secara tiba-tiba.
6. Rasa nyeri dapat membuat saya dehidrasi dan mengalami penurunan berat
badan.
• Nyeri Pulpa
• Nyeri periodontal
Nyeri ini biasanya mudah diidentifikasi melalui aksi propioseptor dari
ligamen periodontal. Rasa sakit berkaitan dengan fungsi biomekanik (pengunyahan).
Nyeri ini tidak sama dengan nyeri pulpa dimana sumber nyeri dapat terlokalisir
karena adanya kemampuan reseptor periodontal.5
• Parafunction-induced alveolitis
Kondisi ini biasanya melibatkan beberapa gigi terutama pada gigi yang
berlawanan tanpa disertai gangguan yang jelas. Mempunyai karakteristik nyeri
berupa nyeri periodontal. Penyebab umum dari kondisi ini biasanya penekanan yang
berlebihan akibat adanya parafungsi seperti clenching dan bruxism.5
3. Ekstrakranial
• Sinusitis
Okeson dan Bell meringkaskan tentang krakteristik klinis dari sinusitis
sebagai berikut :5
- Adanya rasa tertekan dibawah mata
- Peningkatan rasa nyeri saat menundukkan kepala
- Peningkatan rasa nyeri saat menekan daerah sinus yang terkena
- Pemberian anastesi lokal pada gigi tidak dapat menghilangkan nyeri
- Diagnosa ditentukan ketika melihat tingkat cairan di rongga sinus pada
pemeriksaan radiografi.
4. Neuropatik
• Pretrigeminal neuralgia
Kriteria diagnostik Pretrigeminal neuralgia menurut Zarkzewska:5
- Nyeri yang cukup berat, tumpul, dan seperti sakit gigi
- Unilateral, sering pada salah satu cabang dari saraf cranial kelima
- Nyeri pendek, berulang
- Dipicu oleh sentuhan ringan
- Nyeri berkurang dengan obat antikonvulsan
- Tidak ada kelainan lokal yang jelas
- Dapat berkembang menjadi neuralgia trigeminal
• Trigeminal neuropathy
Neuropati pada saraf trigeminal sering membingungkan kita dalam membuat
diagnosis jika dibandingkan dengan Trigeminal neuralgia klasik. Trigeminal
neuropathy biasanya dikaitkan dengan adanya trauma pada sistem saraf pusat atau
perifer. Kondisi ini dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu sentral dan perifer. Nyeri
trigeminal perifer memiliki karakteristik berupa rasa sakit atau nyeri terbakar dengan
intensitas sedang pada daerah intraoral ataupun ektraoral yang sebelumnya
mengalami trauma saraf. Nyeri neuropatik kronis dapat berasal dari cedera yang
ringan pada daerah mulut. Prosedur dental seperti tindakan profilaksis telah
dihubungkan dengan terjadinya trigeminal neuropathy.5
Neuropati perifer ditandai dengan adanya respon pasien terhadap anastesi
lokal dan topikal. Hal ini dikarenakan nyeri akibat neuropati perifer dapat dihilangkan
dengan memblok daerah perifer sedangkan rasa sakit neuropati sentral tidak akan
terpengaruh oleh adanya blok perifer disebabkan adanya mekanisme nyeri didalam
sistem saraf pusat bukan karena aktivitas saraf tepi.5
Nyeri neuropatik sentral ditandai dengan kurangnya respon terhadap anestesi
lokal dan topikal. Selain kurangnya respon terhadap blok anestesi terjadi mekanisme
dinamik alodinia yaitu adanya nyeri ketika stimulus berupa gerakan yang tidak
menyakitkan (seperti gumpalan kapas yang diusapkan pada daerah nyeri) serta
adanya rasa sakit yang berlebihan ketika diberikan tusukan jarum kecil didaerah nyeri
yang disebut dengan hiperalgesia.5
• Glosopharingeal neuralgia
Gejala biasanya dimulai pada usia 60 tahun keatas. Glosopharingeal neuralgia
adalah rasa sakit yang parah, sementara, menusuk yang dirasakan pada daerah
telinga, pangkal lidah, fosa tonsil, atau di bawah sudut rahang. Rasa sakit dirasakan
pada distribusi dari cabang aurikularis dan faring saraf vagus serta saraf
glossopharingeal. Hal ini umumnya dipicu oleh menelan, berbicara, atau batuk. Sama
hal nya dengan Trigeminal neuralgia, Glosoparingeal neuralgia juga memiliki periode
remisi dimana rasa nyeri tidak muncul pada beberapa waktu.5
• Postherpetik neuralgia
Adanya infeksi virus Herpes zoster pada pasien lanjut usia diduga menjadi
penyebab dari Posherpetik neuralgia. Sebagian besar infeksi tersebut mempengaruhi
cabang opthalmikus akan tetapi mungkin juga mempengaruhi cabang maksila dan
mandibula. Rasa sakit sering digambarkan sebagai rasa terbakar, gatal, atau
kesemutan pada daerah sekitar kulit yang didistribusikan oleh saraf yang terkena,
yang dapat disertai dengan rasa menusuk yang dalam atau seperti nyeri neuralgia
lainnya.5
• Peripheral neuritis
Adanya peradangan pada saraf. Lokasi nyeri biasanya terjadi pada daerah
distribusi saraf yang mengalami peradangan. Memiliki kualitas nyeri seperti rasa
terbakar.5
• Nerve compression
Nyeri mungkin disebabkan oleh adanya lesi struktural yang mempengaruhi
serat aferen yang menginervasi daerah kepala dan leher. Adanya defisit sensorik pada
distribusi saraf yang terkena. Lesi penyebab mungkin spaceoccupying, seperti tumor.5
5. Neurovascular
• Migraine
Kriteria Diagnostik dari Migraine menurut IHS :5
A. Setidaknya ada lima serangan nyeri yang memenuhi kriteria B-D.
B. Serangan sakit kepala yang berlangsung 4-72 jam (tidak diobati atau tidak
berhasil diobati).
C. Sakit kepala memiliki setidaknya dua dari karakteristik berikut :
- Lokasinya unilateral.
- Berdenyut.
- Intensitas nyeri sedang atau berat.
- Diperburuk dengan adanya aktivitas rutin (misalnya berjalan atau naik tangga)
dan menyebabkan pasien menghindar dari aktivitas tersebut.
D. Selama sakit kepala setidaknya terjadi salah satu dari karakteristik berikut :
- Mual dan muntah.
- Fotopobia dan phonophobia.
E. Tidak berhubungan dengan gangguan lain
• Cluster headache
Kriteria diagnostik dari Cluster Headache menurut IHS :5
A. Setidaknya ada lima serangan yang memenuhi kriteria B-D
B. Rasa nyeri yang berat atau bahkan sangat berat yang terjadi secara unilateral
pada daerah orbital, supraorbital dan temporal serta berlangsung selama 15-180
menit jika tidak diobati.
C. Sakit kepala disertai dengan setidaknya salah satu dari berikut :
- Adanya nyeri tekan yang menusuk pada konjungtiva ipsilateral dan lakrimasi
- Hidung tersumbat ipsilateral dan rhinorrhea
- Edema kelopak mata yang ipsilateral
- Wajah dan dahi berkeringat yang ipsilateral
- Miosis dan ptosis ipsilateral
- Rasa gelisah atau agitasi
- Serangan memiliki frekuensi 1-8 kali dalam sehari
D. Tidak berhubungan dengan gangguan lain
6. Psychogenic
Okeson dan Bell membuat daftar kriteria diagnostik Psychogenic sebagai berikut :5
- Pasien mengatakan adanya rasa nyeri dibeberapa gigi sering menyakitkan
dengan karakter dan lokasi yang berubah-ubah.
- Ada perubahan dari pola nyeri yang normal atau fisiologis.
- Pasien mengalami nyeri kronis
- Kurangnya respon terhadap perawatan gigi yang wajar atau adanya respon
yang tidak biasa dan tak terduga saat terapi dilakukan.
- Tidak adanya keadaan patologis.
2.2.9 Insidensi
Insidensi Trigeminal neuralgia adalah 3 sampai 5 per 100.000 kasus per
tahun. Lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan rasio sebesar
1,74:1 pada kelompok usia 50-60 tahun. Sebagian besar kasus menyatakan bahwa
serangan terjadi pada sisi wajah bagian kanan.10,11
Hasil penelitian Jainkittivong, Aneksuk, dan Langlais pada tahun 2011 di
Thailand menunjukkan bahwa dari 188 pasien dengan Trigeminal neuralgia, terdapat
70 pasien (37,2%) adalah pria dan 118 pasien (62,8%) wanita dengan perbandingan
1,7 : 1. Insidensi tertinggi (46,8%) terjadi pada rentan usia 50-69 tahun. Nyeri pada
sisi wajah bagian kanan lebih banyak terjadi dibandingkan dengan sisi kiri (1,8:1).
Paling sering terjadi pada cabang mandibularis dari nervus trigeminus (30,3%),
disusul oleh kombinasi dari cabang maksilaris dan mandibularis (29,3%) dan cabang
maksilaris (25%). Faktor pencetus terjadinya Trigeminal neuralgia yang paling umum
adalah mengunyah (61,2%) dan berbicara (47,3%).12 Trigeminal neuralgia klasik
(80%) lebih sering terjadi dibandingkan Trigeminal neuralgia simptomatik (10%).13
2.2.10 Penatalaksanaan
2.2.10.1 Terapi Obat
Gambar 7. Radiofrequency
Rhizotomy33
d. Gamma knife radiosurgery
Gamma knife radiosurgery (GKRS) merupakan satu-satunya perawatan bedah
noninvasif pada neuralgia trigeminal Prosedur ini dilakukan selama satu hari saja,
kemudian setelah perawatan pasien diperbolehkan untuk pulang. Pasien dirawat di
pusat radiosurgery pada pagi hari dan memperoleh suntikan secara intravena. Efek
sedasi ringan secara intravena hanya digunakan selama penempatan Leksell
headframe stereotactic. Empat pin diletakkan pada kepala, dua didaerah frontal dan
dua lagi didaerah oksipital dan dipersiapkan dengan betadyne dan disuntik dengan
bupivacaine / bikarbonat untuk anastesi lokal. Setelah penempatan headframe Leksell,
pengukuran standar dari kepala pasien dalam bingkai diperoleh, kemudian dilakukan
stereotactic magnetic resonance imaging (MRI) otak.5
Data MRI kemudian dimuat ke dalam bentuk perencanaan komputer Gamma
Knife dan bagian sisterna dari saraf trigeminal dikenali. Perangkat lunak ini
digunakan untuk membuat rencana perawatan dan tidak pernah ada rencana
perawatan yang sama. Kelemahannya adalah biayanya mahal dan pemeliharaan
perangkat radiosurgery serta masa laten antara perawatan dan adanya nyeri wajah
kembali. Penurunan rasa nyeri biasanya akan terjadi setelah periode laten 4-12
minggu setelah perawatan, yang dilaporkan 1 hari sampai 13 bulan setelah
perawatan.5
2.3 Pengetahuan
2.3.1 Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain kognitif yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan dapat diperoleh
secara alami maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan.36,37
2.3.2 Tingkat pengetahuan
Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu :36
a. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau terhadap
suatu rangsangan tertentu. Oleh karena itu, ‘tahu’ merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang ‘tahu’ tentang apa
yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,
dan sebagainya.
b. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai
penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain.
d. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih berkaitan satu dengan lainnya. Kemampuan analisis ditandai
dengan penggunaan kata kerja diantaranya dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis juga dapat diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada, misalnya
dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori yang telah ada.
f. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu criteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakann criteria yang telah ada, misalnya dapat
membandingkan, menanggapi, menafsirkan, dan sebagainya.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin dikur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat
disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.36,37,38
2.3.3 Kriteria Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan
menggunakan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:39
a. Baik : Hasil presentase 76% - 100%
b. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%
Kurang : Hasil presentase <56%
2.4 Kerangka Teori
Defenisi
Klasikal
(Idiopatik)
Klasifikasi
Nervus Simptomatik
Trigeminus
Etiologi
Kompresi
vaskular dan
kerusakan
saraf
Patofisiologi
Anamnesis dan
Trigeminal Pemeriksaan
neuralgia Klinis Pemeriksaan
Laboratorium
Diagnosis
Pemeriksaan MRI
Penunjang
Diagnosis CT Scan
banding
Terapi Obat
Penatalaksanaan
Terapi Bedah
2.5 Kerangka Konsep
Pengetahuan mahasiswa
kepaniteraan klinik
Trigeminal neuralgia
Departemen Bedah Mulut
RSGM-P FKG USU
- Definisi
- Klasifikasi
- Etiologi
- Patofisiologi
- Gambaran klinis
- Diagnosis
- Diagnosis banding
- Penatalaksanaan