Anda di halaman 1dari 73

Rahasia kehidupan agar senantiasa hidup dalam anugerah

kedamaian, kenetralan, keikhlasan dan kebahagiaan.

www.pesansemesta.com
Silahkan men-share e-book ini secara gratis. Kami mohon untuk pihak manapun dengan
ketulusan agar tidak memperjual belikan isi dari e-book ini. E-book ini adalah persembahan
kami untuk kemakmuran bersama. Sudah menjadi tugas kita bersama untuk menyebarkan
pengetahuan, bukan lagi menjual pengetahuan. Terimakasih telah membaca dan
mendownload e-book ini, semoga membawa pencerahan dan manfaat.

MENJADI AIR
Copyright © 2019 by Pesan Semesta.

http://www.PesanSemesta.com
pesansemesta@yahoo.com
MENJADI AIR ..................................................................................................... I

KENAPA AIR? .................................................................................................... 2

EGO & ANUGERAH KEDAMAIAN .................................................................... 10

DUALITAS & ANUGERAH KENETRALAN .......................................................... 31

IMAN & ANUGERAH KEIKHLASAN .................................................................. 41

MATA HATI & ANUGERAH KEBAHAGIAAN ..................................................... 47


Kehidupan hanyalah banyak alasan tanpa alasan kenapa.

Sahabatku…
E-book ini hadir dari ketidaksengajaan yang sangat disengaja.
Dalam kesengajaan selalu ada yang bisa benar-benar menjawab
kenapa, meski alasannya pun tidak bisa terpahami. Seperti sapuan
ombak, sampai mana ujungnya mampu menyentuh pantai, itu hanya
akan menjadi takdir yang bisa diucapkan oleh angin. Kita hanya bisa
menyampaikan seribu syukur atas ketidaksengajaan yang sangat
sengaja ini.
Perjalanan hidup itu unik, ada takdir ada nasib. Seperti larutan
air dan garam. Menyatu tapi tetap masih bisa dipisahkan. Anggap air
adalah takdir dan garam adalah nasib. Dalam hidup kita bisa
memilih asinnya garam, kecutnya cuka atau manisnya madu. Suka-
suka saja. Tapi apapun kesukaan kita, manusia tetap telah
ditakdirkan jernih. Sejernih air.
Dari sekian banyak materi semesta air adalah titik kenetralan
yang sangat absolut. Air adalah model kenetralan yang paling netral
apabila kita mau menyaksikan. Itulah kenapa kita senantiasa bersuci
dengan air. Karena diharapkan saat kita bersuci, kita mampu
menyaksikan yang tidak terlihat. Mengamini kembali takdir yang
telah sengaja kita ubah.
Hari ini kita akan mengulang kembali pelajaran tentang
beberapa sifat air, lalu mengambil lagi tali hikmah dari apa yang
seharusnya kita pelajari. Hanya agar kita mengerti – kenapa air?

Air selalu mengalir ketempat yang lebih rendah

Saat melihat air yang sengaja disemprotkan keatas, kita akan


melihat air itu segera turun kebawah. Mata air yang berasal dari
puncak gunung juga akan tetap mencari jalan untuk mengalir ke
bawah. Boleh dijawab ini memang karena hukum gravitasi bumi.
Tapi boleh juga dijawab karena air sedang mengajarkan kita
kerendahan hati.
Hikmah atau pelajaran kehidupan pertama yang kita ambil dari
sifat air adalah kerendahan hati. Air adalah sumber kehidupan tapi
air selalu merendah. Air tidak pernah mencari pengakuan atau
penghargaan dari tiap kehidupan yang bergantung kepadanya. Air
tetap mengalir dan selalu mengalir merendah.

3
Air adalah netral dan jernih

Kalau kita memasukan segenggam garam, maka air akan asin.


Kita masukkan gula, air akan manis. Kita campur tinta, air akan
menghitam. Kita campur darah, air akan memerah. Air memiliki
kenetralan yang tinggi. Air jernih kalau sumbernya jernih. Air kotor
kalau sumbernya kotor. Air bau kalau sumbernya bau.
Berkat kenetralan dan kejernihanya, air selalu membangun
hubungan yang lebih kuat dengan sekitarnya. Membuat kita
bertanya tentang seberapa jernih dan netral jiwa ini. Mampukan jiwa
ini melihat perbedaan sebagai sebuah harmoni bukan penilaian,
sebagaimana air yang tidak melihat dan tidak pula menilai dengan
siapa dia bersentuhan?

Air selalu menyesuaikan dengan tempatnya

Segelas air yang sengaja dibekukan dalam gelas, lalu setelah


beku dikeluarkan dari gelas, lalu dibiarkan meleleh diatas mangkuk,
maka setelah mencair dia akan berbentuk mangkuk bukan lagi gelas.
Menunjukkan bahwa air memang terbuka dengan perubahan.
Tergantung dengan suhu, ia bisa menjadi cair, padat, atau gas.
Tergantung wadahnya, ia bisa menjadi sebuah panci, cangkir, atau
vas bunga.
Kemampuan air untuk beradaptasi, berubah, dan tetap fleksibel
membuatnya abadi, bahkan jika terjadi perubahan dalam lingkungan
sekalipun. Misal air yang melalui proses pengeringan tidak membuat

4
air benar-benar lenyap, tapi air hanya berubah menjadi uap. Uap
yang dikumpulkan bisa berubah menjadi embun, dan embun yang
dikumpulkan akan kembali menjadi air.
Sifat air yang fleksibel membuat kita belajar, bahwa dalam
kehidupan yang terus berubah ini. Kita tidak bisa lagi mengharapkan
sesuatu yang statis, atau mengikuti hanya satu hal yang baku. Kita
pun diharapkan untuk terus belajar untuk menyesuaikan diri disegala
situasi. Jadi apapun kondisi dan tempatnya kita akan terus bisa kuat
bertahan, karena kita dinamis.

Air mampu meresap melalui celah-celah

Meskipun air itu berada didalam himpitan tumpukan batu


sekalipun, air tetap mencari jalan untuk menyembur keluar,
sekalipun itu hanya melalui sedikit celah yang sangat kecil, tetap
tidak dia lewati kesempatan dia untuk meresap. Sampai perlahan-
lahan tanpa disadari dia melebarkan celahnya kemana-mana. Lalu
muncullah dia sebagai mata air yang segar, yang tentunya dicari dan
dipuji banyak orang.

Air adalah kebaikan

Terakhir air adalah kebaikan yang melimpah. Sulit dibayangkan


kalau dirumah kita sama sekali tidak ada air, bahkan untuk 3 jam
saja. Kebaikan air adalah kebutuhan. Namun didalam kebaikannya
air tidak pernah merasa congkang. Tetap saja air merendah dalam

5
kebaikannya.

“HIKMAH YANG BISA KITA PELAJARI


DARI AIR ADALAH; JADILAH SESEORANG
YANG MELIMPAH KEBAIKANNYA. TAPI
TETAPLAH RENDAH HATI, TETAPLAH
NETRAL DAN JERNIH, TETAPLAH
FLEKSIBEL, DAN TETAPLAH BERAKSI.
BAWALAH KEBAIKAN DIDIRI KITA
SEBAGAIMANA AIR MEMBAWA
KEBAIKANNYA”

Lalu bagaimana menjadi air?

Sahabatku… Semesta adalah bundel pelajaran yang tidak pernah


habis. Di setiap inci yang terlihat oleh mata semuanya bisa menjadi
pelajaran yang berharga. Pastikan saja untuk tidak lagi menjadi buta
untuk melihat. Tuli untuk mendengar. Beku untuk merasakan.
Itulah alasan kenapa kita diajarkan bersuci dengan air, karena air
mengandung hikmah pelajaran bagi jiwa, agar jiwa kita mampu
senantiasa belajar dan menyaksikan pelajarannya, sehingga kita
mampu memiliki sifat-sifat air didalam diri.
Masalah muncul disini, bagi kita manusia yang masih memiliki
ego, emosi dan pikiran jelas pelajaran yang dibawa air masih sangat
sulit diterapkan. Menjadikan diri sebenar-benarnya air adalah
kemustahilan tersendiri. Mau dikemanakan ego, emosi dan pikiran

6
kita? Haruskah kita mengalah – tapi bisakah kita merasakan
kedamaian apabila terus menerus mengalah? Kekalahan adalah rasa
pahit bukan? Ikhlas kah kita menelan pil pahit itu berkali-kali? Lagi
pula pil pahit tidak selalu baik untuk ditelan berkali-kali. Kita juga
kadang harus bisa merasakan manisnya madu, bukankah madu juga
sehat? Akal kita masih mencerna kalau manis adalah kebahagiaan
dan pahit adalah sebaliknya. Kalau begini apa yang harus kita
lakukan? Apa yang harus kita lakukan untuk MENJADI AIR?
Sahabatku… Mari kita belajar, tidak ada kertas yang kosong
dalam hidup ini. Justru kertas yang dipenuhi coret-coretan adalah
kertas yang terbaik. Tidak selamanya kertas yang putih tanpa setitik
pun tinta diatasnya. Mulus dari ujung sampai ujung. Tidak cacat dan
tidak terlipat adalah kertas yang terbaik.
Jangan terlalu senang dan bangga. Karena bisa jadi itu pertkita
kalau kita memang tidak pernah menggunakan kertas itu dan
memang sengaja membiarkannya kosong. Pengalaman dalam hidup
ini adalah tinta pelajaran yang berharga. Apapun rasa yang datang,
pikiran yang meraung, ambisi yang memborbardir, kedamaian yang
terusik, semua rasa negatif dan positif, semuanya adalah pelajaran,
hanya pelajaran.
Dalam hidup ini memang lebih banyak manusia yang tidak mau
menggunakan kertasnya untuk mengambil pelajaran. Mereka
memiliki setumpuk kertas kosong yang tidak pernah diisi oleh
intruksi-intruksi kehidupan. Sehingga intruksi-intruksi hidup harus
selalu diulang lagi dan lagi. Akhirnya hidup menjadi sulit bagi
mereka yang tidak mau mengambil pelajaran. Mereka tidak henti-

7
hentinya mengulang kegagalan, frustasi, stress dan kekecewaan
ditempat yang sama.
Sementara bagi mereka yang mau mengambil pelajaran, kertas
mereka penuh dengan intruksi-intruksi kehidupan. Setiap kali
mereka mengotori kertas mereka disatu lembar, besoknya mereka
akan mengotori lembar berikutnya dengan coretan yang berbeda.
Selalu dengan coretan yang berbeda. Karena mereka sudah
mempelajari coretan yang sebelumnya. Jadi setiap lembar adalah
coretan yang berbeda. Setiap kejadian didalam hidup adalah pelajaran
yang berbeda. Hidup manusia yang mau mengambil pelajaran selalu
dinamis, mereka tidak mengulang untuk gagal kembali, melainkan
untuk meningkat.
Tapi sahabatku… Kehidupan adalah pelajaran hanya bagi mereka
yang mau belajar. Dalam hidup ini setelah kita belajar, diri kita
memang pasti akan kotor dengan pengalaman. Diri kita akan kotor
dengan kegagalan. Diri kita akan kotor dengan kekecewaan, keringat
dan isak tangis. Semua kekotoran itu sebagai tkita bahwa kita telah
belajar. Kita belajar agar hidup yang esok kita lalui menghasilkan
makna yang lebih jernih. Bukankah beras yang dibilas berkali-kali air
bilasannya hanya akan semakin jernih?

“KITA MENGINGINKAN KEJERNIHAN,


SAYANGNYA KITA GAGAL UNTUK
MENERIMA PELAJARAN SEBELUM
MENJADI JERNIH”

8
Hari ini kita akan belajar dari air untuk menjadi air. Kalau
didepan kita sekarang ada air maka tataplah air itu dan ucapkanlah
dengan tulus kepadanya:

“Air izinkan aku untuk menerima pelajaran darimu, aku adalah


semesta yang sedang mengotori kertasnya. Aku adalah semesta yang
sedang belajar untuk menjernihkan diri, memurnikan hati sebagaimana
seharusnya kita diciptakan. Bergerak sebagaimana seharusnya kita
bergerak. Hidup sebagaimana seharusnya kita hidup”

Sahabatku…
Jangan takut untuk mengotori hidup untuk mengambil
pelajaran darinya. Segalanya adalah pelajaran. SANG MAHA hanya
ingin kita belajar didalam hidup yang singkat ini. Boleh jadi hidup
kita diatas Bumi adalah singkat, tapi bukan berarti pelajaran hidup
kita akan berhenti. Intinya, persiapkan diri untuk terus mengotori
setumpuk kertas kosong yang masih kita miliki dengan pelajaran-
pelajaran.

Mari kita mulai pelajarannya.

9
Damai itu seperti angin ditengah badai topan

Apa yang dianugeri SANG PENCIPTA kepada air? Iya betul,


air atau yang kita kenal dengan molekul H2O hanya dianugerahi satu
atom oksigen. Setiap molekul air terbentuk dari penggabungan dua
atom hidrogen dan satu atom oksigen. Tidak lebih dan tidak kurang.
SANG PENCIPTA hanya memberikan satu atom oksigen dan tidak
melebihkannya. Karena apabila air dianugerahi dua atom oksigen,
maka susunan molekulnya pun akan berubah menjadi H2O2.
Perubahan yang tampaknya kecil ini akan mengubah semua
sifat kimiawi molekul. Merubah air bermanfaat yang bisa kita
minum menjadi zat berbahaya beracun yang disebut hidrogen
peroksida yang mana adalah oksidan kuat yang menghancurkan atau

10
sangat merusak senyawa organik yang bersentuhan dengannya.
Pastinya dengan perubahan ini kita tidak akan bisa memanfaatkan air
sebagaimana air.

Apabila kita dengan sengaja merusak air atau merubah struktur


atomnya, maka air tidak akan menjadi air. Menkitakan bahwa segala
dalam hidup ini memiliki takaran. Begitu pun juga dengan ego
manusia. Ego kita pun memiliki takaran. Saat kita melebihi
takarannya, maka struktur kita akan berubah, keseimbangan tidak
terjadi, akhirnya manfaat dari ego tidak terasa baik, justru
memusnahkan.
Hal pertama untuk mengembalikan kedamaian diri adalah
dengan mengembalikan takaran ego kita pada angka yang
seharusnya. Sehingga kita kembali kepada struktur asal, kepada
keseimbangan asli, lalu ego pun akan berdamai dan memberi
kedamaian sebagaimana fungsi awalnya dibuatkan untuk manusia.

11
Karena pada lapisan takdir yang sesungguhnya ego dibuat bukan
untuk menyakiti, melainkan untuk melindungi manusia. Untuk
mengenal ego kita memang harus menyusup jauh ke dalam sistem
operasi manusia. Karena di sanalah ego berada dan terprogram rapih.
Berbicara ego memang seperti membicarakan satu juta bundel
kode-kode pemrograman. Kalau diumpamakan ego itu awalnya
terkode seperti air. Sama seperti air, tawar, jernih, dan bening.
Dibuat sesuai kebutuhan manusia. Tapi air juga netral dan bisa
menyatu dengan apa saja untuk berubah.
Begitu juga dengan ego saat dia sudah menyatu dengan ego
yang lain, maka ego berubah – ego terhack. Sayangnya 98.9%
manusia tidak sadar kalau egonya telah terhack. Kita merasa ego
yang terus merong-rong itu adalah ego kita yang sebenarnya, namun
tidaklah demikian.
Ego tidaklah dibuat untuk menyusahkan manusia. Apabila
manusia sudah mulai kesusahan dengan egonya. Berarti itu adalah
pertkita untuk kembali memurnikan ego. Memurnikan ego artinya
mengembalikan kode-kode kita yang telah terhack sehingga ego kita
kembali menjadi ego murni.
Ego murni adalah ego jernih tanpa hacking apapun, ego semesta
begitulah kami menyebutnya. Ego semesta adalah satu juta bundel
kode pemrograman awal yang dibuat jernih, bersih, bening untuk
manusia. Tidak ada sedikit pun kesalahan dalam ego semesta. Jelas
SANG MAHA tidak akan pernah salah membuat atau memberi.
Segala takaran pastinya sudah pas dan sesuai.

12
Apabila sekarang ego menjadi suatu masalah bagi manusia, itu
hanya karena ego manusia telah terhack. Hidup adalah lingkaran
sebab dan akibat. manusia sering dengan sengaja melakukan sebab-
sebab yang menjauhkannya dari takdirnya sendiri. Padahal manusia
memang sudah ditakdirkan menjadi fitrah ego yang murni.

Ciri-ciri ego yang ter-hack

Jadi kita memang harus melakukan langkah-langkah pemurnian


kembali. Langkah pertama kita sebelum memurnikan ego adalah
menyadari diri dulu kalau ego telah terhack. Kami menghadirkan 6
ciri-ciri ego yang ter-hack. Pengetahuan kita akan ciri-ciri ini akan
menjadi tolak ukur kita dalam menilai diri sendiri untuk
memperbaiki diri sendiri. Setiap semesta memiliki kesadaran dan
kemampuan untuk memperbaiki semestanya sendiri. Pengetahuan
adalah dasar dari segala kesadaran dan kemampuan.

1. Ego berada di atas akal: Ego berada diatas akal adalah saat
ego sudah mulai mengabaikan akal. Ego adalah dorongan
pemenuhan, tanpa akal.

2. Ego menjadi keran bocor: Manusia mulai menjadi budak ego.


Seperti keran bocor, Kita harus mencari wadah yang banyak
untuk menampung segalanya. Tidak terkendali. Akhirnya
Kita menjadi budak dari pemenuhan ego-ego Kita.

13
3. Ego menghilangkan identitas: Identitas manusia bukannya
ego, melainkan kesadaran. Kesadaran manusia akan dirinya
sendiri. Ego yang terhack akan menghilang kan identitas
atau kesadaran manusia itu sendiri. Manusia tidak lagi
menjadi manusia. Karena itu ada istilah manusia iblis. Bukan
berarti ego manusianya yang salah. Tapi manusiannya yang
membiarkan kesadarannya terhack, sehingga ego menghilang
kan identitasnnya. Contohnya seseorang yang sudah tidak
lagi menggunakan akal untuk men-filter egonya, maka
egonya akan menjadi keran bocor. Dia akan terus menerus
menampung egonya, sampai orang itu mulai kehilangan
kesadaran diri yang sebenarnya, yang ada di dalam kesadaran
diri hanyalah, bagaimana agar goal (rasa pemenuhan ego)
terpenuhi. Dari sinilah muncul ciri yang ke -empat.

4. Ego menjadi keburukan bagi diluar dirinya: Apabila ke-tiga


ciri di atas sudah dimiliki oleh manusia, maka manusia
tinggal menunggu yang keempat, yaitu ego menjadi
keburukan bagi yang diluar dirinya. Lingkungan mulai
merasakan efek negatif dari egonya. Misal seorang perokok,
yang menjadikan lingkungannya perokok pasif. Ini adalah ciri
ke empat.

5. Ego memanipulasi keburukan: Ego memanipulasi keburukan


yang diluar dirinya dengan kata-kata. Ini baik bagi saya,
akhirnya manusia lupa kalau mereka adalah semesta. Manusia

14
mulai berpikir ini adalah kebaikan baginya dan manusia
mulai menghiraukan keburukan yang dirasakan oleh yang di
luar dirinya. Contoh ringan, membuang sampah di laut.
Mengambil terumbu karang, menjual binatang. Ego manusia
memanipulasi keburukan yang dirasakan oleh korban.
Menjadi kebaikan bagi diri.

6. Ego menjadikan diri egois: Ciri terakhir dari nomor lima


hanya akan menjadikan ciri keenam menjadi nyata. Manusia
hanya peduli dengan dirinya sendiri, tanpa mempedulikan
sesama. Manusia menjadi egosentris. Mementingkan diri,
keluarga dan kelompoknya. Kepedulian sesama hanya akan
menjadi sesuatu yang menguntungkan baginya. Begitu juga
saat berhadapan dengan SANG MAHA dia menuntut apa
yang bagi dirinya. Selalu tentang dirinya, baginya, dan
untuknya segala yang menyenangkan, menguntungkan, tanpa
mempedulikan orang lain.

Sahabatku… 1-6 adalah sebuah proses. Dimanakah kita berada?


Sampai dimana-kah ego kita berhasil ter-hack. Ingat bukan ego yang
meng-hack diri Kita. Ego itu ibarat air yang dibutuhkan untuk
menghilang kan haus.
Tidak ada yang buruk dari ego. Sistem operasi manusia adalah
kesempurnaan dan kebaikan buat manusia itu sendiri. Lalu apa itu
atau siapa itu yang meng-hack ego manusia?

15
Siapa dan apa yang meng-hack ego?

Manusia itu terlahir netral seperti air. Bagaimana kita dididik


selama ini? Bagaimana cara orang tua dan lingkungan membicarakan
keinginan dan memenuhi keinginan anaknya. Dari sanalah ego kita
mulai terhack. Seberapa parah Kita terhack akan sangat tergantung
dari sebagaimana parah orang tua dan lingkungan menghack Kita
dulu.
Jelas ini adalah sesuatu yang rumit. Bahkan sangat rumit.
Tapi selalu ada jalan keluar untuk segala kerumitan. Melalui e-book
sederhana ini kita akan memecah kerumitan ego. Sehingga kita
benar-benar bisa kembali kepada ego semesta kita. Sementara ego
semesta hanya akan membawa kepada kedamaian diri yang
seharusnya.
Pada mode yang seharusnya, manusia terlahir sebagai fitrah,
fitrah itu artinya bersih. Terlalu bersih tanpa keinginan apa-apa
selain yang dibutuhkannya. Betul memang manusia lahir sebagai
makhluk egosentris, tapi apabila manusia mengetahui kebutuhannya,
maka itu menjadi label yang tidak perlu.
Kebutuhan berbeda dengan keinginan. Ketidaktahuan kita
akan perbedaan keduanya inilah yang menjadi awal mula segalanya
berasal. Inilah yang meng-hack ego manusia. Saat manusia berada
didalam dunia yang sudah tidak bisa lagi membedakan antara
kebutuhan dengan keinginan, maka harus siap-siap belajar untuk
mengendalikan ego. Karena kedua hal ini adalah triger ego. Apabila
tidak bisa dikendalikan, maka keduanya akan meng-hack ego –

16
sampai akhirnya ego lepas kendali.
Ingat tujuan ego dibuat adalah untuk bekerja agar memenuhi
kebutuhan manusia. Ego adalah alert system manusia. Fungsi awal
kenapa ego dibuat adalah untuk menyelamatkan dan agar manusia
memenuhi kebutuhannya. Ego bukan sesuatu yang negatif. Manusia
tidak akan bisa hidup tanpa ego. Manusia membutuhkan ego untuk
bertahan hidup.
Contoh sederhana saat kita merasa lapar. Lapar adalah
indikasi awal bahwa jasad kita membutuhkan asupan energy.
Akhirnya ego memaksa manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Sehingga manusia makan saat lapar. Minum saat haus. Berlari saat
dikejar. Dan saat dalam perkelahian, ego akan mencoba
menyelamatkan manusia dengan melawan balik.
Jadi singkatnya ego itu ibarat bodyguard manusia. Ego sangat
waspada dan senantiasa memproteksi manusia. Ego memproteksi
manusia untuk memenuhi kebutuhannya, baik itu jasmani atau
rohani. Namun ego memiliki sifat bawaan. Sifat bawaan ego adalah
pemenuhan. Tidak peduli apakah kebutuhan itu adalah kebutuhan
baik atau jahat, menguntungkan atau merugikan, diperlukan atau
tidak diperlukan. Ego akan terus merongrong pemenuhan.
Sayangnya manusia sendiri yang tidak bisa membedakan
mana kebutuhannya dan mana keinginannya. Karenanya manusia
memerlukan akal agar mampu mengendalikan egonya. Hanya
melalui akal-lah manusia akhirnya mampu mengendalikan egonya.
Kebutaan manusia untuk menggunakan akal lah yang menjadikan 6
ciri di atas menempel sendiri kedalam dirinya. Jadi solusi utama agar

17
manusia tidak terhack adalah manusia harus bisa menggunakan akal
untuk membedakan antara kebutuhan dengan keinginan. Karena ini
jelas dua hal yang berbeda.
Saat berbicara tentang akal, memang mau tidak mau kita
juga akan membicarakan jasad. Meskipun ranah akal adalah area
jiwa, namun jasad juga berperan. Jasad yang mengendalikan akal
adalah otak. Berarti apakah otak berhubungan dengan ego? Segala
sesuatu tentang diri kita akan selalu berhubungan antara jasad, jiwa
dan ruh. Tidak akan pernah terlepas satu persatu.
Pembahasan tentang manusia adalah pembahasan
kerumitannya sendiri. Alasan utama kenapa manusia begitu rumit
adalah karena manusia tercipta dengan free will (kebebasan memilih).
Sayangnya kita sendiri pula lah yang membatasi kebebasan memilih
diri sendiri. Padahal apabila kita mau membuka dan meng-unlock
satu persatu diri kita, maka akan menjadi nyata lah segala kerumitan
dan kesempurnaanya. Kerumitan dan kesempurnaan penciptaan
SANG PENCIPTA.

“HIDUP ADALAH PILIHAN KARENA


MANUSIA ADALAH SEMESTA YANG
MEMILIKI KEBEBASAN MEMILIH. ITULAH
KENAPA KITA MEMILIKI KESADARAN –
AKAL PIKIRAN, SERTA SATU SET OTAK
DAN SELURUH ANGGOTA JASAD YANG
MENDUKUNGNYA”

18
Ego dan Otak

Kita memang harus percaya kalau pembahasan kita kali ini


sama sekali tidak melenceng. Kita memang sedang berada dijalur
yang tepat dalam membicarakan ego. Selama ini sebagian kita masih
berpikir kalau ego adalah murni jiwa, iya betul – sama sekali tidak
salah. Tapi yang tidak boleh kita lupakan bahwa jiwa beroperasi
dengan jasad. Tubuh atau jasad kita bekerja karena jiwa, begitu juga
jiwa bekerja karena jasad. Sebuah ikatan yang dihidupi oleh ruh,
energy penghidup jiwa dan jasad.
Kalau dilihat melalui fungsionalitasnya, bagian jasad manusia
yang kita sebut otak terbagi dalam tiga bagian yang masing-masing
bagian memiliki fungsi kompleksnya. Kami menyebutnya OTAK
TRITUNGGAL.

19
PERTAMA : OTAK PRIMAL

Merupakan bagian otak yang mengatur dasar-dasar manusia


dalam bertindak dan ego manusia. Dalam peta otak, otak
primal menempati posisi di otak kecil dan batang otak. Otak
primal ini bertanggung jawab atas segala pergerakan didalam
jasad dan aktifnya survival mode, yaitu fungsi bertahan hidup
yang paling mendasar dari jasad manusia.

Otak primal hanya memiliki serangkaian respons perilaku


yang terbatas yang dapat dipicu oleh pemicu eksternal
tertentu. Contoh-contoh respons perilaku dasar ini adalah:
dominasi, agresi, mencari jodoh, ibadah, seks, ketakutan,
kekakuan, keterpaksaan, obsesif, keserakahan, dan
ketundukan. Itulah kenapa otak primal ini tidak bisa
menunjukkan belas kasihan dan tidak bisa berpikir.

KEDUA : OTAK EMOSIONAL

Bagian kedua adalah otak emosial. Merupakan rumah bagi


emosi, nilai, ingatan dan membaca isyarat nonverbal yang
memungkinkan seseorang untuk memahami apa yang
mereka lihat dengan memodelkannya di otak mereka. Otak
Emosinal menghasilkan perilaku bersosialisasi kita dan
membuat kita suka bersosialisasi dan kooperatif.

20
Banyak kualitas yang diperlukan untuk integrasi sosial
mungkin dihasilkan di sini. Karenanya sistem ini mendorong
perilaku kooperatif, altruistik, dan tanpa kekerasan.
Masalahnya adalah, interaksi sosial dapat bersifat positif dan
negatif. Digabungkan dengan otak Reptil interaksi ini dapat
menyebabkan aneka emosi dan sifat perilaku yang terlalu
emosional.

KETIGA OTAK RASIONAL

Tanggung jawab utama dan menyeluruh dari neokorteks


adalah untuk menentukan apa yang sedang terjadi di dunia
luar. Otak rasional atau neocortex itu ibarat otak "pintar"
manusia. Bagian eksekutif dari sistem yang bertanggung
jawab untuk semua aktivitas sadar tingkat tinggi.

Berkat neokorteks memungkinkan kita melakukan banyak


hal, seperti menulis dan berbicara, berinteraksi sosial, dan
merenungkan secara filosofis tentang makna hidup.
Pengambilan keputusan, penalaran, dan pemecahan masalah.

Lalu bagaimana cara mengendalikan ego agar terjadi


kedamaian?

Sampai disini bisa disimpulkan kalau otak primal memiliki

21
prinsip untuk selalu memenuhi kebutuhan. Namun tanpa bisa
membedakan mana yang kebutuhan dan mana yang keinginan. Jika
kita memiliki otak primal tanpa neokorteks (otak rasional) dan
sistem limbik (otak emosional), maka kita akan menjadi seperti
binatang liar yang hanya mempertahankan wilayah dan kebutuhan
diri sendiri.
Persis sesuai dengan penamaannya lainnya yang sering disebut
otak reptile. Inilah pula alasan sebagian ilmuan masih ada yang
percaya kalau otak kita merupakan evolusi dari otak hewan. Karena
memang ada kesamaan antara struktur otak primal manusia dengan
hewan, meski otak manusia tetap memiliki kompleksitasnnya
tersendiri. Apalagi fakta kalau kita masih memiliki dua bagian otak
yang masih terkoneksi lainnya. Makanya otak primal manusia
memang TIDAK tercipta untuk berdiri dan berfungsi sendirian
tanpa bagian otak lainnya, yaitu otak emosional dan otak rasional.
Masalah akan terjadi apabila salah satu dari tiga otak ini tidak
bekerja bersamaan dalam porsi yang seimbang. Faktanya, otak primal
dan otak emosional yang bekerja terlalu aktif. Menutup kesempatan
otak rasional yang seharusnya mampu kita gunakan untuk
memikirkan dan memberi jawaban atas masalah-masalah yang
dihadapi otak primal dan emosi yang dihadapi otak emosional.
Akhirnya perasaan kita senantiasa dipenuhi oleh emosi-emosi
yang tidak kita inginkan hanya karena keinginan atau ego kita tidak
terpenuhi. Jadi seumur hidup kita terus dirong-rong oleh keinginan
dan rasa secara terus menerus. Tanpa bisa merasakan kedamaian.
Karena apapun yang tidak sesuai keinginan kita akan memberikan

22
dampak kepada emosi kita secara spontan.
Padahal kita harus ingat otak primal tidak bisa berpikir, dan
otak emosional hanya bisa memikirkan hal-hal yang berbau perasaan.
Akhirnya kita sukses berada didalam pusaran badai yang merenggut
kesadaran kita tanpa sasaran arah yang jelas. Solusinya adalah kita
harus terus mengasah bagian otak neocortecx kita, caranya adalah
dengan berpikir dan tidak mengingkari akal.
Sahabatku… Memang kita butuh mengakui diri bahwa kita
jarang menggunakan akal sebelum merespon apapun yang mengusik.
Dengan menarik diri untuk kembali menggunakan akal. Kita akan
mampu melihat sesuatu yang belum terlihat. Karena disitulah akal
kita akan bermain, dan akhirnya kita akan mulai belajar untuk tidak
meng-ingkari akal lagi. Karena memang tidak ada hal yang lebih
indah dari pada ber-akal. Satu-satunya senjata yang kita miliki adalah
kesadaran, kesadaran yang berakal tentunya.
Dengan akal kita mampu berpikir. Satu pekerjaan melelahkan
yang sering kita skip. Tapi apakah kita akan memilih membiarkan
ego memproduksi ketidakdamaian atau kita memilih untuk
memahami hakikat ego dan menggunakan akal kita untuk memilih
antara kebutuhan dan keinginan. Memang tidak ada gunanya kita
menyalahkan ego. Karena ego yang kita salahkan pun merupakan
anugerah proteksi dariNYA.
SANG MAHA ingin kita tidak kekurangan apapun dalam hidup
ini. Jelas DIA tidak akan memberikan sesuatu yang buruk. Hanya
kita saja lah yang kurang paham tentang ego ini. Bahkan ketidak
pahaman itu juga bukanlah sesuatu yang buruk. Ketidak pahaman

23
adalah gerbang menuju pemahaman. Tidak ada yang buruk saat kita
bisa melihat dalam kenetralan. Jelas kita butuh gelap untuk bisa
merasakan terang. Hanya sekarang semua terpulang kedalam diri kita
sendiri. Gelap kah yang kita pilih atau terang-kah yang kita pilih.
Sudah kita mengerti bahwa dalam diri kita terdapat dua kubu
yang saling menyeimbangkan. Kalau SANG MAHA membuatkan
kita otak untuk mengelola ego maka SANG MAHA juga
membuatkan kita otak untuk memilah ego-ego itu. Jadi tugas kita
hanyalah menggunakan satu bagian otak kita untuk mengatur satu
bagian yang lain.
Salah satu cara paling awal adalah dengan belajar menjernihkan
keinginan melalui akal. Cara ini akan mengaktifkan bagian otak
reasional untuk bekerja sehingga bagian otak ini lebih dominan
dibanding dua bagian lainnya.
Iya betul, kita memang sedang berusaha memahami bagian dan
cara kerja jasad kita sendiri. Selama ini kita senantiasa berbicara
tentang menjernihkan pikiran dan menjernihkan hati, kedua hal ini
adalah pembicaraan yang sangat penting juga buat kedamaian. Tapi
pada kesempatan kali ini kita akan berbicara tentang sesuatu yang
sangat spesifik dengan ego, yaitu menjernihkan keinginan dengan
akal. Sambil membawa pembahasan tentang jasad bukan sekedar
jiwa. Karena keinginan adalah bahan bakar ego. Sementara ego
diatur oleh salah satu jasad kita yang disebut otak primal.
Selama ada keinginan berarti ego akan mematok kalau itu
adalah kebutuhan, dan ego akan terus-terusan mendorong manusia
untuk memenuhinya. Misal saja, siang yang terik tadi kita ingin

24
minum thai tea dingin, sore hari yang mendung kita ingin
menyeruput kuah bakso hangat, memasuki mall kita ingin setelan
pakaian baru, atau saat tadi kehujanan kita ingin segera punya mobil.
Menemui pasangan kita ingin dimengerti, disayangi, dipuja. Dalam
dunia sosial kita ingin dihargai dan diagungi. Saat memberi kita
ingin dipuji, diberi ucapan terimakasih dll.
Seiring hari yang berlalu maka list keinginan pun hanya semakin
panjang, panjang dan panjang. Jadi memang hampir 80% pikiran
kita dipenuhi keinginan-keinginan. Baik itu yang tampak remeh
seperti diatas, atau pun keinginan-keinginan besar lainnya.
Salahkah pikiran kita dengan keinginannya? Jawabannya
TIDAK, keinginan kita adalah kewajaran yang sangat dimaklumi
olehNYA. Tapi tidak oleh kita sendiri, kadang diri kita tidak bisa
memaklumi keinginannya sendiri, akhirnya kita selalu diburu oleh
begitu banyak keinginan.
Sementara bagi ego, keingainan adalah kebutuhan. Solusinya
dari ini adalah kembali kepada akal. Karena apabila akal mau
berpikir, maka keinginan bisa berkata lain. Nah pertanyaan
sakralnya: Mampukah kita mengendalikan ego melalui akal? Atau
mampukah akal kita mengendalikan egonya?
Jelas pengendalian diri sangat dibutuhkan diawal. Ambil
contoh, tubuh kita jelas membutuhkan sehat, tapi kita
menginginkan rokok, snack gurih ber-mecin, dan manisnya soda.
Diri kita butuh berbagi sebagai aksi memakmurkan, tapi kita
menginginkan mobil baru, warisan seribu hektar tanah, tabungan
hari tua dan asuransi. Lemari kita yang sudah penuh sesak tidak

25
membutuhkan setelan pakaian baru, tapi kita menginginkan setelan
pakaian baru. Kaki kita tidak membutuhkan alasa kaki trendy, tapi
kita menginginkan sepatu yang lebih trendy.
Bukankah selalu ada tolak menolak? Inilah kenapa kita butuh
belajar menjernihkan keinginan. Saat keinginan kita sudah jernih
maka pengendalian diri kita pun pasti akan menguat. Menjernihkan
keinginan artinya kemampuan diri untuk memaklumi keinginannya
dan menyaring keinginannya menjadi kebutuhan. Artinya kita
menjadi sangat sadar bahwa; keinginan dan kebutuhan adalah dua
hal yang berbeda. Apa yang kita inginkan belum tentu apa yang kita
butuhkan. Begitu juga sebaliknya, apa yang kita butuhkan belum
tentu apa yang kita inginkan.
Dahulu emas sebelum menjadi batangan berharga harus melalui
filtrasi yang berlapis. Sampai bubuk emas yang dibutuhkan tersaring,
lalu akhirnya dikumpulkan dan diproses menjadi batangan emas yang
berharga. Begitu juga seharusnya dengan keinginan kita. Saat diri
kita berkeinginan maka tugas pertama kita bukan buru-buru
memenuhi segala keinginan itu. Namun terlebih dahulu men-filtrasi
keinginan tersebut melalui akal sehingga kita bisa menyaringnya
menjadi kebutuhan. Lalu baru kita memenuhi kebutuhan-
kebutuhan itu, bukan keinginan-keinginan itu.
Filtrasi ini dilakukan harus dilakukan dalam kenetralan, tanpa
tekanan tapi dengan pemakluman. Karena diri ini sadar keinginan
yang tidak kita penuhi itu adalah bukan karena ketidak mampuan
kita memenuhinya, melainkan karena itu bukanlah kebutuhan kita.
Akhirnya, tidak ada sedikit pun didalam diri kita yang merana saat

26
keinginannya tidak terpenuhi. Karena secara sadar diri sudah
mengenal keinginan dan kebutuhannya sendiri.
Tentunya kondisi kebutuhan tiap-tiap kita berbeda. Jadi, tidak
ada list baku tentang kebutuhan manusia itu apa saja. Jadi untuk
menjernihkan keinginan memang diperlukan kebijaksaan serta
kedewasaan akal pikiran kita dalam membuat pilihan. Karena apapun
itu pilihannya, hasilnya akan selalu bergulir menuju diri sendiri.
SANG MAHA tidak pernah menentukan pilihan
makhlukNYA. Kita memang diberi kebebasan memilih dalam hidup
ini. Jadi pilihan kita untuk menjernihkan keinginan harus murni
dari diri sendiri. Karena harusnya memang kita paham, bahwa segala
kebutuhan harus terpenuhi lebih awal, ketimbang keinginan. Hanya
saja kita lebih sering memaksakan diri untuk lebih mengutamakan
keinginan ketimbang kebutuhan.
Itu semua karena kita masih melihat kebutuhan dan keinginan
dengan menggunakan kacamata yang sama, yaitu kacamata ego. Kita
belum melihat dengan kacamata akal. Otak primal tidak bisa
memikirkan keinginan, otak rasional bisa memikirkan keinginan.
Tipsnya, jangan membiarkan otak rasional kita mengalah.
Kesimpulannya memang tidak ada yang salah dengan ego, jelas
manusia tidak akan mampu hidup tanpa ego. Kebutuhan dan
keinginan pun adalah bagian dari ego. Namun meski segala macam
ego menuntut pemenuhan, sebagai pengendali ego kita harus
mampu member-pikirkan segala ego kita dalam kenetralan.
Sahabatku... SANG MAHA MENGETAHUI tentu mengetahui
betul secara detail segala kebutuhan kita. Begitu juga DIA

27
memahami betul secara detail segala keinginan kita. Hadirkan
kenetralan didalam diri dan biarkan DIA menuntun kita untuk
mem-berpikirkan, sehingga kita menjadi manusia-manusia yang
mampu menjernihkan keinginannya sendiri.
Jelas kita membutuhkan kejernihan, karena kejernihan disegala
aspek kehidupan akan memunculkan keseimbangan. Jadi dengan
menjernihkan keinginan, kita akan menemukan titik keseimbangan
didalam diri kita. Sehingga kita tidak selalu merasa diburu oleh
keinginan diri sendiri. Keinginan tidak lagi memperbudak tuannya,
dan tuannya bisa lebih bersyukur atas semua kebutuhan yang telah
terpenuhi.
Contohnya mudahnya begini, mana yang kita butuhkan
kedamaian atau ucapan terimakasih? Jelas kita butuh kedamaian.
Tapi kenapa kita masih menginginkan ucapan terimakasih yang
mana apabila ego kita tidak terpenuhi dengannya, maka akan muncul
perasaan yang bertolak belakang dari kedamaian? Jelas kita harus
menggunakan akal kita untuk menjawabnya.

“KITA LAH PEMBAWA KEDAMAIAN ITU


DAN KEDAMAIAN ITU TIDAK TERLETAK
DISUATU TEMPAT SELAIN DIDALAM DIRI
KITA SENDIRI. TEPAT BERDAMPINGAN
DENGAN EGO”

Kalau kita bertanya lagi ‘kenapa?’ Jawabannya karena kita tidak


akan pernah bisa meninggalkan ego agar bisa berlari mencari

28
kedamaian. Sayangnya memang sejauh apapun kita berlari dari ego,
kita tidak akan pernah menemukan kedamaian. Karena kedamaian
adalah sesuatu yang kita bawa, bukan kita raih.
Selama ini kita berpikir damai itu adalah tanpa masalah, damai
itu adalah tanpa gangguan, damai itu adalah segala hal yang
terpenuhi, dan damai itu adalah kesempurnaan hidup.
Kalaulah rasa kedamaian seperti diatas, lalu bagaimana dengan
rasa sakit dari kekecewaan, rasa sakit dari amarah, rasa sakit dari
kecemasan, rasa sakit dari keinginan, rasa sakit dari kebencian, dan
rasa sakit lainnya. Intinya, bagaimana bisa kita membawa kedamaian,
kalau diri kita terus menerus merasakan rasa sakit?
Sahabatku… Rasa sakit akan berhenti, selama kita tidak terus
menerus menumbuhkannya. Selama itu kita menumbuhkannya,
selama itu pula kita akan membawa rasa sakit itu kemanapun kita
pergi. Jadi bukannya membawa kedamaian, tapi malah membawa
rasa sakit. Akhirnya kedamaian itu akan terus menjadi fatamorgana.
Karena diri kita memilih untuk selalu menumbuhkan rasa sakit.
Sementara kedamaian adalah tanpa rasa sakit. Jadi bagaimana caranya
membawa kedamaian diri dengan ego tanpa menumbuhkan rasa
sakit?
Sahabatku… Mulailah dahulu dengan tiga langkah, yaitu
menerima, merelakan, dan melepas pergi. Biarkan otak rasional kita
untuk mengajari otak primal kita tiga pekerjaan yang tidak pernah
disukai ego ini.
Untuk membawa kedamaian diri kita harus memiliki kebesaran
jiwa dan akal, yang mampu menerima segala kondisi situasi yang

29
menghadang, baik itu dari internal ataupun ekstenal. Setelah mampu
menerima, maka relakanlah diri kita untuk berproses agar bisa
mengambil hikmah pelajaran. Setelahnya, maka lepaskanlah rasa
sakit itu sebagai sebuah pengalaman hidup. Jangan mendendam,
meratap apalagi menyimpan ambisi. Karena disitulah awal muasalnya
rasa sakit itu tumbuh.
Dengan menerima, merelakan dan melepas pergi kita mulai
membawa kedamaian diri, dan menjaga diri dari terus
menumbuhkan rasa sakit. Itulah kenapa ada seorang bijak berkata
“Jangan berlari untuk mencari kedamaian, karena kedamaian bukan
dicari tapi dibawa”.
Namun untuk mampu membawa kedamaian diri, kita harus
mampu memilih untuk tidak terus menumbuhkan rasa sakit yang
mana artinya, akal kita harus mampu mengendalikan egonya.
Mulailah terlebih dahulu dengan senantiasa melatih diri untuk
mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Ingat selalu bahwa keinginan itu adalah bahan bakar ego,
pastikan saja bahan bakarnya sesuai dengan kinerja yang diinginkan.
Kalau kita menginginkan kedamaian maka ajarkan ego kita untuk
menghasilkan kedamaian. Jadi sebenarnya kita pun berlali menuju
kedamaian dengan ego, bukan tanpa ego. Keinginan adalah kata
kunci.

30
Netral itu hanya bisa netral kalau kita menghadap satu wajah

Sahabatku…
Ketika air mengisi gelas, lalu gelas itu pecah, gelas itu tidak lagi
menjadi gelas, hanya serpihan kaca tetapi airnya tetap air. Air bisa
dipindah tangankan, diubah, dan diadaptasi – persis seperti emosi
kita sebenarnya. Diatas permukaan kita bisa tampil menjadi manusia
damai dengan senyum yang terus mengambang, tapi didalam pikiran
kita terus berada monster yang terus meraung dan meminta makan.
Di permukaan mata kita melihat, air terlihat seperti air. Kita
bisa mengambil beberapa sampel air dalam botol kemasan dan semua
akan terlihat sama. Tetapi setelah diperiksa lebih dalam, molekul air
ternyata berbeda, molekul air bisa mati atau bergetar hidup. H2O

31
yang berbentuk cairan tawar, jernih, dan bening yang kita lihat
ternyata bisa berubah bentuk. Hal ini ternyata terjadi karena banyak
beberapa hal eksternal yang mampu mempengaruhi struktur kristal
air.
Kita pasti sudah pernah sekilas membaca proyek ilmiah yang
pernah dilakukan Dr.Massaru Emmoto. Penelitian Emoto secara
visual menangkap struktur air pada saat pembekuan, dan melalui
fotografi berkecepatan tinggi ia telah menunjukkan konsekuensi
langsung dari pikiran yang merusak terhadap pembentukan kristal
air.
Masalahnya sekarang memang akan menjadi rumit. Karena air
itu bukan sekedar air yang berada di sungai, laut, hujan, keran atau
botol dan gallon. Air juga terdapat 70% dalam jasad manusia. 74,5%
dalam otak, 82% dalam darah dan 22% dalam kerasnya tulang. Diri
kita juga adalah air. Pengungkapan bahwa pikiran kita dapat
memengaruhi air memiliki implikasi mendalam bagi kesejahteraan
diri kita sendiri.
Kita akan bertanya ‘dengan apa air mampu membaca pikiran
kita?’ Kata-kata mengandung unsur getaran, yang memainkan peran
vital dalam skema agung semesta. Segala materi semesta
menghasilkan getarannya sendiri-sendiri. Air adalah air. Namun,
ketika air secara individu terkena kata-kata yang berbeda, kristal
yang dihasilkan dari masing-masing sampel sangat berbeda,
tergantung pada getaran kata tersebut.
Dibawah ini adalah beberapa contoh molekul air hasil dari
penggunaan beberapa kata-kata.

32
33
34
Jadi jika kita membiasakan diri menggunakan kata-kata positif,
maka molekul air di dalam tubuh kita dan di sekitar kita akan
menjadi indah dan bersih, pastinya kesejahteraan akan dihasilkan
karenanya. Begitu juga sebaliknya, apabila dalam kehidupan kita
membiasakan menggunakan kata-kata negative, maka efek negative
pun akan dirasakan oleh kita dan lingkungan kita.
Dari fakta ini kita dapat menerima pelajaran. Pelajarannya
adalah bahwa walaupun air mungkin terlihat sama di permukaan,
ketika kita mempertimbangkan susunan molekul air, kita dapat
melihat bahwa air mampu menampilkan beragam ekspresi. Kristal air
menunjukkan kepada kita bahwa penampilan bisa menipu, akan
sangat membantu untuk tidak mengkitalkan cara biasa untuk
melihat sesuatu.
Apa yang kita lihat tidak selamanya bisa selaras dengan apa yang
kita nilai. Penilaian kita tidak benar-benar berguna atau mungkin
malah merusak getaran kita sendiri. Sebaiknya memang kita perlu

35
mengalihkan fokus kita ke dalam. Melihat bagaimana kita melihat
dan menilai hidup agar tidak terus-terusan menghasilkan getaran
buruk untuk diri kita sendiri.
Sebelumnya kita sudah belajar untuk mampu mengendalikan
diri kita, sekarang kita belajar bagaimana melihat keluar sambal terus
mengendalikan diri kita. Sebenarnya penglihatan kita tidak mampu
merubah getaran kita menjadi buruk. Namun penilaian kita bisa.
Penilaian adalah getaran yang penuh dualitas, dia bisa menjadi baik
dan bisa juga menjadi buruk.
Kebanyakan kita saat ini senang sekali menonton tayangan
berita dan mulai menilai seluruh isinya. Apa isi dari tayangan itu
yang paling menyenangkan, selain tentang hal-hal buruk yang terjadi
bukan?
Kebayakan kita saat ini senang sekali menonton tayangan
infotaiment dan mulai menilai seluruh isinya. Apa isi dari tayangan
itu yang paling menyenangkan, selain hal-hal buruk yang terjadi
dikehidupan artist-artist itu bukan?
Kebayakan kita saat ini senang sekali menonton tayangan
channel youtube dan mulai menilai sesuai dengan apa yang kita nilai
bagus bukan?
Menilai, menilai, menilai, dan menilai. Seberapa sering kita
menilai segala hal diluar diri kita dan didalam diri kita sendiri “Saya
tidak sekaya dia”, “Dia lebih pintar dari saya”, “Dia sangat agamis
yaa, tidak seperti saya”, “Anak saya nakal dan tidak sepintar anak
dia”, “Suami saya tidak romantis begitu”, “Istrinya cantik sekali,
tidak seperti istri saya”, “Heran kenapa dia selalu tampil modist,

36
gimana yaa saya bisa tampil modist juga”, “Dia sangat berdosa, aku
lebih sholeh darinya”.
Lalu apa artinya diri kita tanpa penilaian-penilaian itu? Bisakah
kita memilih melewati satu hari dengan menjadi netral tanpa
penilaian apa-apa, bahkan untuk sesuatu yang kita tonton. Baik itu
menonton kedalam diri maupun keluar diri? Bisakah kita memilih
untuk mengganti apapun yang kita tonton hanya sebagai wujud asli
keseimbangan hidup? Bisakah kita memilih untuk menonton
segalanya dengan sifat penuh pemakluman?

Inti pertanyaannya : Bisakah kita menjadi netral?

Sahabatku… Sudah kita baca diawal air adalah netral dan jernih.
Kalau kita memasukan segenggam garam, maka air akan asin. Kita
masukkan gula, air akan manis. Kita campur tinta, air akan
menghitam. Kita campur darah, air akan memerah. Air memiliki
kenetralan yang tinggi. Air jernih kalau sumbernya jernih. Air kotor
kalau sumbernya kotor. Air bau kalau sumbernya bau. Dan sekarang
kita paham bukan hanya itu saja, ternyata air juga bisa membaca
getaran dan merubah molekularnya.
Getaran yang paling mudah terbaca oleh molecular air adalah
kata-kata. Sementara kata-kata adalah getaran atau vibrasi yang kita
hasilkan dari hasil olah pikiran kita. Kata-kata itu tidak selalu
muncul menjadi suara. Justru bagian yang paling berpengaruh adalah
getaran pikirannya, bukan suaranya. Kita bisa mengucapkan “aku
sayang kamu” dengan pura-pura atau ketulusan, dan keduanya akan

37
terdengar sama namun getaran yang dirasanya pasti berbeda.
Artinya; kita tidak bisa membohongi getaran diri kita sendiri.
Setiap aliran pikiran memiliki getarannya sendiri-sendiri, dan setiap
getaran itu terus menerus merubah molecular air yang berada
didalam diri kita, sementara kita adalah 70% air.
Coba bayangkan, kalau selama berhari-hari, bertahun-tahun
getaran yang kita bangun didalam diri saat melihat hidup adalah
getaran penilaian yang buruk. Kira-kira apa yang akan terjadi dengan
jasad kita? Misal saat kita harus melihat dan mengelola dualisme
hidup. Anggap saja kita adalah orang yang senantiasa menjaga sikap
agar senantiasa berada di jalur yang baik. Tapi apakah baik bagi kita
sendiri saat kita menilai-nilai yang bersebarangan. Kemanakah
getaran yang berseberangan itu akan kembali kalau bukan kedalam
jasad kita sendiri. Jadi apa itu baik yang telah kita lakukan?
Pembahasannya menjadi setingkat lebih rumit. Tapi akan
menjadi mudah apabila kita berhenti menilai dan hanya bergerak.
Seperti air. Mungkin ini adalah pelajaran paling penting dari air:
belajar mengalir. Terus mengalir didalam dualitas.
Berkat kenetralan dan kejernihanya, air selalu membangun
hubungan yang lebih kuat dengan sekitarnya. Membuat kita
bertanya tentang seberapa jernih dan netral jiwa ini? Mampukan jiwa
ini melihat perbedaan sebagai sebuah harmoni bukan penilaian,
sebagaimana air yang tidak melihat dan tidak pula menilai dengan
siapa dia bersentuhan?
Jawabannya : BISA! Asalkan kita mampu menghapus identitas
diri kita, dengan identitas SANG PENCIPTA itu sendiri. Siapakah

38
objek-objek yang kita nilai itu selain SANG PENCIPTA itu sendiri?
Pantaskah kita menilai SANG PENCIPTA? Tentulah tidak bukan.
Menjadi netral itu bukan menjadi seseorang yang tidak memiliki
pendirian. Justru karena kenetralan itu adalah pendirian yang teguh,
makanya mereka yang berhasil menjadi netral tidak terombang-
ambing dengan yang namanya penilaian.
Mereka yang telah berhasil menjadi netral, mengerti betul
bahwa tiap masing-masing makhluk ciptaan SANG PENCIPTA
memiliki dan membawa nilai diri masing-masing. Nilai diri ini tidak
bisa disama ratakan, tidak bisa ditukar, dan sangat berarti bagi
kehidupan.
Tidak ada kejahatan saat kita sudah berada didalam titik
kenetralan. Begitu pula dengan kebaikan. Kebaikan bisa ada karena
kejahatan ada. Tidak ada jahat kalau tidak ada baik. Malam bisa
muncul karena siang muncul terlebih dahulu. Si cantik bisa menjadi
cantik, karena ada si jelek. Mahal tidak pernah menjadi mahal, kalau
murah tidak ada. Harga sebuah nilai tidak akan bisa berdiri tanpa
pembandingnya. Lalu haruskan memilih mana yang terbaik, saat
semua hanya bermuara pada titik keseimbangan?DIA menciptakan
nilai-nilai itu untuk sebuah keseimbangan hidup. Lalu dari sanalah
kita belajar arti hidup yang sebenarnya.
Tidakkah kita ingin bertanya bagaimana? Bagaimana caranya
membuat diri terkontrol oleh kenetralan? Kenetralan adalah bunga
putih yang sengaja kita tanam didalam jiwa. Dia hanya akan tumbuh
didalam jiwa yang suci. Maka sucikanlah jiwa itu dahulu. Caranya
adalah dengan menjadikan DIA sebagai petunjuk utama kita.

39
Hadirkan DIA dan yakinilah, DIA akan berbicara didalam pikiran,
menuntun kita ke arah kebenaran hidup. Biarkan DIA menjadi mata
kita untuk memilihkan yang terbaik. Kepercayaan dan kepasrahan
hidup hanya kepadaNYA adalah kunci utamanya.
Namun seberapa percaya kita denganNYA kalau kita masih
mendiktenya bukan? Bukankah masih kita mendikteNYA dengan
ego kita? Disatu sisi kita mengakui diri beriman kepada SANG
PENCIPTA, namun disisi lain kita masih terus menerus menilai-
nilai ciptaan SANG PENCIPTA itu sendiri. Apakah ini pantas
dilakukan saat iman sudah diakui? Tentulah tidak bukan.
Sahabatku… Saat kita memilih berubah menjadi netral dan
berhenti menilai, artinya kita mulai menghormati iman kita kepada
SANG PENCIPTA. Kalaulah DIA menghormati tiap layar
kehidupan, lalu kenapa kita tidak? Apapun yang kita nilai, itu adalah
bersumber dariNYA. Hanya dariNYA segala-segalanya berasal. Lalu
kenapa kita tidak melihat segalanya sebagai sumberNYA?
Sahabatku… Mulai sekarang saat mata kita melihat apapun,
jangan hanya melihat sebagai sesuatu yang harus kita nilai. Namun
lihatlah kebesaran SANG PENCIPTA yang menghidupkan kita dan
apa yang kita lihat itu. Lihatlah juga bahwa dalam kebesaranNYA
tetap menghidupkan tanpa penilaian apa-apa.

“MATA NETRAL ITU ADALAH MATA


TERJERNIH. MATA NETRAL ADALAH
MATA SANG PENCIPTA DAN HANYA
MELIHAT SANG PENCIPTA”

40
Ikhlas itu tidak memiliki niat ikhlas – hanya ada ikhlas

Sahabatku…
Pelajaran lain yang diajarkan oleh foto-foto kristal air adalah
betapa pun murni dan enaknya air yang kita minum, kata-kata dan
pikiran yang ceroboh memiliki peluang untuk menghancurkan
molekul-molekul indah yang mungkin terbentuk. Molekul yang
terbentuk bahkan dari air murni yang tersedia dapat berubah setiap
hari, tergantung pada lingkungan dan kata-kata yang terpapar setiap
saat. Menjaga kata-kata kita positif akan membuat air di dalam diri
kita murni dan indah.
Kalau pelajaran pertama adalah melihat tanpa penilaian dan yang

41
ada adalah kenetralan. Pelajaran kedua adalah menjaganya. Menjaga
kenetralan kita.

Bagaimana kita menjaga kenetralan?

Disudut manapun kita berada, akan selalu ada sudut


berseberangan. Dualitas adalah keniscayaan hidup. Bersyukurnya itu
ada, kalau tidak. Kita tidak akan tahu dimana kita berada. Tidak ada
timur tanpa barat dan barat tanpa timur. Lalu sahabatku…
Sampai kapan kita merasa selalu benar dan membanggakan
kebenaran. Padahal kebenaran adalah hasil dari sudut yang kita
anggap tidak benar, alias kebohongan?
Sampai kapan kita merasa untuk selalu baik dan membanggakan
kebaikan. Padahal kebaikan adalah hasil dari sudut yang kita anggap
tidak baik, alias keburukan?
Sampai kapan kita merasa untuk selalu positif dan
membanggakan kepositifan. Padahal kepositifan adalah hasil dari
sudut yang kita anggap tidak positif, alias negatif?
Padahal kita hanya perlu ikhlas dengan keduanya. Seperti kita
ikhlas menerima tangan kanan dan tangan kiri kita. Seperti kita
ikhlas menerima siang dan malam. Seperti kita ikhlas makan dan
mengeluarkan kembali sisa yang dimakan. Tapi sebelumnya
ketahuilah, ikhlas belum dikatakan ikhlas sebelum kita terlebih
dahulu membiarkan ikhlas menghilang.

“IKHLASLAH TANPA MEMBAWA IKHLAS,


ITU BARU IKHLAS YANG SEJATI”

42
Ikhlas sejati itu bukan sekedar apa yang rela kita bagi, atau apa
yang rela kita terima. Tapi seberapa rela menghilangkan diri.
Bergerak dalam ketulusan sebagai Semesta. Sebagai jiwa yang hanya
mengikatkan diri denganNYA. Hanya ada gerakanNYA didalam
gerakan kita. Hanya ada keinginanNYA didalam keinginan kita.
Hanya ada diriNYA didalam diri kita. Sahabatku… Beginilah cara
kita menjaga kenetralan, yaitu dengan mencapai keikhlasan sejati.

Mencapai keikhlasan sejati

Saat seseorang berhasil dengan ikhlas sejatinya. Maka setiap


gerakan adalah kerelaan tapi tanpa gerakan kerelaan itu sendiri.
Seperti air yang masuk kedalam gelas atau masuk kedalam mangkuk.
Bukankah air tidak pernah berpikir apakah dia rela atau tidak rela
membentuk dirinya menjadi gelas atau mangkuk. Sebegitu saja dia
mengikuti yang membentuknya.
Tugas berat sebelum mencapai ikhlas sejati yaitu membuang
kata ikhlas didalam ikhlas. Mampukah kita melakukannya?
Mampukan kita memiliki ketulusan yang sedemikian tulusnya.
Sampai-sampai kita tidak lagi menyadari ketulusan itu sendiri?
Mampukah kita membangun kerelaan yang merelakan dirinya
sendiri?
Kalua begitu untuk mencapai keikhlasan sejati kita hanya perlu
membiarkan SANG PEMILIK Semesta yang menuntun dan biarkan
diri dituntun. Inilah keikhlasan sejati, yaitu kita memblendingkan

43
diri kita dengan Semesta.
Tentunya kita mau… Tapi bagaimana caranya? Bagaimana
caranya bisa ikhlas didalam lautan dualitas. Pastinya pembahasan kita
kali ini bukan sekedar kumpulan-kumpulan kalimat filosofis.
Ada teori yang harus dipraktekkan. Ada pelajaran yang harus
dibelajarkan. Ada niat yang harus ditancapkan. Membenahi ikhlas
sama dengan membenahi iman. Karena wajah ikhlas adalah wajah
mereka yang hanya memkitang wajahNYA dimanapun mereka
berada.
Sudah siapkah dengan pelajaran ini sahabatku…?
Ikhlas artinya kerelaan tanpa menyebut kata rela. Bergerak
hanya untuk dan karena SANG PENCIPTA. Tidak ada perjanjian
dalam keikhlasan. Tidak ada niat sebelum melakukannya. Itulah
kenapa disebutkan “Berilah dengan tangan kanan sampai tangan
kirimu tidak mengetahuinya”.
Ikhlas artinya kita bergerak sebagaimana SANG PENCIPTA
yang menciptakan air dan tidak pernah mempertanyakannya. Yang
menciptakan udara dan tidak pernah mempertanyakannya. Yang
menciptakan atom dan tidak pernah mempertanyakannya. Yang
menciptakan kita dan tidak pernah mempertanyakannya pula.

“KUNCI UNTUK IKHLAS BAGI MANUSIA


ADALAH: SEGALANYA ADALAH SANG
PENCIPTA DAN HANYA SANG PENCIPTA”

Manusia membutuhkan kenetralan untuk ikhlas. dan ikhlas


untuk kenetralan. Dua pasang yang berhubungan timbal balik yang

44
bisa didapat saat kita mengimani SANG PENCIPTA.
Sahabatku…
Mari kita belajar membenahi ikhlas agar mencapai wujud
sejatinya. Meski pelajaran ini akan memakan waktu seumur hidup
kita. Biarkanlah… hidup memang untuk belajar bersamaNYA. Tidak
ada kesempurnaan dalam hidup ini. Baik itu kebaikan yang
sempurna atau pun keburukan yang sempurna.
Disudut mana pun kita memilih berdiri mengukir
kesempurnaan. Tetap kesempurnaan hanyalah milikNYA SANG
MAHA SEMPURNA. Segala tentang kita adalah
ketidaksempurnaan yang selalu DIA sempurnakan. Kita tidak
bergerak untuk sempurna, tapi untuk disempurnakan. Ini berlaku
bagi semua makhluk, bahkan bagi seseorang yang bertakwa
sekalipun.
Sahabatku…
Seseorang yang bertakwa tidak akan pernah merasa dirinya
bertakwa. Orang itu tidak akan memakai fashion topi dikepala, jubah
putih, hijab menjuntai atau apapun sebagai tkita ketakwaannya.
Karena memang orang itu tidak akan menyadari ketakwaannya.
Kalaupun ada seeorang yang berkata “Kau adalah orang yang
bertakwa” maka orang itu pun akan bingung tentang hal apa yang
membuat dia dinilai bertakwa. Dan tetap dia tidak merasa bertakwa,
apalagi mengakuinya.
Orang yang bertakwa berjalan tanpa butuh penilaian apa-apa
dari manusia, bahkan tanpa keperluan memikirkan penilaian tentang
dirinya sendiri. Karena ketakwaan adalah hal misterius yang hanya

45
bisa dinilai olehNYA. Tidak ada seorang pun yang bisa menilai,
bahkan seseorang yang ditunjuk bertakwa olehNYA pun tidak bisa
menilai dirinya bertakwa.
Sahabatku…
Karenanya, lepaskanlah penilaian-penilaian kita tentang
ketakwaan seseorang. Karena hanya DIA yang bisa menilainya.
Hanya DIA penilai ketakwaan. Tugas kita hanyalah
menyempurnakanlah iman kita sesempurna-sempurnanya. Bukan
untuk sebuah penilaian selain penilaianNYA.
Percayalah DIA akan hadir saat kita benar-benar sudah bertakwa
dan berkata lembut “Kau adalah kekasihku yang bertakwa…”
Seketika kita akan menjawab “Bagaimana mungkin bisa aku
bertakwa?” Lalu DIA menjawab “Karena AKU-lah penilai ketakwaan
itu”

“BERTAKWA ITU SEPERTI BERJALAN


MENYELUSIRI HAMPARAN SAHARA
DITENGAH KEGELAPAN MALAM YANG
BERANGIN. TIDAK AKAN ADA YANG
MENGETAHUI JEJAK LANGKAH KITA
SELAIN PEMILIK SAHARA ITU SENDIRI.
SEMENTARA IMAN ADALAH LAMPU
PENERANGNYA”

46
Bahagia itu memang selalu tercipta tanpa alasan. Kita saja lah yang
berhasil membuatnya rumit.

Sahabatku…
Dipahami atau tidak air mengajari kita untuk berusaha
mendapatkan kembali cara hidup alami, bebas dari tekanan dan
bebas dari penyempitan mental dan penghalang yang kita buat untuk
diri kita sendiri, untuk bergerak selaras dengan unsur-unsur semesta
dan siklus semesta.
Dalam bukunya The Miracle of Water, Dr. Emoto menunjukkan
bagaimana peran unik air dalam mengangkut getaran alami dari
kata-kata ini dapat membantu kita menyambut perubahan dan
menjalani kehidupan yang lebih positif dan bahagia. Dimana dia

47
telah memotret ribuan kristal air selama bertahun-tahun
penelitiannya, namun hanya sedikit yang seindah dan menegaskan
kehidupan seperti yang terbentuk dari kata “cinta” dan “terima
kasih”. Bayangkan kalau molekul diri kita selalu seperti itu? Pasti
jasad kita juga akan berterimakasih untuk seluruh bentukan
molecular yang dengan sengaja kita bentuk.
Dari sini saja kita bisa menyimpulkan, kalau kebahagiaan adalah
apa yang ada didalam bukan apa yang ada diluar. Imajinasikan kita
sedang duduk tepat dihadapan pantai yang tenang. Kita bisa melihat
dengan jelas butiran pasir-pasir kecil dibawahnya. Kita bisa melihat
diri kita yang menatapnya. Lalu dengan ceroboh kita memecah
kejernihan itu dengan sebongkah karang yang sengaja kita lempar
kedalamnya. Dalam sekejap kejernihannya memudar. Butiran-
butiran pasirnya tidak lagi terlihat. Diri kita pun tidak terlihat.
Seluruh refleksi kejernihannya memudar dan tak lagi bermakna.
Sahabatku… Itulah diri kita tanpa mata hati. Sampai disini kita
harus jujur mengakui kalau mata kita hanya bisa melihat keluar.
Tapi tidak pernah melihat kedalam.
Saat kita melihat dengan kedua mata, maka hasilnya memang
selalu sama. Kaya adalah bahagia, pintar adalah bahagia, tertawa
adalah bahagia, kekuasaan adalah bahagia, panjang umur adalah
bahagia. Ini adalah nilai yang tampak dikedua bola mata kita bukan?
Namun sahabatku… Kalau kita mau melihat dengan mata yang
berbeda. Kenyataan yang sebenarnya tidak pernah terlihat sama. Saat
kita nanti MAU mencopot kedua bola mata kita dan melihat dengan
mata hati, maka yang akan kita dapati adalah kenyataan bahwa apa

48
yang dinilai bola mata kita justru telah sukses menipu diri kita.
Percayalah… Kami tidak sedang membicarakan melihat dengan
indra mata ketiga atau keenam. Kami sedang membicarakan melihat
dengan mata hati, yaitu mata hati yang terhubung dengan fitrah
sejatinya. Kalau fitrahnya kedua bola mata hanya bisa melihat keluar.
Maka fitrahnya mata hati adalah untuk melihat kedalam diri, bukan
keluar diri. Mata hati adalah alat keker hati menuju jiwa.
Air telah mengajari kita hal ini, air mengajari kita bahwa jernih
tidak selalu jernih. Bening tidak selalu tawar. Selalu ada bentuk lain
dibalik penilaian dan harapan. Bentuk lain itu ada dan nyata, hanya
harus dilihat dari sudut pkitang yang berbeda.

Mata hati hadir untuk membantu kita melihat yang ada dan
nyata, yang seharusnya mampu kita lihat. Kita tidak bisa meminjam
mata manusia untuk melihat kenyataan. Karena apapun yang dilihat
keluar oleh manusia adalah cerminan dari diri manusia itu sendiri.
Masing-masing manusia melihat dengan caranya sendiri-sendiri,
tidak bisa disama ratakan.
Itulah kenapa kita membutuhkan mata hati. Karena kita tidak
bisa melulu hidup berdasarkan apa yang dilihat oleh orang lain. Itu
akan sangat melelahkan. Kita harus mampu melihat hidup seperti
apa yang seharusnya kita lihat. Dan kita tidak bisa meminjam mata
orang lain untuk melihat hidup dalam versi kita. Hanya melalui mata
hati kita mampu melihat nya.
Mata hati kita akan tetap bertepuk tangan, meski diluar sana
tidak terdengar suara tepuk tangan. Mata hati akan tetap setia

49
melihat diri kita dengan ketulusan, meski mata yang lain tidak lagi
bisa. Mata hati akan tetap menuntun kita menuju kebenaran, meski
kita berada ditengah pusaran kebohongan. Mata hati tahu mana yang
terbaik untuk diri kita, meski tidak ada seorang pun yang melihat.
Bagi mata hati berbahagia adalah perasaan yang terhadirkan.
Kebahagiaan hadir bukan karena bagaimana bahagia itu kita
ciptakan. Bahagia itu bukan tujuan. Namun awal dan akhir dari
perjalanan. Dari awal kita sudah berbahagia dan sampai akhir kita
berbahagia. Tidak ada spasi, koma atau titik tanpa kebahagian. Tidak
ada kesedihan tanpa kebahagiaan. Tidak ada kegalauan tanpa
kebahagiaan. Tidak ada keburukan tanpa kebahagiaan. Tidak ada air
mata tanpa kebahagiaan.
Sebelum kaya kita berbahagia – setelah kaya kita berbahagia.
Sebelum pintar kita berbahagia – setelah pintar kita berbahagia.
Sebelum tertawa kita berbahagia – saat tertawa kita berbahagia.
Sebelum berkuasa kita berbahagia – setelah berkuasa kita berbahagia.
Sebelum mati kita berbahagia – setelah mati kita berbahagia.

Bagaimana bisa mata hati menciptakan kebahagian abadi


seperti ini?

Jawabannya sederhana sahabatku… Karena tidak ada syarat


untuk berbahagia selain kebersamaan kita denganNYA. Kita adalah
semesta yang utuh tanpa syarat-syarat apapun dari kedua bola
manusia. Kita adalah semesta yang utuh tanpa label apapun dari

50
kedua bola manusia. Kita adalah semesta yang hidup bersama SANG
PENCIPTA dalam tiap gerakan. Kita adalah semesta yang beraksi
bersama sumber segalaNYA.
Mata hati adalah kesempurnaan hasil dari sebuah perjalanan.
Mari temukan mata hati dan kita akan mengerti paragraph diatas.
Bukan hanya mengerti namun kita juga akan paham, bahwa mata
manusia kita telah menipu kita selama ini. Membuat kita tergesa-
gesa untuk menjadi pengemis kebahagiaan, padahal kebahagian kita
telah ditakdirkan untuk selalu bersamaNYA. Takdir kita memang
untuk menjadi semesta yang berbahagia.

“KEBAHAGIAAN ADALAH BARANG MURAH


BAGI SEMESTA YANG TIDAK PERNAH
MENSYARATKAN KEBAHAGIAAN. TAPI
AKAN MENJADI MAHAL KALAU KITA
MENSYARATKANNYA”

Ambil contoh ringan pagi ini kita melihat bos kita turun dari
mercy barunya. Kita menatap mobil itu dan berkata, alangkah
bahagianya bila bisa mengendarai mercy itu juga. Siang hari saat
makan siang kita melihat teman kantor yang dulu kita taksir. Lalu
berkata, alangkah bahagianya kita bila dulu bisa menikahinya.
Sore hari pulang kantor kita terjebak macet. Didalam mobil kita
pun berkata, alangkah bahagia apabila kita bisa membuka usaha
dirumah, jadi tidak usah bermacet-macetan terus setiap hari. Malam
harinya kita sampai dirumah, seperti biasa melepas penat dengan
duduk menonton TV. Lalu kedua anak kita berlarian kesana-kemari.

51
Kitapun langsung berkata, coba kalau punya rumah yang ada
halamannya, pasti anak-anak tidak usah berlari didalam rumah yang
sempit ini.
Akhirnya kita pun memilih untuk tidur, diatas kasur hati dan
pikiran kita dipenuhi oleh rasa sesak. Kita pun menutup mata dan
bertanya kepadaNYA “Kenapa hidup saya tidak bahagia?”.
Lalu DIA menjawab :
“Hari ini kau hanya terfokus dan mengais-mangais kebahagiaan
yang bukan milikmu. Pada hari ini kau tidak lagi berpikir tentang arti
kebahagiaan diri yang telah kau rasakan. Apalagi mengingatnya. Kau
tidak lagi ingat betapa dulu dirimu dengan bahagia menerima mobil
yang dipakai sekarang. kau tidak lagi ingat betapa dulu dirimu sangat
bahagia saat istrimu menerima lamaranmu. Kau tidak ingat betapa
dulu dirimu sangat bahagia diterima bekerja sebagai karyawan di
perusahaan tempatmu bekerja sekarang. Kau pun tidak mengingat rasa
bahagia, saat pertama kali dirimu memegang kunci rumah yang kau
tempati sekarang.”
Sahabatku… Berapa kali dalam sehari kita menginginkan
sesuatu karena tidak mensyukuri yang kita miliki sekarang? Kenapa
kita terus-terusan berharap bisa merasakan bahagia, dengan
menunjuk syarat yang diluar diri sebagai alasan untuk berbahagia?
Tahukan? Kalau hari ini kita merana karena dua hal. Pertama, kita
merana karena tidak mampu meraih kebahagiaan. Kedua, kita
merana karena melupakan kebahagiaan yang pernah kita raih.
Sahabatku.. Jangan biarkan diri kita merana. Kita tidak bisa
memberi syarat untuk menerima kebahagiaan. Karena kebahagiaan

52
adalah apa yang kita pilih untuk kita rasakan. Sudahkah kita
memilih untuk berbahagia hari ini? Kalau belum cobalah dulu
dengan memilih mensyukuri kebahagian yang telah kita rasakan
dalam hidup ini.
Mata hati kita mengerti ini sahabatku… Izinkan bagian lain dari
diri Kita mengerti rahasia ini terlebih dahulu… Satu hal untuk
dimengerti bahwa kebahagiaan tidak akan muncul pada sesuatu yang
tidak terdapat rasa syukur didalamnya. Penuhilah rasa syukur maka
rasa kebahagiaan akan muncul.
Mungkin sebagian kita ada yang bertanya: Bagaimana bisa
bersyukur kalau tidak cukup? Dan bagaimana bisa bisa bahagia
kalau tidak ada alasannya? Sebuah pertanyaan yang sangat logis.
Sahabatku… Kita memang tidak boleh melepas kelogisan kita.
Sama sekali tidak boleh. Kalau sebagian kita ada yang bertanya
“Bagaimana bisa bersyukur kalau tidak cukup?”
Maka pahamilah, syukur itu akan selalu cukup. Saat kita
bersyukur kita pasti selalu merasa cukup. Tidak mungkin merasa
‘tidak cukup’ sambil merasa bersyukur. Karena syukur yang tulus
adalah rasa kecukupan itu sendiri.
Syukur yang tulus itu bukan sesuatu yang disebut, melainkan
sesuatu yang dirasa. Saat mulut kita mengucapkan rasa syukur, tapi
tidak disertai dengan rasa cukup. Maka pada saat itu kita telah
membohongi segalanya. Rasa itu adalah sesuatu yang tidak bisa
dibohongi. DIA SANG MAHA MERASA tahu betul rasa-rasa
makhlukNYA. Rasa itu adalah koneksi kita denganNYA.
Saat kita merasa cukup dengan segalanya. Berarti kita sudah

53
menerima dan percaya bahwa segala sesuatu adalah anugerahNYA.
Saat kita menerima dan percaya, maka kita tidak akan meragu. Jadi
rasa cukup kita adalah cerminan rasa ketidak raguan kita
kepadaNYA. Kita tidak ragu DIA MAHA MENYANYANGI, Kita
tidak ragu DIA MAHA MEMBERI, dan Kita tidak ragu DIA
MAHA MENCUKUPI.
Jadi kuncinya syukur yang tulus adalah merasa cukup. Untuk
merasa cukup, maka langkah kita hanya satu, yaitu menerima. Kita
menerima hidup dengan tulus dan tidak membandingkan hidup
yang kita jalani dengan hidup orang lain. Kita menerima apapun
dalam hidup sebagai anugerahNYA, bukan sekedar hasil kerja keras
pribadi.
Pada moment kita sudah mampu merasa cukup, maka syukur
yang tulus itu pun akan muncul. Sementara syukur yang tulus adalah
ungkapan kebahagiaan. Itulah inti dari segalanya. Jadi kalau kita mau
berbahagia dengan segala keadaan, cobalah untuk selalu
memunculkan syukur yang tulus. Dan untuk memunculkan syukur
yang tulus, cobalah untuk menerima.

“MENERIMA BUKAN BERARTI BERHENTI


BERGERAK. JUSTRU KITA BERGERAK
LEBIH BANYAK KARENA GERAKAN KITA
TIDAK DITAKUT-TAKUTI OLEH HASIL.
GERAKAN KITA ADALAH KEPASRAHAN
TOTAL KEPADANYA”

54
Hidup ini memang sama sekali tidak memiliki masalah. Hanya
kita saja yang gagal menghadapi keadaan. Akhirnya kita membuat
masalah. Misal saat seseorang yang tidak disangka-sangka menginjak
kaki kita dengan teroly belanjaan, lalu berlalu tanpa mempedulikan
kaki kita yang sakit. Atau saat pelayan restoran melayani pengunjung
yang baru datang, padahal kita sudah menunggu lima belas menit
lebih awal. Atau saat pasangan kita melupakan tanggal ulang tahun,
sementara kita sudah bersiap diri menerima kejutan.
Hal-hal sepele yang akhirnya seakan memaksa kita untuk kalah.
Karena terinjak teroly belanjaan lalu kita mengumpat. Karena
keteledoran pelayan restoran lalu kita marah. Karena kealpaan
pasangan mengingat tanggal lalu kita bersedih. Akhirnya kita
kewalahan karena merasa selalu diliputi masalah. Jujur saja kalau hal-
hal sepele sudah menjadi masalah buat kita, maka sudah dipastikan
hal-hal yang lebih besar akan menjadi azab buat kita, sementara azab
itu bukanlah ujian.
Sahabatku… Kita tidak pernah diuji untuk menyelesaikan
masalah. SANG MAHA MENGETAHUI tidak perlu menguji kita
lagi, karena DIA sudah mengetahui bagaimana dan seperti apa, jauh
sebelum sesuatu itu berlangsung. Jadi ujian yang berlangsung dalam
hidup manusia hanyalah hasil dari sebab-akibat yang terus bergulir.
Begitu juga dengan masalah, masalah adalah hasil dari sebab-akibat.
Bukan sesuatu yang sengaja diturunkan olehNYA. Jadi apabila kita
tidak membuat masalah, maka masalah itu tidak ada.
Kembali lagi kepada contoh diatas; Apabila kita dihadapi
dengan keadaan bahwa seseorang menabrak kita dengan trolly,

55
pelayan restorant lelet dengan pesanan kita atau pasangan melupakan
ulang tahun kita. Lalu kita hanya memilih respon menerima. Maka
respon selanjutnya sudah bisa dipastikan adalah respon yang positif.
Karena kita tidak akan memilih mengumpat, marah atau bersedih
apabila kita sudah mampu menerima keadaan. Akhirnya diri kita
hanya mengingat keadaan-keadaan itu sebagai moment kejadian
bukan masalah.
Akhirnya apa? Molekul air didalam diri akan tetap positif pula
dan apakah diri kita akan terganggu karena kepositifan ini?
Terganggu tidak, kita hanya akan terberkati dan sejahtera.
‘Memilih RESPON’ inilah satu hal yang ditugaskan untuk kita.
Jadi sebelum menyelesaikan masalah, tugas kita sebenarnya adalah
memilih respon yang baik untuk setiap keadaan. Manusia bisa
mengontrol sesuatu yang diluar dengan terlebih dahulu mengontrol
sesuatu yang didalam. Kita bisa mengontrol respon kita, akhirnya
kita juga bisa mengontrol keadaan apapun dalam hidup kita.
Sehingga kita tidak selalu menjadi korban dari keadaan yang
berlangsung. Lagi-lagi mata hati kita harus mampu tertemukan.
Keadaan apapun dalam hidup ini tidak pernah menjadi masalah
apa-apa. Tapi respon kita lah yang membuat keadaan itu menjadi
masalah. Dan respon pertama yang paling baik diantara yang terbaik
adalah acceptance (penerimaan).
Menerima bahwa keadaan yang sedang berlangsung tidak seperti
apa yang kita harapkan, rencanakan dan inginkan. Jadi secara sengaja
kita mengkondisikan diri kita secara sadar untuk memilih menerima
keadaan apapun dengan porsi yang positif, baik keadaan damai

56
ataupun tidak damai.
Respon menerima adalah pelajaran awal untuk mengendalikan
ego. Ego kita selalu menolak sesuatu yang tidak nyaman, dan akan
memaksa kita untuk meraih kembali dan mempertahankan
kenyamanan itu. Karena mempertahankan ego maka respon kita
adalah marah, mengumpat atau bersedih. Akhirnya kita gagal
menghadapi keadaan, lalu keadaan itu pun berubah menjadi masalah.
Agar tidak gagal menghadapi keadaan, maka kita perlu memilih
respon menerima. Dengan memilih respon menerima, maka kita
akan mampu mengendalikan ego. Lalu karena ego sudah terkendali,
maka jiwa kita bisa menikmati ketidak-damaian yang sedang
berlangsung. Akhirnya kita terlindungi dari stress dan depresi.
Stress yang muncul dan depresi yang berkepanjangan adalah
akibat dari diri yang belum mampu menerima keadaan. Sehingga
kita membuat keadaan menjadi masalah. Ini terjadi karena ego terus
menerusan memberontak dan belum mau menerima ketidak-
damaian yang terjadi. Padahal saat kita memilih menerima
sepenuhnya ketidak-damaian, ketidak-damaian akan berubah
menjadi kedamaian. Dan inilah yang dibutuhkan oleh jiwa dan jasad
kita.
Sahabatku… Segala sesuatu yang kita terima dengan sepenuhnya
hanya akan membawa kita kepada kedamaian. Meski ego kita tidak
bisa menjelaskan alasannya. Karena inilah keajaiban penyerahan diri
kepadaNYA. Kita berserah diri kepadaNYA, karena itu kita
mempercayakan segala keadaan kepadaNYA.
Mulai detik ini kita akan belajar menerima keadaan apapun.

57
Karena jiwa kita percaya kebaikanNYA ada dimana-mana. Selalu ada
kesempatan dalam hidup ini. Kesempatan untuk memilih kebaikan.
Sayangnya kita tidak begitu mengerti jelas, tentang kebaikan kecuali
itu adalah hal yang menurut kita menguntungkan.
Bagi manusia baik adalah menguntungkan. Tidak
menguntungkan adalah tidak baik. Kalau kita mau memutar akal
kita untuk menemukan pengertian baik, maka menjadi rancu sendiri
definisinya. Bagi yang kalah itu tidak baik, bagi yang menang itu
baik. Bagi yang kenyang itu baik, bagi yang lapar itu tidak baik. Jadi
benar mungkin selama kita tidak diuntungkan, selama itu juga kita
tidak diberi kebaikan.
Sahabatku… Paragraf diatas adalah saat ego manusia ditanya
tentang apa itu baik baginya saat mata hatinya belum tertemukan.
Saat kita melihat segalanya melalu mata luar, bukan mata dalam,
maka saat kita mulai berdoa “Ya Tuhan berikanlah kami yang terbaik
menurutMU” Lalu doa kita dijawab dengan sesuatu yang menurut
definisi kita tidak baik bagi kita, maka disaat itu kita pasti akan
kecewa.
Sebuah tantangan meminta Tuhan mendefinisikan kebaikan
menurutNYA, tetapi diri masih terus membawa definisi kebaikan
peribadinya. Inilah alasan kesekian kita harus menemukan mata hati.
Bukan untuk sebuah pahala, tapi untuk kelanggengan hidup.
Dimana kita paham siapa itu Tuhan dan siapa itu yang kita
tuhankan.
Sahabatku… Apabila kita memang sudah mampu berdoa dengan
kalimat “yang terbaik menurutMU” berarti kita sudah bisa

58
menanggalkan satu ego yang senantiasa merongrong, yaitu ego
kebaikan. Bahkan kebaikan pun memiliki egonya sendiri.
Ego kebaikan adalah keinginan menerima keuntungan yang
menguntungkan dari kebaikan itu sendiri. Dimana kita masih
mendikte “Tuhan” akan kebaikan-kebaikan untuk kita sendiri.
Padahal seyognyanya Tuhan tidak perlu di dikte oleh ego manusia.
Seyognyanya Tuhan selalu paham kebutuhan manusia. Seyognyanya
Tuhan memang dituhankan. Tapi siapa yang dituhankan kalau
Tuhan itu masih di dikte-dikte untuk menuruti kebahagiaan kita?
Sahabatku… Mungkin mulai sekarang kita bisa berhati-hati
dengan yang namanya kata ‘baik’ selain kebaikanNYA. Karena
definisi kebaikan Tuhan adalah tanpa ego kebaikan itu sendiri, itu
kenapa meski kita selalu percaya bahwa DIA itu MAHA BAIK, tetap
saja kita merongrong kebaikan.
Pertanyaannya sekali lagi: Kalau memang DIA MAHA BAIK
dan kita percaya kebaikanNYA meliputi alam ini, lalu kenapa…
Kenapa kita merasa doa kebaikan kita tidak terkabul? Kenapa kita
merasa doa kebaikan kita gugur seperti daun kering yang sengaja
dilepas dari dahannya.
Renungkanlah sahabatku… Renungkanlah arti-arti dari
paragraph ini, sebelum kita menilainya.

Kalau belum menemukan mata hati

Kalau kita belum berhasil menemukan mata hati kita dan


memahami intisari kebahagiaan. Lalu kenapa ini terjadi adalah

59
karena kita memang belum berhasil menjaga syukur yang
sebenarnya.
Sahabatku… apakah kita sudah bersyukur?
Sudah atau belum tidak terlalu penting untuk kita bahas.
Karena sebenarnya DIA tidak sedang menunggu Kita untuk
bersyukur, sama sekali tidak. DIA hanya sedang menunggu kita
untuk berdamai dengan diri kita sendiri dan inilah syukur yang
sebenarnya.
Syukur yang sebenarnya bukanlah lafaz ucapan terimakasih yang
kita ucapkan kepadaNYA. Bukan pula perbuatan baik seperti
sedekah atau acara berbagi yang kita berikan atas namaNYA. Syukur
yang sebenarnya adalah lebih simpel dan sangat amat lebih simpel
dari apa yang sering kita lakukan. Namun sayangnya tidak kita
lakukan, syukur itu adalah berdamai dengan diri sendiri. Lalu apa itu
artinya berdamai dengan diri sendiri? Bukankah pada bab
sebelumnya tentang kedamaian, lalu apa bedanya?
Berdamai dengan diri sendiri adalah melepas apapun yang kita
miliki, termasuk didalamnya segala keinginan dan harapan.
Apabila Kita belum punya motor, maka kita akan
mengharapkan motor. Apabila kita sudah punya motor, maka Kita
akan mengharapkan mobil. Apabila kita sudah punya mobil, maka
kita akan tetap melirik mobil lain yang lebih bagus. Setelah
mendapat mobil yang lebih bagus, maka kita tetap pula akan melirik
ke mobil yang lebih bagus lagi.
Terus… dan terus perumpamaan seperti diatas terjadi didalam
pikiran dan perasaan kita. Begitulah memang isi dari pikiran dan

60
perasaan manusia. Selalu ter-isi dengan sesuatu yang tidak atau
belum dia miliki.
Jadi kalaulah syukur yang sebenarnya adalah berdamai dengan
diri sendiri, maka dimanakah posisi syukur kita, mungkinkah kita
memang sudah bersyukur?
Selama ini kita memang senantiasa merasa bersyukur dengan
apa yang kita miliki. Pasangan yang kita nikahi, rumah yang kita
tempati, anak yang kita besarkan, gaji yang kita dapat, karir yang kita
capai, bisnis yang kita bangun, kendaraan yang kita gunakan,
kemenangan yang kita raih. Lalu saat semua-semua itu menghilang,
kita merasa tidak memiliki alasan apa-apa lagi untuk bersyukur.
Bukan begitu?
Sahabatku… Inilah keterbalikan yang kita lakukan. Inilah alasan
kenapa semakin kita bersyukur, semakin kita merasa haus. Semakin
kita diberi nikmat, semakin kita kelaparan dengan nikmat-nikmat
yang lainnya. Karena kita bukan bersyukur pada apa yang didalam,
melainkan apa yang diluar. Akhirnya kebahagiaan menjadi
fatamorgana.
Lalu apa lagi itu yang didalam selain SANG PENCIPTA itu
sendiri. Inilah arti bersyukur yang sebenarnya. Bersyukur bukan
menunjuk alasan yang diluar dan mengucapkan terimakasih. Alasan
seharusnya manusia bersyukur adalah SANG PENCIPTA, SANG
PEMILIK SEGALANYA.

“HARUSNYA HANYA DIALAH SATU-


SATUNYA ALASAN KITA BERSYUKUR”

61
Sahabatku… Mari sejenak kita matikan lampu-lampu itu!
Hilangkan apapun yang kita miliki dalam hidup ini. Lepaskanlah!
Tengoklah kedalam diri sendiri, apakah kita sudah bisa mensyukuri
apa itu diri kita, tanpa adanya kepemilikan apapun? Lalu cobalah
sekali lagi untuk bertanya “Apakah kalau semua yang kita miliki
hilang, rasa syukur kita kepadaNYA masih ada?” Kalaulah jawaban
jujurnya belum, berarti memang kita belum berdamai dengan diri
sendiri.
Sahabatku… Berdamai dengan diri sendiri adalah arti dari
menjaga syukur yang sebenarnya. Sementara menjaga syukur yang
sebenarnya menjadi hal yang mustahil dicapai, apabila kita masih
mencerna hidup sebagai sebuah kepemilikan dan sebagai tempat
untuk memiliki. Karena sebenarnya hanya SANG PENCIPTA yang
berhak memiliki segalanya. Bisakah diri ini hanya menjadikan SANG
PENCIPTA sebagai satu-satunya alasan diri ini bersyukur, ataukah
diri ini masih menutupi kesombongan rasa memiliki dengan polesan
arti syukur yang terbalik?
Sahabatku… Bukankah sebuah sumber kesombongan apabila
kita masih merasa memiliki. Manusia sekarang selalu merasa
bersyukur dengan apa yang mereka miliki, dan sekali lagi ini terbalik.
Padahal dengan menjaga rasa syukur yang sebenarnya kita akan
tersenyum melihat apapun, bagaimanapun dan dimanapun murni
dari dasar terdalam jiwa.
Dengan menjaga syukur yang sebenarnya, kita tidak kan
kekurangan apapun didalam hidup ini. Kehidupan tidak akan
menyakiti melainkan kehidupan adalah lautan pelajaran dan peluang.

62
Uang bukan apa-apa selain alat tukar. Kaya bukan apa-apa selain
status dan bahagia bukan apa-apa selain rasa. Semua ini dapat
dirasakan apabila jiwa ini percaya, bahwa apapun didalam hidup
hanyalah anugerah-anugerah dari SANG PENCIPTA, bukan sebuah
kepemilikian, karena hanya DIA pemilik segalanya, dan tugas kita
hanyalah memilikiNYA. Renungkanlah Sahabatku…
Setelah kita bisa merasakan SANG PENCIPTA ditiap layer
kehidupan, lalu karenanya kita menjalani hidup yang lurus. Maka
apapun itu yang terjadi hanya akan bermuara kepada satu titik, yaitu
SYUKUR, syukur itu adalah muaranya kebahagiaan, atau bisa
diibaratkan rasa syukur yang dengan sengaja kita hadirkan adalah
magnet penarik kebahagian.
Maksud kami disini, apapun hasil dari goal hidup kita. Baik itu
berhasil atau tidak berhasil. Baik itu banyak atau pun sedikit. Baik
itu sempurna atau pun cacat. Apabila kita telah berhasil bersyukur,
maka kita sudah bersiap-siap di berbahagiakan olehNYA. Syukur dan
berbahagia itu seperti bayangan. Saat kita merasa berbahagia berarti
kita telah bersyukur. Begitu juga saat kita merasa syukur berarti kita
sudah siap berbahagia.

Tanda sudah bersyukur

Apa tandanya kalau kita telah berhasil bersyukur? Tandanya


adalah kita tidak lagi khawatir dengan hasil. Kita tidak lagi tersiksa
dengan goal. Kita tidak meringis dengan kegagalan. Kita memiliki
baju tameng untuk segala perasaan negatif. Hati kita seperti

63
trampolin. Meski beban yang menginjak berat, kita berhasil
memantulkannya kembali dan tersenyum. Kita seringan balon,
hembusan angin hanya akan membuat kita makin naik keatas.
Saat kita bersyukur, kita akan melihat dunia dengan tersenyum,
apapun yang terjadi. Kenapa? Karena kita memiliki definisi tersendiri
tentang tersenyum. Bagi kita tersenyum adalah ketulusan melihat
apa yang ingin diperlihatkan Semesta. Apapun itu, meski yang kita
lihat secara logika tidaklah membahagiakan. Tetap dengan tulus kita
tersenyum, artinya kita menerima dengan ketulusan, karena kita
sadar apapun itu, itu dihadirkan olehNYA. Lalu dengan ketulusan
pun kita merubahnya menjadi baik, karena didalam aksi-aksi kita
pun ada DIA yang senantiasa menemani. Inilah puncak dari langkah
kita menuju diberbahagiakan.
Bila kita berbahagia, kenyataan hidup apapun tidak akan
merobek-robek. Bila kita menengok keluar dan melihat keburukan
hidup dimana-mana. Kita tidak akan dibuat risau olehnya. Dengan
tulus kita akan bergerak untuk memperbaikinya, bukan menyerap
keburukannya. Semua yang dihidup kita ini adalah energi. Energi
tidak hilang, hanya akan berubah.
Saat kita berbahagia, kita tidak lagi menyerap energi negatif dari
sekitar. justru kita memancarkan energi positif yang akan mengubah
energi negatif itu menjadi positif. Saat berbahagia kita menjadi
sangat baik dan hanya akan melakukan kebaikan. Kita menjadi
mercusuar yang memancarkan energi positif. SANG PENCIPTA
menjadikan kita sebagai contoh kebaikan dan harmonisasi untuk
sesama. Ini semua ditarik oleh satu syarat, yaitu “SYUKUR” sebagai

64
puncak dari langkah menuju kebahagian.
Apakah kemarin pagi kita bersyukur telah dibangunkan kembali
dari tidur? Apakah kemarin siang kita mensyukuri kaki-kaki kita
yang masih bisa berjalan? Tangan yang masih kuat menggenggam?
Mata yang bisa mengerlip? Kulit yang masih sanggup berkeringat?
Mulut yang masih bisa mengunyah?
Keajaiban-keajaiban sederhana yang terlupakan karena kita
hanya terfokus pada yang besar, dan mensia-siakan yang kecil.
Dengan mudah kita mensyukuri uang, jabatan, pendidikan,
pekerjaan, usaha. Tapi tidak keajaiban-keajaiban sederhana yang
terjadi didalam diri kita sendiri. Sudahkan kita bersyukur hari ini?
Atau kita masih tetap setia dengan segala keluhan-keluhan.
Ciri-ciri manusia yang berhasil bersyukur adalah mereka
senantiasa menikmati hasil dan bertindak dengan ketulusan. Mereka
merasa nyaman dengan diri mereka apa adanya, tidak
membandingkan diri mereka dengan diri yang lain. Mereka itu
bukan tukang nyinyir, yang selalu melihat-lihat kelebihan dan
kekurangan orang lain.
Manusia yang bersyukur selalu menikmati tiap hasil dari aksi-
aksi mereka. Karena mereka senantiasa bertindak berdasarkan
ketulusan hanya kerena SANG PENCIPTA. Mereka percaya apapun
dan bagaimana pun hasilnya itu adalah anugerah SANG
PENCIPTA.
Hidup manusia yang bersyukur itu seperti awan, awan selalu
bergerak ringan, tanpa beban. Selalu flexibel dengan perannya.
Begitu juga dengan mereka yang bersyukur. Mereka selalu mengikuti

65
alur Universe, tanpa menahannya dengan ego dan nafsu peribadi.
Lalu bagaimana dengan kita? Semoga ciri-ciri itu bisa melekat
didalam diri. Kalaulah belum, mari kita mantapkan dasar awalnya,
yaitu merasakah kehadiranNYA ditiap layer kehidupan.
Sahabatku… Apabila ada seseorang datang kepadamu dan
bertanya “Dimanakah DIA berada?” maka jawablah “DIA DEKAT”.
Lantas orang tersebut akan meminta penjelasan, dan beginilah
penjelasannya sahabatku…
Sahabatku… Sebuah keagungan apabila kita mampu menunjuk
sebuah tempat didalam hidup ini, baik diatas, dibawah, didepan,
dibelakang, dikanan, dikiri atau disudut manapun untuk berkata
“Disanalah DIA berada”. Sungguh benar-benar keagungan,
sayangnya kita belum-lah memiliki keagungan itu. Akhirnya ketika
kita bertanya dimanakah DIA berada, kita hanya mampu menjawab
“DIA DEKAT” dengan penjelasan yang sungguh-sungguh-sungguh
sangat sederhana, karena memang kita sekecil ini untuk menjawab
sesuatu yang MAHA BESAR.
Sahabatku… Dengan kelembutan coba letakkanlah telapak
tangan diatas jantung kita sahabatku... Berdetakkah? Pastinya masih
berdetak. Apakah kita yang mengatur, mensetting dan berkehendak
atas detak jantung itu? Jawabannya tidak. Jelas setiap yang
dihidupkan tidak bisa mengatur, apalagi mensetting, apalagi
berkehendak atas detak jantungnya sendiri.
Lalu coba jawab sahabatku… Apakah tangan kita dekat dengan
jantung kita? Jawabannya iya. Tapi mana yang lebih dekat tangan
kita yang merasakan detak jantung itu atau kulit, otot atau tulang

66
rangka yang menyelimuti jantung itu? Jawabannya bagian jasad yang
menyelimuti jantung itu yang lebih dekat, bukan begitu? Tapi
faktanya bukan jantung saja yang hidup, tulang rangka, otot, kulit
serta tangan itu pun dihidupkan olehNYA.
Jadi bagian mana yang paling dekat? Salahkah kalau kita
menjawab DIA adalah dekat? Salahkah kalau kita menjawab DIA
SANG PENGHIDUP, SANG PENCIPTA, SANG PEMBUAT
adalah DEKAT? Begitu dekatnya sampai-sampai kita tidak mampu
merasakan yang dekat dan mencari yang jauh.
Sahabatku… Mulai sekarang saat seseorang bertanya ‘Dimana
DIA?’ maka cukup letakkanlah telapak tangan kita keatas jantung
dan jawablah “DIA lebih dekat dari ini”
Sahabatku… Dalam hidup ini kita selalu diajarkan bahwa DIA
adalah keagungan yang tidak pantas mendapatkan tempat yang
buruk. Akhirnya kita selalu menunjuk ketempat yang baik dan
berkata DIA ada disana dan DIA tidak berada ditempat yang buruk.
Ini terjadi hanya karena kita melihat itu adalah sesuatu yang
buruk dengan penilaian penglihatan kita, dan itu membuat kita
berkata “Yang buruk datangnya dari manusia dan yang baik
datangnya dariNYA”. Lalu akhirnya membuat kita lupa, bahwa di
dalam keburukan yang menurut penilaian penglihatan kita buruk
tetap ada pula yang dekat DIA SANG PENGHIDUP, SANG
PENCIPTA, SANG PEMBUAT.
Sahabatku… Agar manusia mampu memiliki keagungan
melihatNYA dan menunjuk disanalah DIA berada, maka terlebih
dahulu kita harus mampu memiliki penglihatan sebagaimana DIA

67
melihat.
Sayangnya DIA tidak melihat sebagaiman kita melihat, karena
itu cobalah untuk melihat sebentar saja sebagaimana DIA melihat.
Sekilas saja dan kita akan mampu melihat sungguh dimanapun di
setiap inci hidup ini hanyalah DIA SANG PENGHIDUP, SANG
PENCIPTA, SANG PEMBUAT.
Disudut manapun, dijenis apapun, dikelompok siapapun. Dan
saat kita mampu melihat yang seperti itu, sekilas saja. Kita tidak
akan bertanya lagi dimana DIA berada, karena memang DIA berada
dimana-mana, dan DIA terlalu dekat untuk kita sebut dekat.
Sampai disini, dimanapun Kita berada, tidaklah kita
merasakan kedamaian, kenetralan, keikhlasan dan kebahagiaan itu
kecuali bersamaNYA. Kebersamaan kita bersamaNYA ibarat atom
oksigen air yang mengikat dua atom hydrogen. Belum ada yang bisa
menjawab kenapa oksigen mau mengikat dua hydrogen dan tidak
pernah melepasnya. Tapi kita jadi paham kalau selamanya memang
kita terikat bersamaNYA. Tidak ada ikatan molekul yang lebih
terikat, selain jiwa yang terikat dengan dengan pembuat dan
penciptanya. Kalau air mampu menyerap dan menyatu dalam diri,
maka pencipta dan pembuat air pasti lebih menyerap dari itu semua.
Sahabatku… DIA adalah dekat. Jangan lupakan kedekatan diri
ini, bagaimana pun diri kita memanggilNYA. Tetaplah DIA dekat,
bahkan meski manusia itu tidak pernah memanggilNYA sekalipun.

Salam Semesta
Copyright 2019 © www.pesansemesta.com

68
69

Anda mungkin juga menyukai