Disamping itu, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 25 Tahun
2020 telah secara tegas melarang mudik selama Idul Fitri 2020. Namun kebijakan ini dianggap
membingungkan terutama karena beberapa hari setelah kebijakan diajukan, pemerintah
membuat peraturan lain yang menetapkan bahwa orang diperbolehkan mudik jika memperoleh
izin dari Departemen Perhubungan, Polisi Resor (Polres), atau Gugus Tugas COVID-19. Pada
tanggal 7 Mei 2020, Menteri Perhubungan juga mengeluarkan izin bagi semua transportasi
komersial untuk kembali beroperasi. Kebijakan ini merupakan bagian dari rencana pemerintah
untuk melonggarkan kebijakan PSBB yang sudah berjalan di beberapa daerah. Tujuan utamanya
adalah untuk menjalankan kembali roda perekonomian.
Menyikapi hal tersebut, sangat sedikit studi yang mampu menggambarkan secara empiris
dampak dari berbagai kebijakan pemerintah tersebut terhadap perilaku masyarakat dan
pengaruhnya pada transmisi virus COVID-19. Akibatnya, banyak perdebatan di linimasa terkait
perlu atau tidaknya pelonggaran PSBB yang tidak didasari oleh pondasi keilmuan yang kuat.
Pemodelan statistik bisa membantu menjelaskan tren respon masyarakat terhadap kebijakan
pemerintah serta memprediksi pertumbuhan kasus positif COVID-19 dengan skenario tertentu.
Meskipun hasil pemodelan statistik sangat bergantung pada ketersediaan data dan aspek
confounding, metode statistik masih sangat relevan digunakan untuk menjawab berbagai
pertanyaan masyarakat dengan berbasiskan data dan analisis empiris. Policy brief ini juga
diharapkan bisa menjadi acuan bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan strategi terbaik
dalam menangani pandemi COVID-19.
1 media.askar@indef.or.id
2 m.permana@lse.ac.uk
3 isnawatihidayah@gmail.com
4 kanindya@student.unimelb.edu.au
5 muhzulfikar@uii.ac.id
6 hanif.fajri28@gmail.com
b. Apa yang terjadi terhadap transmisi penyebaran COVID-19 jika PSBB lebih diperketat, atau
dilonggarkan?
a. Beberapa intervensi pemerintah cukup efektif memaksa masyarakat agar tetap berada di
rumah. Intervensi tersebut antara lain: (1) penetapan status bencana nasional 14 Maret 2020,
(2) larangan mudik 21 April 2020, dan (3) kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
yang diterapkan di beberapa provinsi. Namun, kebijakan Pelonggaran Transportasi pada
tanggal 7 Mei menghasilkan efek sebaliknya. Pergerakan masyarakat diluar rumah kembali
mengalami peningkatan setelah ditetapkannya kebijakan tersebut. Kebijakan ini dinilai
kontraproduktif terhadap kebijakan sebelumnya yang sudah efektif membatasai pergerakan
masyarakat. Pelonggaran transportasi turut berdampak signifikan pada pertumbuhan angka
kasus COVID-19.
b. Efektivitas PSBB terhadap pembatasan pergerakan masyarakat sangat berbeda antara satu
provinsi dengan provinsi lainnya. Hal ini turut mempengaruhi tren penyebaran virus di wilayah
tersebut.
c. Berbagai aspek seperti proporsi pekerja di sektor informal, akses terhadap sanitasi layak, serta
provinsi di pulau Jawa/non-Jawa, turut mempengaruhi pola pergerakan masyarakat.
Sementara faktor lainnya seperti angka kemiskinan, tingkat pendidikan dan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi-Ma’ruf tidak mempengaruhi pola pergerakan
masyarakat.
d. Anggapan bahwa PSBB tidak mengurangi jumlah kasus COVID-19 adalah tidak benar.
Dengan skenario PSBB lebih diperketat, akan terjadi penurunan angka kasus positif
COVID-19 dan berbagai Provinsi di Indonesia akan memiliki jumlah kasus kematian secara
signifikan dalam kurun waktu satu bulan kedepan. Sedangkan sebaliknya, pelonggaran PSBB
akan menyebabkan peningkatan jumlah kematian hingga 61 persen dalam 1 bulan ke
depan.
Berdasarkan temuan tersebut, kami melihat bahwa tanpa adanya intervensi lanjutan, dapat terjadi
lonjakan jumlah kematian yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi pada
gelombang saat ini, sehingga justru bisa semakin memperpanjang masa pandemi dengan
dampak negatif yang lebih besar.
Gambar 3. menunjukkan pergerakan masyarakat selama pandemi COVID-19. DKI Jakarta sebagai
episentrum COVID-19 memang mengalami penurunan pergerakan penduduk yang sangat
signifikan semenjak status bencana nasional diterapkan. Namun demikian, dibandingkan di DKI
Jakarta, tren pergerakan masyarakat masih cukup tinggi di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah
dimana masyarakat masih banyak yang membuka toko dan orang masih bepergian ke luar rumah.
Di Jawa Tengah misalnya angka pergerakan masyarakat ke toko masih sama seperti biasanya
hingga awal April 2020. Sementara di Jawa Timur, yang saat ini memiliki angka kasus COVID-19
tertinggi kedua setelah DKI Jakarta, tidak mengalami penurunan yang signifikan dalam hal jumlah
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
DKI Jakarta Jawa Barat
1 1
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan
1 1
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
Rata-rata Aceh
nasional
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Barat
Sulawesi Selatan
DKI Jakarta
DKI Jakarta
Jawa Barat
Sulawesi Selatan
Jawa Timur
Jawa Tengah
Aceh
I. Pengumuman kasus pertama COVID19 tanggal 2 Maret 2020 tidak efektif membatasi
pergerakan masyarakat. Justru sebaliknya, setelah pengumuman tersebut terjadi
peningkatan signifikan pergerakan masyarakat terutama di tempat perbelanjaan. Hal ini
menggambarkan panic effect sebagai reaksi terhadap munculnya virus.
II. Penetapan COVID19 sebagai bencana nasional tanggal 14 Maret 2020 merupakan
kebijakan yang paling efektif dalam membatasi pergerakan masyarakat. Hal ini
didukung pula dengan berbagai intervensi susulan lainnya seperti penetapan belajar dan
bekerja dari rumah dan pembatasan kegiatan keagamaan.
III. Penetapan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat tanggal 31 Maret tidak efektif
dalam membatasi pergerakan masyarakat. Ada dua alasan yang dapat menjelaskan
ketidakefektifan ini. Pertama, terdapat masyarakat sudah jenuh setelah dua minggu
berada dalam kondisi new normal berdiam di rumah. Kedua, komunikasi publik yang tidak
jelas membuat masyarakat bingung merespons kebijakan ini. Meskipun peraturan
pemerintah tentang PSBB telah terbit di tanggal yang sama, teknis kebijakan tersebut
masih dipertanyakan oleh masyarakat. Sebagai contoh, menurut Kementerian Kesehatan
(Kemenkes), PSBB tak sepenuhnya membatasi seluruh kegiatan masyarakat. Sekjen
Kemenkes Oscar Primadi mengatakan bahwa "masyarakat masih dapat melaksanakan
kegiatan sehari-hari, namun kegiatan tertentu dibatasi." Perbedaan penjelasan antara
institusi pemerintah dan juga anjuran Pemerintah Pusat yang hanya mendorong
pengurangan aktivitas di luar rumah tanpa instruksi yang tegas dapat menjadi alasan
mengapa intervensi pemerintah tidak memberikan efek yang signifikan.
IV. Larangan mudik yang disampaikan secara resmi 21 April (dan mulai diberlakukan tanggal
24 April) cukup efektif dalam membatasi pergerakan masyarakat, terutama dalam
menurunkan pergerakan masyarakat di sarana transportasi publik (stasiun, terminal, dll).
Larangan yang disampaikan cukup jelas dibandingkan dengan anjuran sebelumnya yang
membingungkan (contoh: Jubir presiden mengatakan boleh mudik, kemudian diralat
oleh Mensesneg).
Tabel 2 dan Tabel 3 merangkum temuan policy brief ini. Di dalam kedua tabel tersebut ditampilkan
besaran koefisien beta untuk setiap intervensi yang menunjukan derajat efektivitas kebijakan
terhadap pergerakan masyarakat. Sebagai contoh, penetapan status bencana nasional secara
umum meningkatkan kecenderungan masyarakat untuk tetap diam di rumah sebesar 13,2 poin
jika diukur oleh indeks mobilitas residensial google, sementara kebijakan PSBB dapat
meningkatkan indeks mobilitas residensial sebesar 4,36 poin. Sebaliknya, kebijakan pelonggaran
transportasi menurunkan kecenderungan masyarakat untuk tetap diam di di rumah sebesar 0,74
poin.
Secara spesifik, dengan metode difference-in-difference (DID) policy brief ini membandingkan
pergerakan masyarakat sebelum dan sesudah diterapkannya PSBB di provinsi Jakarta sebagai
treatment group dengan provinsi lain sebagai control group. Dengan metode DID tersebut, dapat
diuji efek kausalitasnya: apakah benar PSBB berkontribusi mengendalikan pergerakan masyarakat.
Seperti diketahui, Provinsi Jakarta adalah yang pertama menerapkan PSBB (tanggal 10 April) lalu
kemudian dilanjutkan oleh provinsi lainnya (Jawa Barat 15 April, Banten 18 April, dan seterusnya).
Policy brief ini menemukan perbedaan signifikan pergerakan masyarakat di provinsi Jakarta
dibandingkan provinsi lainnya sebelum dan setelah diterapkannya PSBB. Hasil perhitungan
tersebut dijelaskan di tabel 4.
Sektor Informal dan akses terhadap sanitasi layak mempengaruhi pergerakan masyarakat
Terdapat perbedaan antara satu provinsi dengan provinsi lainnya berkaitan dengan penurunan
pergerakan masyarakat dan kecenderungan untuk berdiam di rumah selama masa pandemi ini.
Hal ini juga menunjukkan bahwa respons setiap provinsi terhadap intervensi pemerintah pusat
maupun kebijakan PSBB dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Policy brief ini menguji faktor apa saja yang membedakan perubahan pola pergerakan tersebut.
Pertama, besarnya sektor informal. Provinsi yang memiliki proporsi pekerja di sektor informal
yang tinggi cenderung lebih sulit membatasi pergerakan masyarakat dan memaksa mereka untuk
berdiam di rumah. Hal ini bisa menjelaskan rentannya para pekerja sektor informal yang
mengandalkan upah atau pemasukan harian yang bersifat tidak tetap terhadap kebijakan PSBB.
Kedua, akses masyarakat terhadap sanitasi yang layak. Provinsi yang penduduknya memiliki akses
lebih besar terhadap layanan sanitasi layak dan berkelanjutan cenderung lebih mudah dalam
membatasi pergerakan masyarakat dan memaksa mereka berdiam di rumah. Hal ini menunjukkan
bahwa kualitas tempat hidup yang layak perlu dijadikan pertimbangan dalam menerapkan
kebijakan PSBB. Tidak semua masyarakat dapat dipaksa untuk diam di rumah saat akses terhadap
sanitasi masih terbatas.
Sementara itu, policy brief ini menemukan bahwa faktor lain seperti angka kemiskinan dan
tingkat pendidikan di setiap provinsi tidak mempengaruhi perubahan pola pergerakan
masyarakat. Begitu pula dengan hasil Pemilu tahun 2019. Tidak ada perbedaan signifikan
berkaitan dengan perubahan pergerakan masyarakat di Provinsi yang dimenangkan oleh Jokowi-
Ma’ruf dibandingkan provinsi lainnya. Tabel 5 pada bagian lampiran merangkum hasil
perhitungan untuk kelima faktor tersebut.
Gambar 6. Hubungan antara besarnya sektor informal (kiri) dan akses kepada sanitasi layak (kanan)
dengan kecenderungan masyarakat diam di rumah selama masa pandemi
Kami menganalisis tiga skenario: (a) PSBB diperlonggar dimana level pergerakan orang semakin
dibatasi, (b) PSBB parsial dan (c) PSBB lebih diperketat. Skenario (a), (b) dan (c) dikalkulasi dengan
menghitung confidence interval lewat metode persentil yaitu masing-masing persentil 5, 50 dan
95 berdasarkan skala mobilitas penduduk. Adapun variabel yang digunakan adalah mobilitas
masyarakat di pemukiman. Sebagai contoh, PSBB diperlonggar adalah pergerakan orang di
pemukiman pada persentil 5 atau kembali pada situasi sebelum PSBB diberlakukan. Dengan
menggunakan pendekatan simulasi skenario kita bisa memprediksi jumlah kasus termasuk angka
kematian berdasarkan level PSBB di berbagai Provinsi di Indonesia selama 30 hari kedepan.
Gambar 6, 7, dan 8 menunjukkan secara visual skenario penyebaran kasus. Berdasarkan data
mobilitas masyarakat terlihat jelas bahwa berbagai pilihan kebijakan yang terkait dengan control
terhadap mobilitas masyarakat sangat berpengaruh pada pertumbuhan atau penurunan kasus
COVID-19. Gambar 6. menunjukkan skenario jumlah kasus apabila PSBB lebih diperketat
dibandingkan kondisi saat ini. Dengan skenario ini, kami memprediksi angka kasus COVID-19 di
Indonesia antara 0 hingga 1735.
Dengan skenario PSBB parsial, diprediksi akan ada penambahan kasus antara 3670 hingga 6323
kasus selama 1 bulan kedepan. Skenario terburuk terjadi jika PSBB diperlonggar dimana diprediksi
akan terdapat penambahan kasus antara 8224 hingga 12633. Angka kasus terbesar terjadi di
wilayah yang saat ini menjadi pandemi COVID-19 diantaranya DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Sebagai catatan, model ini sudah memitigasi angka
pergerakan orang antar provinsi setidaknya hingga 16 Mei 2020 atau beberapa hari setelah
pelonggaran transportasi publik dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia.
Dengan melihat jumlah kasus dan dengan asumsi angka case fatality rate Indonesia sebesar 6.94
persen maka dapat diprediksi angka kematian berdasarkan skala pergerakan masyarakat. Dengan
skenario pengetatan PSBB, sebagian besar Provinsi di Indonesia akan mengalami
penurunan jumlah kasus kematian yang sangat signifikan. Parsial PSBB akan menyebabkan
setidaknya 346 orang meninggal. Sedangkan pelonggaran PSBB akan menyebabkan
peningkatan jumlah kematian sebesar 724 orang dalam waktu 1 bulan atau mengalami
peningkatan sekitar 61 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa jika pemerintah dapat menekan skala pergerakan masyarakat dalam
waktu satu bulan ke depan, maka jumlah kasus COVID-19 akan mengalami penurunan yang
signifikan. Namun, jika pemerintah bersikap tergesa-gesa untuk melonggarkan aturan PSBB demi
mengembalikan kegiatan ekonomi seperti semula pada bulan Juli, hal ini dapat mengakibatkan
Gambar 7. Jumlah kasus dengan skenario 1: PSBB lebih diperketat (1 bulan ke depan)
4. Kesimpulan
Dengan menggunakan analisis empiris berdasarkan data di seluruh provinsi di Indonesia, policy
brief ini mengestimasi dampak kebijakan yang diambil oleh pemerintah baik pusat maupun
daerah terhadap pergerakan masyarakat. Policy brief ini menunjukkan bahwa beberapa pilihan
intervensi kebijakan yang diambil oleh pemerintah berdampak pada pergerakan masyarakat.
Kebijakan yang efektif di antaranya adalah (1) penetapan status bencana nasional 14 Maret 2020,
(2) larangan mudik 21 April 2020, dan (3) kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang
diterapkan di beberapa provinsi.
Policy brief ini juga menunjukkan bahwa efektivitas PSBB terhadap pembatasan pergerakan
masyarakat sangat berbeda antara satu provinsi dengan provinsi lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa aspek seperti besarnya pekerja di sektor informal, akses masyarakat kepada sanitasi
layak, dan provinsi di pulau Jawa. Sementara faktor-faktor lain seperti angka kemiskinan dan
tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pola pergerakan masyarakat. Sama juga dengan hasil
Pemilu tahun 2019, dimana tidak ada perbedaan signifikan di Provinsi yang dimenangkan oleh
Jokowi-Ma’ruf dibandingkan provinsi lainnya. Policy brief ini juga menunjukkan bahwa angka
Dengan menggunakan metode simulasi skenario selama 1 bulan kedepan, policy brief ini
menunjukkan bahwa, jika pergerakan masyarakat tetap dibatasi, akan terus terjadi penurunan
angka kasus dan angka kematian akibat COVID-19. Namun demikian, pelonggaran PSBB akan
memperpanjang masa pandemi kasus dengan semakin banyak angka kematian atau meningkat
hingga 61 persen dari angka kematian saat ini.
Policy brief ini menjadi satu diantara sedikit studi yang mampu menunjukkan secara empiris pola
hubungan antara kebijakan pemerintah, mobilitas masyarakat dan transmisi virus. Penggunaan
data mobilitas masyarakat sebagai proxy untuk mendeteksi aktivitas masyarakat tidak menangkap
inisiatif dari masyarakat seperti isolasi mandiri dan hanya menangkap sebagian dampak dari
kebijakan seperti liburan sekolah dan pelarangan aktivitas pengumpulan massa.
Adapun penghitungan dampak dari kebijakan pemerintah yang lain yang bersifat spesifik belum
diketahui dan akan sangat bergantung dari efektifitas kebijakan tersebut serta perilaku
masyarakat dalam merespon kebijakan tersebut. Disisi lain, ketersediaan alat tes COVID-19 yang
belum merata serta efektifitas contact tracing yang dilakukan turut mempengaruhi angka
penyebaran kasus ke depan yang tidak bisa ditangkap oleh model. Model yang digunakan saat
ini bersifat konservatif dan angka pertumbuhan kasus yang lebih besar dapat saja terjadi
dipengaruhi oleh faktor-faktor transmisi lainnya seperti kasus impor dari luar negeri, atau
kemungkinan pasien yang telah negatif COVID-19 terjangkit kembali. Studi ke depannya akan
berupaya memasukkan faktor-faktor tersebut jika data telah tersedia.
Policy brief ini menyiratkan pesan penting kepada pemerintah bahwa pilihan kebijakan terkait
pembatasan pergerakan masyarakat akan berpengaruh pada skala pergerakan masyarakat dan
transmisi virus. Sebagai catatan, rencana kebijakan pelonggaran PSBB namun disertai dengan
protokol pencegahan secara ketat menjadi salah satu rencana pemerintah ke depan. Skema ini
memang belum bisa diuji oleh pemodelan statistik dalam policy brief ini. Namun demikian, studi
ini memberikan bukti empiris bahwa jika pembatasan pergerakan orang terus dioptimalkan,
selama 1 bulan kedepan angka penyebaran kasus bisa ditekan hingga titik terendah, sehingga
kemudian masyarakat bisa beraktivitas normal kembali seperti biasanya.
5. Data
Data sebaran jumlah kasus per provinsi yang digunakan pada pemodelan ini diolah dari berbagai
website resmi pemerintah. Untuk mengestimasi attack rate, policy brief ini menggunakan data
Data mobilitas menunjukkan durasi masyarakat pada tempat tertentu dibandingkan dengan
baseline atau sebelum pandemi Covid-19. Mobilitas < 0 artinya mobilitas masyarakat di tempat
tertentu lebih rendah dibandingkan dengan baseline, sedangkan mobilitas > 0 mengindikasikan
bahwa mobilitas masyarakat di tempat tersebut lebih tinggi dibanding baseline. Baseline 0 diambil
dari nilai median di hari yang sama di setiap pekannya dalam periode lima pekan antara 3 Januari
dan 6 Februari 2020.
Data karakteristik provinsi seperti proporsi pekerja di sektor informal, proporsi penduduk yang
memiliki akses kepada sanitasi layak dan berkelanjutan, rata-rata tingkat pendidikan, dan proporsi
kemiskinan diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah data tahun
2018 dan 2019.
6. Metodologi
Di bagian pertama, policy brief ini mengidentifikasi efektivitas dari berbagai intervensi yang
dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia terhadap perubahan pergerakan masyarakat. Model
empiris dasar yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana 𝑌𝑖𝑡 merupakan variable dependen (output) yang mengukur perubahan pergerakan
masyarakat di provinsi 𝑖 pada tanggal 𝑡 dari 15 Februari hingga 18 Mei 2020. Indikator utama
yang dijadikan ukuran adalah perubahan pergerakan masyarakat di rumah (resident). Selain itu,
untuk menguji kekuatan model, dibandingkan juga efeknya kepada perubahan pergerakan
masyarakat di tempat kerja (workplace), di tempat transportasi publik (transit), serta di pertokoan
dan tempat perbelanjaan (retail dan grocery). 𝑇𝑟𝑒𝑎𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡𝑘 adalah variabel dummy yang menjadi
ketertarikan utama, yaitu intervensi yang dilakukan oleh pemerintah, berubah dari 0 menjadi 1 di
provinsi 𝑖 pada tanggal 𝑡 saat intervensi mulai dijalankan. Intervensi yang dilakukan oleh
pemerintah pusat antara lain:
Sementara Treatment (k=6) merupakan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang
memiliki 𝑡 berbeda untuk setiap provinsi 𝑖. Untuk menguji kekuatan model, dilakukan
pembobotan nilai dummy PSBB berdasarkan proporsi populasi kota/kabupaten yang menerapkan
PSBB di provinsi tersebut. Model tersebut juga mengikutsertakan variabel 𝑋𝑘 di provinsi 𝑖 yang
tidak berubah terhadap waktu (time invariant) untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang
membedakan output Y di setiap daerah. Faktor tersebut antara lain provinsi di pulau Jawa
(dummy), provinsi dimana Jokowi-Ma’ruf menang di pemilu 2019 lalu (dummy), proporsi
penduduk yang memiliki akses terhadap sanitasi layak, proporsi pekerja di sektor informal, tingkat
pendidikan, serta angka kemiskinan.
Model ini juga mengontrol date-fixed effect 𝜃𝑡 untuk mengidentifikasi efek di waktu spesifik dan
provinsi fixed-effect 𝜇𝑖 untuk mengendalikan heteroginitas yang dapat mempengaruhi besarnya
koefisien 𝛾 dan 𝛽 yang menjadi ketertarikan. 𝜖𝑖𝑡 merupakan error term yang tidak terkorelasi
dengan variabel treatment. Model regresi random effects digunakan karena mengikutsertakan
𝑋𝑘 yang bersifat time-invariant. Hasil uji Hausmann mengkonfirmasi bahwa model ini lebih efisien
untuk digunakan.
Selanjutnya, secara spesifik framework difference in difference digunakan untuk menguji efektivitas
PSBB di daerah. Dalam hal ini, perubahan pergerakan masyarakat di provinsi Jakarta dipilih
sebagai treatment group dan dibandingkan dengan daerah lain sebagai control group yang belum
menerapkan kebijakan PSBB. Dengan kata lain, model ini membandingkan perbedaan pergerakan
masyarakat Jakarta dan provinsi lain sebelum dan setelah 10 April 2020 dengan rentang waktu
observasi hingga 15 April 2020 (karena setelah itu provinsi lain pun mulai menerapkan PSBB).
Untuk menguji kekuatan model, dibandingkan pula efek PSBB dengan control group seluruh
provinsi di Indonesia dan provinsi di pulau Jawa secara khusus.
Di bagian kedua, policy brief ini melakukan prediksi angka kasus COVID-19 dengan mengestimasi
tren jangka panjang melalui dynamic simulations of autoregressive models. Pendekatan ini
melakukan simulasi prediksi (dan confidence interval) untuk berbagai skenario dalam kurun waktu
tertentu berdasarkan model regresi dengan lag variable dependen (dynamic). Angka confidence
interval dimaksudkan untuk menangkap aspek ketidakpastian di masa depan.
Pendekatan ini juga memungkinkan penghitungan standar error berdasarkan forecasting errors
pada simulasi dinamis sehingga confidence intervalnya bisa ditentukan. Penghitungan variasi
forecasting error sebagaimana diilustrasikan oleh Greene (2008) adalah:
𝑉𝑎𝑟(Ŷ𝑇 + 𝐹│𝑇) = 𝜎 2 (1 + ∑ 𝜎 2 𝛾 2 )
𝐹
Hubungan antara intervensi pemerintah, mobilitas masyarakat, dan transmisi COVID19 dengan
berbagai pendekatan, metodologi, konteks, dan alat ukur yang berbeda telah dilakukan oleh studi
terdahulu, di antaranya dalam kasus Wuhan (Fang, Wang, dan Yang; 2020), China (Sarkodie dan
Owusu, 2020), Uni Eropa (Ferguson et al, 2020), serta Italia (Vollmer et al, 2020).
7. Bibliografi
Aktay, A., Bavadekar, S., Cossoul, G., Davis, J., Desfontaines, D., Fabrikant, A., ... & Kamath, C. (2020).
Google COVID-19 community mobility reports: Anonymization process description (version 1.0).
arXiv preprint arXiv:2004.04145.
Badan Pusat Statistik. (2018). Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-204: Hasil Supas 2015. Badan
Pusat Statistik. Jakarta
Fang, H., Wang, L., & Yang, Y. (2020). Human mobility restrictions and the spread of the novel
coronavirus (2019-ncov) in china (No. w26906). National Bureau of Economic Research.
Ferguson, N., Laydon, D., Nedjati Gilani, G., Imai, N., Ainslie, K., Baguelin, M., ... & Dighe, A. (2020).
Report 9: Impact of non-pharmaceutical interventions (NPIs) to reduce COVID19 mortality and
healthcare demand. Imperial College COVID-19 Response Team.
Greene, W. H. (2008). Econometric Analysis. 6th (ed.) Prentice Hill Publishing. Upper Saddle River
Sarkodie, S. A., & Owusu, P. A. (2020). Investigating the cases of novel coronavirus disease (COVID-
19) in China using dynamic statistical techniques. Heliyon, e03747.
Vollmer, M., Mishra, S., Unwin, H., Gandy, A., Melan, T., Bradley, V., ... & Ratmann, O. (2020). Report
20: A sub-national analysis of the rate of transmission of Covid-19 in Italy. Imperial College COVID-
19 Response Team.
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
DKI Jakarta Jawa Barat
1 1
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan
1 1
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
Maluku
1
Maluku Utara
1
0.5
0.5
0
0
-0.5
-0.5
-1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
0.5 0.5
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May 15-Feb 28-Feb 12-Mar 25-Mar 7-Apr 20-Apr 3-May 16-May
Muhammad Yorga Permana, S.T., M.Sc., Ph.D (cand) adalah dosen Institut Teknologi Bandung
dan kandidat doktor di London School of Economics and Political Science, Inggris. Yorga
menempuh jenjang S2 di Eindhoven University of Technology, Belanda.
Isnawati Hidayah, S.E., M.Sc merupakan asisten peneliti di INDEF dan perintis dari gerakan
ROTASI (Rural Development and Sustainability), Blitar. Isnawati menyelesaikan studi S1 di
Universitas Negeri Malang dan studi S2 di Wageningen University dan Research (WUR), Belanda.
Kanya Anindya, SKM., MPH merupakan kontributor di tim evaluasi kebijakan kesehatan, Nossal
Institute for Global Health. Kanya menempuh jenjang studi S1 di Universitas Indonesia dan studi
S2 di The University of Melbourne.
Muhammad Zulfikar Rakhmat, B.A., M.A. Ph.D adalah dosen Universitas Islam Indonesia dan
peneliti mitra INDEF. Zulfikar menempuh jenjang S2 dan S3 di the University of Manchester,
Inggris setelah sebelumnya mendapatkan gelar S1 dari Qatar University.
Hanif Fajri, S.Kom adalah CEO Statqo Analytics, lembaga yang fokus pada Big Data. Hanif
mendapatkan gelar S1 dari Universitas Telkom.