Nim : 030644504
Jurusan : Manajemen
Jawaban
A. EKSTERNALITAS
Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti
eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip
alokasi sumber daya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumber daya
dimana unsur hak pemilikan atau pengusahaan sumber daya (property rights) tidak
terpenuhi. Sejauh semua faktor ini tidak ditangani dengan baik, maka eksternalitas dan
ketidakefisienan ini tidak bisa dihindari. Kalau ini dibiarkan, maka ini akan memberikan
dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang.
daya sebagai akibat dari adanya faktor diatas diuraikan satu per satu berikut ini.
Barang publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu
tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Selanjutnya,
barang publik sempurna (pure public good) didefinisikan sebagai barang yang harus
disediakan dalam jumlah dan kualitas yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat.
Kajian ekonomi sumber daya dan lingkungan salah satunya menitikberatkan pada
persoalan barang publik atau barang umum ini (common consumption, public goods,
common property resources). Ada dua ciri utama dari barang publik ini. Pertama, barang
ini merupakan konsumsi umum yang dicirikan oleh penawaran gabungan (joint supply)
adalah tidak ekslusif (non-exclusion) dalam pengertian bahwa penawaran tidak hanya
diperuntukkan untuk seseorang dan mengabaikan yang lainnya. Barang publik yang
berkaitan dengan lingkungan meliputi udara segar, pemandangan yang indah, rekreasi, air
moneter) terhadap barang publik tersebut sehingga menjadi bidang privat (dagang)
sehingga benefit yang diperoleh dari harga itu bisa dipakai untuk mengendalikan atau
memperbaiki kualitas lingkungan itu sendiri. Tapi dalam menetapkan harga ini menjadi
masalah tersendiri dalam analisa ekonomi lingkungan. Karena ciri-cirinya diatas, barang
publik tidak diperjualbelikan sehingga tidak memiliki harga, barang publik dimanfaatkan
konsumen cenderung acuh tak acuh untuk menentukan harga sesungguhnya dari barang
publik ini. Dalam hal ini, mendorong sebagain masyarakat sebagai “free rider”. Sebagai
Contoh
jika si A mengetahui bahwa barang tersebut akan disediakan oleh si B, maka si A tidak
mau membayar untuk penyediaan barang tersebut dengan harapan bahwa barang itu akan
disediakan oleh si B, maka si A tidak mau membayar untuk penyediaan barang tersebut
dengan harapan bahwa barang itu akan disediakan oleh si B. Jika akhirnya si B
tersebut, karena sifat barang publik yang tidak ekslusif dan merupakan konsumsi umum.
publik. Kalaupun ada kontribusi, maka sumbangan itu tidaklah cukup besar untuk
Keberadaan sumber daya bersama–SDB (common resources) atau akses terbuka terhadap
sumber daya tertentu ini tidak jauh berbeda dengan keberadaan barang publik diatas.
Sumber-sumber daya milik bersama, sama halnya dengan barang-barang publik, tidak
ekskludabel. Sumber-sumber daya ini terbuka bagi siapa saja yang ingin
memanfaatkannya, dan Cuma-Cuma. Namun tidak seperti barang publik, sumber daya
mengurangi peluang bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Jadi, keberadaan
sumber daya milik bersama ini, pemerintah juga perlu mempertimbangkan seberapa
terjadi pada kasus SDB ini adalah seperti yang diperkenalkan oleh Hardin (1968) yang
dikenal dengan istilah Tragedi Barang Umum (the Tragedy of the Commons).
semua biaya maupun manfaat eksternal. Misalnya dalam kasus berupa biaya
monopoli ?
jawaban
Cara lain untuk mendeteksi ada atau tidaknya kartel adalah dengan menggunakan analisis
ekonomi. Secara umum, analisis ekonomi dapat dibagi menjadi dua metodologi, yakni
identifikasi pasar dengan karakteristik yang kondusif untuk melakukan tindakan kolusif.
Beberapa studi atau literatur ekonomi dapat diidentifikasikan beberapa faktor terkait
dengan struktur pasar dan kekuatan pasar yang mendorong atau memfasilitasi
terbentuknya suatu kartel. Sebagai contoh misalnya terbentuknya kartel dalam suatu
pasar akan mudah terjadi jika pasar terdiri atas beberapa pelaku usaha, dengan produk
yang homogen, dan permintaan yang stabil (A.M. Tri Anggraini, 2010 : 36).
Pendekatan lain yaitu pendekatan perilaku, yang lebih menekankan pada sebuah
output berupa adanya kemungkinan tindakan koordinatif antar pelaku kartel. Pendekatan
ini berfokus pada dampak terhadap pasar atas koordinasi tersebut. Hal-hal yang perlu
dicurigai antara lain adalah harga, rabat atau diskon yang sama atau identik diantara
pesaing, pergerakan harga yang paralel atau kenaikan harga yang unjustified, atau
pemasok yang berbeda menaikkan harga dengan margin yang sama dalam waktu yang
adanya pasar yang bersaing secara ketat (A.M. Tri Anggraini, 2010 : 37).
Dalam hal mengungkap kasus kartel, terdapat dua jenis alat bukti yaitu alat bukti
langsung dan alat bukti tidak langsung. Alat bukti langsung adalah alat bukti yang jelas
mengidentifikasikan komunikasi membentuk perjanjian, sedangkan alat bukti tidak langsung
adalah bukti komunikasi dan bukti ekonomi. Dalam memperoleh alat bukti tersebut, KPPU
menggunakan kewenangannya berupa permintaan dokumen, menghadirkan saksi, dan
melakukan investigasi ke lapangan. Bila perlu, dilakukan kerjasama dengan pihak berwajib
untuk mengatasi hambatan dalam memperoleh alat bukti tersebut. Pada kasus tertentu, KPPU
dapat memperoleh bukti melalui perusahaan yang terlibat kartel dengan kompensasi tertentu.
Setelah diperoleh bukti yang cukup, langkah selanjutnya adalah melakukan pembuktian
apakah kartel tersebut benar terjadi dan dapat dipersalahkan antara para pelaku usaha. Sesuai
dengan pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang bersifat Rule of Reason, maka dalam
membuktikan perlu dilakukan pemeriksaan mengenai alasan pelaku usaha melakukan kartel.
Penegak hukum persaingan usaha harus memeriksa apakah alasan melakukan kartel tersebut
dapat diterima atau tidak. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999, terdapat beberapa macam
sanksi yang dapat dikenakan pada pelanggar hukum persaingan usaha yaitu berupa tindakan
administratif, pidana pokok, dan pidana tamba
Sumber :
Alfarisi, D.A. (2010). Metode untuk Mendeteksi Kolusi. Jurnal Persaingan Usaha Komisi
Anggraini, A.M.T. (2011). Program Leniency dalam Mengungkap Kartel menurut Hukum
Hanantijo, Djoko. (2013). Kartel : Persaingan Tidak Sehat. Diperoleh 6 Juni 2015, dari