TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pneumonia
1.1.1 Definisi
4.1.1 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darahvena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.3
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti3:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi
oleh National Glychaemoglobin Standarization Program (NGSP)
15
16
a. Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes,
karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan
baik.
b. Usia
Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara
drastis, DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada
mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka
terhadap insulin.
c. Gaya hidup stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-
manis untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini
mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula
dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko mengidap penyakit DM tipe
II.
d. Pola makan yang salah
Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat
mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin). Obesitas bukan
karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah
konsumsi yang terlalu banyak, sehingga 9 cadangan gula darah yang disimpan
didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah
mereka yang tergolong gemuk.4
4.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi DM
4.1.5 Patogenesis
b. Polidipsi
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor
haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu
minum (polidipsia).
c. Polipaghia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
19
4.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan
kualitas hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol
sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai
dari1,6,10 :
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari
seminggu selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu, dengan
jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang
(50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging,
dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara = 220-usia pasien.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
a. Obat Antihiperglikemia Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
20
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,
kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah
puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari
masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu
diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat
antihiperglikemia oral dihentikan.
4.1.8 Komplikasi
Berikut adalah sejumlah komplikasi yang umumnya dialami oleh penderita
diabetes:8,9
4.1.9 Prognosis
Pada pasien DM Tipe 2, jika pasien cepat didiagnosa dan diobati makan akan
memperlambat terjadinya komplikasi pada pasien sehingga mordibitas dan
mortalitasnya menurun. Namun, jika telat didiagnosa dan diobati, maka tingkat
mortalitas dan mordibitasnya akan meningkat karena komplikasi mudah terjadi.9
4.1 Neuropati
Neuropati perifer
Neuropati perifer adalah bentuk paling umum dari neuropati diabetes. Kaki dan
tungkai sering menjadi organ yang pertama kali terkena, diikuti oleh tangan dan
lengan. Tanda dan gejala neuropati perifer sering memburuk pada malam hari, dan
mungkin termasuk :
Mati rasa atau mengurangi kemampuan untuk merasakan nyeri atau perubahan
suhu
Sebuah kesemutan atau sensasi terbakar
Nyeri tajam atau kram
Peningkatan sensitivitas menyentuh – bagi sebagian orang, bahkan berat sprei bisa
menyakitkan
Kelemahan otot
25
Neuropati otonom
Sistem saraf otonom mengontrol jantung, kandung kemih, paru-paru, lambung, usus,
organ seks dan mata. Diabetes dapat mempengaruhi saraf di setiap bidang ini, dan
mungkin menyebabkan :
Gejala biasanya pada satu sisi tubuh, meskipun dalam beberapa kasus gejala dapat
menyebar ke sisi lain. Kebanyakan orang setidaknya sebagiannya, mengalami
perbaikan gejala dari waktu ke waktu, meskipun gejala dapat memperburuk sebelum
menjadi lebih baik. Kondisi ini sering ditandai dengan :
Mononeuropati
Mati rasa atau kesemutan di jari atau tangan, terutama di ibu jari, jari telunjuk, jari
tengah dan jari manis
Rasa kelemahan di tangan dan kecenderungan untuk menjatuhkan hal-hal
4.2.2 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis neuropati hal yang harus dilakukan adalah
sebagai berikut:11,12
a. Anamnesis :
1. Sensorik : rasa terbakar, ditusuk, ditikam, kesetrum, disobek, tegang, diikat,
alodinia, hiperalgesia, disestasia dapat disertai rasa baal seperti pakai
sarung tangan, hilang keseimbangan, kurang tangkas, asterogenesis,
maupun borok tanpa nyeri. Dan keluhan akan memberat malam hari.
2. Motorik : Gangguan koordinasi serta paresis distal atau proksimal antara
lain sulit naik tangga, sulit bangkit dari kursi/lantai, terjatuh, sulit bekerja
27
atau mengangkat lengan ke atas, ibu jari tertekuk, tersandung, kedua kaki
bertabrakan.
3. Otonom : Gangguan berkeringat, sensasi melayang pada posisi tegak,
sinkope saat BAK/ batuk/ kegiatan fisik, disfungsi ereksi, sulit menahan
BAB/BAK, ngompol, polakisuri, muntah, diare, konstipasi dan gangguan
pupil berupa sulit adaptasi dalam gelap dan terang.
4. Neuropati diabetika dicurigai pada pasien DM tipe 1 yang lebih dari 5
tahun dan semua DM tipe 2.
b. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi bisa dijumpai kaki diabetik, neuroartropati dan deformitas
claw toe.
c. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan sensorik untuk melihat distribusi lesi saraf.
Pemeriksaan otonom termasuk termasuk evaluasi hipotensi
ortostatik, nadi, tes valsava dan kelenjar keringat.
d. Pemeriksaan penunjang
Elektroneuromiografi
Test sensoris kuantitatif
e. Laboratorium
4.2.3 Pentalaksanaan
28
Menurut NHS (2010), terapi lini pertama yang dapat digunakan untuk
manajemen pada neuropati yakni11,12:
1. Penggunaan amitriptyline atau pregabalin merupakan pengobatan lini
pertama bagi penderita neuropati diabetes yang menyakitkan.
Untuk amitriptilin, dosisnya mulai dari 10 mg per hari, dengan
bertahap ke atas titrasi dengan dosis efektif yang maksimal dan
ditoleransi pasien. Dosis tidak boleh lebih tinggi dari 75 mg per
hari (dosis tinggi bias dipertimbangkan dalam konsultasi dengan
layanan spesialis nyeri).
2. Penggunaan pregabalin: mulai dari 150 mg per hari (dibagi menjadi
dua dosis) dengan atas titrasi dengan dosis efektif atau dosis yang
ditoleransi. Dosis tidaklebih tinggi dari 600 mg per hari (dibagi
menjadi duadosis).
3. Untuk orang dengan neuropati diabetes yang menyakitkan,
duloxetine juga merupakan pengobatan lini pertama. Jika
duloxetine merupakan kontraindikasi, maka dapat digunakan
amitriptyline. Untuk duloxetine: mulai dari 60 mg per hari dengan
titrasi atas ke efektif dosis atau maksimum dosis yang ditoleransi.
Dosis tidak boleh lebih tinggi dari 120 mgper hari.
4. Berdasarkan evaluasi klinis awal dan teratur: Perludilihat
apakah ada perbaikan yang memuaskansehingga didapatkan
keputusan untuk meneruskanpengobatan, secara bertahap
mengurangi dosis dariwaktu ke waktu jika ada perbaikan yang
kontinyu
Pengobatan lini kedua
Menurut NHS (2010), apabila tidak tercapai manajemen nyeri
dengan terapi ini pertama, maka dapat dipertimbangkan penggantian
obat setelah pemberian consent pada pasien, yakni:10,11
1. Jika lini pertama terapi menggunakan amitriptilin, maka terapi
dirubah ke pregabalin.
2. Jika terapi pertama menggunakan pregabalin, ganti atau kombinasikan
dengan amitriptilin oral.
3. Jika terapi pertama menggunakan duloxetine, ganti dengan
amitriptilin atau pregabalin atau kombinasikan dengan pregabalin.
Pengobatan lini ketiga
Menurut NHS (2010), apabila terapi untukmengurangi nyeri
tidak dicapai dengan terapi lini kedua, makaperlu dilakukan rujukan pada
spesialisasi penanganan nyeripada center yang khusus. Dalam proses
menunggu rujukan, tramadol oral merupakan pertimbangan yang bagus
29
BAB V
KESIMPULAN
30
Berdasarkan anamnesa, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini
didapatkan hasil bahwa pasien ini didiagnosa DM Tipe 2. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada pasien ialah pemeriksaan laboratorium darah lengkap, pemeriksaan radiologi
foto thoraks PA. Hasil pemeriksaan laboratorium mendukung diagnosa yang
ada.Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien yang sudah sesuai. Prognosis pada pasien ini
adalah baik karena penanganan yang cepat dan belum adanya komplikasi pada pasien, tetapi
harus tetap rutin melakukan rawat jalan untuk pengobatan yang terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Diabetes Association ; Standards of Medical Care in Diabetes 2014.
31
2. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu
penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi V. Jakarta :
balai penerbit FKUI, 2011; 1857
3. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008
Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi
pengelolaannya. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2016; 1906.
4. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
5. Barclay L. 2012. Diabetes Diagnosis & Screening Criteria Reviewed.
6. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia
2011. Jakarta : PERKENI, 2011
7. (Ralph A. DeFronzo. From the Triumvirate to the Ominous Octet: A New Paradigm
for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes. 2009;58: 773-795).
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk,.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2016;
9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Patofisiologi
: Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih
bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia Edisi 6.Jakarta;2014; hal.1259
10. International Diabetes Federation (IDF), IDF Diabetes Atlas Sixth Edition, International
Diebetes Federation (IDF). 2013
11. Bril V, et al. Evidence-based guideline: Treatment of painfuldiabetic neuropathy: report of
the American Academyof Neurology, the American Association ofNeuromuscular
and Electrodiagnostic Medicine, andthe American Academy of Physical
Medicine andRehabilitation. Neurology. 2011;76(20):1758-1765.
12. Huang Y, 2011, Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. TheRochester Diabetic
Neuropathy Study: reassessment oftests and criteria for diagnosis and staged
severity.Neurology.