Anda di halaman 1dari 3

NOTULEN KELOMPOK 1

Pertanyaan :

1. Taris Sekar (P27220018079)


Pasiennya SStupor kesadarn menurun, untuk diagnosa mobilitas, kenapa
memilih diagnossa mobilitas sedangkan kesadaran pasien belum stabil kenapa
tidak memilih ketidakstabilan kadar glukosa darah, karena didata ada GDS
293 mg/dl?
2. Ria Fadhla (P27220018074)
Pasien kesadarannya sstupor, sedangkan stupor itu adalah semi koma, kenapa
tidak ditegakkan diagnosa risiko aspirasi, padahal sangat mungkin jika
seorang pasien yang mengalami penurunan kesadaran mengalami aspirasi?
3. Silvia Damana (P27220018078)
Keluarga pasien mengatakan termasuk dalam data subjektif atau data objektif?

Jawaban dan Sanggahan


Pertanyaan No 1 :
Jawab :
Na’afi Qur’aini F(P27220018070) : Memang benar dikasus stroke ini ada GDS
293 mg/dl. Menurut kami itu memang tidak normal, tapi tidak terlalu tinggi dan
kenapa ambil diagnose mobilitas karena yang sangat khas pada pasien stroke dan
kami ambil diagnosa mobilitas sesuai dengan keluhan pasien.
Sanggahan :
Taris Sekar (P27220018079) : Biasanya kita mengambil sebuah diagnosa itu yang
lebih utama dari data pasien,gds sama mobilitas bukannya lebih utama gdsnya?
Jawab :
Na’afi Qur’aini F(P27220018070) : Iya,memang GDS itu lebih utama daripada
mobilitas. Tapi GDS yang tinggi tidak dikeluhkan oleh pasien. Lalu dikasus kami
sebagian datanya mengarah ke gangguan mobilitas.
Sanggahan :
Silvia Damana (P27220018078) : Seorang pasien mempunyai riwayat diabetes,
diobati rutin, kemudian GDS 293 mg/dl. Anggaplah kita tidak mengangkat
diagnose ini, maka pasien akan hiperglikemia bahkan koma atau meninggal.
Tetapi, jika diagnose mobilitas tidak ditengakkan, maka pasien akan lebih lama
untuk bisa bergerak. Maka, menurut saya ketidakstabilan kadar glukssa darah
untuk pasien riwayat dm lebih penting dari pada mobilitas fisik.
Jawab :
Na’afi Qur’aini F (P27220018070) : Iya, mungkin nanti bisa kami jadikan
diagnose kedua dan diagnosa gangguan mobilitas bisa kami jadikan diagnosa
ketiga.

Pertanyaan No 2
Jawab :
Meliana Krisnandiar (P27220018066) : Pada penyakit stroke itu sebenarnya
banyak sekali diagnosa yang bisa diambil atau bisa dilihat kembali dipathway.
Misal kami ambil diagnosa mobilitas itu adalah diagnosa pasti. Terus
pernafasannya juga normal 24x/menit dan tidak ada juga alat bantu pernafasan.
Pasien maakan dan minum lewat NGT dan didata fokus juga tidak ditemukan
adanya tanda-tanda aspirasi.
Sanggahan :
Ria Fadhla (P27220018074) : Ya, walaupun masih resiko tapi bukankah
sebaiknya tetap ditegakkan? Karena aspirasi bisa disebabkan oleh air liur yang
berlebih, ditambah lagi ada kerusakan neuromuscular, dan setahu saya
neuromuscular turut serta dalam pengaturan reflek menelan pada pasien. Jadi,
pada pasien stroke yang mengalami penurunan kesadaran ssangat mungkin terjadi
aspirasi.
Jawab :
Meliana Krisnandiar (P27220018066) : Data fokus yang kami kaji tidak
menunjukkan tanda gejala yang mengarah ke resiko aspirasi. Pasien Tn. AH juga
didata tidav ditemukan adanya pengeluaran air liur. Mungkin nanti jika ditemukan
komplikasi yang mengarah keresiko aspirasi bisa kita menegakkan diagnosa
tersebut.

Pertanyaan No 3
Jawab :
Na’afi Qur’aini F(P27220018070) : Keluarga mengatakan itu sebenarnya masuk
DO. Kami tadi terdapat beberapa yang salah penulisan. Tapi dievaluasi pada
diagnosa kedua pada 1 Juni 2020 kita sudah mencantumkan respon” keluarga
mengatakan” pada respon objektif.

Anda mungkin juga menyukai