Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CA REKTUM

Disusun oleh:

Ach.byriel hafidh al warits (0118001)

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA MOJOKERTO
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik
dan rapi.

Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Pamekasan, 21 Februari 2020

( Penyusun )
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

A. Latar Belakang
B. Pengertian
C. Etiologi
D. Manifestasi klinik
E. Patiofisiologi
F. Pemeriksaan diagnostik
G. Pemeriksaan penunjang
H. Pathway
I. Pengkajian
J. Diagnosa keperawatan
K. Fokus intervensi

Kesimpulan

Daftar pustaka
A. Latar Belakang
Rektum merupakan tempat keganasan saluran cerna yang paling sering.
Kanker colon (termasuk rectum) merupakan penyebab ke 3 dari semua kematian
akibat kanker di Amerika Serikat baik pria maupun wanita. ( Amerika Cancer
Sosiety,2001)

Kanker rektum adalah tipe paling umum kedua dari kanker internal di Amerika.
Penyebab nyata dari kanker rektum tidak diketahui, tetapi faktor riwayat kanker kolon
dalam keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diit tinggi lemak, protein
dan daging serta rendah serat.

Karsinoma rekti merupakan salah satu dari keganasan pada colon dan rectum yang
khusus menyerang bagian recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel
yang tidak terkendali. ( Soeparman & Waspadji, 1990 )
Jadi dapat disimpulkan bahwa kanker rectum adalah pertumbuhan baru yang ganas
terdiri dari sel-sel epitel yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan
menimbul metastasis yang terjadi pada bagian distal usus besar.
B. Pengertian
kanker rectum adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epitel yang
cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbul metastasis yang terjadi
pada bagian distal usus besar.

C. Etiologi
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui, Penelitian saat ini
menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker
kolorektal. Mutasi dari gen APC adalah penyebab familial adenomatosa poliposis
(FAP), yang mempengaruhi individu membawa resiko hampir 100% mengembangkan
kanker usus besar pada usia 40 tahun (Tomislav Dragovich, 2014).
Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kolorektal,
diantaranya
adalah :
 Diet tinggi lemak, rendah serat.
 Usia lebih dari 50 tahun.
 Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal
mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.
 Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome. Pada semua
pasien ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi kanker
rektum.
 Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz-
Jeghers
 syndrome dan Muir syndrome.
 Terjadi pada 50 % pasien kanker kolorektal herediter nonpolyposis.
 Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun).
 Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat.
D. Manifestasi klinik
Gejala paling menonjol adalah :
– Perubahan kebiasaan defekasi
– Pasase darah dalam feses
Gejala lain berupa :
– Anemi yang tidak diketahu sebabnya
– Anoreksia
– Penurunan berat badan
– Keletihan
– Ulserasi
– Nause dan Vomitus
– Obstipasi
– Diare paradoksial
– Keinginan defekasi
– Nyeri tekan
E. Patofisiologi
Umumnya kanker rektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma.
Insiden tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan
kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa
gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih
dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker rektal menyebar dengan
perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa dan dinding luar usus. Struktur
yang berdekatan seperti hepar, kurvatura mayor, lambung, duodenum, usus halus,
pankreas, limpa, saluran genitourinari dan dinding abdomen juga dapat dikenai oleh
perluasan. Metastase ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran
tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai
namun kelenjar regional masih normal (Price, 2006). Sel-sel kanker dari tumor primer
dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder
seperti hepar, paru-paru, otak, tulang dan ginjal. Awalnya sebagai nodul, kanker usus
sering tanpa gejala hingga tahap lanjut karena pola pertumbuhan lamban, 5 sampai 15
tahun sebelum muncul gejala (Price, 2006).
The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM staging
system yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV).
1. Stadium 0
Kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rectum yaitu pada mukosa
saja. Disebut juga carcinoma.
2. Stadium I
Kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan
melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar ke bagian terluar
dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.
3. Stadium II
Kanker telah menyebar keluar rektum ke jaringan terdekat namun tidak menyebar
ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar ke bagian
tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh seperti hati, paru atau ovarium.
Disebut juga Dukes D rectal cancer

F. Pemeriksaan diagnostik
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA)
b. Kolonoskopi
c. Radiologis
d. Pemeriksaan rektal secara digital
e. Pemeriksaan Hb
f. Pemeriksaan colok dubur, oleh dokter bila seseorang mencapai usia 50 tahun.
g. Sigmoidoskopi

G. Pemeriksaan Penunjang
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba menunjukan
keadaan sudah lanjut. Massa pada sigmoid lebih jelas teraba daripada massa di bagian
lain kolon. Karena kanker kolorektal sering berkembang lamban dan penanganan
stadium awal sangat dibutuhkan, maka organisasi kanker Amerika merekomendasikan
prosedur skrining rutin bagi deteksi awal penyakit. Rekomendasinya sebagai berikut :
1. Pemeriksaan rektal tusse untuk semua orang usia lebih dari 40 tahun.
2. Test Guaiac untuk pemeriksaan darah feses bagi usia lebih dari 50 tahun.
3. Sigmoidoskopi tiap 3-5 tahun untuk tiap orang usia lebih dari 50 tahun.

Mengenai diagnosis kanker kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan
kontras ganda (De Jong, 2005). Pasien dengan dugaan kanker kolorektal dapat
dilakukan prosedur diagnostik lanjut untuk pemeriksaan fisik. test laboratorium,
radiograpi dan biopsi untuk memastikan.
Test laboratorium yang dianjurkan sebagai berikut :
1. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik ditandai dengan
sel-sel darah merah yang kecil tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum
untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker rektal.
2. Test Guaiac pada feses untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feses, karena
semua kanker rektal mengalami perdarahan intermitten.
3. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di
membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Karena tes ini
tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh pasien
dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skrining atau test diagnostik
dalam pengobatan penyakit. Ini terutama digunakan sebagai prediktor pada
prognosis postoperatif dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan
pembedahan.
4. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meningkat, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi
serum protein, kalsium dan kreatinin.
5. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan
lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus
bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi atau
gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor dan pola mukosa normal
hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata
dalam mendeteksi rektum
6. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI) atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai
organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
7. Endoskopi (sigmoidoskopi atau kolonoskopi) adalah test diagnostik utama
digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsi
jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50-65% dari kanker
kolorektal. Pemeriksaan endoskopi dan kolonoskopi direkomendasikan untuk
mengetahui lokasi dan biopsi lesi pada pasien dengan perdarahan rektum. Bila
kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak
dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif sentral, seperti
penyakit divertikel, ulseratif kolitis dan penyakit Crohn’s (Smeltzer, 2002)

H. Pathway
I. Pengkajian
Riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah :
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
– Kelemahan, keletihan, kelelahan
– Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi
tidur, misalnya: nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari
– Pekerjaan/profesi dengan pemajaan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi
2. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada aktivitas
Tanda : Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah
3. Integritas Ego
Gejala :
– Faktor stress
– Masalah terhadap perubahan penampilan
– Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak
bermakna, rasa bersalah, kehilangan control, depresi
Tanda : Menyangkal, menarik diri
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada saat defekasi
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
1. Perasaan lelah
2. Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan
dengan makan atau defekasi)
3. Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
4. Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau
mucus.
5. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
6. Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
7. Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat
penurunan BB.
Pengkajian objekif meliputi :
1. Auskultasi abdomen terhadap bising usus
2. Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
3. Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah
J. Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2014)
1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik kronis
2. Konstipasi berhubungan dengan defekasi tidak teratur dan kurang serat
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
4. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
K. Fokus Intervensi
1. Nyeri Kronis

Intervensi Rasional
1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Untuk mengetahui kondisi pasien
komprehensif. secara komprehensif.
2. Observasi reaksi nonverbal dan 2. Untuk mengetahui kondisi nyeri
ketidaknyamanan. pasien
3. Monitor vital sign 3. Untuk memantau kondisi pasien
4. Gunakan teknik komunikasi 4. Untuk mengetahui nyeri pasien.
teurapeutik untuk mengetahui 5. Untuk menurunkan nyeri
pengalaman nyeri. 6. untuk menentukan intervensi
5. Kontrol lingkungan yang dapat 7. untuk menurunkan nyeri, karena
mempengearuhi nyeri dengan terapi nonfarmakologi dapat
6. Kaji tipe dan sumber nyeri meningkatkan relaksasi sehingga
7. Ajarkan teknik nonfarmakologi : ketegangan otot dan raas nyeri
napas dalam dan distraksi dapat menurun
(mendengarkan murotal) 8. untuk menurunkan nyeri, terdapat
8. Tingkatkan istirahat hormon serotonin saat tidur yg
9. Berikan kolaborasi terapi dapat memblok nyeri
farmakologi (analgesik). 9. untuk menurunkan nyeri

2. Konstipasi

Intervensi Rasional
1. Monitor tanda dan gejala konstipasi 1. Untuk mengetahui konstipasi pada
2. Monitor bising usus pasien
3. Monitor defekasi, karakteristik feses, 2. Bising usus kurang dari 12x.menit
frekuensi, konsistensi dan volume dapat mengakibatkan atau
feses menandakan aadnya konstipasi
4. Mendorong meningkatkan asupan 3. Untuk mengetahui progress
cairan kecuali kontraindikasi intervensi untuk konstipasi
5. Identifikasi bersama pasien 4. Cairan dapat menurunkan
penyebab konstipasi konsistensi feses yang keras
6. Menganjurkan pasien atau 5. Untuk mencegah konstipasi
mendorong keluarga untuk 6. Serat dapat memudahkan feses
mengingaktkan pasien untuk diet keluar dari anus, sehingga dapat
tinggi serat tinggi karbohidrat dan menurunkan nyeri saat defekasi
tinggi protein, minimalisir konsumsi
lemak

3. Intoleransi Aktivitas

Intervensi Rasional
1. Observasi pembatasan aktivitas 1. Untuk tahu batas kemampuan
pasien aktivitas pasien.
2. Kaji penyebab intoleransi 2. Agar pasien tidak kelelahan.
aktivitas dan menentukan apakah 3. Untuk meningkatakan energi pada
penyebab dari fisik, pasien
psikis/motivasi. 4. Tidur dapat meningkatkann energi
3. Memonitor nutrisi dan sumber pada pasien
energi yang adekuat 5. Monitoring hematologi pada pasien
4. Monitor pola tidur 6. Untuk mencegah terjadinya
5. Monitor hasil lab yang kelelahan pada pasien
berhubungan dengan energi (Hb, 7. Managemen energi
Ht, elektrolit)
6. Pilih aktivitas yang tidak 8. Agar pasien lebih percaya diri
memakan banyak energi dalam melakukan aktifitas
7. Kaji kesesuaian aktivitas & 9. Untuk mengetahui perkembanga
istirahat pasien sehari-hari. aktivitas yang dapat dilakukan
8. Tingkatkan aktivitas secara 10. Supaya mengetahui apabila terdapat
bertahap, biarkan pasien respon yang tidak normal
berpartisipasi dapat perubahan 11. Mengetahui batas toleransi pasien
posisi, berpindah & perawatan terhadap aktivitas
diri 12. Supaya dapat dilakukan latihan
9. Pastikan pasien mengubah posisi lanjutan
secara bertahap. Monitor gejala 13. mengidentifikasi kegiatan yg dapat
intoleransi aktivitas dilakukan
10. Ketika membantu pasien 14. supaya toleransi aktivitas pasien
bergerak/beraktivitas, observasi meningkat dan tidak mengalami
gejala intoleransi spt mual, pucat, kemunduran
pusing, gangguan kesadaran & 15. Mencegah risiko jatuh
tanda vital 16. Supaya terdeteksi batas toleransi
11. Edukasi tentang teknik pasien
memanagemen waktu dan 17. Mengetahui keterbatasan aktivitas
aktifitas untuk mencegah yang dapat dilakukan
kelelahan 18. Supaya pengetahuan pasien
12. Dampingi pasien untuk mengatur bertambah terkait manajemen
prioritas kegiatan sesuai dengan aktifitas
level energi 19. Meningkatkan aktivitas pasien
13. Bantu pasien mengidentifikasi secara mandiri
aktivitas yang dapat dilakukan
14. Bantu pasien memaknai atau
manfaat dari aktivitas yang masih
bisa dilakukan
15. Bantu pasien dan keluarga untk
menentukan kegiatan yang aman,
mudah dilakukan dan tidak
terlalu melelahkan
16. Monitor respon fisik, emosi,
sosial dan spiritual
17. Monitor RR pasien, TD, suhu.
18. Kaji kemampuan mobilitas
pasien
19. Ajarkan pasien untuk sering
melakukan perubahan posisi di
bed dengan usaha mandiri
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Intervensi Rasional
1. Pertahankan tirah baring selama 1. Menurunkan kebutuhan
fase akut/pasca terapi metabolik untuk mencegah
2. Bantu perawatan kebersihan penurunan kaloridan simpanan
ronggamulut (oral hygiene). energi.
3. Berikan diet TKTP, sajikan dalam 2. Meningkatkan kenyamanan dan
bentuk yang sesuai selera makan.
perkembangankesehatan klien 3. Asupan kalori dan protein tinggi
(lunak, bubur kasar,nasi biasa) perlu diberikan untuk
4. Kolaborasi pemberian obat-obata mengimbangi
sesuai indikasi statushipermetabolisme klien
5. Bila perlu, kolaborasi pemberian keganasan
nutrisi parenteral 4. Pemberian preparat zat besi
danvitamin B12 dapat
mencegahanemia; pemberian
asam folatmungkin perlu untuk
mengatasidefisiensi karen
amalbasorbsi
5. Pemberian peroral
mungkindihentikan sementara
untuk mengistirahatkan saluran
cerna

Kesimpulan

Kanker rektal adalah suatu tumor malignan yang muncul dari jaringan epitel dari
rectum (Smeltzer, 2002). Kanker merupakan suatu proses pembelahan sel-sel
(proliferasi) yang tidak mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh
(proliferasi abnormal).

Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui, Penelitian saat ini
menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker
kolorektal. Mutasi dari gen APC adalah penyebab familial adenomatosa poliposis
(FAP), yang mempengaruhi individu membawa resiko hampir 100% mengembangkan
kanker usus besar pada usia 40 tahun (Tomislav Dragovich, 2014).

Daftar pustaka
Gale, Danielle & Charette, Jane, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi,
EGC, Jakarta.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 2015–2017. 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell.
Kozier, B., Berman, A.and Shirlee J. Snyde. 2010. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Konsep Proses dan Praktik Volume 1. Edisi ke-7. Dialih
bahasakan oleh Pamilih Eko Karyuni. Jakarta : EGC.
PBPK Kolorektar, 2012, Kanker Kolorektal. Jakarta : Kemenkes.
Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., 2006, Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses–
Proses Penyakit Vol. 1, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai