Anda di halaman 1dari 9

RESUME DISKUSI STUDI KEBANTENAN

MEMBANGUN MANUSIA DAN WILAYAH BANTEN

Dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Kebantenan


Dosen Pengampu : Bapak Fadlullah, M.Si.

Disusun Oleh :

AHMAD JULIANSYAH
3335180091

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Membangun Manusia dan Wilayah Banten

Banten merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi budaya yang
masih dapat berkembang secara optimal. Keberagaman budaya tersebut juga yang dapat
membuat Banten menjadi daerah yang dapat berkembang pula secara optimal.

Masyarakat dan kebudayaan Banten memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri yang
membedakan antara Banten dengan daerah lainnya. Keunikan tersebut pula yang menjadikan
sebuah modal bagi eksistensi budaya Banten untuk dapat diperkenalkan kepada masyarakat
umum. Keunikan budaya Banten tersebut dapat dilihat dari berbagai macam kesenian
tradisional, upacara adat, tradisi keagamaan, dan kegiatan lainnya. Budaya ini masih terus
dilakukan dan dipertahankan karena masyarakat Banten percaya bahwa di dalam suatu budaya
tersebut terdapat nilai – nilai kewarganegaraan yang telah mengakar dalam jiwa masyarakat
Banten. Nilai – nilai budaya tersebut dapat terlihat dari pola tingkah laku dan kebiasaan dari
masyarakat Banten itu sendiri.

Banten yang terkenal akan Seni Beladirinya yaitu pencak silat membuat Banten dilihat
oleh orang lain sebagai daerah dengan orang – orang sakti di dalamnya. Terkenal dengan
wataknya yang berani, tidak mudah pantang menyerah serta tegas apalagi dalam hal bertarung
satu lawan satu membuat orang lain tidak berani jika melakukan pertarungan dengan orang
Banten. Walaupun memiliki watak yang seperti itu, tidak banyak dari mereka yang
menggunakan kekuatannya untuk hal – hal di luar ketentuan. Salah satu pahlawan dari Banten
yang terkenal adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Beliau merupakan seorang Pangeran yang
terkenal karena perlawanannya terhadap Belanda karena monopoli perdagangan yang
dilakukan oleh VOC sehingga kesultanan dan rakyat Banten mengalami kerugian. Selain itu,
beliau juga sangat memperhatikan pendidikan, terutama pendidikan agama. Beliau juga
merupakan seorang pemimpin yang sangat amanah, memiliki pandangan ke masa depan, ahli
perencanaan wilayah dan juga ahli tata kelola air serta terbuka dan memiliki wawasan
internasional. Sayangnya beliau jatuh karena pertikaian kedua putranya yang diadu domba oleh
Belanda untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa, sehingga beliau tertangkap dan
dipenjarakan di Botavia sampai meninggal disana.

Selain terkenal akan wataknya, disini saya akan membahas tentang budaya
kemaritiman, destinasi wisata budaya serta peran dari kyai santri dan jawara yang terdapat di
Banten. Walaupun tidak terkenal akan kemaritiman serta destinasi wisata budayanya yang
menarik, namun Banten masih dapat berpotensi untuk mengubah itu semua menjadi sesuatu
yang dilihat oleh Nusantara sebagai daerah yang terkenal akan kekhasannya selain yang di awal
telah saya sebutkan. Serta peran dari kyai santri dan jawara juga sangat penting dalam
mengubah keadaan di Banten. Maka dari itu, disini saya akan membahas tentang Kemaritiman
serta Kebudayaan wisata di Banten serta peran apa saja yang diberikan oleh Kyai santri dan
Jawara untuk membangun Banten. Berikut ini bahasannya..

1. Kemaritiman Banten

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan segala potensi
sumber daya kemaritiman, menjadi salah satu modal tersendiri untuk mewujudkan negara
Indonesia menjadi poros maritime di dunia.

Potensi tersebut tersebar dalam beberapa sektor, dari mulai Sumberdaya yang dapat
diperbaharui (perikanan, hutan mangrove, terumbu karang, rumput laut), sumber daya tidak
terbarukan (minyak bumi, gas dan mineral), energi kelautan (pasang-surut, gelombang,
Ocean Thermal Energy Conversion) dan jasa-jasa lingkungan (perhubungan, pariwisata
dan kepelabuhan).
Inilah segudang potensi sumberdaya kelautan yang besar. Dengan segala problematika
kelautan yang multikompleks, untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia,
memerlukan sinergitas dan semangat gotong royong dari daerah sebagai pilar
pendukungnya
Banten tumbuh sebagai bandar dagang terkenal di bawah kepemimpinan Sultan
Ageng Tirtayasa. Hal ini merupakan sebuah masa keemasan Banten sebagai kota
perdagangan yang disinggahi oleh para pedagang hingga pelaut dari seluruh dunia,
termasuk kerajaan maritim Nusantara sendiri..
Tata kelola administrasi modern pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang
perekonomian masyarakat. Banten pada masa lalu, menjadi sebuah daerah dengan tata
kota pelabuhan yang sangat ramai. Kejatuhan Malaka atas Portugis pada tahun 1511,
membuat para pedagang yang berasal dari Arab, Persia dan Gujarat mengalihkan jalur
perdagangan ke Selat Sunda, untuk sekadar singgah di Karangantu.
Perlahan namun pasti, Pelabuhan Karangantu menjadi pusat perdagangan
Internasioanal yang banyak disinggahi oleh para pedagang dari Benua Asia,Afrika, dan
Eropa. Bahkan seorang Relefan Cornelis de Houtman, menyebut Pelabuhan
Karangantu sama besar dengan Amsterdam.
Secara terang Provinsi Banten memiliki potensi sumber daya alam kelautan yang
luar bisa besarnya. Mulai dari posisi yang strategis, budidaya terumbu karang, rumput
laut, perikan, bahkan keindahan pantai yang menghiasi provinsi tanah jawara. Potensi
tersebut menjadi modal dasar pembangunan bersama (a sense of common purpose)
mewujudkan Indonesia sebagai ‘Poros Maritim Dunia, Kekuatan di antara dua
Samudra.
Kita bisa lihat, bagaimana kekayaan laut Provinsi Banten. Dengan panjang pantai
± 500 km, bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar pesi sir melalui
ekonomi kerakyatan. Belum lagi berbicara tentang budaya dan pariwisata Banten.
Masing-masing wilayah itu memiliki karakteristik sumber daya pariwisata budaya,
alam, buatan dan kehidupan masyarakat tradisional (living culture) yang berkembang
sebagai destinasi wisata berskala nasional bahkan internasional.
Sebut saja, pesona pantai Anyer, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung
Lesung, wisata bahari pulau Umang, taman nasional Ujung Kulon, wisata religi Banten
lama dan keunikan masyarakat tradisional Badui yang berkembang sebagai destinasi
wisata.
Melihat varian sektor wisata pada perkembangannya, jumlah Objek Daya Tarik
Wisata (ODTW) Banten berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
Banten, telah tercatat sebanyak 526 objek, yang terbagi ke dalam beberapa kategori
wisata marina, wisata sejarah, suaka alam, dan objek wisata lainnya.
Artinya, dengan beragam komoditas laut dan sumber daya alam di atas, Provinsi
Banten merupakan provinsi yang potensial sebagai pilar kekuatan Indonesia untuk
mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Semoga dengan laut kita jaya
menggagas Banten sebagai Poros Maritim Dunia.

2. Kebudayaan Pariwisata di Banten

Destinasi wisata merupakan salah satu objek yang paling menarik agar orang – orang
dapat mengunjungi suatu daerah tersebut. Dari sini, maka perlu dilakukan perbaikan atau
peningkatan dari suatu daerah agar objek destinasi wisata yang terdapat dalam daerah
tersebut menjadi terintegrasi serta banyak pengunjung yang dating mengunjungi destinasi
wisata tersebut.
Destinasi wisata juga dapat dijakan faktor untuk menunjang agar Banten dapat dilihat
oleh masyarakat umum yang sebelumnya belum mengenal Banten. Maka disini ada
beberapa hal yang diperlukan untuk membangun atau memperbaiki destinasi wisata yang
ada di Banten.

a. Pembangunan akses yang memadai ke arah lokasi


Pembangunan ini diperlukan agar seseorang yang ingin mengunjungi destinasi
wisata yang terdapat di Banten, tidak salah jalan atau memperlambat perjalanan
karena aksesnya yang sudah sesuai dengan lokasi tujuan.
b. Amenitas yang mencakup fasilitas penunjang dan pendukung wisata
Amenitas merupakan berbagai fasilitas di luar akomodasi yang dapat
dimanfaatkan wisatawan selama berwisata di suatu daerah tempat destinasi
tersebut. Amenitas ini berfungsi sebagai pendukung yang membuat wisatawan
menarik saat mengunjungi suatu destinasi wisata.
c. Sinergitas antara pemerintah pusat, daerah, serta masyarakat setempat
Kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat akan menghasilkan suatu
destinasi pariwisata yang memadai, menarik, serta menunjang segala kebutuhan
yang dibutuhkan oleh wisatawan. Maka dari itu, masyarakat harus dapat
bekerjasama dengan pemerintah dalam hal destinasi pariwisata ini, karena
kerjasama yang baik akan dapat menghasilkan hasil yang baik pula.
3. Watak Wong Banten

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai watak dari wong Banten, maka
disini akan dijelaskan lebih banyak mengenai watak dari wong Banten tersebut.

Wong Banten atau orang Banten terkenal dengan wataknya yang keras, pemberani,
tidak mudah pantang menyerah, serta bertindak sesuka hati. Tidak salah jika watak wong
Banten ini disegani bahkan ditakuti oleh orang – orang diluaran Banten sana. Watak
tercipta dapat dari kebiasaan yang dialaminya setiap hari ataupun dapat tercipta dari sejak
lahir (turun temurun). Watak yang dimiliki wong Banten ini seharusnya dapat diperbaiki
atau ditempatkan di tempat yang sesuai, karena untuk mencapai suatu kemenangan,
kekuatan saja tidak cukup, namun harus dibekali dengan akal pikiran yang cerdik, dalam
artian kecerdasan.

Maka, Wong Banten seharusnya lebih dapat menekankan kepada pendidikan, terutama
pendidikan sejak kecil, karena dari sinilah akan terciptanya masyarakat wong Banten yang
tidak hanya memiliki kekuatan dalam berperang, namun memiliki kecerdasan juga dalam
bertindak. Seperti halnya para pahlawan Banten yang telah gugur dalam berperang,
misalnya Sultan Ageng Tirtayasa, Maulana Hasanuddin, Syekh Nawawi Al – Bantani, dan
lain sebagainya.

Orang Banten yang cenderung berjiwa ekstrovert dikenal luwes dalam pergaulan,
banyak bicara, enerjik dan spontan. Mereka senang berinteraksi dan berkumpul dengan
banyak orang, serta berani mengutarakan ide dan gagasannya. Mereka mudah memulai
pembicaraan, bahkan cenderung mendominasi percakapan di tempat kerja. Sedangkan
mereka yang berjiwa introvert tak menyukai suasana gaduh dan ramai, cenderung
penyendiri, bahkan membangun relasi yang sifatnya lebih personal. Dalam percakapan,
orang Banten yang introvert akan lebih senang mendengarkan orang lain. Bukan berarti dia
seorang pemalu, belum tentu juga seorang yang tak memiliki ide dan gagasan. Karena
tipikal semacam ini, setelah dipancing pertanyaan, rupanya tidak sedikit yang
berpandangan luas melebihi apa yang kita bayangkan.

Orang Banten yang introvert bukan berarti tidak mau berinteraksi atau menjauh dari
pergaulan. Ketika diajak ngeriung atau yasinan biasanya dia bersedia untuk hadir, bincang-
bincang dengan banyak orang. Namun selepas dari acara tersebut dia memerlukan waktu
untuk menyendiri, mengembalikan energinya yang terkuras setelah bertemu dengan banyak
orang. Jadi, pada prinsipnya orang Banten yang berjiwa ekstrovert maupun introvert,
keduanya sama-sama menghimpun energi dan menemukan kesenangan dalam cara yang
berbeda-beda. Seorang ekstrovert akan merasa optimal bekerja di tengah lingkungan yang
ramai, sedangkan introvert memilih menyelesaikan tugas kesehariannya di tempat sunyi
yang jauh dari keramaian.

Jika kita bicara yang lebih ekstrim lagi, sepertinya kemajuan berbagai bidang ilmu dan
teknologi, tanpa peran para introvert, kita akan sulit menemukan Google oleh si pendiam
Larry Page. Di belahan dunia lain ada sang penyendiri Mark Zuckerberg yang
menciptakan Facebook. Belum lagi Apple Computer yang diprakarsai Steve Wozniack
yang menyenangi tempat-tempat sunyi. Kemudian, siapa yang tidak mengenal sang
pendiam Bill Gates sebagai penggagas Microsoft, yang membuat umat manusia menikmati
berbagai kemudahan dalam melaksanakan tugas sehari-hari.

Tapi masalahnya, orang Banten yang berjiwa introvert, apakah mungkin bisa menjadi
pemimpin atau kepala daerah? Ternyata, bila kita menelisik jejak-langkah biografi para
pemimpin dunia, tidak jarang kita temukan pemimpin besar yang berjiwa sangat introvert,
misalnya Mahatma Gandhi, Roosevelt, Hillary Clinton, Guy Kawasaki hingga Warren
Buffet. Sebagai introvert, mereka telah mampu membuktikan pada dunia bahwa
kepribadian tersebut tidaklah menjadi penghalang untuk berkiprah sebagai pemimpin
dunia.

Oleh karena itu, hendaknya dikesampingkan pesimisme orang Banten yang selama ini
memandang apatis seolah-olah kepemimpinan hanyalah milik orang-orang ekstrovert.
Bahkan seorang pejabat atau pemimpin perusahaan yang berjiwa ekstrovert, terkadang
mudah menyepelekan ide-ide kreatif anak buahnya, hingga mengerdilkan semangat
mereka. Atasan ekstrovert lebih sesuai mengelola tim kerja yang membutuhkan banyak
arahan, karena ia dituntut untuk membangkitkan semangat, merumuskan visi, dan
membuka jaringan sosial. Tapi bila suatu instansi didominasi orang-orang ekstrovert, akan
mudah tersulut konflik karena masing-masing akan mengedepankan ego mereka.
Sebaliknya, jika suatu tim kerja didominasi para introvert, maka dinamika kelompok
kurang berjalan secara kreatif. Karena itu, suatu instansi yang efektif dan ideal mesti
terbentuk dari kombinasi yang proporsional antara kedua kekuatan tersebut.

Namun di balik semua itu, akan lebih optimal menelisik karakteristik orang Banten jika
kita mengadakan perbandingan dengan hasil penelusuran antropologi budaya maupun
sastra, misalnya novel Perasaan Orang Banten (POB). Hal ini menjadi tantangan untuk bisa
membedakan tokoh-tokoh yang berjiwa ekstrovert dan introvert, baik melalui tokoh Pak
Salim si pemilik warung, Bi Marfuah si pejaja gosip, Pak Majid tukang cukur yang dulu
malang melintang di dunia ormas dan politik, Bang Jali pengusaha kampung yang pernah
tergiur politik, Poppy artis kampung yang terjerat narkoba, hingga tokoh pendiam dan
penyendiri seperti Taufik dan Tohir sang penyair dan penjaga masjid.

Pada prinsipnya, seorang yang berjiwa ekstrovert maupun introvert sama-sama


memiliki peluang untuk menjadi manusia unggul Banten, bahkan sangat mungkin menjadi
pemimpin. Dengan memahami perspektif ini, kita akan lebih mengetahui karakter mereka
dan menemukan cara yang tepat untuk mengoptimalkan potensi mereka, tanpa perlu
memandang mereka sebagai “orang lain”. Jika dikelola dan dimenej dengan baik, tidak
menutup kemungkinan orang Banten yang berjiwa introvert, dapat menjelma sebagai
filosof dan pemikir besar yang dapat menentukan arah perubahan bagi kemajuan peradaban
Banten.
4. Kyai santri dan Jawara

Masyarakat Islam Banten, dalam tradisi keislaman di Indonesia pada masa lalu, dikenal
lebih sadar-diri dibandingkan dengan daerah lainnya di Jawa. Perbandingan itu mungkin
juga berlaku terhadap kebanyakan wilayah di Nusantara.

Di Banten yang pernah menjadi pusat kerajaan Islam dan penduduknya yang terkenal
sangat taat terhadap agama, sudah sewajarnya kyai menempati kedudukan yang signifikan
dalam masyarakat. Kyai yang merupakan gelar ulama dari kelompok Islam tradisional,
tidak hanya dipandang sebagai tokoh agama tetapi juga seorang pemimpin masyarakat.
Kekuasaannya seringkali melebihi kekuasaan pemimpin formal, terutama di pedesaan.

Pengaruh kyai melewati batas-batas geografis pedesaan berdasarkan legitimasi


masyarakat untuk memimpin upacara-upacara keagamaan, adat dan menginterpretasi
doktrin-doktrin agama. Selain itu, seorang kyai dipandang memiliki kekuatan-kekuatan
spiritual karena kedekatannya dengan Sang Pencipta. Kyai dikenal tidak hanya sebagai
guru di pesantren, juga sebagai guru spiritual dan pemimpin kharismatik masyarakat.
Penampilan kyai yang khas merupakan simbol-simbol kesalehan. Misalnya, bertutur kata
lembut, berperilaku sopan, berpakaian rapih dan sederhana, serta membawa tasbih untuk
berdzikir kepada Allah. Karena itu, perilaku dan ucapan seorang kyai menjadi panduan
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Di samping kyai, Jawara merupakan kelompok lain yang juga menembus batas-batas
hirarki pedesaan di Banten. Jawara dikenal sebagai seorang yang memiliki keunggulan
dalam fisik dan kekuatan-kekuatan untuk memanipulasi kekuatan supranatural (magic),
seperti penggunaan jimat, sehingga ia disegani oleh masyarakat. Sosok seorang jawara
memiliki karakter yang khas. Ia cukup terkenal dengan seragam hitamnya dan
kecenderungan terhadap penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan setiap persoalan.
Karena itu, bagi sebagian masyarakat, jawara dipandang sebagai sosok yang memiliki
keberanian, agresif, sompral (tutur kata yang keras dan terkesan sombong), terbuka (blak-
blakan) dengan bersenjatakan golok, untuk menunjukan bahwa ia memiliki kekuatan fisik
dan supranatural.

Sejarah Banten cukup banyak, setidaknya terdapat beberapa fase di dalamnya, fase
tersebut menunjukkan pertumbuhan perkembangan budaya yang ada di Banten. Di balik
semua kilas balik sejarah ini, hal yang tetap hidup dan terus mengakar pada masyarakat
Banten adalah kultur Islam. Pesantren terus menerus menghasilkan kader dan para ulama
tetap berdakwah. Rakyat mulai mengarahkan orientasi kepemimpinan dari raja/sultan
kepada para ulama/mubaligh/kyai. Dalam situasi seperti ini, yang bermula sejak
pertumbuhan Islam di Banten, budaya pesisiran dan budaya pedalaman di daerah selatan
Banten (kecuali daerah Baduy) terus menerus memantapkan keislamannya. Oleh karena
itu, dari segi budaya Banten dapat disetarakan dengan masyarakat kota seperti Mataram
dan Cirebon.

Sejarah Islam di Banten tidak sekedar soal kejayaan masa lalu dalam hegemoni semata,
tetapi juga mengenai pengaruh Islam sebagai agama resmi kesultanan, sehingga
mengakibatkan hancurnya banyak kebudayaan Hindu-Budha yang pernah ada dan sebagai
ideologi perjuangan untuk melawan pemerintah kolonial. Yang terakhir inilah mungkin,
tanpa mengesampingkan adanya ulama Banten yang menekuni bidang intelektual seperti
Syekh Nawawi al-Bantani, yang menyebabkan penyebaran Islam di Banten dalam bidang
intelektual tidak begitu menonjol. Para tokoh agama, kyai termasuk di dalamnya, lebih
sibuk mengurusi soal bagaimana mengadakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial.
Hal demikian menimbulkan kesan bahwa sentimen keislaman di Banten sangat kental,
meskipun dalam pemahaman keislaman tidak begitu mendalam. Hal seperti ini juga dapat
terlihat dalam perilaku para jawara.

Dua tokoh Sentral (Kyai-Jawara) inilah memberikan peranan yang penting dalam
memberikan warna yang menonjol dalam prespektif identitas budaya masyarakat Banten,
sehingga Banten lebih dikenal sebagai embrio keagamaan-kanuragan. Dalam tulisan yang
singkat ini penulis memfokuskan dalam peranan Kiyai dan Jawara sebagai kaum elit yang
mempunyai kharisma tersendiri dalam persepsi masyarakat Banten. Peran kyai dalam
masyarakaat Banten pada masa kini tidak sepenting masa-masa yang lalu. Arus
modernisasi yang banyak mengagungkan kepada materi dan menuntut profesionalisme
dalam segala bidang, telah menempatkan kyai hanya pada peran-peran yang berkaitan
langsung dengan masalah keagamaan. Sudah tidak banyak kyai yang memiliki peran yang
menentukan di luar masalah keagamaan, seperti pada masa kolonialisme atau pada masa
awal kemerdekaan RI dan zaman revolusi fisik tahun 1945-1950.

Anda mungkin juga menyukai