Anda di halaman 1dari 32

Kiki Alhadiida

KIR
[Kelompok Ilmiah Remaja]

 KEGIATAN ILMIAH REMAJA


 KIR = Student Group + Science Club ?
 KIR = Keorganisasian Iptek (ilmu pengetahuan & teknologi)
bagi Remaja
 KIR, kegiatan ekskul yang juga ko-kul dan bisa “kul”
 KIR, diantara Intrakurikuler, Ekstrakurikuler, Kokurikuler,
Intra Sekolah, atau Ekstra Sekolah?
 KIR: hanya untuk SMU? Atau dari SLTP hingga Perguruan Tinggi !
 KIR: Club for Science, Engineering & Technology?
[Sebuah Tantangan buat Pengurus dan Aktivis KIR]

1
 KIR SMA 32 JAKARTA
 KARYA dan PRESTASI sebagai VISI KIR SMAN 32 JAKARTA
 29 tahun KIR SMAN 32 Jakarta (8 Februari 1983 – 8 Februari 2012)
 30 tahun KIR SMA 32 Jakarta ! Apa artinya ?
 “KALKIR”dan 3 APEL

2
KIR = Student Group + Science Club ?

Menurut Wikipedia, Kelompok ilmiah remaja (disingkat KIR) adalah kelompok remaja yang
melakukan serangkaian kegiatan yang menghasilkan karya ilmiah. KIR merupakan kegiatan
ekstrakurikuler di SMP, SMA, SMK, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, maupun
pondok pesantren. Ekstrakurikuler ini merupakan organisasi yang sifatnya terbuka bagi para
remaja yang ingin mengembangkan kreativitas, ilmu pengetahuan, dan teknologi pada masa
kini maupun masa yang akan datang.

Sejarahnya KIR bermula dari Konferensi Anak se Dunia di Grenoble, Prancis tahun 1963
yang diadakan UNESCO, yang menghasilkan rumusan untuk membuat kegiatan bagi remaja
yang berusia 12-18 tahun di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dibentuklah Youth
Science Club (disingkat YSC). Di Indonesia pelopor pembentukan kegiatan ilmiah ini datang
dari koran Harian Berita Yudha yang membentuk Remaja Yudha Club (RYC). Selanjutnya,
setelah difasilitasi oleh LIPI dan mengalami perkembangan, maka Remaja Yudha Club
berubah menjadi Kelompok Ilmiah Remaja. Istilah ini masih digunakan hingga saat ini,
walaupun beberapa sekolah ada yang tetap menggunakan istilah Science Club.
Student group (kelompok pelajar) merupakan kelompok yang dibentuk pelajar dalam
mendalami dan mendapatkan pengayaan materi pelajaran di luar proses kegiatan belajar
mengajar. Kelompok ini juga dikenal sebagai Study Club, yang tetap beraktivitas berkaitan
dengan pelajar sekolah. Sedang dalam perguruan tinggi, sekolah tinggi, dan universitas sering
disebut sebagai Kelompok Studi, yang anggotanya terdiri dari mahasiswa yang membahas
bidang studi tertentu secara bersama-sama. Pada organisasi profesi atau organisasi massa
biasa dikenal sebagai Kelompok Kajian. Bahkan pada perusahaan tertentu juga terdapat hal
serupa, dengan sebutan FGD (Forum Grup Diskusi).

Di universitas terdapat UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) dan KSM (Kelompok Studi
Mahasiswa), selain badan eksekutif dan badan legislatifnya. UKM adalah wadah aktivitas
kemahasiswaan untuk mengembangkan minat, bakat dan keahlian tertentu bagi para aktivis
yang ada di dalamnya. Unit Kegiatan Mahasiswa sebetulnya adalah bagian/organ/departemen
dari Dewan Mahasiswa. Ketika dilakukan pembubaran Dewan Mahasiswa, departemen-

3
departemen Dewan Mahasiswa ini kemudian berdiri sendiri-sendiri menjadi unit-unit otonom
di Kampus.

Unit Kegiatan Mahasiswa terdiri dari tiga kelompok minat : Unit-unit Kegiatan Olahraga,
Unit-unit Kegiatan Kesenian dan Unit Khusus (Pramuka, Resimen Mahasiswa, Pers
Mahasiswa, Koperasi Mahasiswa, Unit Kerohanian dan sebagainya). Sementara KSM berada
pada jurusan atau program studi yang merupakan wahana aktvitas mahasiswa dalam
menelaah, membahas, mengkaji persoalan yang berkaitan dengan jurusan atau program studi
sesuai spesialisasi disiplin ilmu, sedangkan pada tingkat fakultas atau universitas sebagai
forum diskusi yang membahas masalah ditinjau dari berbagai multi disiplin ilmu. KSM lebih
cenderung dalam pengasahan ketajaman intelektualitas, perluasan wawasan pemikiran,
menumbuhkan kepekaan sebagai social control terhadap kebijakan publik, dan meningkatkan
keterampilan dan keahlian dalam spesialisasi bidang masing-masing. Oleh karena itu, jika
ditarik garis merah antara kegiatan Ektrakurikuler (Ekskul) non KIR dan KIR (Science Club)
di Sekolah Menengah dengan UKM dan KSM di Perguruan Tinggi, maka hasilnya adalah,
Ekskul non KIR sepadan dengan UKM sedangkan KIR setara dengan KSM.

Jika dalam pelaksanaan KIR di sekolah menengah, menggabungkan kegiatan Study Club dan
Science Club, maka kena banget dah! Masa sih anggota KIR hanya jago buat ranking di kelas
doang tapi engga mampu membuat karya ilmiah minimal tulisan ilmiah. Atau sebaliknya,
jadi anggota KIR pinter banget meneliti dan membuat karya ilmiah, tapi jeblok dalam UAS
sehingga masuk dalam kelompok di bawah ”garis kemiskinan” di bidang akademis (nilai
rapor berhias angka merah). Parah kan?!

Namun, kabar kurang baik datang pada Rancangan (Draft) Kurikulum 2013 walaupun belum
digetok palu untuk disahkan sebagai kurikulum jadi dan masih dalam Uji Publik. Kelompok
Ilmiah Remaja (KIR) tidak disebutkan secara definitif sebagai komponen ekstrakuler (slide
24 dari 72). Mencermati slide itu penulis hanya bergumam. ”TER..LA...LU !!!”, kata Bang
Haji, sebutan pedangdut Rhoma Irama (seorang ”Raja” yang ingin menjadi Presiden) ketika
melihat fenomena yang membuat dirinya kesal, gemas, dan marah. Sungguh ironis, kalau
KIR dianggap anak tiri atau anak hilang. Kaciaa....aan deeh KIR !

Menurut FOSCA (Forum Of SCientist teenAgers), LIPI dan DEPDIKNAS memfasilitasi


kegiatan KIR dengan Event Tahunan yakni Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) tingkat

4
Nasional yang diadakan LIPI dan Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) tingkat Nasional
yang diadakan Departemen Pendidikan Nasional RI. Sedangkan untuk kegiatan pelatihan
tentang penelitian LIPI mengadakan PIRN (Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional) yang
diadakan di daerah-daerah di Indonesia.

Dari blog FOSCA, beberapa data yang berkaitan dengan perkembangan KIR dapat
disebutkan:
A. Komunitas KIR tingkat Wilayah
1. KIR Jakarta Selatan
2. KIR Jakarta Timur
3. KIR Jakarta Utara
4. KIR Jakarta Pusat
5. KIR Bekasi
6. KIR Bogor

B. Komunitas KIR tingkat SMAN


1. KIR SMA 1 Jakarta
2. KIR SMA 4 Jakarta
3. KIR SMA 6 Jakarta
4. KIR SMA 8 Jakarta
5. KIR SMA 13 Jakarta
6. KIR SMA 14 Jakarta
7. KIR SMA 15 Jakarta
8. KIR SMA 16 Jakarta
9. KIR SMA 18 Jakarta
10. KIR SMA 21 Jakarta
11. KIR SMA 25 Jakarta
12. KIR SMA 28 Jakarta
13. KIR SMA 29 Jakarta
14. KIR SMA 30 Jakarta
15. KIR SMA 31 Jakarta
16. KIR SMA 32 Jakarta
17. KIR SMA 33 Jakarta
18. KIR SMA 34 Jakarta

5
19. KIR SMA 38 Jakarta
20. KIR SMA 39 Jakarta
21. KIR SMA 47 Jakarta
22. KIR SMA 48 Jakarta
23. KIR SMA 51 Jakarta
24. KIR SMA 54 Jakarta
25. KIR SMA 55 Jakarta
26. KIR SMA 59 Jakarta
27. KIR SMA 61 Jakarta
28. KIR SMA 66 Jakarta
29. KIR SMA 70 Jakarta
30. KIR SMA 71 Jakarta
31. KIR SMA 72 Jakarta
32. KIR SMA 77 Jakarta
33. KIR SMA 78 Jakarta
34. KIR SMA 80 Jakarta
35. KIR SMA 83 Jakarta
36. KIR SMA 84 Jakarta
37. KIR SMA 87 Jakarta
38. KIR SMA 88 Jakarta
39. KIR SMA 90 Jakarta
40. KIR SMA 95 Jakarta
41. KIR SMA 97 Jakarta
42. KIR SMA 98 Jakarta
43. KIR SMA 1 Bogor
44. KIR SMA 5 Bogor
45. KIR SMA 1 Depok
46. KIR SMA 1 Bekasi
47. KIR SMA 4 Bekasi
48. KIR SMA 5 Bekasi
49. KIR SMA 1Tangerang

6
C. Komunitas KIR tingkat MAN
1. KIR MAN 1 Jakarta
2. KIR MAN 2 Jakarta
3. KIR MAN 4 Jakarta
4. KIR MAN 7 Jakarta
5. KIR MAN 13 Jakarta
6. KIR MAN 14 Jakarta
7. KIR MAN 18 Jakarta
8. KIR MAN 19 Jakarta
9. KIR MAN 2 Bogor

D. Kompetisi KIR
1. ISPO (Indonesian Science Project Olympiad)
2. LPIR (Lomba Penelitian Ilmiah Remaja)
3. NYIA (National Young Innovator Awards)
4. LKIR (Lomba Karya Ilmiah Remaja)
5. INAYS (Indonesian Young Scientist Competition)
6. OPSI (Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia)
7. INEPO (International Environmental Project Olympiad)
8. ICYS (International Conference of Young Scientists)
9. ISWEEEP (International Sustainable World (Engineering, Energy &
Environment) Project Olympiad)
10. IYIPO (International Young Inventor Project Olympiad)
11. INESPO (International Environment & Scientific Project Olympiad)

Penulis merasa heran, apakah ini kesengajaan atau kelalaian. Mungkinkah para penyusun
Draft Kurukulum 2013 tidak pernah menjadi anggota KIR saat sekolah dulu atau tidak pernah
mendengar “makhluk” yang bernama KIR itu. Masa sih ada orang pinter picik atau naïf?
Penulis yakin, tidak mungkin. Kalau disimak dengan seksama, nampaknya para penyusun
bukan aktivis waktu sekolahnya dan hanya berkutat dengan buku teks saja hidupnya, karena
tidak dapat membedakan posisi OSIS dengan Ekskul. Kemana MPK (Majelis Perwakilan
Kelas) sebagai lembaga legislatif? Ada satu lagi yang lucu, suatu kegiatan Ekskul wajib
diikuti oleh semua siswa. Seolah dipaksakan. Seperti di perguruan tinggi beberapa negara
(terutama saat Perang Dunia) pernah ada keharusan wajib militer bagi mahasiswa untuk

7
diikuti. Semestinya semua siswa diwajibkan memilih minimal satu dari sekian kegiatan
Ekskul yang ada. Penulis kira lebih bijak demikian, karena kegiatan sifatnya sukarela dan ada
unsur peminatan.

Jika Anda peduli dengan perkembangan KIR, Anda dapat nimbrung dalam Uji Publik Draft
Kurikulum 2013 itu dengan memberikan komentar, pendapat, atau saran terutama slide 24
bagian 5 Elemen Perubahan tentang Ekstrakurukuler. Ingat, uji publik ditutup tanggal 23
Desember 2012.
Selamat berkontribusi. [16/12/2012]

8
KIR = Keorganisasian Iptek (ilmu pengetahuan & teknologi)
bagi Remaja

Ada 3 kata yang terdapat dalam K.I.R, yakni kelompok, ilmiah, dan remaja. Kelompok
adalah sebuah kumpulan, karena memang asalnya anggota KIR adalah kumpulan siswa yang
berkumpul belajar di luar jam belajar yang ditetapkan sekolah, dalam bentuk kelompok
belajar (study club). Konotasi kelompok berkembang menjadi organisasi seiring, dengan
bertambahnya jum lah anggota dan beragamnya program kegiatan yang berkaitan langsung
dengan pelajaran (diskusi, percobaan, dan penulisan karya ilmiah). Sebagai sebuah organisasi
maka, hal-hal yang menyangkut dasar-dasar kepemimpinan, sistem berorganisasi,
manajemen, dan administrasi sudah harus built-in dengan sendirinya.

Kata “ilmiah” diserap dari kata sifat “scientific”, yang berarti sifat keilmuan, berdasarkan
ilmu pengetahuan, dan ke-ilmu pengetahuan-an(?) Memang ada kerancuan antara kata
“ilmu”, “pengetahuan”, dan “ilmu pengetahuan” dalam bahasa Indonesia ketika disesuaikan
dengan kata “science”, “knowledge” dalam bahasa Inggris. Pasalnya, telah dikenal dalam
rumpun ilmu bahwa terjemahan dari “natural science” dan “social science” adalah IPA
(ilmu pengetahuan alam) dan IPS (ilmu pengetahuan sosial). Di sini digunakan 2 kata
sekaligus, “ilmu pengetahuan” yang dalam bahasa Inggris masing-masing memiliki arti
tersendiri. “Knowledge” artinya pengetahuan, dan “science” artinya ilmu. Kalau begitu
padanan IPA dan IPS dengan “natural science” dan “social science” tidak tepat? Perlu
diganti dengan IA (ilmu alam) dan IS (ilmu sosial)? Sedangkan “physics” diartikan sebagai
ilmu alam (fisika), “biology” sebagai ilmu hayat (biologi), “chemistry” menjadi ilmu kimia.
Dalam ilmu pengetahuan sosial, ada sosiologi (=ilmu sosial?). Sementara “economics”
dikonotasikan sebagai “social studies” bukan science dalam social science lainnya.
Celakanya, terminologi “ilmu pengetahuan” diperkenankan kata “sains”. Sebuah adopsi yang
kurang dapat dipertanggung jawabkan, bahkan cenderung gegabah. Kata “sains” menafsirkan
MIPA = matematika + IPA (fisika, kimia, biologi dan cabang-cabang serta paduannya).
Tidak disadari atau tidak disengaja, kata “science” sering dilekatkan dengan “technology”
atau “sainstek”, akhirnya seolah-olah “science” itu adalah hanya ilmu-ilmu (pengetahuan)
alam. Akhirnya,….kasian deh ilmu-ilmu (pengetahuan) sosial tidak punya tempat. Ilmu-ilmu
(pengetahuan) sosial secara halus bisa dikatakan bukan “science”. Dengan pemahaman ini,
maka jurang antara ilmu-ilmu (pengatahuan) alam dan ilmu-ilmu (pengetahuan) sosial

9
semakin lebar dan dalam. Oleh karena itu dibutuhkan ilmuwan yang memandang antara
keduanya bukan berada pada hierarki tetapi paralel, tidak dalam levelisasi tetapi setaraan dan
kesejajaran. IPA dan IPS harus bergandengan tangan. Hal ini PR bagi yang merindukan
runtuhnya tembok pembatas serta pagar pemisah. Mereka berada di dalam dunia pendidikan,
organisasi ilmuwan, dan komunitas sosial.

Remaja, sering diidentikan sebagai anak usia belia atau belasan tahun (teenagers). Namun,
definisi dari Dariyo dalam Husamah (2011), remaja adalah masa transisi/peralihan dari masa
kanak-kanak menuju masa depan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan fisik,
psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar antara 12/13-21
tahun. Penggolongan remaja terbagi menjadi 3 tahap yaitu (a) remaja awal (usia 13-14
tahun), (b) remaja tengah (usia 15-17), dan remaja akhir (usia 18-21 tahun). Masa remaja
awal, umumnya individu telah memasuki masa pendidikan di bangku SLTP (SMP/MTs),
sedangkan saat masa remaja tengah individu sudah duduk di bangku SMU (SMA/MA/SMK).
Kemudian, mereka yang tergolong remaja akhir umumnya sudah memasuki dunia perguruan
tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja. Remaja anggota KIR, ada pada remaja
tengah. Sedangkan untuk remaja awal sudah seharusnya mengenal KIR, tetapi sosialisasi KIR
di tingkat SLTP masih sangat kurang, walaupun pernah ada siswa kelas akhir SLTP yang
memenangkan lomba karya ilmiah yang diperuntukan bagi siswa SMU.

Sosialisasi KIR harus terus dilakukan dengan gencar, agar tak ada lagi sekolah setingkat
SMU yang tidak memiliki KIR. Juga mulai diekspansi KIR di tingkat SLTP. Sekolah SMU
yang sudah memiliki KIR seyogyanya mengagendakan dalam satu tahun ada pertemuan
ajang silaturahim antar KIR sekolah (misal: Science & Technology Expo) dalam satu
wilayah baik kecamatan, kotamadya/kabupaten, propinsi atau nasional (sesuai kemampuan)
dengan mengikutsertakan juga sekolah-sekolah yang belum ada KIR-nya. Manfaatkan juga
“link” dan “network” – dalam bentuk kerja sama (pengisian acara), kunjungan atau
kemitraan (aktivitas terprogram) – dengan lembaga pemerintah/negara dan swasta, seperti:
1. Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud)
2. Pusat Dokumentasi Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(PDII LIPI),
3. Perpustakaan Nasional
4. Puspiptek (Pusat Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
5. Kementerian Riset dan Teknologi

10
6. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
7. Perguruan Tinggi (PTN dan PTS)
8. Lembaga Penelitian lain
9. Industri
10. UKM berbasis teknologi (technopreneur) & industri kreatif

Akhirnya, semoga KIR di sekolah turut memberi kontribusi bagi pengembangan ipteks dalam
skala nasional bahkan mampu berkiprah dalam kancah internasional. Insya Allah, semoga.
[10/6/2012]

11
KIR, kegiatan ekskul yang juga ko-kul dan bisa “kul”

Eksistensi KIR sebenarnya tidak hanya sebagai kegiatan ekskul (ekstra kurikuler), tetapi juga
ko-kul (kegiatan ko kurikuler), sebagai penunjang KBM yang kurikuler (kul), yakni ada
kurikulumnya. Dan tidak mengada-ada kalau KIR juga punya kurikulum (sebagai versi lain
program aktivitas) bagi anggotanya (2 tahun aktif & 6 bulan pasif, selama 5 semester), karena
anggota KIR belajar berorganisasi, penelitian, dan aktivitas ilmiah lainnya. Belajar
berorganisasi, dimulai dari rekruitmen & pelantikan anggota, pelatihan dasar berorganisasi,
keterlibatan di kepanitiaan, menjadi pengurus, menjadi duta organisasi berinteraksi dengan
organisasi lain, pergantian pengurus dan persiapan pensiun (semester awal di kelas 12 / 6
bulan pasif ) serta masuk pensiun (semester akhir, fokus ujian akhir sekolah). Peneltian di
KIR dapat diorganisasi perkelompok atau sendiri-sendiri. Kalau diorganisasi perkelompok,
tiap kelompok terdiri dari 6 orang: 1 orang kelas 12 (ketua), dan anggota terdiri dari 2 orang
kelas 11 dan 3 orang kelas 10. Pembimbing dalam riset ini, terdiri dari 2 yaitu Pembimbing
Teknis (Guru Pembimbing KIR & Guru Bahasa Indonesia) dan Pembimbing Materi (Guru
Bidang Studi yang berkaitan, atau Alumni yang berlatar belakang pendidikan yang sesuai
dengan bidang riset).

Nah, dalam kegiatan penelitian ini perlu program pelatihan meneliti (metodologi penelitian),
pengenalan sarana & fasilitas penelitian, tempat & jenis penelitian, kegiatan penelitian,
pembuatan laporan penelitian, sampai keikutsertaan dalam kompetisi dalam Lomba Karya
Ilmiah (iptek). Aktivitas ilmiah yang lain, adalah Pameran Ilmiah (Science Fair &
Technology Expo), Ceramah, Diskusi dan Seminar Ilmiah, Kunjungan Ilmiah (Anjangsana
sesama organisasi ilmiah & riset), Kolaborasi antar KIR, Permainan (Games) Ilmiah, Karya
Wisata (Wisata Ilmiah), Majalah Dinding Ilmiah, Penerbitan & Publikasi Ilmiah (buletin atau
majalah), dan PIR (Perkemahan Ilmiah Remaja), baik berskala besar (7-14 hari), atau 2-3 hari
(PIRSAMI atau PIRJUSAMI).

Dengan begitu, di KIR metode pendidikan seperti kognitif, afektif, dan psikomotor telah
terealisasikan dengan sendirinya, hanya tidak terstruktur (memiliki kurikulum) seperti halnya
lembaga pendidikan formal. Kan, bukan tidak mungkin kalau KIR juga bisa berbuat seperti
anak-anak SMK sekarang.

12
Dan, bukan hil yang mustahal… (eh…maksudnya), bukan hal yang mustahil jika suatu saat
mobil setara “Kiat Esemka” bisa dibuat anak-anak KIR. Iya, kan? [12/2/2012]

13
KIR, diantara Intrakurikuler, Ekstrakurikuler, Kokurikuler,
Intra Sekolah, atau Ekstra Sekolah?

Meletakan posisi KIR sebagai kegiatan ekstrakurikuler dan sebagai organisasi intra sekolah
sudah dapat dimaklumi. Namun, pernahkan terbayang bahwa KIR juga bisa ditinjau sebagai
kegiatan kurikuler, intra kurikuler, ko-kurukuler, serta kemungkinan menjadi organisasi
ekstra sekolah.

Secara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2002), kurikuler adalah bersangkutan dengan
kurikulum, istilah kokurikuler adalah rangkaian kegiatan kesiswaan yang berlangsung di
sekolah, intrakurikuler adalah kegiatan siswa di sekolah atau mahasiswa di kampus yang
sesuai atau sejalan dengan komponen kurikulum, dan ekstrakurikuler adalah berada di luar
program yang tertulis di dalam kurikulum.

Sedangkan organisasi di sekolah yang berada di dalam dikenal sebagai OSIS (Organisasi
Siswa Intra Sekolah) di tingkat SLTP dan SMTA. Di SMTA selain OSIS sebagai lembaga
eksekutifnya, ada MPK (Majelis Perwakilan Kelas) sebagai lembaga legislatif dan yudikatif
nya(?). Di tingkat SLTP dan SMTA, juga terdapat OSES (Organisasi Siswa Ekstra Sekolah),
yakni organisasi siswa/pelajar yang berada di luar sekolah, seperti PII (Pelajar Islam
Indonesia), IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah), dan IPNU (Ikatan Pelajar Nahdatul
Ulama).

Seperti pada tulisan sebelumnya, pada komunitas ini penulis pernah mengangkat bahwa KIR
sejatinya adalah kegiatan yang mendukung, mendampingi, dan menunjang aktivitas KBM
(kegiatan belajar mengajar). KIR dapat masuk sebagai intrakurikuler atau paling tidak
kokurikuler. Jikalau nyatanya masuk sebagai kegiatan ekstrakurikuler, dikarenakan tidak ada
silabus atau GBPP (garis-garis besar program pengajaran) yang memasukan KIR sebagai
mata pelajaran dan lagi KIR mempunyai organisasi sendiri yangmana siswa tidak diwajibkan
ikut serta menjadi anggota. Keanggotaan KIR hanya sukarela, hobi, berdasarkan minat, bakat,
atau kemampuan (jika ada tes masuk menjadi anggota KIR).

Istilah ekstrakurikuler, seingat penulis baru dikenal tahun 1982 dan belum begitu populer
seperti sekarang ini. Ketika SD dahulu dikenal ada kegiatan Pramuka selain Olah Raga

14
(Senam Pagi Indonesia, Atletik, Sepak Bola, Bola Voli) sebagai kegiatan tambahan di luar
pelajaran sekolah. Namun, waktu itu tidak disebutkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler dan
pelaksanaan kegiatannyapun ‘angin-anginan’, ‘teratur’ yakni kadang ada kadang tidak ada,
‘senin kamis’, juga sesuai “tempo”: tempo-tempo ramai, tempo-tempo sepi. Menanjak SLTP,
selain Pramuka juga diperkenalkan OSIS, Pentas Seni, dan Olah Raga (ada tambahan Bola
Basket). Baik SD maupun SLTP peranan guru sangat dominan mengatur dan membimbing
kegiatan. Walaupun sebagian siswa menjadi pengurus (misal pengurus OSIS), tetap saja
setiap rapat sampai pelaksanaan kegiatan masih melibatkan guru sebagai pembimbing
sekaligus pengurus pendamping yang dibentuk pimpinan sekolah. Bahkan konyolnya, ada
sekolah yang waktu itu masih menerapkan perpeloncoan ketika menyambut siswa baru,
beberapa guru ikut nimbrung bersama para siswa senior mengerjain anak-anak baru.

Kata “ekstrakurikuler”, penulis dapatkan pada buku Pedoman Pendidikan di SMTA,


meskipun begitu tidak dipopulerkan bahwa kegiatan-kegiatan siswa di luar kegiatan
belajarnya adalah kegiatan ekstrakurikuler. Memang di SMTA ada OSIS dan MPK, juga ada
Pramuka, beberapa cabang olah raga baik yang rutin maupun tidak rutin latihan (kegiatan
di”tempo”).

Tahun 1988 penulis ingat pencanangan kegiatan ekstrakurikuler sudah disemarakan, bahkan
dibuat istilah dengan akronim yang baku sampai gaul, seperti: Ekskur, Ekskul, Ex-Kul, dan
X-School.

Bagi KIR sebagai kegiatan ekstrakurikuler dapat disejajarkan dengan kegiatan ekskul yang
lain, sebagai organisasi otonom disamping OSIS dan MPK. Memang awalnya, KIR berada di
bawah Seksi Pendidikan OSIS, akan tetapi ruang geraknya akan terbatas jika terus berada
dalam naungan sebuah seksi, apalagi akan membuat jalur birokratis yang panjang ketika akan
membuat program kegiatan di luar sekolah.

Fenomena yang unik, adalah adanya KIR di tingkat wilayah Kotamadya DKI Jakarta. Nah,
apakah ini termasuk organisasi intra sekolah atau ekstra sekolah? Secara eksistensi KIR di
tingkat wilayah itu bukan organisasi intra sekolah, tetapi anggotanya mewakili atau
membawa nama sekolah minimal KIR sekolah? Jika KIR di tingkat wilayah itu sebagai
organisasi ekstra sekolah, maka seharusnya anggotanya adalah orang per orangan yang tidak
mewakili atau membawa nama KIR di sekolahnya. Jalan yang moderat, adalah KIR di tingkat

15
wilayah itu hanya berfungsi sebagai forum komunikasi dan koordinasi antar KIR di wilayah
tersebut, sebagai wadah saling sharing, bersinergi, dan bekerja sama.

Apresiasi, sanjungan dan angkat topi buat Aktivis KIR yang terus berjuang membesarkan
peran KIR di negara ini ! [30/1/2013]

16
KIR: hanya untuk SMU? Atau dari SLTP hingga Perguruan Tinggi !

Menurut Husamah dalam bukunya, Jago KARYA ILMIAH REMAJA, KIR itu Selezat Ice
Cream, menyebutkan batasan usia remaja 12/13 sampai 21 tahun. Remaja digolongkan
menjadi 3 tahap yaitu (a) remaja awal (usia 13-14 tahun), (b) remaja tengah (usia 15-17
tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun). Masa remaja awal, umumnya individu telah
memasuki masa pendidikan di bangku SLTP (SMP/MTs), sedangkan saat masa remaja
tengah individu sudah duduk di bangku SMU (SMA/MA/SMK). Kemudian, mereka yang
tergolong remaja akhir umumnya sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMU
dan mungkin sudah bekerja.

Secara historis dan kenyataanya, KIR didominasi oleh remaja tengah yang sedang duduk di
bangku SMU (Sekolah Menengah Umum), baik SMA (Sekolah Menengah Atas), Madrasah
Aliyah (MA) dan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Bahkan jika ditinjau lebih jauh lagi,
SMA merupakan sekolah yang paling banyak memilki ekstra kurikuler yang bergerak di
bidang ilmiah ini. Belum ada penelitian yang menunjukan berapa prosen SMA yang sudah
mempunyai KIR dibandingkan dengan seluruh SMA yang ada di Indonesia. Demikian juga
dengan di MA dan SMK yang memilki KIR dengan seluruh MA dan SMK yang ada. Dengan
dasar ini, maka bukan mustahil KIR masih menjadi ekskul minoritas di tengah beragamnya
ekskul lainnya. KIR masih asing di telinga dan maya di mata siswa di beberapa sekolah,
sekalipun di tingkat SMA. Karena mayoritas siswa SMA sudah lebih dahulu mengenal
beberapa ekskul non KIR sejak SD dan SLTP, sehingga mereka sudah familiar dan tak akan
berpindah ke lain hati, kecuali ada perubahan pikiran dan pertimbangan lain, misalnya ingin
mencoba yang baru atau sebagai penunjang belajar.

Berpijak organisasi ini menggunakan kata ‘remaja’, maka KIR semestinya sudah ada dan
eksis di SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) yang terdiri dari Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan masih digeluti oleh mahasiswa di
Perguruan Tinggi (PT) minimal sampai semester 6 (tahun ke-3) atau setingkat Program
Diploma-3 (D3), Akademi, dan Politeknik. Namun, faktanya jauh dari konsep organisasi
remaja itu sendiri. Dengan menyadari bahwa pendidikan adalah tanggung jawab keluarga,

17
sekolah, masyarakat, dan pemerintah, maka sosialisasi pentingnya KIR di sekolah serta
pembinaan dan pengembangan KIR yang sudah ada menjadi tanggung jawab bersama.

Mengandalkan harapan pada pemerintah saja melalui kebijakannya hanya akan membuat
kecewa. Bukti konkretnya dalam Rancangan Kurikulum 2013, KIR tidak disebutkan sebagai
salah satu Ekskul secara definitif. Artinya KIR tidak dikenal apalagi populer. Ironis sekali.
Karena KIR adalah ekskul yang paling dekat konteksnya dengan bidang akademik, dan
bahkan (menurut penulis) lebih tepatnya KIR itu Ko-kurikuler, penunjang/pendamping
kegiatan kurikulum sekolah.

Penulis sangat mengapresiasi apa yang dilakukan FOSCA dengan mengkoordinasi KIR-KIR
di sekolah dalam bentuk Komunitas, terutama dalam bentuk tingkat wilayah. Ini adalah
bagian dari upaya masyarakat dalam mengimplementasikan tanggung jawab pendidikan.
Semestinya usaha seperti ini juga diikuti oleh organisasi atau kelompok masyarakat lain yang
peduli dengan kemajuan bangsa melalui kegiatan ilmiah. Sayangnya organisasi, lembaga, dan
institusi yang berlabel ilmiah, ilmu pengetahuan, pendidikan, riset, kajian, studi, dan
teknologi hanya berkutat pada Lomba Karya Ilmiah itu sendiri sebagai even terjadwal yang
rutin, tanpa melakukan pembinaan KIR secara berkala dan berkontinuitas. Si penyelengara
even, hanya memandang peserta lomba masuk babak finalis dengan karyanya. Tidak ada
tindak lanjutnya, apakah si pemenang lomba berhasil mencapai prestasi tersebut akibat
perjuangannya sendiri karena di sekolahnya belum ada KIR, atau KIR di sekolahnya yang
memberi peran dan sarana sehingga dia tumbuh dan berkembang hingga sampai tahan
pencapaian tertinggi. Penulis belum menemukan data dari penelitian tentang siswa yang
memenangkan Lomba Karya Ilmiah itu berapa proses yang berasal dari didikan KIR di
sekolahnya dan yang tidak pernah mengenal KIR sama sekali. Penulis memandang masih
terbelenggunya pemikiran pada hasil ketimbang proses dan masih terkungkungnya pemikiran
pada penciptaan figur daripada membangun sistem, yang pada gilirannya penyelesaian
masalah hanya berkutat pada jangka pendek tidak membuat prediksi dan estimasi untuk
mengantisipasi kemungkinan tantangan masa depan. Ibarat penyakit sekedar cukup
menghilangkan rasa nyeri (analgesik), tanpa berupaya mencari obat mujarab (panasea) yang
mampu menghabiskan akar-akar penyebabnya.

Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan seharusnya sadar bahwa prestasi tertinggi yang
dicapai siswanya adalah output pendidikan itu sendiri. Sekalipun memiliki siswa yang

18
memiliki segudang prestasi dengan tingkat internasional di bidang non akademik, apalah
artinya jika dia tidak dapat naik kelas. Jelas, bahwa mahkota tertinggi seorang siswa adalah
prestasi akademik. Sekolah juga harus memahami dengan bekal pelajaran di sekolah, siswa
memilki hardskill dan dengan mengikuti ekskul sebagai softskill-nya. Oleh karena itu,
pembinaan ekskul yang serius juga menjadi tanggung jawab sekolah. Menetapkan guru
pembina/pembimbing yang memilki kompetensi dan dedikasi menjadi keharusan. Dan
melakukan monitoring & evaluasi (monev) terhadap kinerja guru tersebut secara periodik
adalah bagian dari pengawasan yang merupakan fungsi manajemen sekolah. Serta memberi
batas waktu masa jabatan tersebut.

Untuk melakukan sosialisasi KIR ke SLTP, peranan aktivis KIR setingkat SMU sebagai
ujung tombaknya. Beragam acara ilmiah dapat diselenggarakan untuk mengundang siswa-
siswi dari sejumlah SLTP sekitar SMU itu berada. Apalagi bagi sekolah SMU swasta
menjadikan ajang promosi calon siswanya yang berasal dari SLTP. Spanduk dalam promosi
sekolah yang memiliki ekskul KIR sekarang ini belum mempunyai nilai plus. Saatnya harus
dimulai. Kalau bukan sekarang kapan lagi. Kalau bukan aktivis KIR, siapa lagi.

KIR di tingkat PT (Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Akademi, Politeknik) belum ada.
Mungkin kesannya kalau sudah mahasiswa bukan remaja lagi, walaupun usianya belum 22
tahun. Memang mahasiswa masuk dalam rentang usia remaja akhir dan dewasa muda
(jenjang S-1 standar). Pernah penulis menemukan ada sebuah jurusan di sebuah PT yang
mendirikan Kelompok Ilmiah, tetapi umurnya tidak panjang. Mahasiswa lebih memilih nama
kelompok studi atau kajian dengan sebutan Kelompok Studi Mahasiswa (KSM). Biasanya
KSM ini berada di suatu jurusan/program studi yang sesuai dengan spesialisasinya. Jarang
sekali yang ada di tingkat fakultas apalagi perguruan tinggi. Meskipun KIR tidak ada dan
seolah tidak berkelanjutan di PT, sesungguhnya semua aktivitas akademis adalah kegiatan
ilmiah. Paling terasa ‘aroma KIR’ nya jika berada di jurusan MIPA, Kedokteran, Farmasi,
atau Teknik yang tidak lepas dari laboratorium baik untuk praktikum mupun penelitian.
Sementara program studi lain (Ekonomi, ISIP, Sastra, KIP, Psikologi, Hukum) berativitas
ilmiah dengan diskusi, seminar, dan penelitian. Artinya, KIR di PT bukan terletak pada nama
organisasi (kulit dan bingkai) tetapi lebih pada aktivitas (content, isi, esensi dan substansi).
Dengan demikian, semua aktivitas di PT adalah aktivitas yang prinsip dasarnya dirintis di
KIR (diklat KOMA & KIR, diskusi, penulisan karya ilmiah, praktikum laboratorium, praktik
lapangan pada PIR atau Karya Wisata, penelitian) yang mengalami pengembangan. Jika di

19
KIR hasil akhir pencapaian adalah kemampuan membuat Karya Tulis Ilmiah yang melalui
penelitian dan uji presentasi, maka di PT pun demiikian. Seseorang baru dapat memperoleh
gelar akademis dan menyandang status bukan lagi mahasiswa setelah melalui ujian sidang
mempertahankan Tugas Akhir (skripsi, tesis, atau disertasi)nya. Dan Tugas Akhir adalah
finalisasi dari penelitian sebelumnya.

Sebagai seorang mantan anggota KIR ada satu kebanggaan penulis ketika mengetahui ada PT
memakai inisial serupa KIR. Sebuah PT tertua dan terbesar di negeri ini, yakni Fakultas
Teknik Universitas Indonesia (FTUI) mempunyai ajang seminar hasil penelitian tahunan,
yang diberi label “QiR”, yaitu Quality in Research.
KIR dan QiR, serupa tapi tak sama! Engga apa-apa, kan? [13/1/2013]

20
KIR: Club for Science, Engineering & Technology?
[Sebuah Tantangan buat Pengurus dan Aktivis KIR]

Science diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai ilmu atau ilmu pengetahuan. Dari
kamus maya Wikipedia, ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi
merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat
secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh
mengenai pengetahuan yang dimilikinya.

Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan
ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1.Objektif.
Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat
hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada,
atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang
dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut
kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang
penelitian.

2.Metodis
Adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya
penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk
menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti:
cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya
merujuk pada metode ilmiah.

3.Sistematis.
Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai
dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem
yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan rangkaian sebab

21
akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian
sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.

4.Universal.
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak
bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan
syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an
(universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah
tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial,
harus tersedia konteks dan tertentu pula.

Bidang keilmuan terdiri dari: ilmu alam (fisika, biologi, kimia, ilmu bumi), ilmu sosial
(antropologi, ekonomi, ilmu politik, linguistik/ilmu bahasa, psikologi, sosiologi, kriminologi,
hukum, administrasi negara, administrasi niaga, administrasi fiskal, ilmu komunikasi), dan
ilmu terapan (ilmu komputer dan informatika, rekayasa).

Engineering diterjemahkan sebagai teknik atau rekayasa. Teknik atau rekayasa adalah
penerapan ilmu dan teknologi untuk menyelesaikan permasalahan manusia. Hal ini
diselesaikan lewat pengetahuan, matematika dan pengalaman praktis yang diterapkan untuk
mendesain objek atau proses yang berguna. Cabang-cabang rekayasa: teknik elektro, teknik
fisika, teknik pangan, teknik astronautika dan aeronautika, teknik geodesi dan geomatika,
teknik industri, teknik informatika, teknik kimia, teknik lingkungan, teknik metalurgi dan
material, teknik mesin, teknik molekular, teknik nuklir, teknik penerbangan, teknik
perkapalan, teknik perminyakan, teknik geologi, teknik pertambangan, teknik pertanian,
teknik sipil, teknik bioproses, teknik planologi, dan manajemen rekayasa industri.

Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan


bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Secara umum, teknologi dapat
didefinisikan sebagai entitas, benda maupun tak benda yang diciptakan secara terpadu
melalui perbuatan dan pemikiran untuk mencapai suatu nilai. Dalam penggunaan ini,
teknologi merujuk pada alat dan mesin yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-
masalah di dunia nyata. Ia adalah istilah yang mencakupi banyak hal, dapat juga meliputi
alat-alat sederhana, seperti linggis atau sendok kayu, atau mesin-mesin yang rumit, seperti
stasiun luar angkasa atau pemercepat partikel. Alat dan mesin tidak mesti berwujud benda;

22
teknologi virtual, seperti perangkat lunak dan metode bisnis, juga termasuk ke dalam definisi
teknologi ini. Teknologi dapat dipandang sebagai kegiatan yang membentuk atau mengubah
kebudayaan.

Ilmu, rekayasa, dan teknologi


Ilmu adalah penyelidikan bernalar atau pengkajian fenomena, ditujukan untuk menemukan
prinsip-prinsip yang melekat di antara unsur-unsur dunia fenomenal dengan membekerjakan
teknik-teknik formal seperti metode ilmiah.

Rekayasa adalah proses berorientasi tujuan dari perancangan dan pembuatan peralatan dan
sistem untuk mengeksploitasi fenomena alam dalam konteks praktis bagi manusia, seringkali
(tetapi tidak selalu) menggunakan hasil-hasil dan teknik-teknik dari ilmu.

Teknologi tidak mesti hasil ilmu semata-mata, oleh karena teknologi harus memenuhi
persyaratan seperti utilitas, kebergunaan, dan keselamatan. Teknologi seringkali merupakan
konsekuensi dari ilmu dan rekayasa — meskipun teknologi sebagai kegiatan manusia
seringkali justru mendahului kedua-dua ranah tersebut. Pengembangan teknologi dapat
dilukiskan pada banyak ranah pengetahuan, termasuk pengetahuan ilmiah, rekayasa,
matematika, linguistika, dan sejarah, guna mencapai suatu hasil yang praktis.
Para ilmuwan dan rekayasawan (insinyur) kedua-duanya dapat dipandang sebagai
"teknolog"; ketiga-tiga ranah ini seringkali dapat dipandang sebagai satu untuk tujuan
penelitian dan referensi.

KIR = Kelompok Ilmiah Remaja atau Kelompok Ipteks Remaja


Di atas sudah jelas pengertian dan batasan ilmu, rekayasa, dan teknologi. Selanjutnya
bagaimana dengan konteksnya dengan KIR, sebagai wadah ektrakurikuler yang membidangi
ketiganya. Dalam praktiknya, science saja lebih dikenal sebagai sains hanya mengurus bidang
IPA (biologi, fisika, dan kimia) saja. Dengan merk sebagai Science Club, KIR seolah hanya
mengkaji bidang IPA saja, tidak membahas bidang IPS, apalagi Matematika, Bahasa, Teknik
(rekayasa) atau Komputer dan Informatika.

Dengan mempersempit definisi Science menjadi sains sehingga mengkerdilkannya hanya


pada ilmu (pengetahuan) alam sebagai ilmu murni (pure science) yang terdiri dari “biomafia”
(biologi, matematika, fisika, & kimia). Ilmu (pengetahuan) sosial disisihkan sebagai saudara

23
jauh dan terbuang. Ironisnya, tidak semua alumni KIR yang meneruskan belajarnya
menembuh bidang IPA. Bahkan lebih banyak alumni KIR yang melanjutkan studi mengambil
jurusan/program studi non eksakta (non biomafia). Seandainya, dalam aktvitasnya KIR juga
memprogram kajian dan penelitian tentang IPS akan lebih menyiapkan bekal buat semua
mantan aktivis dalam melanjutkan studinya kelak. Jadi punya banyak pilihan.
Demikian pula, dengan paradigma sains hanya mengurus ilmu ‘IPA’ murni, maka akan
meninggalkan ilmu terapan (applied science), yang dapat masuk dalam teknik (rekayasa) dan
teknologi seperti diungkap di atas. Bahkan sesama si ‘murni’ saja saling berkolaborasi
membentuk ilmu baru sebagai tetap dalam kemurniannya atau telah masuk ranah penerapan.
Kimia [Q3A, istilah gaul] saja dapat dikenal sebagai ilmu kimia (chemistry), teknik kimia
(chemical engineering), dan kimia teknik (engineering chemistry), yang ketiganya memilki
spesialisasi kajian tersendiri.

KIR menghadapi dilema pengelolaan organisasi yang merangkum semua bidang IPA, IPS,
Bahasa, dan Teknologi. Organisasi menjadi gemuk. Semoga tidak bergerak lamban dan lemot
apalagi letoy. Insya Allah, tetap energik, proaktif dan progresif. Kepanjangan KIR menjadi
Kelompok Ipteks Remaja?

Atau KIR merampingkan organisasinya sesuai pengertian sempitnya Science di atas, hanya
pada ‘bifia’ (biologi, fisika & kimia). Jika ini pilihan yang diambil KIR, maka harus rela dan
ikhlas memberikan otonomi kepada kelompok studi membentuk organisasi ekskul baru.
Ekskul merupakan organisasi otonom yang mandiri dan tidak memilki garis struktural dengan
organisasi kesiswaan di sekolah (OSIS dan MPK). Jika di perguruan tinggi, maka ekskulnya
adalah UKM dan KSM (sebagai badan otonom) yang berdampingan dengan organisasasi
kemahasiswaan (BEM dan BPM).

Kemungkinan organisas ekskul baru yang bisa lahir dari rahim KIR, adalah Mathematic
Club, English Club, Social or Economic Studies, Mechatronic Club, Automation Club,
Robotic Club, atau ICT Club.

Nah, tantangan nih buat Pengurus KIR. Sebuah ‘PR’ yang harus segera diselesaikan tanpa
menunggu ditagih supaya dapat nilai (layaknya tugas dari guru). [6/1/2013]

24
KARYA dan PRESTASI sebagai VISI KIR SMAN 32 JAKARTA

Memang harus diakui ketika KIR SMAN 32 Jakarta lahir, terbentuk dan berdiri sampai kini
dengan catatan usia menjelang 29 tahun, belum dirumuskan Visinya sebagai sebuah
organisasi. Namun, sebenarnya apa yang diinginkan oleh para pendiri, perintis, pengurus di
tiap periode dan anggota, serta alumni akan menuju dan mengerucut pada dua kata:
PRESTASI dan KARYA. Ketika PIR (Perkemahan Ilmiah Remaja) pertama yang
dilangsungkan di Cisarua, 6-9 Juni 1983, KIR SMAN 32 Jakarta sudah memiliki moto, yakni
KELOMPOK ILMIAH REMAJA SEBAGAI PENUNJANG KEGIATAN UNTUK
BERKARYA DAN BERPRESTASI.

Kemudian di kepengurusan periode kedua, bersamaan dengan sosialisasi hasil revisi lambang
KIR, moto tersebut disederhanakan dan dipertajam menjadi: KIR, WADAHNYA REMAJA
UNTUK BERKARYA DAN BERPRESTASI. Sehingga dapatlah dirumuskan VISI KIR
SMAN 32 Jakarta, sebagai berikut: MENJADIKAN SISWA SMAN 32 JAKARTA
SEBAGAI REMAJA YANG DAPAT BERPRESTASI SECARA AKADEMIS DAN
DAPAT MENGHASILKAN KARYA ILMIAH DI BIDANG ILMU PENGETAHUAN
DAN TEKNOLOGI.

Dengan demikian, visi ini juga akan memberi inspirasi dan motivasi bagi alumninya untuk
selalu berusaha membuat “karya & prestasi” di bidang profesi masing-masing, dalam
penyaluran hobi, atau ketika berkontribusi dalam bermasyarakat untuk memberi yang terbaik.
Dengan hasil yang berbobot, nilai dan mutu yang tinggi dari usaha yang serius dan kerja yang
keras, tak ada dan tak akan pernah ada sesuatu yang menggantikan dengan kepuasan yang
didapat. [28/1/2012]

25
29 tahun KIR SMAN 32 Jakarta (8 Februari 1983 – 8 Februari 2012)

Rabu besok, 8 Februari 2012 KIR SMAN 32 Jakarta genap berusia 29 tahun. Perjalanan
panjang bagi sebuah organisasi. Alhamdulillah, KIR masih tetap eksis, memiliki prestasi dan
juga prestise sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler (ekskul). Masih terngiang dalam
ingatan, Guru Pembimbing pertama, ibu Endang G.T., selalu berpesan, agar KIR jangan layu
sebelum berkembang. Insya Allah, guru kimia tersebut akan bersyukur dengan sunggingan
senyumnya, jika beliau melihat KIR sekarang. Eksistensi, torehan prestasi, dan kestabilan
prestise masih dimiliki oleh KIR yang didukung data dan fakta. Semua ini hasil belajar keras
dan kerja cerdas para aktivis (pengurus & anggota) di tiap periodenya.

Kalau diibaratkan makhluk hidup (organisme), sebuah organisasi juga akan mengalami masa-
masa seperti makhluk hidup. Dimulai dari lahir, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, tua dan
mati. Dari fenomena yang ada, banyak organisasi yang berumur panjang, tetapi juga tidak
sedikit yang berusia singkat.

Usia 29 tahun bagi KIR bukan remaja lagi, tetapi sudah dewasa muda menjelang dewasa tua,
walaupun KIR diurus dan dikelola oleh remaja. Problematika ketika masa-masa awal
perintisan terus berkembang hingga kini, akan selalu bervariasi. Masalah dan persoalan di
tiap periode tidak sama, sehingga penanganannyapun harus berbeda. Bagi aktivis KIR
sekarang, janganlah dengan mengingat usia KIR dan kerapnya interaksi dengan alumni
menjadi beban yang berat. Karena para alumni sangat bijak dan arif untuk memberi
kontribusi pemikiran yang pantas dan sepadan dengan kondisi terkini. Alumni hanya
memberi saran dan usul seputar tataran konsep, sedangkan para aktivis KIR yang
mengaplikasikannya secara teknis. Sebagai mantan aktivis, alumni masih percaya akan
kemampuan KIR dalam menyelesaikan masalah internalnya, juga menghormati eksistensi,
otoritas, kemandirian dan independensi keorganisasian KIR. Karena antara KIR dengan
alumni tidak ada hubungan struktural. Konsep dari alumni juga bisa ditolak kalau tidak sesuai
dengan VISI KIR serta tidak sesuai situasi, kondisi yang ada dan kemampuan pengurus.

Terus berjuang dengan selalu belajar dari keadaan dan peristiwa sampai titik optimal. Aktivis
KIR adalah remaja HEBAT (handal, energik, berbobot, antusias, takwa). Usaha ada pada

26
kita, hasil akhir kita serahkan pada Allah. Ikhtiar adik-adik aktivis, juga akan kakak alumni
dampingi dengan harapan dan iringan do’a. Selamat HUT KIR ! Selamat Milad KIR yang ke-
29 ! [5/2/2012]

27
30 tahun KIR SMA 32 Jakarta ! Apa artinya ?

Hari ini tepat 30 tahun yang lalu KIR SMA 32 Jakarta (KIR 32) diproklamirkan dengan
deklarasi pembentukan pengurus pertamanya. Sebuah perjalanan panjang organisasi ekskul di
tingkat SMA yang melalui 3 dasawarsa atau 3,75 windu. Kalau diadakan Lustrum, KIR 32
telah merayakannya yang ke-6.

Dalam hitungan waktu lebih lanjut, KIR 32 telah menapaki perjalanan waktu sebanyak 360
bulan, 1560 minggu, 10.950 hari, 262.800 jam, 15.768.000 menit, atau 946.080.000 detik.

KIR 32 sudah mengalami 30 kali perputaran KBM di sekolah, sehingga ada 60 semester yang
dilaluinya. Selama itu pula KIR 32 mengalami pergantian pengurus 29 kali dengan jumlah
anggota terdiri dari 32 angkatan.

Usia yang tengah dewasa bagi sebuah organisasi meskipun diurus dan dikelola oleh remaja
dengan periode 1 tahun. Usia pengurusnya hanya setengahnya dari usia organisasi itu sendiri.
Usia KIR 32 kini setingkat dengan usia seorang yang tengah meniti karir sebagai seorang
Manajer. Usia yang harus sudah menentukan sikap untuk berkarir di bidang apa dan dimana.
Penentuan pilihan dengan keputusan yang mantap dan konsisten menjalaninya.

Seperti apa KIR 32 kini, penulis tidak tahu banyak. Penulis terakhir berinteraksi dengan KIR
32 melalui aktivitas FK. MAKARA (Forum Komunikasi Mantan Aktivis KIR SMA 32
Jakarta) pada tahun 1993. Sejak lulus sekolah tahun 1985 penulis masih sempat diundang
oleh Pengurus jika ada pelantikan anggota baru, penyelenggaraan Studi Tur (Karya Wisata),
atau Perkemahan Ilmiah Remaja (PIR). Intensitas alumni bekerja sama dengan KIR 32
semakin tinggi setelah alumni KIR 32 membentuk FK. MAKARA pada tahun 1989.
Sepengetahuan penulis bentuk kerja sama yang pernah dilakukan, adalah:
1. Seminar Sehari Problematika Masa Pasca SMA (1989)
2. Bimbingan Belajar (BILARMA) bagi siswa kelas III (1990)
3. Diskusi dan Seminar Koperasi (1991)
4. POKI (Pekan Orientasi Kegiatan Ilmiah) (1992)
5. KOCAK (Kegiatan Orientasi Calon Aktivis KIR 32) (1993)

28
Ketika merayakan tahun kelahiran (milad) adalah saat yang tepat untuk melakukan
muhasabah (introspeksi, evaluasi) dan membuat resolusi. Apakah setiap tahun jumlah
anggota baru yang masuk bertambah atau berkurang dibanding dengan tahun sebelumnya?
Dari tahun 1983 hingga 2013 yang jelas penulis tidak punya data berapa total anggota KIR
32. Jika setiap angkatan rata-rata 100 orang (ini perkiraan sebelum tahun 1994, karena setiap
penerimaan anggota antara 2-3 kelas), maka 29 X 100 orang = 2900 orang. Dari jumlah
tersebut kira-kira yang aktif 20%, maka ada 580 orang.

Evaluasi terhadap organisasi yang paling sederhana adalah pada bidang KOMA
(Kepemimpinan, Organisasi, Manajemen, Administrasi). Bagaimana sistem pengkaderan
untuk menyiapkan regenerasi? Seberapa jauh pengetahuan anggota terhadap ‘ilmu’
berorganisasi? Apakah setiap pelaksanan aktivitas sudah melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen? Bagaimana sistem dan tata administrasi pengurus terutama perihal
kesekretariatan?

Sesuai dengan identitas, ciri khas, karakteristik, dan ‘core business’ nya, KIR lekat dengan
Kegiatan Ilmiah serta Aktivitas Keilmuan, Penalaran dan Pemikiran. Apakah semua jenis
kegiatan ilmiah telah dilakukan? Karya Ilmiah apa yang sudah dihasilkan? Prestasi apa yang
sudah dicapai? Seberapa banyak partisipasi anggota yang mengikuti Lomba Karya Ilmiah?

Bagi pengembangan organisasi, kegiatan ke luar menjadi suatu alternatif terutama dalam
melakukan studi banding sambil beranjang sana. Seberapa banyak KIR sekolah lain yang
telah dikunjungi dan melakukan kerja sama?

Bekerja sama dengan organisasi, lembaga, atau instansi lain juga menjadi sarana memperluas
wawasan berorganisasi. Tidak terkecuali dengan alumni. Bagaimana frekuensi KIR
berinteraksi dengan alumni dalam suatu rentang waktu tertentu?

Nah, demikian contoh bahan evaluasi yang bisa dipakai di setiap periode kepengurusan.
Mengapa setiap calon pengurus harus mempunyai visi dan misi? Adalah sebagai ukuran
tentang mau dibawa kemana organisasi selama satu periode ke depan. Kemunduran atau
kemajuan suatu periode kepengurusan dapat dilihat jika dibandingkan dengan periode
sebelum dan sesudahnya. Masalahnya, apakah setiap periode memiliki sistem dokumentasi

29
dan tata pelaporan yang standar? Belum lagi, tidak adanya personal dan lembaga yang
melakukan kajian dan riset tersebut? Penulis kira, masalah Ekskul terutama KIR dapat
dijadikan bahan penelitian Tugas Akhir (Skripsi) S-1 untuk Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP).

Rasanya tidak adil dan fair kalau melakukan evaluasi terhadap KIR saja, tanpa membuat
otoevaluasi dan otokritik pada alumninya. Dari 30 tahun usia KIR, penulis membagi
persepuluh angkatan. Pengertian angkatan di SMA dengan di PT berbeda. Kalau angkatan di
SMA adalah tahun menjadi alumni, sedangkan angkatan di PT ialah tahun masuk menjadi
mahasiswa.

Angkatan (alumni) KIR 32 dapat dirinci sebagai 1984 – 1993, 1994 – 2003, dan 2004 – 2013.
Semenjak Facebook (FB) lahir di 2004 dan booming empat tahun kemudian, alumni KIR 32
membuat grup di FB dengan akun Komunitas Alumnus Kir-32 (KALKIR). Namun, sampai
hari ini intensitas komunikasi dan interaksi informasi masih didominasi berada di sepuluh
angkatan pertama. Masih ditunggu sepuluh angkatan kedua dan ketiga (berikutnya) untuk
masuk dalam satu keluarga ini. Penyampaian informasi yang berantai senantiasa diharapkan
selalu. KALKIR dengan KIR 32 baru satu kali membuat event, yakni mengadakan Seminar
Kecerdasan Hati. Semoga KALKIR tidak seperti FK. MAKARA yang tidak terurus dan
terkelola karena semua pengurus sibuk. Sibuk yang cari sekolah setelah menamatkan SMA
untuk kuliah di PT mana, sampai yang sibuk mau mempersiapkan sidang sarjananya. Dari
yang sibuk mencari pekerjaan sampai yang sibuk mau pindah kerja. Termasuk juga yang
sibuk dengan bisnis yang sedang dirintis. Apalagi saat itu alat komunikasi sangat terbatas.
Ironis kan? forum komunikasi yang sulit berkomunikasi.

Alhamdulillah, kini dengan media komunikasi dan informasi yang banyak dan beragam
sangat membantu. Tinggal niat dan kemauan. Insya Allah, kemampuan mengikuti. KALKIR
adalah komunitas yang menjadi sebuah keluarga (dari KIR 32 juga). Karena antara KIR 32
dengan KALKIR hanya beda status masih sekolah dan sudah alumni, masih aktivis KIR dan
mantan aktivis KIR. Semoga kebersamaan ini janganlah cepat berlalu.
Insya Allah.
Selamat milad KIR 32. Sukses terus dan selalu. [8/2/2013]

30
“KALKIR”dan 3 APEL

Kertas kalkir (tracing paper) adalah kertas transparan yang biasa digunakan untuk gambar
teknik. Apel merupakan buah yang bentuk fisiknya seenak rasanya (bagi yang suka, termasuk
penulis). Tampilannya memang begitu mempesona dan rasanyapun nikmat.

Sebuah profil yang luar dalam serasi, selaras, seimbang dan sebanding. Kalau Komunitas
Alumnus KIR-32, disingkat dengan akronim KALKIR dan berlambang 3 APEL sangat tepat.
Kertas, yang manfaatnya bagi dunia modern sangat diperlukan. Khususnya kertas kalkir,
yang pemanfaatannya tidak hanya di dunia teknik juga dalam ranah seni. Semoga, Komunitas
Alunus KIR-32 (KALKIR) dapat memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat luas.

Pribadi KALKIR yang tidak hanya serius layaknya ilmuwan dan teknolog, tetapi juga bisa
humanis dan artistik layaknya seniman. Aktivitas yang diusungpun bisa serius dan santai, ada
diskusi dan canda, ada debat dan kelakar.

Tampilan KALKIR juga eye catching, layaknya buah apel. Seperti pernah penulis ungkap, di
dunia ini ada 3 apel yang membuat fenomena. Apel pertama, adalah apelnya Nabi Adam
sebagai simbol buah khuldi, yang menjadi sebab dimulainya kehidupan di dunia ini. Mungkin
tepat kalau disimbolkan dengan apel hijau. Apel yang kedua, ialah apel yang jatuh menimpa
Sir Isaac Newton, sehingga memunculkan teori gravitasi. Sebuah teori yang sangat
fundamental bagi fisika dan mekanika serta menjadi dasar perkembangan ilmu teknik sampai
kini. Patutlah Newton sebagai orang nomor 2 dari 100 tokoh berpengaruh sepanjang sejarah
umat manusia, dan warna apel yang tepat adalah apel kuning. Sedangkan apel ketiga, adalah
Apple Computer. Perusahaan computer yang berani menjual produknya dengan harga tinggi
demi menjaga kualitas. Perusahaan yang ikonnya Steve Jobs ini (sebagai pendiri & CEO)
terkenal dengan produknya bermerek. Untuk apel yang cocok sesuai keberanian dan
gebrakannya, maka apel merah tepatnya.

Warna merah, kuning, dan hijau juga merupakan warna dasar. Lalu apa hubungannya dengan
KALKIR? Mudah-mudahan KALKIR bisa membuat fenomena bagi kehidupan ini dengan
basis ilmu pengetahuan.

31
Memberi manfaat bagi sesama, bisa berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat dan
menjadi pionir dalam mendukung nilai-nilai kepedulian untuk berbagi. [31/3/2012]

32

Anda mungkin juga menyukai