Anda di halaman 1dari 21

Pengertian Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja

1 Keamanan Kerja

Pengertian keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan. Keselamatan kerja bersasaran segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan
air, didalam air, maupun diudara. Tempat-tempat demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi,
seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa dan lain-lain. Salah satu
aspek penting sasaran keselamatan kerja mengingat resiko bahanya adalah penerapan teknologi,
terutama teknologi yang lebih maju dan mutakhir. Keselamatan kerja adalah tugas semua orang yang
bekerja. Keselamatan kerja adalah dari, oleh, untuk setiap tenaga kerja serta orang lainnya dan juga
masyarakat pada umumnya. Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung
terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa materil maupun nonmateril.

Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat material diantaranya sebagai berikut.

1. Baju kerja
2. Helm
3. Kaca mata
4. Sarung tangan
5. Sepatu
Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial adalah sebagai berikut.

1. Buku petunjuk penggunaan alat


2. Rambu-rambu dan isyarat bahaya.
3. Himbauan-himbauan
4. Petugas keamanan
Tujuan Keselamatan Kerja :

· Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja.


· Menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan effisien.
· Menjamin proses produksi berjalan secara aman

2. Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha
pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.

Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan
sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun
1960, BAB I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan
kemasyarakatan.
3. Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan
pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah sau faktor yang harus dilakukan selama
bekerja. Tidak ada seorang pun didunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan kerja
sangat bergantung .pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.

Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

a. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan diatas.
b. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
c. Teliti dalam bekerja
d. Melaksanakan Prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.

Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur).Sasaran
Segala tempat kerja (darat, di dalam tanah, permukaan dan dalam air, udara) :

· Industri
· Pertanian
· Purtambangan
· Perhubungan
· Pekerjaan umum
· Jasa
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja adalah
upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan selamat selama bekerja di
tempat kerja. Tempat kerja adalah ruang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, atau sering
dimasuki tenaga kerja untuk keperluan usaha dan tempat terdapatnya sumber-sumber bahaya.

Kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi kecelakaan yang disebabkan oleh :

1. Mesin
2. Alat angkutan
3. Peralatan kerja yang lain
4. Bahan kimia
5. Lingkungan kerja
6. Penyebab yang lain
Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja

1. Kerugian Langsung
Penderitaan pribadi, rasa kehilangan dari anggota keluarga korban
2. Kerugian Tak langsung (tersembunyi)
Kerusakan mesin dan peralatan, terganggunya produksi, terganggunya waktu kerja karyawan dll.

Sebab-sebab kecelakaan

1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts)
2. Keadaan- keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)
Faktor utama:

1. Peralatan teknis

2. Lingkungan kerja

3. Pekerja

80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia Suatu pendapat: Langsung
atau tidak langsung semua kecelakaan disebabkan oleh semua manusia yang terlibat dalam suatu
kegiatan.

Teori penyebab kecelakaan yang pernah diajukan

1. Teori kemungkinan murni (pure change theory)

2. Teori kecenderungan untuk celaka (Accident prone theory ) Tidak dapat menjelaskan asal usul
penyebab sesungguhnya kecelakaanSOP-JSK I K3SOP-JSA I K3

· TUJUAN KESEHATAN, KESELAMATAN DAN KEAMANAN KERJA

Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja bertujuan untuk menjamin kesempurnaan atau kesehatan
jasmani dan rohani tenaga kerja serta hasil karya dan budayanya.

Secara singkat, ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja adalah sebagaai berikut :

1. Memelihara lingkungan kerja yang sehat.


2. Mencegah, dan mengobati kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan sewaktu bekerja.
3. Mencegah dan mengobati keracunan yang ditimbulkan dari kerja
4. Memelihara moral, mencegah, dan mengobati keracunan yang timbul dari kerja.
5. Menyesuaikan kemampuan dengan pekerjaan, dan
6. Merehabilitasi pekerja yang cedera atau sakit akibat pekerjaan.

Keselamatan kerja mencakup pencegahan kecelakaan kerja dan perlindungan terhadap terhadap tenaga
kerja dari kemungkinan terjadinya kecelakaan sebagai akibat dari kondisi kerja yang tidak aman dan atau
tidak sehat.
Syarat-syarat kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja ditetapkan sejak tahap perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan, dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis, dan aparat produksi yang mengandung
dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

Adapun yang menjadi tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan
hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.
Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja dinilai seperti berikut:

Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai
akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja,
kecelakaan selain menjadi sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian-kerugian
secara tidak langsung, yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk
beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja dan lain-lain. Biaya-biaya sebagai akibat kecelakaan
kerja, baik langsung ataupun tidak langsung, cukup bahkan kadang-kadang terlampau besar sehingga
bila diperhitungkan secara nasional hal itu merupakan kehilangan yang berjumlah besar.

Analisa kecelakaan secara nasional berdasarkan angka-angka yang masuk atas dasar wajib lapor
kecelakaan dan data kompensasinya, dewasa ini seolah-olah relatif rendah dibandingkan dengan
banyaknya jam kerja tenaga kerja.

Potensi-potensi bahaya yang mengancam keselamatan pada berbagai sektor kegiatan ekonomi jelas
dapat diobservasi, misalnya: (a) Sektor pertanian yang juga meliputi perkebunan menampilkan aspek-
aspek bahaya potensial seperti modernisasi pertanian dengan penggunaan racun-racun hama dan
pemakaian alay baru seperti mekanisasi. (b) Sektor industri disertai bahaya-bahaya potensial seperti
keracunan- keracunan bahan kimia, kecelakaan-kecelakaan oleh mesin, kebakaran, ledakan-ledakan dan
lain-lain. (c) Sektor pertambangan mempunyai risiko-risiko khusus sebagai akibat kecelakaan tambang,
sehingga keselamatan pertambangan perlu dikembangkan secara sendiri, minyak dan gas bumi
termasuk daerah rawan kecelakaan. (d) Sektor perhubungan ditandai dengan kecelakaan-kecelakaan
lalu lintas darat, laut dan udara serta bahaya-bahaya potensial pada industri pariwisata, demikian pula
telekomunikasi mempunyai kekhususan dalam risiko bahaya. (e) Sektor jasa, walaupun biasanya tidak
rawan kecelakaan juga menghadapkan problematik bahaya kecelakaan khusus.

Menurut observasi, angka frekuensi untuk kecelakaan-kecelakaan ringan yang tidak menyebabkan
hilangnya hari kerja tetapi hanya jam kerja masih terlalu tinggi. Padahal dengan hilangnya satu atau dua
jam sehari mengakibatkan kehilangan jam kerja yang besar secara keseluruhan.

Analisa kecelakaan memperlihatkan bahwa untuk setiap kecelakaan ada faktor penyebabnya, sebab-
sebab tersebut bersumber kepada alat-alat mekanik dan lingkungan serta kepada manusianya sendiri.
Untuk mencegah kecelakaan, penyebab-penyebab ini harus dihilangkan.

85% dari sebab-sebab kecelakaan adalah faktor manusia, maka dari itu usaha-usaha keelamatan selain
ditujukan kepada teknik mekanik juga harus memperhatikan secara khusus aspek manusiawi. Dalam
hubungan ini, pendidikan dan penggairahan keselamatan kerja kepada tenaga kerja merupakan sarana
yang sangat penting.

Sekalipun upaya-upaya pencegahan telah maksimal, kecelakaan masih mungkin terjadi dan dalam hal ini
adalah besar peranan kompensasi kecelakaan sebagai suatu segi jaminan sosial untuk meringankan
bebab penderita.

Undang-undang Keselamatan Kerja

UU Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, menjamin
suatu proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi berjalan
teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi tidak merugikan semua pihak. Setiap
tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya untuk
kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
UU Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU Keselamatan Kerja (UUKK)
No. 1 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan
dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja di segala macam tempat kerja yang
berada di wilayah kekuasaan hukum NKRI.

Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 adalah UUD 1945 pasal 27 (2) dan UU No. 14 tahun 1969.
Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti setiap warga negara berhak hidup layak dengan pekerjaan yang
upahnya cukup dan tidak menimbulkan kecelakaan/ penyakit. UU No. 14 tahun 1969 menyebutkan
bahwa tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksana dari pembangunan.

Ruang lingkup pemberlakuan UUKK dibatasi oleh adanya 3 unsur yang harus dipenuhi secara kumulatif
terhadap tempat kerja.

Tiga unsur yang harus dipenuhi adalah:

1. Tempat kerja di mana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.


2. Adanya tenaga kerja, dan
3. Ada bahaya di tempat kerja.

UUKK bersifat preventif, artinya dengan berlakunya undang-undang ini, diharapkan kecelakaan kerja
dapat dicegah. Inilah perbedaan prinsipil yang membedakan dengan undang-undang yang berlaku
sebelumnya. UUKK bertujuan untuk mencegah, mengurangi dan menjamin tenaga kerja dan orang lain
ditempat kerja untuk mendapatkan perlindungan, sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara
aefisien, dan proses produksi berjalan lancar.

· Memahami Prosedur yang Berkaitan dengan Keamanan

Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation Procedure) wajib
dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah penggunaan peralatan kesalamatan kerja. Fungsi utama dari
peralatan keselamatan kerja adalah melindungi dari bahaya kecelakaan kerja dan mencegah akibat lebih
lanjut dari kecelakaan kerja. Pedoman dari ILO (International Labour Organization) menerangkan
bahawa kesehatan kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pedoman itu
antara lain:

a. Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul dari pekerjaan dan
lingkungan kerja.
b. Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya
c. Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial para pekerja.

Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah helm, masker, kacamata, atau
alat perlindungan telinga tergantung pada profesinya.
· Alat-alat pelindung badanü

Pada waktu melaksanakan pekerjaan, badan kita harus benar-benar terlindung dari kemungkinan
terjadinya kecelakaan. Untuk melindungi diri dari resiko yang ditimbulkan akibat kecelakaan, maka
badan kita perlu menggunakan ala-alat pelindung ketika melaksanakan suatu pekerjaan.

Berikut ini akan diuraikan beberapa alat pelindung yang biasa dipakai dalam melakukan pekerjaan
listrik dan elektronika.

a.Pakaian kerja

Pemilihan dan pemakaian pakaian kerja dilakukan berdasarkan ketentuan berikut.

· Pemakaian pakaian mempertimbangkan bahaya yang mungkin dialami

· Pakaian longgar, sobek, dasi, dan arloji tidak boleh dipakai di dekat bagian mesin

· Jika kegiatan produksi berhubungan dengn bahaya peledakan/ kebakaran maka harus memakai
pakaian yang terbuat dari seluloid.

· Baju lengan pendek lebih baik daripada baju lengan panjang.

· Benda tajam atau runcing tidak boleh dibawa dalam kantong.

· Tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan debu, tidak boleh memakai pakaian berkantong
atau mempunyai lipatan.

· Teori: Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja,
perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.
Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan
mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep
ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi
jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.

Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan,
kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta
lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja
sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya
kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan
masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu
menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.

K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan,
pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan
pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan
tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan
manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift,
kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan
hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.

Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris,
Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-
besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya
berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah
berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun,
dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja.
Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian
material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan
senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja
(occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.

Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in
kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung
jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas
contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk
assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi
employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum
yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah
ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak
Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids
Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan
beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang
diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang
menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam
Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor
Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan
Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling
1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan
Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman
kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan
keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan
kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai
dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional.

K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi
modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong
pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal
ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14
Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara
eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus
melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat
kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa.

Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU
No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan
lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam
sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan,
dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu
global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global
tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak
perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki
kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan
masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3,
menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi.

KESELAMATAN DAN KEAMANAN KERJA (K3)

Sistem keamanan dan keselamatan kerja terhadap keseluruhan personil baik Pengawas, Pelaksana dan
juga pekerja terutama yang ada di dalam lingkungan pekerjaan menjadi hal yang sangat penting dan
perlu mendapat perhatian.

Untuk mencegah terjadinya kecelakaan antara lain mengadakan sosialisasi K3, memasang rambu-rambu
peringatan agar bekerja hati-hati dan pemakaian alat-alat pengamanan untuk keselamatan kerja dan
perlindungan terhadap pekerjaan itu sendiri. Untuk melayani apabila terjadi kecelakaan kecil disediakan
kotak/almari P3K mengadakan kerja-sama dengan Puskesmas terdekat. Apabila Puskesmas tidak mampu
akan dirujuk ke Rumah Sakit terdekat.

Seluruh tenaga kerja yang bekerja pada proyek ini akan diikut sertakan dalam program Astek ataupun
Jamsostek.

Secara umum dapat diartikan tujuan penerapan K3 di proyek adalah agar tidak terjadi kecelakaan
kerja ( zero accident)

Program keselamatan dan kesehatan kerja pada Proyek (RKP) meliputi :

· Kondisi lingkungan lengkap dengan perencanaan site.


· Struktur organisasi K3
· Pokok-pokok perhatian K3
· Identifikasi resiko kecelakaan dan pencegahan
· Identifikasi kondisi dan alat yang dapat menimbulkan potensi bahaya.
· Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
· Daftar Instansi terkait.
· Kondisi Lingkungan dan Perencanaan Site.
· Pengaturan jalan mobilitas bahan, tenaga dan alat.
· Lokasi penyimpanan bahan/material.
· Lokasi fabrikasi
· Direksi keet
· Barak kerja.
Struktur Organisasi Unit K3 :

· Ketua Unit K3 : Kepala Proyek


· Sekretaris : Teknik
· Bendahara : Personalia dan Keuangan
· Pelaksana K3 : Para Pelaksana
· Anggota : Seluruh personil proyek.
Pokok-pokok perhatian K3 :

· Kecelakaan kerja akibat dri penggunaan :

1. Alat / Mesin\

2. Tahapan/metode pelaksanaan.

· Penyakit akibat kerja

1. Suara dan asap pengguna alat

2. Penggunaan bahan kimia berbahaya

· Pemaparan terhadap kondisi lingkungan.

· Pertolongan pertama pada kecelakaan ( P3K )

· Usaha-usaha penyelamatan

Identifikasi resiko kecelakaan dan pencegahan :

· Jatuh : Menggunakan sabuk pengaman

Pemasangan jarring pengaman

Penggunaan scaffolding yang benar

Pemasangan pagar pengaman

Pemasangan rambu/tanda

· Kejatuhan : Pemakaian helm pengaman

Pemasangan jaring pengaman.

Pemasangan rambu/tanda

· Luka : Pemakaian sarung tangan, sepatu

· Sakit mata : Pemakaian kacamata.

Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan :

· Pemasangan poster/himbauan tentang K3

· Penggunaan alat keselamatan kerja yang memadai (helm, sarung tangan, sepatu dll)

· Pemberian rambu-rambu petunjuk dan larangan.


· Pemasangan pagar pengaman di antara lantai dan tangga

· Briffing setiap pagi kepada Mandor dan Sub yang terlibat.

· Menjaga kondisi jalan kerja agar tetap layak pakai

· Penempatan material/bahan yang sensitive/berbahaya dengan benar

· Menjaga kondisi jalan kerja agar tetap layak pakai

· Perlu mendapat perhatian terhadap alat yang menimbulkan suara bising, asap dan residu lainnya.

· Penyediaaan alat pemadam kebakaran

· Penempatan Satpam

· Kerjasama dengan klinik atau rumah sakit terdekat.

Pemeliharaan Kesehatan :

· Penyediaan air bersih

· Pembuatan sarana MCK yang memadai

· Penyediaan tempat sampah dan pembuangan keluar lokasi kerja

· Kerjasama dengan klinik atau rumah sakit terdekat

Instansi terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja :

· Depnakertrans

· Kepolisian

· Pemda

· Puskesmas/Dokter

· Perlindungan Astek

Pelatihan K3

Pada umumnya program pelatihan K3 mencakup :

· Kebijakan K3 Perusahaan

· Cara bagaimana K3 dapat diorganisir di tempat kerja

· Prosedur K3 dalam Perusahaan

· Pengendalian bahaya dan resiko

· Undang-undang K3

· Prosedur keadaan darurat

Program pelatihan K3 perlu mencakup beberapa kelompok sasaran, diantaranya :


· Manajemen senior

· Manajer/supervisor

· Karyawan

· Orang yang mempunyai tanggung jawab penuh

· Operator

· Pengunjung lokal/tamu

Perlengkapan dan peralatan penunjang program K3, meliputi :

· Pemasangan bendera K3, bendera perusahaan dan bendera Negara Republik Indonesia.

· Pemasangan sign board K3 berupa slogan-slogan yang mengingatkan akan perlunya bekerja
dengan selamat, gambar-gambar atau pamflet tentang bahaya / kecelakaan yang mungkin terjadi di
lokasi pekerjaan. Slogan maupun pamflet dapat dipasang di kantor proyek dan lokasi pekerjaan
berlangsung .

Kegiatan K3, meliputi :

Kelengkapan administrasi

· Pendaftaran proyek ke Disnaker setempat

Pihak pelaksana proyek wajib melapor dan mendaftar ke Disnaker setempat, karena Disnaker adalah
instansi pemerintah yang berwenang dan bertanggung jawab menangani K3

· Pendaftaran dan pembayaran ASTEK

Sesuai dengan ketentuan Negara, perusahaan/proyek yang mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 10
orang, wajib melindungi pekerja melalui Asuransi Tenaga Kerja.

· Pendaftaran dan pembayaran asuransi lainnya, misalnya CAR

· Izin dari pihak yang terkait tentang penggunaan jalan dan jembatan

Untuk beberapa proyek kadang perlu alat berat yang harus didatangkan dan bila keadaan
jalan/jembatan relatif kecil, perlu izin pihak terkait.

· Keterangan laik pakai untuk penggunaan alat berat/ringan yang memerlukan rekomendasi dari
Depnaker atau instansi yang berwenang.

· Peralatan proyek yang menyangkut keselamatan umum pada saat pengoperasian harus dimonitor
pemakaiannya oleh instansi pemerintah yang berwenang.

· Pemberitahuan kepada pemerintah/lingkungan setempat perihal laporan tentang


keberadaan/kegiatan proyek.

Pengawasan Pelaksanaan K3 meliputi :


· Safety Patrol : Suatu team yang terdiri dari 2 atau 3 orang yang melaksanakan patroli selama lebih
kurang 2 jam (tergantung lingkup proyek). Dalam patroli masing-masing anggota safety patrol mencatat
hal-hal yang tidak sesuai ketentuan/yang mempunyai resiko kecelakaan. Ketentuan/tolok ukurnya
adalah : Safety Plan, Panduan pelaksanaan K3 dan hal-hal yang secara teknis mengandung resiko.

· Safety Supervisor : Petugas yang ditunjuk oleh Manager Proyek yang secara terus menerus
mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan dilihat dari segi K3 : Safety Supervisor
berwenang menegur dan memberikan instruksi langsung terhadap para pelaksana di lapangan.

· Safety Meeting : Rapat membahas hasil/laporan dari safety patrol maupun hasil/laporan dari
safety supervisor. Yang paling utama dalam safety meeting adalah perbaikan atas pelaksanaan kerja
yang tidak sesuai K3 dan perbaikan system kerja untuk mencegah penyimpangan tidak terulang kembali.

· Pelaporan dan Penanganan Kecelakaan : Pelaporan dan Penanganan kecelakaan terdiri dari
kecelakaan ringan, kecelakaan berat, kecelakaan dengan korban meninggal dan kecelakaan peralatan
berat.

Perlengkapan Diri (APD)

· Helmet: Alluminium, Standard (CIC)


· Sepatu lapangan : kulit, karet
· Jas hujan
· Masker las
· Kaca mata las
· Sabuk pengaman
· Tali pengaman
· Masker hidung
· Penutup telinga
· Sarung tangan
· Handy Talky
· Senter
· Tas Pinggang
· Kartu pengenal.
Perlengkapan K3

· Tandu Orang
· Alat pemadam kebakaran
· Rambu-rambu petunjuk
· Spanduk K3
· MCK
· Pompa air
· Mushola
· Bedeng pekerja
· Ruang Klinik
· P3K
· Papan pengumuman.
Manajemen Pelaksanaan K3L dalam Pelaksanaan di Proyek
Perusahaan Jasa Konstruksi dalam melaksanakan pekerjaannya banyak menyerap tenaga kerja,
baik yang mempunyai kemampuan dan keahlian cukup maupun yang terbatas. Kegiatan jasa konstruksi
melibatkan banyak tenaga kerja, peralatan konstruksi, mesin-mesin, bahan bangunan dan menerapkan
berbagai macam teknologi. Dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi sering terjadi berbagai macam
masalah seperti robohnya perancah, tenaga kerja jatuh dari ketinggian, terkena aliran listrik dan
kecelakaan kerja lainnya. Untuk itu disusun Standart K3L bagi sector jasa konstruksi yang ditujukan agar
ditempat kerja tidak terjadi kerugian, gangguan ataupun kecelakaan, menjaga keselamatan, kesehatan,
sehingga pekerja dapat melakukan pekerjaan merasa aman terhadap bahaya.

Syarat-syarat Manajemen K3L yang akan diterapkan di proyek antara lain sebagai berikut :

· Memberi pengarahan langsung kepada tenaga kerja setiap melaksanakan kegiatan guna mencegah
dan mengurangi kecelakaan.

· Memberi pertolongan pertama pada kecelakaan

· Membekali peralatan keamanan pada para pekerja pada saat melaksanakan pekerjaan

· Mencegah dan mengurangi timbulnya penyakit dengan menjaga kebersihan setiap pekerja.

· Memberikan fasilitas yang mencukupi dalam melaksanakan pekerjaan seperti lampu penerangan,
ataupun peralatan lain yang dibutuhkan.

· Memelihara kesehatan dengan mengadakan pemeriksaan berkala dari ahli dalam bidang
kesehatan.

· Memperoleh keserasian antara kondisi lingkungan setempat dengan keberadaan tenaga kerja,
peralatan kerja dan proses dan metode kerja.

· Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada para pekerja yang sedang bekerja.

· Menyediakan fasilitas MCK yang mencukupi bagi pekerja.

· Menyediakan obat-obatan di proyek.

SOP-JSA

STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP)

Dalam merancang suatu Standard Operating Procedure (SOP), diperlukan suatu pemahaman tentang
defenisi dari SOP tersebut, fungsi dan tujuan SOP, Manfaat SOP, maupun bentuk dan cara pembuatan
SOP. Berikut penjelasan dari hall-hal yang di sebut di atas :

Defenisi Standard Operating Procedure

1. Ada banyak defenisi tentang Standard Operating Procedure (SOP) adalah suatu panduan yang
menjelaskan secara terperinci bagaimana suatu proses harus dilaksanakan.

2. Standard Operating Procedure (SOP) adalah serangkaian instruksi yang mengambarkan


pendokumentasian dari kegiatan yang dilakukan secara berulang pada sebuah organisasi.
3. Standard Operating Procedure (SOP) adalah sebuah panduan yang dikemukakan secara jelas
tentang apa yang diharapkan dan diisyaratkan dari semua karyawan dalam menjalankan kegiatan sehari-
hari.

4. Standard Operating Procedure (SOP) adalah serangkaian instruksi yang digunakan untuk
memecahkan suatu masalah.

Fungsi Dan Tujuan Standard Operating Procedure

Fungsi Dan Tujuan Standard Operating Procedure (SOP) adalah untuk mendefenisikan semua konsep
dan teknik yang penting serta persyaratan dibutuhkan, yang ada dalam setiap kegiatan yang dituangkan
ke dalam suatu bentuk yang langsung dapat digunakan oleh karyawan dalam pelaksanaan kegiatan
sehari-hari.

SOP yang dibuat harus menyertakan langkah kegiatan yang harus dijalankan oleh semua karyawan
dengan cara yang sama. Oleh sebab itu, SOP dibuat dengan tujuan memberikan kemudahan dan
menyamakan presepsi semua orang yang berkepentingan sehingga dapat lebih dipahami dan
dimengerti.

Manfaat Standard Operating Procedure

Standard Operating Procedure (SOP) dibuat dengan maksud dan tujun tertentu, sehingga memberikan
manfaat bagi pihak yang bersangkutan.

Berikut beberapa manfaat dari SOP :

Menjelaskan secara detail semua kegiatan dari proses yang dijalankan.

Standarisasi semua aktifitas yang dilakukan pihak yang bersangkutan.

Membantu untuk menyederhanakan semua syarat yang diperlukan dalam proses pengambilan
keputusan.

Dapat mengurangi waktu pelatihan karena kerangka kerja sudah distandarkan.

Membantu menganalisa proses yang berlangsung dan memberikan feedback bagi pengembangan SOP.

Dapat meningkatkan konsistensi pekerjaan karena sudah ada arah yang jelas.

Dapat meningkatkan komunikasi antar pihak-pihak yang terkait, terutama pekerja dengan pihak
manajemen.

Bentuk Dan Cara Pembuatan Standard Operating Procedure

Bentuk Standard Operating Procedure

Tujuan utama dari pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) adalah memberikan kemudahan
bagi para orang yang berkepentingan dalam membacanya, sehingga orang tersebut dapat mengerti dan
dapat menjalankan prosedurnya dengan benar. Oleh sebab itu diperlukan suatu pertimbangan untuk
dapat menentukan bentuk SOP yang digunakan, yaitu jumlah keputusan yang akan diambil dan jumlah
langkah yang akan dilakukan dalam suatu proses.
Berikut macam-macam bentuk SOP yang dapat dipilih untuk digunakan :

1. Simple Steps

Bentuk SOP ini dipakai untuk prosedur rutin yang singkat dan tidak terlalu membutuhkan banyak
keputusan.

2. Hierarchical Steps

Bentuk ini dipakai untuk prosedur yang cukup panjang (lebih dari 10 langkah) tetapi tidak memerlukan
banyak keputusan.Bentuk ini memudahkan orang yang sudah berpengalaman karena bagian dari
masing-masing langkah dijelaskan secara terperinci. Sedangkan untuk orang baru, dapat memudahkan
untuk mempelajari prosedur tersebut.

3. Graphic Procedures

Bentuk ini dipakai untuk prosedur yang cukup panjang (lebih dari 10 langkah) tetapi ini tidak
memerlukan banyak keputusan, sama seperti Hierarchical Steps.

Grafik dapat membantu menyederhanakan suatu proses dari bentuk yang panjang menjadi bentuk yang
singkat. Gambar ataupun diagram juga dapat digunakan untuk mengilustrasikan apa yang menjadi
tujuan dari suatu prosedur.

4. Flowchart

Flowchart merupakan grafik sederhana yang menjelaskan langkah-langkah prosedur dalam pembuatan
suatu keputusan. Bentuk flowchart digunakan untuk prosedur yang memiliki banyak keputusan. Dalam
pembuatan SOP bentuk flowchart ini diperlukan simbol-simbol yang dapat membantu menjelaskan
setiap langkah. Berikut simbol-simbol yang di gunakan.

Selain bentuk SOP, ada hal-hal yang juga penting untuk disertakan dalam pembuatannya, yaitu judul
harus jelas dan dapat menggambarkan apa yang menjadi tujuan dari prosedur tersebut, nama orang
atau unit yang bertanggung jawab terhadap prosedur tersebut, tanggal berlakunya prosedur ataupun
hasil revisinya.

Penulisan Standard Operating Procedure

Standard Operating Procedure (SOP) dapat dikaitkan baik jika semua yang tertulis didalamnya dapat
dibaca dan dimengerti oleh setiap orang yang menggunakannya. Oleh sebab itu diperlukan suatu cara
yang benar dalam pembuatan Standard Operating Procedure. Berikut cara efektif dalam membuat
Standard Operation Procedure :

1. Menuliskan setiap tahapan proses pada suatu prosedur dalam kalimat yang pendek. Kalimat yang
panjang lebih susah dimengerti.

2. Menuliskan setiap tahapan proses pada suatu prosedur dalam bentuk kalimat perintah. Kalimat
perintah menunjukan langsung apa yang harus dilakukan.

3. Mengkomunikasikan dengan jelas setiap kata yang digunakan pada suatu prosedur.
4. Menggunakan istilah-istilah atau singkatan yang memang sudah umum digunakan dalam kegiatan
sehari-hari.

Pembuatan Standard Operating Procedure harus dengan format yang konsisten, sehingga pihak yang
menggunakan menjadi terbiasa dan mudah.

Memahami Standard Operating Procedure yang dimaksud. Berikut susunan isi Standard Operating
Procedure :

1. Lembar Data Dokumen (Document Data Sheet).

Berisi tentang semua informasi yang mewakili dokumen itu sendiri, antara lain nama dokumen, siapa
yang membuat, kapan dokumen disetujui, siapa yang menyetujui, ringkasan dar isi dokumen, dll.

2. Tujuan dan Ruang Lingkup.

Berisi tentang penjelasan tujuan dibuatnya prosedur dan alasan mengapa prosedur tersebut dibutuhkan
serta penjelasan batasan-batasan dan area pembahasan prosedur yang dibuat.

3. Prosedur

Prosedur merupakan bagian utama dari dokumen. Prosedur yang dibuat merupakan gambaran dari
suatu proses yang menjelaskan dalam detail setiap urutan prosesnya. Form yang digunakan pada suatu
proses juga dijelaskan.

4. Tugas dan Tanggung Jawab

Berisi tentang tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terkait dalam suatu proses.

Pelaksanaan Standard Operating Procedure

Ada tujuh tahapan atau langkah yang dapat digunakan untuk membuat suatu prosedur yang baik dan
memaksimalkan semua potensi yang ada, antara lain sebagai berikut :

1. Menentukan tujuan yang ingin dicapai.

Langkah awal yang harus dilakukan adalah menentukan tujuan yang ingin dicapai. Suatu prosedur akan
berjalan dengan baik apabila dirancang dengan tujuan yang spesifik yang ingin dicapai. Selanjutnya
menentukan tujuan akhir oleh perusahaan melalui manajemen yang baik dengan SOP yang sudah
dibuat.

2. Membuat rancangan awal

Setelah tujuan selesai dibuat, langkah selanjutnya adalah menentukan bentuk SOP yang akan digunakan.
Jika bentuk awalnya adalah flowchart, langkah awalnya adalah menentukan point utama yang menjadi
pokok permasalahan. Selanjutnya, menentukan keputusan tentang apa yang dibutuhkan oleh pekerja
untuk dilakukan dan tindakan penanganannya.

Dalam membuat rancangan awal disarankan tidak membuat secara detail, sampai didapatkan prosedur
yang benar-benar sesuai dengan kenyataan.

3. Melakukan evaluasi internal


Setelah prosedur selesai dibuat, lakukan evaluasi dengan cara menyerahkan prosedur kepada orang-
orang yang bersangkutan. Dengan menyerahkan tersebut diharapkan dapat menerima saran-saran
perbaikan sehingga dapat dilakukan perbaikan supaya menjadi dipahami dan lebih akurat.

4. Melakukan evaluasi eksternal

Hal yang paling penting dalam melakukan evaluasi eksternal adalah keberadaan tim penasehat yang
berasal dari perusahaan. Tim penasehat tersebut akan menilai dan mengevaluasi secara murni
berdasarkan ilmu yang dimiliki dan hasil perbandingan dengan perusahaan lain yang sejenis.

5. Melakukan uji coba

Satu-satunya cara untuk mengetahui prosedur yang dibuat sudah efektif yaitu dengan mencoba
menjalankan langsung prosedur tersebut. Setelah dijalankan langsung, maka akan diketahui apakah ada
langkah-langkah pada prosedur yang tidak benar dan tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

6. Menempatkan Prosedur pada unit terkait

Setelah dilakukan uji coba, SOP diletakan pada bagian atau unit yang terkait. Peletakan SOP sebaiknya
pada tempat yang memungkinkan setiap orang yang berkepentingan dapat melihat dengan mudah. Jika
memungkinkan, prosedur dicetak dalam ukuran yang besar sehingga para operator dapat dengan
mudah melihat dan membacanya.

7. Menjalankan Prosedur yang sudah dibuat

Langkah terakhir yang harus dilakukan dalam pembuatan SOP adalah menjalankan prosedur yang sudah
dibuat sesuai dengan rancangan yang sudah dibuat. Pastikan semua pihak bersangkutan mengerti
mengapa pelaksanaan SOP harus benar-benar dijalankan.

Konsep Work Instruction (WI)

Work Instruction (WI) menyediakan seluruh yang dibutuhkan secara detail untuk melakukan pekerjaan
yang spesifik dengan benar dan sesuai standar yang baku. Work Instruction (WI) menunjukan bagaimana
organisasi menghasilkan suatu produk atau menyediakan pelayanan dan system control untuk
meningkatkan system kualitas dari produk tersebut agar sesuai dengan standar.

Work Instruction (WI) merupakan bagian dari Standard Operating Procedure (SOP). Pembuatan Work
Instruction (WI)harus jelas, akurat, dan selalu didokumentasikan serta tidak boleh mengandung
penjelasan yang meragukan. WI harus menggambarkan kenapa WI tersebut dibuat, kapan harus selesai,
apa yang harus dikerjakan, perlengkapan apa saja yang akan dipakai, dan kriteria apa saja yang harus
dipenuhi. Penyusunan WI membuat berbagai komponen didalamnya, yaitu sebagai berikut :

1. Lembar Data Dokumen (Document Data Sheet).

Berisi tentang semua informasi yang mewakili dokumen itu sendiri, antara lain nama dokumen, siapa
yang membuat, kapan dokumen disetujui, siapa yang menyetujui, ringkasan dari isi dokumen, dll.

2. Tujuan dan Ruang Lingkup.

Berisi tentang penjelasan tujuan dibuatnya dokumen dan alas an mengapa dokumen tersebut
dibutuhkan serta penjelasan batasan-batasan dan area pembahasan prosedur yang dibuat.
3. Peosedur

Prosedur merupakan bagian utama dari dokumen. Prosedur yang dibuat merupakan gambaran dari
suatu proses yang menjelaskan dengan detail setiap urutan prosesnya. Form yang digunakan pada suatu
proses juga dijelaskan.

JOB SAFETY ANALYSIS

Salah satu cara untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja adalah dengan menetapkan dan menyusun
prosedur pekerjaan dan melatih semua pekerja untuk menerapkan metode kerja yang efisien dan aman.
Menyusun prosedur kerja yang benar merupakan salah satu keuntungan dari menerapkan Job Safety
Analysis (JSA) – yang meliputi mempelajari dan membuat laporan setiap langkah pekerjaan, identifikasi
bahaya pekerjaan yang sudah ada atau potensi (baik kesehatan maupun keselamatan), dan menentukan
jalan terbaik untuk mengurangi dan mengeliminasi bahaya ini.

JSA digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan bahaya yang :

Mungkin diabaikan dalam layout pabrik atau bangunan dan dalam desain permesinan, peralatan,
perkakas, stasiun kerja dan proses.

Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau personel.

Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai.

Pengertian Job Safety Analysis

JSA merupakan identifikasi sistematik dari bahaya potensial di tempat kerja yang dapat diidentifikasi,
dianalisa dan direkam. Hal-hal yang dilakukan dalam penerapan JSA :

Identifikasi bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah dari pekerjaan yang berpotensi untuk
menyebabkan bahaya serius.

Menentukan bagaimana untuk mengontrol bahaya.

Membuat perkakas tertulis yang dapat digunakan untuk melatih staf lainnya.

Bertemu dengan pelatih OSHA untuk mengembangkan prosedur dan aturan kerja yang spesifik untuk
setiap pekerjaan.

Keuntungan dari melaksanakan JSA adalah :

Memberikan pelatihan individu dalam hal keselamatan dan prosedur kerja efisien.

Membuat kontak keselamatan pekerja.

Mempersiapkan observasi keselamatan yang terencana.

Mempercayakan pekerjaan ke pekerja baru.

Memberikan instruksi pre-job untuk pekerjaan luar biasa.


Meninjau prosedur kerja setelah kecelakaan terjadi.

Mempelajari pekerjaan untuk peningkatan yang memungkinkan dalam metode kerja.

Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan di tempat kerja.

Supervisor dapat belajar mengenai pekerjaan yang mereka pimpin.

Partisipasi pekerja dalam hal keselamatan di tempat kerja.

Mengurangi absent.

Biaya kompensasi pekerja menjadi lebih rendah.

Meningkatkan produktivitas.

Adanya sikap positif terhadap keselamatan.

Mengembangkan Sebuah JSA

a. Memilih Pekerjaan

Pekerjaan dengan sejarah kecelakaan yang buruk mempunyai prioritas dan harus dianalisa terlebih dulu.
Dalam memilih pekerjaan yang akan dianalisa, supervisor sebuah departemen harus memenuhi faktor
berikut ini :

frekuensi kecelakaan.

Sebuah pekerjaan yang sering kali terulang kecelakaan merupakan prioritas utama dalam JSA.

Tingkat cedera yang menyebabkan cacat.

Setiap pekerjaan yang menyebabkan cacat harus dimasukan ke dalam JSA.

kekerasan potensi

Beberapa pekerjaan mungkin tidak mempunyai sejarah kecelakaan namun mungkin berpotensi untuk
menimbulkan bahaya.

Pekerjaan baru

JSA untuk setiap pekerjaan baru harus dibuat sebisa mungkin. Analisa tidak boleh ditunda hingga
kecelakaan atau hamper terjadi kecelakaan.

mendekati bahaya

Pekerjaan yang sering hampir terjadi bahaya harus menjadi prioritas JSA.

b. Membagi Pekerjaan

Untuk membagi pekerjaan, pilihlah pekerja yang benar untuk melakukan observasi. Pilihlah pekerja yang
berpengalaman, mampu dan kooperatif sehingga mampu berbagi ide. Jelaskan tujuan dan keuntungan
dari JSA kepada pekerja.
Observasi performa pekerja terhadap pekerjaan dan tulis langkah dasar JSA. Rekaman video pekerjaan
dapat digunakan untuk peninjauan di masa mendatang. Pertanyakan langkah awal pekerjaan dilanjutkan
langkah selanjutnya dan seterusnya.

c. Identifikasi Bahaya dan Potensi Kecelakaan Kerja

Tahap berikutnya untuk mengembangkan JSA adalah identifikasi semua bahaya termasuk dalam setiap
langkah. Identifikasi semua bahaya baik yang diproduksi oleh lingkungan dan yang berhubungan dngan
prosedur kerja.

Tanyakan pada diri masing-masing pertanyaan berikut untuk setiap tahap:

adakah bahaya mogok, akan mogok atau kontak yang berbahaya dengan objek pekerjaan?

Dapatkah pekerja memegang objek dengan aman?

Dapatkah gerakan mendorong, menarik, mengangkat, menekuk atau memutar yang dilakukan
menyebabkan ketegangan?

Adakah potensi tergelincir atau tersandung?

Adakah bahaya jatuh ketika pekerja berada di tempat tinggi?

Dapatkah pekerja mencegah bahaya saat kontak dengan sumber listrik dan kontak putus?

Apakah lingkungan berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan? Adakah konsentrasi gas beracun, asap,
kabut, uap, debu, panas atau radiasi?

Adakah bahaya ledakan?

d. Mengembangkan Solusi

Langkah terakhir dalam JSA adalah mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk mencegah
kejadian atau potensi kecelakaan. Beberapa solusi yang mungkin dapat diterapkan:

Menemukan cara baru untuk suatu pekerjaan

Mengubah kondisi fisik yang menimbulkan bahaya.

Mengubah prosedur kerja,

Mengurangi frekuensi pekerjaan.

Sumber:

Indonesia.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.

Indonesia.Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Indonesia. Undang - Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

Indonesia. Peraturan Menteri No. 5 tahun 1996 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Poin utama dari job safety analysis adalah : mencegah kecelakaan dengan antisipasi dan eliminasi serta
mengontrol bahaya yang ada.

Terima Kasih Atas Kunjunganya Semoga Bermanfaat

Anda mungkin juga menyukai