Capa PDF
Capa PDF
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
ii
iv
Penulis
2013
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Glaxo Wellcome Indonesia, Jl.
Pulo Buaran III JIEP Blok DD No. 2-4 Pulogadung Jakarta Timur, Periode 4
Februari – 28 Maret 2013
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 6 Juli 2013
Yang menyatakan
(Nurul Hasanah)
vi Universitas Indonesia
viii
ix
1 Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
a. Mengetahui dan mempelajari penerapan CPOB di dalam industri farmasi
b. Mengetahui dan mempelajari peran apoteker dalam industri farmasi
Universitas Indonesia
3 Universitas Indonesia
4. Industri jasa farmasi, yaitu lembaga/institusi yang memberikan jasa, berupa jasa
penelitian, sintesis dan atau formulasi, bermacam studi tentang pasar obat baik
secara nasional, regional maupun internasional, meneliti dan mempelajari
kecenderungan yang sedang terjadi, membuat perkiraan perkembangan masa
datang, yang sangat diperlukan oleh pengambil keputusan, baik di lingkungan
industri farmasi maupun pemerintah.
Dibandingkan dengan berbagai industri yang lain, industri farmasi memiliki
ciri yang spesifik. Ciri industri farmasi yang perlu diperhatikan antara lain adalah:
1. Diatur oleh regulasi yang ketat karena terkait dengan jiwa manusia.
2. Bukan hanya sebagai penghasil obat, namun juga merupakan industri yang
berorientasi pada profit. Oleh karena itu, dalam industri farmasi terdapat aspek
sosial dan aspek ekonomi (bisnis).
3. Salah satu industri berisiko tinggi.
4. Industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi.
Universitas Indonesia
3.1 Sejarah
GlaxoSmithKline (GSK) Indonesia merupakan gabungan dari dua perusahaan
besar, yaitu Glaxo Wellcome dan SmithKline Beecham pada tahun 2000. Pada saat
itu, SmithKline Beecham telah mengakuisisi Sterling Health sejak tahun 1994.
Masing-masing perusahaan ini mempunyai sejarah tersendiri sebelum pada akhirnya
bergabung. Penggabungan ini merupakan realisasi visi yang akan menempatkan GSK
sebagai perusahaan farmasi terkemuka dunia dengan dasar riset yang kokoh.
Perpaduan keunggulan di bidang penelitian, pengembangan, kekuatan pemasaran, dan
keuangan, menjadikan GSK pelopor industri farmasi masa depan.
Pada tahun 1830, John K. Smith membuka toko obat pertamanya di
Philadelpia. George, adiknya bergabung pada tahun 1841 untuk membentuk John K.
Smith & Co. Produknya antara lain, “eskay’s neurophospate”, kapsul lepas lambat,
obat “Cold & Flu”, dan obat tukak lambung “tagamet”. Kemudian SmithKline
bergabung dengan French pada tahun 1929 dan berubah nama menjadi SmithKline
and French Laboratories yang mulai fokus pada penelitian. Produknya “poison ivy”,
tablet dengan kandungan zat besi, dan “lozenges”. SmithKline bergabung dengan
Beecham Instruments Inc. dan berubah nama menjadi SmithKline Beecham pada
tahun 1982.
Pada tahun 1842, Thomas Beecham membuka The Beecham’s Pills Laxative
di England. Beecham Laboratories dibentuk pada tahun 1943 dengan misi secara
eksklusif fokus pada penelitian farmasi dasar. Pada tahun 1945, Beecham Group Ltd.
didirikan untuk menggantikan Beecham Pills Ltd. dan Beecham Estates Ltd. yang
selanjutnya dengan Beecham Group plc. dan tergabung dengan Beecham Research
Laboratories. Produk-produk Beecham antara lain, pasta gigi ”macleans”, minuman
berenergi “lucosade”, dan “amoxil” (peneliti berhasil menemukan amoxicillin).
Kemudian di tahun 1989, SmithKlinebergabung dengan Beecham Group plc
6 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.2 Profil
3.2.1 Visi GSK
Visi GSK adalah menghasilkan produk berkualitas tinggi yang memberikan
nilai terbaik bagi pelanggan. Dengan visi tersebut GMS Indonesia berupaya secara
terus menerus meningkatkan kemampuan dan produktifitas melalui inovasi,
pembelajaran, dan investasi pada sumber daya manusia dan teknologi.
3.2.4 Strategi
GSK menetapkan strategi bisnis yang bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan, mengurangi resiko dan memperbaiki kinerja finansial GSK dalam
jangka panjang. Adapun strategi bisnis GSK antara lain;
a. Grow a difersified global business
GSK ingin memantapkan dan terus mengembangkan bisnis nya di bidang
pharmaceutical yang mendukung peningktaan investasi pada produk produk yang
Universitas Indonesia
sedang berkembang seperti vaksin dan consumer health care. Rencana yang akan
dilakukan meliputi:
- Mendorong perkembangan bisnis farmasetik pada pasar pusat
- Memenuhi target penyediaan vaksin
- Memenuhi semua pasar yang potensial
- Mengembangkan bisnis consumer health care
b. Deliver more products of value
Rencana yang akan dilakukan dalam pemenuhan strategi ini antara lain:
- Memfokuskan pada pengembangan sains dan teknologi
- Melakukan diversifikasi melalui eksternalisasi
- Meningkatkan produkivitas divisi Research and Development
c. Simplify the operating model
GSK merupakan organisasi yang besar dan kompleks. GSK melakukan
penyederhanaan model operasional sehingga lebih efektif dan efisien, dengan
mengubah cara kerja, membuang proses dan struktur yang tidak perlu yang dapat
memperlambat kerja dan menjauhkan dari misi GSK.
Program restrukturisasi global merupakan katalisator utama dalam strategi
GSK. GSK yakin cara ini akan mengubah bisnis secara radikal dan memberikan
kemampuan untuk mendukung diversifikasi yang lebih lagi, menumbuhkan bisnis
yang juga diharapkan lebih menguntungkan untuk jangka panjang.Rencana yang akan
dilakukan meliputi:
- Memajukan sistem komersial
- Menyederhanakan proses bisnis di semua lini
- Mempersingkat proses sehingga lebih efektif dan efisien
- Mengurangi biaya kerja
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ProductionProduction
Manager Manager
Batch Admin Liquid vs & Repacking Manager Solid &Topikal Stream Spv
Foreman
Liq & Repack Spv
Operator Packer
Dispensing
Foreman
a. Tablet
1) Granulasi: kadar air granul
2) Kompresi: ketebalan, bobot tablet, uji disolusi, kekerasan dan kerapuhan
3) Blistering: kebocoran blister
b. Sirup
1) Mixing: volume, pH, kejernihan
2) Filling: removal torque (kekencangan tutup untuk dibuka), cap torque
(kemampuan tutup untuk ditutup kembali)
3) Packaging: pencetakan expired date dan nomor bets pada label
c. Krim dan Salep
1) Mixing: pH, homogenitas, kehalusan
2) Filling: bobot isi tube, penampilan, termasuk pencetakan expired date dan
nomor bets.
Proses produksi di PT. Glaxo Wellcome Indonesia dilakukan di ruang kelas D
(grey area) yang terdiri dari solid, liquid, dan topikal. Kegiatan pengemasan primer
seperti blistering, liquid filling, dan tube filling juga dilakukan di ruang kelas D.
Sedangkan proses pengemasan sekunder seperti cartoning dilakukan di ruang kelas F
(black area). Penjelasan masing-masing ruang produksi di PT. Glaxo Wellcome
Indonesia :
1. Ruang Antara (Production Air Lock)
Ruang ini berfungsi sebagai ruang untuk transfer barang dari gudang kepada
Production Supervisor berdasarkan kesesuaian antara barang yang dikirim dengan
permintaan yang tertera pada batch record. Setelah serah terima ini barang
kemudian dibawa ke dispensing room.
2. Ruang Penimbangan (Dispensing Room)
Dispensing Room merupakan ruang untuk menimbang raw material (RM) yang
dilakukan oleh petugas. Ruang ini memiliki sistem Laminar Air Flow (LAF) yang
dilengkapi dengan High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter. Sistem HEPA
filter memiliki dua indikator yaitu airflow gauge yang mengatur keluar masuknya
udara dan fine dust filter yang berfungsi untuk menyaring partikel.
Universitas Indonesia
Tujuan penggunaan LAF dan HEPA filter yaitu untuk memberikan kualitas udara
yang bersih dengan aliran udara yang teratur dan menjamin kualitas bahan yang
ditimbang tetap baik. Di dalam Dispensing Room terdapat tiga buah timbangan
dengan kapasitas yang berbeda. Ketiga timbangan tersebut terhubung dengan satu
display dan printer.
Penimbangan dimulai dari bahan tambahan (non toksik), setelah itu ditimbang zat
aktif. Penimbangan bahan tambahan seperti pewarna dan pewangi dilakukan
terakhir. Penimbangan dilakukan untuk satu bets secara lengkap sehingga
mencegah kontaminasi dan/atau kontaminasi silang. Setelah satu bets selesai,
harus dilakukan line clearance sebelum penimbangan RM berikutnya. Untuk
penimbangan bahan-bahan yang higroskopis ruangan dikondisikan dengan RH
kurang dari 50% dan suhu kurang dari 25⁰C.
3. Ruang Pencampuran (Blending Room)
Blending Room merupakan ruangan yang digunakan untuk proses pencampuran
bahan aktif dengan bahan tambahan. Untuk pemindahan bahan-bahan yang
bersifat higroskopis menggunakan alat khusus yaitu siever (pengayak).
4. In Process Control Room
Ruang IPC merupakan ruangan untuk melakukan pengujian-pengujia khusus
selama proses produksi yang tidak mungkin dilakukan di ruang produksi yang
bersangkutan. IPC dilakukan terhadap tahap-tahap kritis selama proses produksi.
Sediaan solid, liquid , dan topikal memiliki IPC yang berbeda-beda.
a. IPC untuk sediaan solid (tablet), antara lain:
1) LOD (Loss on Drying) untuk menguji kadar air dalam granul.
2) Waktu hancur tablet dengan media deionized water. Waktu yang dicatat
adalah waktu tablet yang pertama dan terakhir hilang dari saringan.
3) Ketebalan tablet.
4) Keseragaman bobot tablet.
5) Kekerasan tablet diuji dengan menggunakan hardness tester yang terintegrasi
dengan sensor pengukur ketebalan tablet sehingga pada saat pengukuran
kekerasan diperoleh pula data ketebalan tablet.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b. Klockner
Blistering aluminium foil (sebagai lid foil) dengan Poly Vinyl Chloride (PVC)
sebagai back foil.
Tahap blistering merupakan rate limiting step dari proses produksi. Adapun
parameter kritis pada proses ini adalah temperatur saat pencetakan dan setelah
pencetakan, kecepatan mesin, dan ketepatan pengaturan foil dengan alat
pemotong.
7. Bottle Washing Room
Merupakan ruangan yang digunakan untuk mencuci botol sediaan liquid.
Pencucian botol dilakukan dengan metode “blow and suck“. Botol ditiup dengan
udara bertekanan dalam kondisi vakum dan langsung dihisap. Mesin pencucian
botol ini dihubungkan dengan conveyor belt langsung ke ruang pengisian. Tekanan
udara pada ruang pengisian dibuat lebih tinggi daripada ruang pencucian botol
untuk mencegah kontaminasi.
8. Liquid Manufacturing Room
Ruangan ini digunakan untuk membuat sediaan liquid, khususnya pada proses
pencampuran dan penyaringan. Tekanan udara di ruang liquid mixing dibuat lebih
tinggi daripada di koridor.
Alat yang digunakan pada proses pembuatan sediaan liquid, antara lain:
a. Mixing Tank
Alat ini dilengkapi dengan dipstick yang terkalibrasi yang berfungsi untuk
mengukur volumee larutan yang terdapat dalam tangki dan mixer yang berfungsi
untuk mengaduk. Alat ini menggunakan sistem double jacket yang dihubungkan
dengan sistem supply steam dan chilled water.
b. Holding Tank
Alat yang digunakan untuk menampung bulk sebelum dilakukan pengisian. Untuk
keperluan final mixing, alat ini dilengkapi dengan paddle mixer. Alat ini tidak
dilengkapi dengan double jacket sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan
proses pencampuran yang disertai pemanasan. Semua bagian alat yang kontak
langsung dengan produk terbuat dari stainless steel.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b. Lifting Device
Alat ini merupakan alat transfer bahan baku ke dalam granulator melalui inlet
sebagai alat bantu transfer dari satu alat kea lat lainnya.
c. Fluid Bed Dryer (FBD)
FBD digunakan untuk mengeringkan granul dengan menggunakan udara panas
yang disemburkan melalui bagian bawah FBD. Granul kemudian akan
beterbangan dalam ruangan FBD dan menjadi kering. Granul yang terbang ke atas
akan ditahan oleh semacam kain penahan yang terbuat dari bahan yang
mengandung isolator untuk mencegah terjadinya aliran listrik yang diakibatkan
dari gesekan granul dan kain. Hal ini merupakan salah satu bagian dari prosedur
keamanan menggunakan alat. Dalam proses granulasi dilakukan IPC kandungan
air granul (moisture content).
d. Quadro Comill
Quadro mill berfungsi untuk mengayak granul yang telah kering. Setelah
pengayakan granul dilakukan IPC terhadap kadar air dalam granul.
Kegiatan proses produksi yang dilakukan di Pulogadung site meliputi proses
pembuatan solid, liquid, semisolid. Secara garis besar alur produksi dapat dilihat pada
Lampiran 2. Sebelum dilakukan produksi, sudah harus dipastikan bahwa ruang dan
peralatan dalam kondisi bersih dengan pemberian label “cleaned”. Selain itu, juga
terdapat SOP Line Clearance, dimana orang yang melakukan dan yang mengecek
harus merupakan orang yang berbeda. Production Supervisor harus memeriksa
kebenaran bahan yang digunakan, berat bahan yang ditimbang, dan kelengkapannya
sebelum proses produksi berjalan.
Berikut ini adalah uraian proses produksi masing-masing bentuk sediaan:
1. Alur proses produksi sediaan solid dapat dilihat pada Lampiran 3.
2. Alur proses produksi sediaan liquid
Dalam proses produksi sediaan liquid terdapat sistem filling line yang dimulai
dari botol yang telah dicuci dari bottle washing room. Pencucian botol dilakukan
dengan metode “blow and suck”. Botol ditiup dengan udara bertekanan dalam kondisi
vakum dan langsung dihisap. Botol yang telah dicuci masuk ke ruang pengisian sirup
Universitas Indonesia
secara langsung (otomatis) melalui conveyor belt. Botol yang telah terisi produk obat
akan ditutup (capping) secara otomatis oleh mesin yang menjadi satu bagian dengan
mesin pengisian sirup. Alur proses produksi sediaan liquid dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Sebelum memasuki tahap pengemasan sekunder, dilakukan IPC terhadap hasil
produk, antara lain:
a. Uji kejernihan yang dilakukan secara visual
b. Keseragaman volume : Bobot tiap produk ditimbang, kemudian hasil penimbangan
dikonversikan ke dalam volume dengan mengetahui berat jenis larutan terlebih
dahulu.
c. Uji kekuatan tutup botol (torque test) : Menggunakan alat khusus dimana diukur
rentang kekuatan menutup botol (capping torque) dan rentang kemampuan
membuka tutup botol (removal torque) sesuai dengan yang dipersyaratkan.
d. Uji penampilan, yaitu uji kerapian penampilan produk.
3. Alur proses produksi sediaan semisolid
a. Sediaan krim
Proses dimulai dengan penimbangan raw material yang dilakukan oleh
petugas, kemudian diserahkan pada petugas produksi untuk dicampur. Sebelum
proses mixing, terlebih dahulu masing-masing bahan dilarutkan ke dalam fase yang
sesuai. Alur proses produksi sediaan krim dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tahap mixing antara dua fase dilakukan pada temperatur tertentu dan
perbedaan temperatur kedua fase harus memenuhi persyaratan karena dapat
menyebabkan campuran “pecah”, dan tidak tercampur homogen. Tahap ini
merupakan tahap yang kritis, sehingga dalam pelaksanaannya operator harus
didampingi oleh Production Supervisor. Bahan-bahan yang dicampur dan diaduk
pada sebuah alat Vacuum Mixing Vessel yang mempunyai impeller, scrapper, dan
emulsifier. Setelah pencampuran selesai, suhu diturunkan sambil terus diaduk.
Kegiatan IPC yang dilakukan adalah pemeriksaan pH.
Setelah campuran homogen, krim dipindahkan ke holding vessel dengan
bantuan vacuum dan siap diisikan ke dalam tube. Sebelum diisi, tube yang akan
Universitas Indonesia
digunakan dibersihkan dari debu terlebih dahulu dengan cara divakum. Setelah krim
selesai diisikan ke dalam tube, ujung tube dilipat dan diberi cap nomor bets dan
tanggal kadaluarsa. Untuk menjadi FG, tube dikemas dalam karton dan diberi brosur.
b. Sediaan salep
Proses pembuatan salep sedikit berbeda dengan krim, hanya saja pada salep
terdiri dari satu basis saja. Proses selanjutnya sama dengan pembuatan krim. Alur
proses produksi sediaan salep dapat dilihat pada Lampiran 6.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
yang jelas untuk setiap produk dan kekuatan sediaan (perbedaan warna, format,
ukuran).
Packaging Development Officer menyiapkan desain bahan kemas baik untuk
bahan kemas baru atau perubahan bahan kemas yang ada. Desain artworkuntuk
perubahan warna dan tulisan dilakukan oleh packaging development sesuai dengan
permintaan marketing dan desain yang sudah diluluskan oleh BPOM pada saat
registrasi obat. Desain akhir dari artwork harus mendapat persetujuan dari seluruh
divisi terkait, yaitu bagian marketing, production manager, dan QA. Untuk
menentukan tempat penulisan ED harus mendapat persetujuan dari QA manager dan
juga harus sesuai dengan peraturan dari BPOM.
c. Minor : Hal-hal yang menyimpang dari aturan GMP tetapi tidak memenuhi kriteria
critical atau major. Memiliki kemungkinan kecil mempengaruhi kualitas atau
kegunaan produk.
Sedangkan berdasarkan jenisnya, komplain dibagi menjadi 3, yaitu
a. Technical complains : Jika komplain berhubungan dengan label, kemasan,
penampilan, jumlah, potensi, dan integritas produk.
b. Medical complains : Jika komplain berhubungan dengan efektifitas obat atau efek
samping obat.
c. Lain-lain : Jika komplain berhubungan kondisi kemasan tidak bagus, konsumen
tidak menyukai warna atau penampilan kemasan.
Jika terjadi komplain dari konsumen maka tindakan yang dilakukan adalah
melakukan pemeriksaan apakah benar-benar terjadi kerusakan pada produk.
Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap kemasan luar dari produk, meliputi karton,
nomor bets, pharmacode, dan segel pengaman, atau dapat juga pemeriksaan terhadap
kandungan zat aktif produk tersebut. Setelah itu pemeriksaan dilakukan terhadap
kemasan fisik seperti kotor, bau, basah, nomor kontrol/kadaluarsa pada blister, karton
harus jelas serta pemeriksaan ke dalam blister dan tablet (tanpa membuka blister)
seperti basah, lembab, berubah warna, mengelupas, dan lain-lain.
QA juga harus memeriksa status retained sample, testing report, data dan
laporan stabilitas, laporan komplain (tren dan frekuensi komplain yang sama atau
sejenis). Jika pada saat dilakukan pemeriksaan sampel produk ditemukan bukti yang
mendukung terjadinya komplain, maka harus dilakukan Corrective Action and
Preventive Action (CAPA). Pemeriksaan kimia hanya dilakukan jika komplain yang
diterima berkaitan dengan kadar zat aktif.
tidak ada jaminan bahwa produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas sebagaimana
yang diinginkan. Kualitas produk harus dibangun sejak awal dan dijamin oleh Quality
Assurance (QA).
Tugas-tugas divisi QC antara lain :
1. Pemeriksaan Raw Material (RM) dan Packaging Material (PM).
RM adalah bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan produk obat
yang meliputi zat aktif dan eksipien. Analisis RM sangat penting dilakukan untuk
menjamin bahwa RM memenuhi spesifikasi yang ditetapkan, sehingga kualitas
produk yang dihasilkan konsisten dan sesuai yang diharapkan. Sebelum digunakan
untuk produksi, setiap RM harus berstatus “released”.
Pemeriksaan RM dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan
Material Receiving Note (MRN) yang dikeluarkan oleh bagian gudang yang
disampaikan kepada bagian QA. Pemeriksaan disesuaikan dengan Certificate of
Analysis (CoA) meliputi nama, kode bahan, nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal
kadaluarsa, hasil pengujian, spesifikasi yang ditetapkan, dan tanda tangan
penanggungjawab QA dan supplier yang bersangkutan. Sampel dambil dari gudang
dan diperiksa oleh analis. Hasil pemeriksaan diberikan kepada QA Manager.
Pemeriksaan sampel dapat dilakukan menurut urutan datangnya barang (First ini
First Out/FIFO) maupun menurut urgensinya.
PM merupakan bahan awal yang penting karena selain digunakan untuk
identitas produk, PM juga dapat mempengaruhi stabilitas dan kualitas produk. PM
digolongkan menjadi dua macam, yaitu bahan pengemas primer dan sekunder. Untuk
meyakinkan bahwa pengemas yang digunakan telah memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan, maka diperlukan pengujian apakah bahan pengemas tersebut dapat
digunakan atau tidak.
Pemeriksaan untuk PM dilakukan secara visual maupun dengan alat bantu
berdasarkan artwork yang telah disetujui oleh Packaging Development yang berada di
bawah QA. Pemeriksaannya meliputi:
a. Brosur dan label, meliputi jumlah, ukuran, warna, gambar, dan kebenaran
redaksional.
Universitas Indonesia
b. Karton pengemas, meliputi jumlah, ukuran, tekstur bahan, warna, gambar, tulisan,
dan pharmacode.
c. Botol, meliputi jumlah, daya absorbansi, ketebalan, kebersihan, dan ukuran.
d. Aluminium foil dan PVC, meliputi jumlah, ukuran, ketebalan, dan uji cetakan.
e. Sendok, meliputi jumlah dan ukuran
f. Tube, meliputi jumlah, dan kebocoran.
RM dan PM yang dipisahkan secara fisik dengan penandaan label status yang
jelas menunggu keputusan diluluskan atau ditolak selama proses pemeriksaan
berlangsung diberi status karantina dengan label berwarna kuning. Setelah dilakukan
pemeriksaan, RM dan PM yang memenuhi kualifikasi dan persyaratan mutu diberi
status approved dengan label berwarna hijau dan selanjutnya dapat digunakan dalam
proses produksi. Sedangkan RM dan PM yang tidak memenuhi spesifikasi dan
persyaratan mutu diberi status rejected dengan label berwarna merah dan selanjutnya
dikembalikan ke supplier atau dimusnahkan.
Universitas Indonesia
b. Tablet: kadar bahan aktif, keseragaman bobot, kekerasan, ketebalan, waktu hancur,
disolusi tablet.
c. Krim: kadar bahan aktif, pH, kehalusan, mikrobiologi
4. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan ini dilakukan terhadap RM, FG (kecuali sediaan tablet), air
demineralisasi, ruangan, dan peralatan. Untuk pemeriksaan RM dan FG biasanya
dilakukan terhadap 4 mikroorganisme, yaitu Staphylococcus aureus, E.coli,
Pseudomonas aeruginosa, dan Salmonella. Sedangkan untuk uji potensi dilakukan
menggunakan Bacillus subtilis. Metode yang digunakan yaitu pour plate dan filtrasi.
Pemeriksaan mikrobiologi air dilakukan sebulan sekali dengan metode filtrasi.
Pemeriksaan mikrobiologi ruangan dilakukan terhadap udara dalam ruangan produksi
dan laboratorium mikrobiologi itu sendiri dengan metode settleagar dan slit to agar.
Sedangkan pemeriksaan mikrobiologi pada permukaan peralatan dalam ruang
produksi dan laboratorium mikrobiologi dilakukan dengan metode swab.
Setiap analisa mikrobiologi harus dilakukan dengan kondisi lingkungan yang
dibuat untuk mencegah kontaminasi ke produk maupun dari produk, yaitu di bawah
Laminar Air Flow (LAF) cabinet, menggunakan masker dan sarung tangan, dan
Universitas Indonesia
setiap material yang kontak langsung dengan material yang diuji harus dalam keadaan
steril.
fasilitas, sebab hasil dari pemantauan sangat tergantung pada bagian dari peralatan
produksi, kondisi area produksi, dan waktu terakhir dilakukan sanitasi.
8. Utilities Monitoring
Utilities monitoring yang dilakukan meliputi pemantauan sarana penunjang
proses pembuatan dan pemeriksaan produk obat, meliputi sarana Heating,
Ventilation, and Air Conditioning (HVAC), compressed air dan demineralised water.
9. Laboratorium
Pelaksanaan kegiatan QC didukung oleh fasilitas ruang dan peralatan yang
memadai. Ruang laboratorium QC dilengkapi dengan air conditioner, ventilasi,
penerangan, dan sistem HVAC yang memadai pula, sehingga suhu dan kelembaban
dapat dikontrol. Laboratorium QC terdiri dari 2 bagian, yaitu:
a. Laboratorium analisa fisika kimia
Bagian analisa fisika kimia bertanggung jawab terhadap analisa fisika kimia
RM dan PM. Peralatan yang terdapat di laboratorium fisika kimia antara lain High
Performance Liquid Chromatography (HPLC), Gas Chromatography (GC),
Spektrofotometer UV, spektrofotometer infra merah, pH meter, potensiometer,
polarimeter, viscometer, conductivity meter, dissolution tester, refraktometer, alat
pengukur titik lebur, drying oven, incubator, lemari pendingin, lemari penyimpanan
reagen-reagen kimia, lemari khusus untuk penyimpanan zat-zat tertentu (mudah
terbakar, korosif, toksik, berbahaya), lemari asam, dan lain sebagainya.
b. Laboratorium mikrobiologi
Bagian mikrobiologi bertanggung jawab terhadap analisi mikrobiologi.
Peralatan yang terdapat di laboratorium mikrobiologi antara lain autoklaf, oven,
incubator, lemari pendingin, LAF, cabinet, dan biohazard cabinet.
Literatur yang digunakan antara lain beberapa compendium yang terdiri dari
compendium metoda analisa, spesifikasi bahan, primary pack, dekivery system,
bahan kemas, dan prosedur analisis. Selain itu, dalam melakukan analisa QC juga
mengacu pada Corporate Product Standard (CPS) yang berisi formula produk, cara
Universitas Indonesia
pembuatan, spesifikasi produk, prosedur analisa, dan jenis bahan pengemas yang
digunakan.
terdiri dari Head of Quality dan tim kualitas lainnya. Audit ini dilakukan secara
teratur tiga bulan sekali (sesuai SOP). Internal audit dilakukan untuk memastikan
bahwa sistem dan proses yang digunakan atau sedang berjalan sesuai dengan
QMS dan persyaratan regulasi pemerintah setempat.
c. GQA audit (Audit level 3) atau Global Quality Assurance audit dilakukan oleh
auditor dari GSK quality corporate (UK). Audit ini dilakukan untuk
mengevaluasi efektivitas sistem, manajemen, dan ketaatan terhadap QMS serta
persyaratan regulasi pemerintah setempat.
d. Eksternal audit (Audit level 4) adalah audit yang dilakukan oleh pemerintah lokal
(BPOM). Audit ini merupakan tanggung jawab Head of Quality, departemen
regulasi, dan semua manajer GMS untuk mempersiapkan persyaratan audit,
mengadakan CAPA, dan tindak lanjut terhadap semua temuan yang ada dalam
batas waktu tertentu.
e. Third party audit (Audit level 5) dilakukan oleh GSK kepada pihak ketiga
termasuk supplier, kontraktor, dan distributor untuk menilai dan memonitor
kualitas dari kesesuaian terhadap standar GSK dan persyaratan GMP. Yang
bertanggung jawab adalah pemastian mutu. Compliance bertugas untuk
merencanakan, melaksanakan dan memastikan semua CAPA dalam rentang
waktu yang telah ditentukan.
2. Deviation report
Merupakan laporan yang berisi tentang kronologi apabila terjadi
penyimpangan atau insiden selama proses produksi berlangsung.
3. Komplain
Departemen Compliance ikut serta dalam penanganan keluhan, baik yang
bersifat critical, major, minor, atau no needed action.
4. Change control
Change control merupakan dokumen tertulis yang berisi perubahan akibat
adanya deviasi dan kerusakan.
5. Gap analysis dan risk register
Universitas Indonesia
3.4.4.3 Validasi
Validasi merupakan tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang
digunakan dalam produksi dan pengawasan senantiasa mencapai hasil yang
diinginkan. Validasi yang dilakukan mengacu pada Validation Master Plan, yang
berisi tujuan dan wawasan validasi, komite validasi, macam dan bentuk validasi,
jadwal validasi, dan dokumen validasi. Objek dan komponen validasi meliputi
konstruksi dan rancangan bangunan, peralatan, sarana penunjang, layanan yang kritis,
prosedur analisis, kalibrasi instrumen, bahan baku dan bahan pengemas, serah terima
proses produksi dan/atau peningkatan skala bets, prosedur pengolahan induk dan
proses pengemasan induk, prosedur pembersihan, serta personalia.
Alasan dilakukannya validasi, antara lain :
a. Sebagai implementasi peraturan pemerintah;
b. Menjamin kualitas obat yang dihasilkan dalam kondisi yang konsisten;
c. Meningkatkan kepercayaan konsumen;
d. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi, menghemat biaya produksi
dengan mengurangi pengluaran biaya yang tidak perlu.
Universitas Indonesia
3.4.5.3 Misi
Berkomitmen untuk menyalurkan isu – isu EHS yang mempengaruhi bisnis,
karyawan, dan bumi, antara lain exposure bahan kimia, keamanan berkendaraan,
ergonomi, keamanan proses, dan semangat kerja tim.
3.4.5.4 Program
Tidak hanya menangani limbah, EHS juga mempunyai beberapa program,
antara lain :
a. Employee health and EHS service
b. EHS risk assessment & management
c. Operational control
Mengendalikan usaha yang dilakukan agar produksi berjalan lancar.
d. Investigation & reporting of EHS adverse event
Melakukan investigasi dan pembuatan laporan jika terjadi kecelakaan atau ada
karyawan yang sakit.
e. New product development & supply
Produk baru yang dihasilkan dapat didaur ulang atau tidak, jika dibawa keluar
berbahaya atau tidak.
f. Facilities, engineering, & process change
Universitas Indonesia
g. Procurement
EHS harus ikut dalam pembelian barang untuk mengetahui barang yang dibeli
berbahaya atau tidak, misal jika membeli lemari pendingin tidak boleh
mengandung CFC (Chloro Fluoro Carbon).
h. Key supplier
Misalnya jika akan membeli botol untuk kemasan produk, EHS harus ikut
memilih supplier karena dikhawatirkan supplier tidak dapat menjaga keselamatan
dan kesehatan lingkungan.
i. Employee health
Makanan dan air minum, ergonomik dan lingkungan kerja, pengawasan
kesehatan, health and safety enhancement, reproductive health, ketidakhadiran
dan rehabilitasi, area merokok, merger finding.
j. Environmental risk
Meminimalisasi limbah dan daur ulang, efisiensi energi, keluhan kemasan produk
dan lingkungan, produk kembalian, manajemen sampah, manajemen air,
manajemen emisi, kualitas biodiversity, tanah dan air tanah, aktivitas berbahaya,
dan manajemen proses berisiko.
Salah satu masalah lingkungan yang ditangani oleh divisi EHS adalah masalah
limbah industri sehingga dilakukan pengelolaan limbah produksi maupun domestik
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Limbah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Limbah bahan beracun dan berbahaya (B3)/hazardous
b. Limbah non B3/non hazardous
Dalam penanganan limbah di PT. Glaxo Wellcome Indonesia, limbah
hazardous terbagi menjadi enam, yaitu:
a. Limbah material produk/rejected medicine (liquid, tablet, topikal, dan bulk), harus
dibuang dan tidak dapat digunakan kembali. Misalnya untuk liquid dialirkan dari
botol, untuk tablet dikeluarkan dari blisternya, untuk topikal dikeluarkan dari
tubenya, sedangkan bulk, misalnya liquid harus diencerkan kemudian diproses
oleh pihak ketiga.
Universitas Indonesia
b. Limbah flammable untuk larutan yang mudah terbakar, diberi label dan
diserahkan ke bagian EHS untuk diproses selanjutnya.
c. Limbah padat dan lain – lain, contohnya bahan pengemas yang sudah terkena
bahan kimia.
d. Limbah vaksin diolah dengan cara vaksin dibuat rusak, misalnya disimpan pada
suhu kamar, kemudian diserahkan ke pihak ketiga pemusnah limbah yang telah
diaudit untuk proses selanjutnya.
e. Limbah QA/solvent dibagi menjadi empat, yaitu limbah halogenated, limbah non
halogenated, limbah asam dan limbah logam berat. Untuk zat – zat yang tidak
berbahaya dan bercampur baik dengan air, seperti zat bekas titrasi dari H2O2
bekas, dibuang lewat saluran pembuangan. Untuk zat – zat yang beracun dan
berbahaya, dikumpulkan dan dimasukkan dalam wadah tertutup rapat, diberi
label, kemudian diserahkan ke bagian EHS untuk diproses selanjutnya.
f. Limbah mikrobiologi diserahkan ke bagian EHS untuk diproses selanjutnya di
pihak ketiga pemusnah limbah yang telah diaudit.
Untuk limbah non B3 dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
a. Limbah yang dapat didaur ulang
1. Limbah bahan pengemas, seperti kertas dan karton, plastik, foil dan blister, botol,
drum logam/fiber
2. Limbah recycled lainnya.
b. Limbah yang tidak dapat didaur ulang
Misalnya resin hasil degenerasi demin water dan juga rejected chemical dari
bagian engineering.
c. Limbah yang dibuang ke Sewage Treatment Plant
d. Limbah konstruksi, dikirimkan ke pihak ketiga untuk didaur ulang.
Universitas Indonesia
pengeluaran. Prinsip utama sistem ini adalah memperbaiki dan memelihara hal – hal
yang kecil sampai mendapatkan inovasi yang hebat untuk mencapai target. Misalnya
untuk menghemat biaya, penghematan energi untuk pencahayaan/lampu di area
kantor dengan mengubah dari saklar sentral ke saklar individual. JDI merupakan
suatu proses perbaikan dimana solusi dari masalah yang dihadapi sudah dapat
diketahui sebelum proyek dilaksanakan. Proyek JDI di PT. Glaxo Wellcome
Indonesia telah diperlombakan di tingkat regional di semua departemen sehingga
mendorong karyawan untuk berprestasi.
c. Keizen blitz
Proyek untuk menyelesaikan masalah yang tidak terlalu kompleks. Masalah
dapat diselesaikan dalam jangka waktu satu minggu. Prinsip ini memaksimalkan
perubahan yang harus dilakukan segera untuk lingkup yang spesifik dengan
menggunakan lembar pemeriksaan/kontrol, teknik yang sederhana, yang tidak
memerlukan terlalu biaya dalam menyelesaikan masalah. Dalam hal ini, semua orang
dari CEO sampai karyawan dapat terlibat dalam perencanaan dan bekerja keras untuk
sukses.
d. Continuous Improvement
Melakukan perbaikan secara terus–menerus yang dilaksanakan pada setiap
proses dengan tujuan peningkatan efisiensi. Prinsip utama sistem ini adalah
meminimalkan terjadinya kesalahan yang akan mempengaruhi kualitas produk atau
jasa yang dihasilkan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ruang produksi adalah 250C. Untuk menjaga kelembaban relatif yang diinginkan,
tidak cukup hanya dengan instalasi LTHW ((Low Temperature Hot Water), tetapi
harus dipasang pula dehumidifier.
Kelembaban relatif di ruang produksi adalah 50%. Udara yang disirkulasi
harus bersih sehingga sebelum masuk ke HVAC disaring dengan pre filter, media
filter dan HEPA filter baru disuplai untuk udara kembalian, udara akan disedot
kembali dan disaring kembali dengan HEPA filter. Efisiensi HEPA yang digunakan
adalah 99,997%. Agar tidak terjadi kontaminasi, dipasang safe change filter.
Sedangkan untuk mengetahui adanya kebocoran / tersumbatnya HEPA filter,
dipasang manometer / PDI (Pressure Difference Indicator). Apabila filter kotor, nilai
PDI tinggi.
f. Low temperature hot water (LTHW)
LTHW adalah sistem untuk pengaturan suhu dan kelembaban, terutama di
ruang produksi yang membutuhkan pengaturan khusus. LTHW di ruang produksi
adalah 55oC.
g. Domestic hot water
Sistem ini sebagai penyedia air panas untuk pemakaian domestik (40oC)
seperti toilet, dapur, kantin, laundry, dan ruang ganti. Selain itu juga untuk keperluan
pabrik seperti untuk mencuci vessel (alat yang membutuhkan air panas untuk
pencuciannya.
h. Demin water plant
Air untuk produksi dalam industri farmasi harus benar-benar murni, sehingga
diperlukan proses demineralisasi. Air murni sebagai bahan baku farmasi untuk
produksi sirup dan juga untuk mencuci botol, peralatan produksi, dll. DWP adalah
instalasi pemurnian air yang dirancang khusus agar kualitas air murni yang dihasilkan
benar-benar bebas mineral, tidak berwarna, tidak beracun, tidak berbau, dan tidak
berasa. Sumber air adalah air tanah. Dilengkapi kontrol panel yang mengoperasikan
demin plant secara otomatis. Apabila air demin yang dihasilkan tidak memenuhi
syarat, alarm menyala dan valve akan menutup sampai kualitas air tercapai kembali.
Universitas Indonesia
Keran air demin dalam ruang produksi baru boleh dibuka apabila lampu yang
bersebelahan dengan keran menyala terlebih dahulu.
Process equipment bertanggung jawab terhadap alat-alat di ruang produksi dan
laboratorium. Divisi ini memiliki program MP2 (Management Professional Program)
untuk mempermudah pelaksanaannya dalam mengatur waktu pelaksanaan kalibrasi
mesin-mesin, pelaksanaan perawatan rutin, serta penanganan spare parts yang
diperlukan. Apabila membutuhkan spare parts, dilihat pada MP2 apakah spare parts
yang dibutuhkan tersedia. Bila tersedia, dibuat material request ke gudang untuk
mengeluarkan spare parts tersebut, lalu teknikal langsung memakai untuk
memperbaiki alat tersebut. Bila tidak tersedia, dibuat PR dan PO yang selanjutnya
diajukan ke divisi pembelian untuk pembelian ke suplier.
Engineering compliance bertanggung jawab untuk memastikan kegiatan di
divisi engineering memenuhi persyaratan kualitas dan EHS. Pedoman yang
digunakan adalah QMS, standar engineering, dan standar EHS. Strukur organiasasi
divisi engineering terdapat pada Lampiran 13.
Universitas Indonesia
51 Universitas Indonesia
4.2 Personalia
Sesuai dalam CPOB mengenai kesehatan personil bahwa setiap calon personil
di industri ini telah melalui tahap pemeriksaan kesehatan fisik dan mental.
Pemantauan kesehatan personil tidak hanya berhenti sampai disana, melainkan secara
berkala dilakukan pemeriksaan kesehatan. Dalam satu minggu terdapat satu hari yang
disediakan untuk konsultasi kesehatan oleh dokter perusahaan. Agar kesehatan tiap
personil dapat terkontrol, setiap personil memiliki catatan kesehatannya masing-
masing. Kesehatan fisik dan mental dari personil akan berdampak pada mutu dan
kemurnian produk akhir.
Jumlah personil pada berbagai posisi ditentukan dengan menganalisis tugas
pada tiap posisi, kemudian menghitung jumlahnya dengan mempertimbangkan man
hours dari tiap aktivitas/ proses. Seringkali besarnya target yang harus dicapai pada
setiap aktivitas menyebabkan para personil bekerja overtime. Hal ini beresiko
menimbulkan kelelahan fisik dan mental personil, yang selanjutnya cenderung dapat
mempengaruhi kualitas obat. Oleh karena itu, penetapan jumlah personil di
perusahaan ini dilakukan dengan secermat mungkin, sehingga setiap personil dapat
bekerja maksimal namun masih dalam batas kemampuannya.
Personil kunci dalam struktur organisasi PT. Glaxo Wellcome Indonesia,
seperti manajer produksi, manajer QA, dan manajer QC, telah memenuhi persyaratan
formal yakni seorang Apoteker. Manajer produksi dan manajer QA merupakan
personil yang tidak saling bertanggung jawab satu sama lain dalam melaksanakan
tugasnya. Namun, keduanya bertanggung jawab bersama dalam mempertahankan
mutu produk yang dihasilkan.
Setiap personil yang berada dalam struktur organisasi di GSK Pulogadung site
telah terkualifikasi untuk dapat melaksanakan semua tugas yang telah terinci untuk
masing-masing posisi. GSK menerapkan individual empowerment yang berarti
berupaya dalam memberdayakan kemampuan seorang personil secara maksimal. Tiap
personil memperoleh pelatihan dasar tentang CPOB sebanyak dua kali setahun.
Pelatihan tersebut mencakup pengenalan CPOB/ GMP, sanitasi dan higiene
karyawan, peraturan dalam CPOB dan K3. Tidak hanya pelatihan tentang CPOB,
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.4 Peralatan
Semua peralatan yang digunakan untuk proses produksi dan laboratorium di
PT. Glaxo Wellcome Indonesia menggunakan stainless steel 316 L dengan
roughness <0.6 Ra untuk tiap produk kontak dengan alat. Desain mesin
memungkinkan untuk dikualifikasi terhadap kinerjanya. Kualifikasi meliputi
kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi performa mesin.
Kualifikasi peralatan dilakukan oleh bagian teknik yang dibantu oleh bagian Quality.
Selain kualifikasi, juga dilakukan kalibrasi pada alat ukur yang digunakan. Kalibrasi
ini dilakukan secara terjadwal untuk menjamin keakuratan alat ukur. Kualifikasi dan
kalibrasi merupakan bagian dari program validasi.
Pemeliharaan dan kalibrasi peralatan dilakukan berdasarkan petunjuk yang
telah ditetapkan dalam SOP (Standard Operating Procedure). Tujuannya untuk
memastikan alat dapat berfungsi dengan baik dan mencegah pencemaran yang dapat
mempengaruhi mutu produk. Alat yang telah dikalibrasi diberi label kalibrasi.
Universitas Indonesia
4.6 Produksi
Setiap aktivitas produksi yang dilakukan di GSK Pulogadung site telah
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut berupa SOP yang dibuat
dengan merujuk pada referensi QMS. QMS merupakan standar kualitas global untuk
seluruh GMS yang ada di seluruh dunia. Dengan memenuhi standar QMS, setiap
produk yang dibuat di GMS telah dipastikan senantiasa memenuhi persyaratan mutu
dan ketentuan CPOB ataupun GMP. Kegiatan produksi yang terkait bahan awal dan
produk jadi meliputi penerimaan, karantina, pengambilan sampel, penyimpanan,
penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi telah dilakukan
Universitas Indonesia
sesuai prosedur, baik SOP, standard work maupun instruksi tertulis, dan selalu
terdokumentasi dalam batch record.
Produk yang dibuat di GSK Pulogadung site meliputi produk solid, semisolid
(krim dan salep) dan liquid. Sebelum memulai kegiatan produksi produk apapun,
selalu dipastikan bahwa ruangan dan peralatan yang akan digunakan telah bersih,
tidak ada satupun material sisa bets produk sebelumnya dan terdapat label “cleaned”.
Pemastian kebersihan dikontrol dengan adanya form instruksi tertulis mengenai
clearing dan cleaning yang harus diisi oleh personil dan dilakukan pemeriksaan ulang
oleh Supervisor. Supervisor produksi bertugas untuk memeriksa setiap aktivitas/
proses produksi telah berjalan dengan benar mulai dari pemeriksaan kebersihan
ruangan dan alat, pemeriksaan kebenaran dan kelengkapan bahan sebelum proses
berjalan, hingga pemeriksaan batch record saat proses produksi telah selesai.
Dalam setiap proses produksi yang dilakukan, mulai dari pengolahan hingga
pengemasan produk, sesuai dengan prosedur yang telah divalidasi. Validasi proses
terlebih dahulu dilakukan sebelum suatu prosedur dilaksanakan sebagai prosedur
rutin. Adanya perubahan berarti pada proses, peralatan dan bahan yang digunakan
dalam produksi selalu disertai dengan validasi ulang. Contoh perubahan yang disertai
validasi ulang adalah perubahan batch size. Validasi tersebut dilakukan minimal pada
tiga bets hasil implementasi dari perubahan.
Pencemaran silang menjadi hal yang sangat diperhatikan dalam kegiatan
produksi di GSK. Berbagai tindakan preventif dilakukan untuk menghindari
terjadinya pencemaran silang, seperti adanya ruang penyangga dan penghisap udara
yang terkontrol oleh sistem, penggunaan pakaian dan alat pelindung diri yang
disesuaikan dengan risiko pencemaran, pelaksanaan prosedur pembersihan (dari
material batch sebelumnya dan kontaminan debu atau organisme) dengan sistem
double check, dan penggunaan label status kebersihan untuk alat dan ruangan. Untuk
dapat memastikan terhindarnya suatu proses dari kontaminasi/ pencemaran silang,
setelah suatu proses selesai lalu dilanjutkan dengan aktivitas clearing, cleaning dan
checking oleh supervisor produksi. Aktivitas tersebut menjamin ruangan/ area dan
Universitas Indonesia
peralatan yang digunakan telah bebas dari bahan awal, material dari bets sebelumnya
ataupun dokumen yang tidak terkait dengan proses yang akan berjalan.
Dalam mengidentifikasi setiap produk yang dihasilkannya, GSK telah
memiliki suatu sistem terkontrol yang menjamin bahwa penggunaan nomor bets
setiap produk berbeda dan tidak akan dipakai secara berulang. Selain nomor bets
sebagai identitas produk, produk-produk GSK juga dilengkapi dengan pharmacode.
Pharmacode merupakan suatu penandaan semacam barcode yang dapat dideteksi
secara selektif oleh suatu sensor.
Kegiatan produksi diawali dengan dispensing bahan baku. Untuk sediaan
berbeda, kegiatan penimbangan dilakukan di ruang yang berbeda dengan tujuan
menghindari kemungkinan adanya kontaminasi silang. Sebelum dimulai proses
penimbangan untuk satu bets suatu produk, setiap bahan baku yang akan ditimbang
dicocokkan terlebih dahulu identitas pada labelnya dengan kode bahan dalam lembar
SO (Shop order), pick list dari warehouse dan MR (Material Requisition) dalam
batch record produk terkait. Alat timbang untuk dispensing sebelumnya telah
diverifikasi tiap kali sebelum dipakai dan dikalibrasi secara berkala. Penimbangan
dilakukan sesuai kapasitas alat timbang yang dipakai.
Penimbangan dimulai dari bahan tambahan dan non toksik, lalu diikuti zat
aktif. Penimbangan bahan tambahan seperti pewarna, perasa dan pewangi dilakukan
terakhir. Bahan-bahan higroskopis ditimbang dengan sistem tertutup dari awal
penimbangan sampai pencampuran. Penimbangan dilakukan untuk satu bets secara
lengkap untuk mencegah kontaminasi. Sistem double check untuk setiap proses selalu
diterapkan sebagai salah satu implementasi pemastian mutu produk. Oleh karena itu,
dalam melakukan proses ini selalu dilakukan oleh dua personil. Hasil penimbangan
selalu dicatat dan didokumentasikan dengan melampirkan hasil printing dalam batch
record. Setelah penimbangan dan perhitungan sisa bahan baku selesai dilakukan,
semua bahan baku untuk tiap bets disimpan dalam ruang WIP (wait in process).
Pada proses pengolahan sediaan, didahului dengan pengecekan kebenaran
identitas antara kode bahan/ identitas yang tercantum dalam MR dengan label
identitas yang terdapat pada wadah pengemasnya. IPC (In Process Control) dilakukan
Universitas Indonesia
pada tahapan kritis dalam proses produksi. IPC dilakukan di area produksi oleh
personil dari divisi produksi. Setiap kegiatan pengolahan dilakukan sesuai dengan
prosedur yang terdapat dalam batch record. Hasil tiap tahapan tercatat secara jelas
dalam batch record dan diperiksa oleh supervisor produksi, termasuk hasil
rekonsiliasi tiap tahap proses. Dengan demikian, penyimpangan yang terjadi dapat
diketahui lebih awal dan dapat segera dilaporkan. Dalam proses pengolahan produk,
terdapat kondisi lingkungan tertentu yang harus dikendalikan yaitu kualitas purified
water, steam, chiller, suhu, kelembaban dan tekanan dalam ruang produksi.
Pengendalian kondisi lingkungan/ ruang produksi tidak sama antar produk,
tergantung jenis produk/ sediaan yang akan dibuat.
Kegiatan pengemasan ada yang dilakukan secara otomatis dengan alat dan
manual. Prosedur dan produk jadi yang dihasilkan saat pengemasan terdokumentasi
dalam batch record. Untuk penerimaan bahan pengemas dari gudang dan pengiriman
produk jadi ke gudang dilaksanakan oleh satu orang personil yang ditunjuk. Dokumen
terkait serah terima tersebut juga akan menjadi bagian dari batch record. Selain
pentingnya pencatatan setiap proses produksi dalam batch record, pelabelan untuk
setiap hal yang akan digunakan dan dihasilkan dalam setiap tahap produksi juga
merupakan aktivitas penting yang harus dikerjakan.
Universitas Indonesia
obat mencakup keluhan terhadap mutu (keadaan fisik, kimia, dan biologi), reaksi
yang merugikan atau masalah efek terapetik (tidak berkhasiat). Semua keluhan dan
laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil
tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Tindakan penarikan kembali
dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan
mengenai reaksi yang merugikan.
Pada PT. Glaxo Wellcome Indonesia, tiap laporan dan keluhan harus
diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam. Penanganan tersebut
dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis dan didokumentasikan. Untuk produk
kembalian perlu dikarantina dalam penyimpanannya dan produk yang tidak dapat
diolah ulang akan dimusnahkan.
4.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian yang esensial dalam mengoperasikan suatu
industri farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB. Sistem dokumentasi yang
dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan,
memantau, dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan
mutu. Untuk memenuhi kebutuhan ini ada berbagai jenis dokumen yang diperlukan,
antara lain spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, Prosedur Tetap
(Protap), metode dan instruksi, laporan dan catatan, yang semuanya harus tersedia
secara tertulis, dapat dibaca dan dipahami dengan mudah dan bebas dari kekeliruan.
Pada PT. Glaxo Wellcome Indonesia memiliki sistem dokumentasi yang
sangat baik. Seluruh kegiatan yang dilakukan masing-masing divisi dan berkas-berkas
baik yang dibutuhkan atau pun yang diterbitkan telah didokumentasi secara teratur.
Sistem penomoran untuk masing-masing dokumen telah dibuat secara teratur.
Penyusunan dokumen dilakukan dengan pengelompokkan jenis dokumen agar
memudahkan dalam penelusuran dokumen yang dibutuhkan jika terjadi masalah.
Berkas dokumentasi disimpan pada suatu ruangan yang disebut ruangan dokumen.
Ruangan dokumen tersebut dikunci dan kuncinya disimpan oleh divisi Complience.
Universitas Indonesia
Setiap peminjaman dokumen yang berada di ruang dokumen dicatat pada sebuah
buku peminjaman yang disediakan oleh divisi Complience.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
1. PT. Glaxo Wellcome Indonesia telah menerapkan CPOB dalam pelaksanaan setiap
aktivitas terkait pembuatan produk obat.
2. Peran Apoteker dalam struktur organisasi PT. Glaxo Wellcome Indonesia tidak
hanya terletak pada tiga personil kunci. Apoteker juga memiliki peran pada divisi
lainnya, yaitu Technical, Compliance, dan Logistik.
5.2 Saran
Penerapan CPOB dalam pembuatan produk obat di PT. Glaxo Wellcome
Indonesia sebaiknya tetap dipertahankan pelaksanaannya dengan baik sehingga dapat
selalu menghasilkan produk yang berkualitas secara konsisten.
62 Universitas Indonesia
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2006). Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2009). Suplemen I Cara Pembuatan Obat
yang Baik. Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
63 Universitas Indonesia
Finance
Granulation
Compression
Coating Blistering
Material
Machine
Man Mixing Secondary Finished
Management Filtering Liquid Filling Packaging Good
Method
Mixing
Topical Filling
Milling
IPC : LOD
IPC : pH dan
Raw Material Dispensing Mixing Filtering
kejernihan
Filling
Fase Minyak
Mixing pada
suhu yang sama Cooling IPC : pH
Fase Air
Holding
Cartoning
Penambahan
bahan lain Mixing Cooling IPC : pH
IPC :
Performance, FillingTube
coding, bobot
Cartoning
Technical
Director
Head of
Quality
Analyst QA Adm.
Head of Quality
Compliance Manager
Compliance Officer
Technical Director
EHS Manager
Technical Director
EO Expert EO Expert
Cimanggis Pulogadung
Technical Director
Logistic Manager
Raw Material
Packaging Material
Finished Goods
Vaccine
Administration
Technical Director
Head of Procurement
Procurement Manager
Technical Director
Engineering Manager
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
2013
ii Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
sebagai target untuk dapat dilakukan perbaikan hingga dapat memenuhi kapasitas
produksi yang telah ditetapkan. Analisis awal yang telah dilakukan oleh tim
produksi menunjukkan perlunya pengurangan waktu yang dibutuhkan saat proses
change over pada liquid filling line hingga packaging liquid line. Seperti yang
diketahui, waktu yang dibutuhkan untuk setiap proses produksi dapat
mempengaruhi jumlah output produk jadi yang dihasilkan. Untuk mendukung hal
ini, salah satu hal yang diperlukan yaitu adanya penyusunan standar bagi operator
selama melakukan change over.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengamatan atau observasi proses aktual
di lapangan mengenai proses change over pada kedua line tersebut. Observasi ini
bertujuan untuk melihat setiap kegiatan yang dilakukan operator saat change over
dan waktu yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan change over. Hasil
observasi ini nantinya akan ditindaklanjuti dengan analisis lanjutan untuk
menghasilkan suatu standard kegiatan change over hingga kegiatan ini dapat
berjalan efektif dan efisien.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami setiap kegiatan yang termasuk dalam
proses change over pada filling liquid line dan packaging liquid line di ruang
produksi GSK Pulogadung site.
2. Menghasilkan SOP untuk pengaturan mesin saat change over.
3. Menghasilkan standard kerja change over untuk tiap personil berikut target
durasi tiap kegiatan.
Universitas Indonesia
3.2 Reduksi Change Over (Department of Health and Human Services, 2013)
Reduksi change over dalam hal ini berkenaan dengan usaha untuk
mengurangi waktu yang diperlukan untuk proses change over. Agar dapat
mengurangi waktu tersebut, sebelumnya harus dipahami secara jelas dan spesifik
mengenai setiap aktivitas dalam change over beserta tujuannya. Terdapat
beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila waktu untuk proses change
over dapat dikurangi, yaitu peningkatan efisiensi, peningkatan kapasitas, biaya
yang lebih rendah, peningkatan fleksibilitas, peningkatan kualitas, dll.
3 Universitas Indonesia
yang tidak dapat dikerjakan saat suatu tahap atau proses masih berlangsung.
Jika dihubungkan dengan change over, aktivitas internal merupakan aktivitas
yang hanya dapat dikerjakan saat change over berlangsung, tidak pada proses
sebelum atau sesudahnya. Dalam change over, identifikasi dan pemisahan
antara aktivitas internal dan eksternal dilakukan dengan tujuan dapat
menemukan sebanyak mungkin aktivitas change over yang masuk dalam
aktivitas eksternal. Dengan begitu, pengurangan waktu change over dapat
tercapai.
3. Pengubahan aktivitas internal menjadi aktivitas eksternal
Langkah selanjutnya, jika memungkinkan, adalah melakukan pengubahan
beberapa aktivitas internal menjadi aktivitas eksternal.
4. Pengurangan waktu dalam pengerjaan aktivitas internal
Apabila terdapat aktivitas internal yang tidak dapat diubah menjadi aktivitas
eksternal, usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan mempersingkat
waktu yang diperlukan dalam pengerjaan aktivitas internal tersebut. Cara yang
dapat digunakan dengan melakukan desain ulang terhadap form, protokol
ataupun persyaratan.
5 Universitas Indonesia
Dibawah ini terdapat tabel 2.1 yang berisi kategori kehilangan/kerugian dari OEE,
Tabel 2.1 Kategori kehilangan/ kerugian OEE
Kategori Metrik Contoh
Down time losses AvailabilityAdanya gangguan atau kerusakan mesin
Waktu menunggu, seperti set up dan
adjustments
Speed losses Performance Produk yang misfeeds dan minor stoppage
Pengurangan kecepatan mesin
Quality losses Quality Scrap dan rework
Start up losses, seperti kestabilan mesin saat
mulai beroperasi cukup lama sehingga produk
awal masih belum memenuhi spesifikasi
6 Universitas Indonesia
7 Universitas Indonesia
8 Universitas Indonesia
9 Universitas Indonesia
10 Universitas Indonesia
11 Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi, mahasiswa berhasil membuat
1. SOP untuk pengaturan mesin (mesin pelabelan) berikut parameter aktual yang
digunakan oleh operator untuk berbagai ukuran produk.
2. Standard kerja aktivitas change over yang dapat dijadikan panduan bagi tiap
personil dalam melakukan rutinitas proses change over berikut target durasi
dari tiap-tiap aktivitasnya.
5.2 Saran
Pengkajian lebih mendalam mengenai hasil observasi sebaiknya dilakukan
untuk mendapatkan hasil terbaik, seperti memaksimalkan pengubahan aktivitas
internal menjadi aktivitas eksternal. Pemantauan yang kontinyu terhadap
implementasi standard kerja ini penting dilakukan untuk mengetahui
efektifitasnya dan langkah perbaikan selanjutnya.
12 Universitas Indonesia
13 Universitas Indonesia
LAMPIRAN
AKTIVITAS OPENING
Mengambil sisa leaflet, carton, spoon untuk diletakkan dalam wadah pembuangan
AKTIVITAS OPENING
TARGET
PERSONIL TUGAS DURASI
(menit)
Menyiapkan dan memeriksa Batch Record 5
Menyiapkan Bulk 5
Preparasi nozzle, sparepart mesin filling (wheel, head caps) dan
OPERATOR 5
vibrating bowl
1
Menyiapkan pack material PP Caps hingga memasuki line dan
10
dimasukkan ke dalam vibrating bowl
Hitung target volume (data BJ) dan mengisi batch record 5
Menyiapkan automatic transferring tank dan memasang selang-
10
OPERATOR selang transfer
2 Pemasangan nozzle dan sparepart mesin lainnya 10
Setting mesin dan uji coba awal 10
TOTAL WAKTU 30
Mempersiapkan pack material hingga menarik pack material memasuki line untuk
ditempatkan di masing-masing area (contoh: spoon, leaflet, karton, label botol, label 5
outerbox)
OPERATOR
3 Membuat outerbox 20
Menempel label pada outerbox 10
Tara timbangan dan Mengisi Batch Record terkait 5
Mempersiapkan pack material hingga menarik pack material memasuki line untuk
ditempatkan di masing-masing area (contoh: spoon, leaflet, karton, label botol, label 5
OPERATOR outerbox)
4
Membuat outerbox 20
Memotong label outerbox 10
Menuliskan informasi produk di papan informasi 3
Setting mesin inkjet printer untuk label outerbox 8
OPERATOR Approval ke line leader dan Foremaan/Supervisor 3
5 Melakukan printing pada label outerbox 10
Setting mesin inkjet printer untuk printing penandaan pada karton 8
Approval ke line leader dan Foremaan/Supervisor 3
Menulis label untuk palet Finishing Good 5
OPERATOR
Membuat outerbox 20
6
Menempel label pada outerbox 10
Menyiapkan semua Batch Record yang akan digunakan di Line Packaging, lembar OEE
5
OPERATOR dan man hours
7 Review Batch Record yang akan digunakan di Line 20
Menempel label pada outerbox 10
TOTAL WAKTU 35
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
ii Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui kapan RCA digunakan oleh PT. Glaxo Wellcome
Indonesia sebagai metode pencarian penyebab dan solusi dari masalah yang
muncul.
2. Mahasiswa mengetahui proses dan tahapan RCA yang dilakukan oleh PT.
Glaxo Wellcome Indonesia.
2 Universitas Indonesia
3 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
- Appreciation
Menentukan semua akibat yang mungkin terjadi dari fakta yang ada dengan
menggunakan daftar pemaparan fakta-fakta dan pertanyaan seperti “so
what?”.
- 5 Whys
Penggunaan kalimat tanya “kenapa?” terhadap suatu situasi hingga
didapatkan akar masalahnya.
- Drill Down
Memecah masalah hingga mendetail untuk memahami keseluruhan masalah
dengan lebih baik.
- Cause and Effect Diagrams
Membuat chart dari semua kemungkinan faktor penyebab untuk dapat
melihat dimana asal mula masalah timbul.
4. Identifikasi akar masalah
Dalam tahap ini, dilakukan identifikasi sebab munculnya keberadaan faktor
penyebab masalah dan alasan utama hingga masalah terjadi. Penggalian lebih
dalam untuk mengidentifikasi akar masalah pada tahap ini dapat dilakukan
dengan bantuan tools yang sama seperti pada tahap sebelumnya.
5. Rekomendasi dan Implementasi Solusi
Tahap terakhir dari proses ini menghasilkan suatu kesimpulan berupa
- Tindakan pencegahan agar masalah yang sama tidak terulang lagi di lain
waktu dan lain area.
- Tindakan solutif yang akan diimplementasikan
- Penentuan PIC (person in charge) untuk implementasi, observasi dan
monitoring dari tindakan solutif yang dihasilkan.
- Hasil identifikasi risiko dari implementasi tindakan solutif yang dilakukan.
Di tahap akhir ini, dilakukan analisis sebab-akibat dari suatu proses, lalu
mengidentifikasi berbagai perubahan yang dibutuhkan untuk berbagai sistem
berdasarkan analisis tersebut. Dalam hal ini, impact analysis merupakan alat
bantu yang digunakan. Dengan impact analysis, setiap kemungkinan akibat
(positif dan negative) yang timbul dari adanya perubahan dapat dieksplorasi di
berbagai bagian dari suatu sistem atau organisasi. Strategi lain yang dapat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
6 Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Nurul Hasanah, FF, 2013
BAB 4
PEMBAHASAN
Root Cause Analysis (RCA) adalah salah satu metode yang digunakan
GSK untuk mencari dan menemukan penyebab dari suatu masalah, deviasi atau
komplain. PT. Glaxo Wellcome Indonesia, pada khususnya, tidak menggunakan
metode RCA untuk semua masalah yang terjadi. Terdapat ketentuan mengenai
jenis investigasi root cause yang dibutuhkan dalam penyelesaian suatu masalah.
Penentuan jenis investigasi root cause dilakukan oleh QA manager dalam laporan
deviasi dari penyimpangan yang terjadi.
Di GSK laporan deviasi dibuat jika terjadi suatu kejadian/ situasi yang
menyimpang dari suatu proses, prosedur atau spesifikasi yang seharusnya.
Kejadian tersebut merupakan penyimpangan yang dapat mempengaruhi kualitas.
Laporan deviasi dibuat oleh personil yang terdapat pada area terjadinya deviasi.
Misalnya, terjadi deviasi pada proses penimbangan bahan baku, berarti deviasi
terjadi di area produksi sehingga personil produksi (Production Supervisor,
Production Value Stream ataupun Production Manager) merupakan orang yang
bertanggung jawab dalam membuat laporan deviasi tersebut. Selanjutnya dalam
laporan deviasi tersebut, terdapat tahapan dimana QA manager menentukan jenis
investigasi yang dibutuhkan dari kejadian tersebut. Jika dibutuhkan RCA secara
detail, maka departemen pelapor bertanggung jawab untuk melakukan RCA,
mendokumentasikan setiap tahapan dan hasilnya, mengimplementasikan dan
memonitor hasil RCA di lapangan.
Dalam pelaksanaan RCA, departemen pelapor bertanggung jawab untuk
membentuk tim investigasi. Tim ini terdiri dari perwakilan beberapa departemen
yang terkait dengan kejadian/ masalah ini. Tim yang dibentuk merupakan para
personil yang paham dengan masalah, teknik dari identifikasi masalah dan RCA.
Dalam tim yang dibentuk terdapat pemimpin yang bertanggung jawab
memfasilitasi, memimpin dan memastikan berjalannya investigasi RCA sesuai
dengan prosedur hingga menghasilkan solusi. Pada awal investigasi, dijelaskan
mengenai deskripsi deviasi, complain atau kejadian menyimpang lainnya yang
terjadi. Misalnya, terdapat kesalahan penimbangan pada bahan baku suatu produk,
7 Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Nurul Hasanah, FF, 2013
8
dijelaskan didalam deskripsi mengenai tanggal kejadian, nama bahan baku, nama
produk terkait, nomor batch dan jumlah yang seharusnya ditimbang. Pada tahap
ini dapat digunakan tool 5W + 1H.
Selanjutnya, tim mengumpulkan berbagai data pendukung yang dapat
dijadikan referensi maupun pembanding. Dalam tahap ini juga dijelaskan
mengenai proses/ prosedur/ spesifikasi yang seharusnya (sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan) dan proses/ prosedur/ spesifikasi aktual yang
menjadikannya deviasi. Biasanya, pengumpulan data dilakukan sebelum
investigasi dimulai. Sehingga saat investigasi dimulai, tim dapat langsung
melakukan gap analysis. Di GSK, terdapat tools yang dapat digunakan untuk
memudahkan tim dalam pengumpulan data, diantaranya :
1. Urutan kejadian
2. Aliran proses
3. Gemba
4. Foto
5. Diagram
6. 5W + 1H, dll.
Setelah semua data pendukung terkumpul dan dijabarkan menggunakan
tools terpilih, dilakukan analisa gap. Analisa gap yang dimaksud adalah
mengidentifikasi potensi adanya ketidaksesuaian antara apa yang seharusnya
terjadi (sesuai prosedur) dengan yang telah terjadi. Sama dengan langkah-langkah
sebelumnya, juga terdapat tools yang dapat digunakan untuk membantu
identifikasi gap, yaitu is/is not. Apabila gap telah ditemukan, selanjutnya tim
mengidentifikasi dan mendaftar semua kemungkinan-kemungkinan penyebab dari
isu, deviasi dan komplain yang terjadi. Ketika mengidentifikasi, seluruh anggota
tim berpartisipasi untuk menganalisa segala kemungkinan yang menjadi
penyebab. Kemungkinan-kemungkinan penyebab yang disebutkan disini tentunya
didukung oleh data dan informasi yang telah dianalisa sebelumnya.
Setiap kemungkinan penyebab isu yang telah didata selanjutnya diurutkan
dari yang paling mungkin menjadi penyebab isu. Tools yang seringkali digunakan
dalam pengurutan tersebut adalah fishbone. Selanjutnya tim harus dapat
mengidentifikasi kemungkinan terbesar dari setiap penyebab isu hingga
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Nurul Hasanah, FF, 2013
9
didapatkan root cause ataupun most probable root cause. Tools yang digunakan
dalam hal ini adalah 5 whys.
Apabila telah melalui tahapan penentuan root cause, maka tim akan
membuat CAPA (corrective action and preventive action). Namun, tidak semua
isu/ deviasi membutuhkan tindakan korektif. Terdapat ketentuan dimana suatu isu/
deviasi hanya membutuhkan tindakan pencegahan kejadian berulang dan proses
observasi pada aktivitas normal selanjutnya. Dengan mengimplementasikan
CAPA yang dihasilkan dari proses RCA sebelumnya, diharapkan isu/ deviasi
yang sama tidak terjadi kembali di lain waktu maupun lain area. Terakhir, CAPA
yang dihasilkan disini, dideskripsikan dengan jelas dalam laporan RCA dan
laporan deviasi berikut personil yang bertanggung jawab dalam
pengimplementasiannya. Hambatan yang mungkin dapat terjadi ketika melakukan
investigasi dengan RCA adalah terlalu cepatnya mengambil keputusan dalam
menentukan root cause dan terganggunya fokus dari tim. Oleh karena itu penting
sekali fasilitator dalam tim yang dipilih adalah orang yang memiliki pengalaman
dan keahlian dalam menggunakan metode RCA.
Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Nurul Hasanah, FF, 2013
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Investigasi RCA oleh suatu tim dibutuhkan ketika QA manager menentukan
deviasi yang terjadi tergolong ke dalam deviasi yang membutuhkan detail
RCA.
2. Penerapan RCA di GSK terdiri dari penetapan masalah/deviasi/komplain,
pengumpulan berbagai data pendukung, pengidentifikasian gap yang terjadi
dan berbagai kemungkinan penyebab masalah yang muncul,
pengidentifikasian akar masalah, terakhir penentuan CAPA.
5.2 Saran
Penerapan RCA di GSK pada umumnya, PT. Glaxo Wellcome Indonesia
pada khusunya, telah dilakukan dengan baik dan sesuai dengan ketentuan. Tim
yang dibentuk terdiri dari orang-orang yang ahli dan memiliki pengetahuan
mengenai setiap deviasi yang terjadi. Kejelasan dalam menentukan fokus masalah
dan kehati-hatian dalam menentukan root cause oleh tim, mungkin dapat menjadi
kunci keberhasilan pencarian solusi dari tiap masalah dengan metode RCA ini.
10 Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Nurul Hasanah, FF, 2013
DAFTAR ACUAN
Gyger, Marlise. 2012. CAPA (Corrective Actions and Preventive Actions). Swiss,
ETH. Diakses tanggal 20 Maret 2013.
http://www.postgraduate.pharma.ethz.ch/services/quality/docgyger.
Mind tools Ltd. 2013. Root Cause Analysis: Tracing a Problem to Its Origin.
Diakses tanggal 20 Maret 2013.
http://www.mindtools.com/pages/article/newTMC_80.htm
11 Universitas Indonesia
Laporan praktek...., Nurul Hasanah, FF, 2013