PENDAHULUAN
Angka kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk, dalam
setahun. Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan hanya
menyerang usia tua tapi juga menyerang usia muda yang masih produktif. Mengingat
kecacatan yang ditimbulkan stroke permanen, sangatlah penting bagi usia muda untuk
mengetahui informasi mengenai penyakit stroke, sehingga mereka dapat melaksanakan
pola gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit stroke. Di Indonesia, diperkirakan
setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau
125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini stroke
menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan
kanker, sedangkan di Indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab
kematian di rumah sakit.
Stroke hingga kini masih merupakan penyebab kematian nomor wahid di berbagai
rumah sakit di Tanah Air. Penyakit ini juga menimbulkan kecacatan terbanyak pada
kelompok usia dewasa yang masih produktif. Tingginya kasus stroke ini salah satunya
dipicu oleh rendahnya kepedulian masyarakat dalam mengatasi berbagai risiko yang
menimbulkan stroke melalui pola hidup sehat.Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki)
menyebutkan, angka kejadian stroke menurut data dasar rumah sakit 63,52 per 100.000
penduduk usia di atas 65 tahun. Sedangkan jumlah penderita yang meninggal dunia lebih
dari 125.000 jiwa. Diperkirakan, hampir setengah juta penduduk berisiko tinggi terserang
stroke.
1|Page
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
(Disesuaikan dengan isi makalah karena tidak sama dengan isi makalah)
2|Page
BAB II
KERANGKA TEORI
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global
akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa
tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan
pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan
fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).
Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke
adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat terjadi
karena pembentukan trombus disuatu arteri serebrum, akibat emboli yang mengalir ke
otak dari tempat lain di tubuh, atau akibat perdarahan otak (Corwin, 2001).
2.2 Klasifikasi
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan stroke
hemorrhagic. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berbeda, pada stroke
hemorhagic terdapat timbunan darah di subarahchnoid atau intraserebral, sedangkan
stroke iskemik terjadi karena kurangnya suplai darah ke otak sehingga kebutuhan oksigen
dan nutrisi kurang mencukupi. Klasifikasi stroke menurut Wardhana (2011), antara lain
sebagai berikut :
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah yang
disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak. penyumbatnya adalah plak
atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam darah. Penyumbatan
bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), atau pembuluh darah sedang
(arteri serebri) atau pembuluh darah kecil.
3|Page
Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian dalam pembuluh
darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar dan tertahan. Oleh
karena darah berupa cairan kental, maka ada kemungkinan akan terjadi gumpalan darah
(trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama-lama menjadi sumbatan
pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami kekurangan pasokan darah yang membawah
nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh darah. Sekitar 85 % kasus stroke disebabkan
oleh stroke iskemik atau infark, stroke infark pada dasarnya terjadi akibat kurangnya
aliran darah ke otak.
Penurunan aliran darah yang semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan
otak. Penggolongan stroke iskemik atau infark menurut Junaidi (2011) dikelompokkan
sebagai berikut :
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau pecahnya
pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi ruang-ruang
jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel
otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan kerusakan fungsi
4|Page
kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah
(intracerebral hemorage) atau dapat juga genangan darah masuk kedalam ruang sekitar
otak (subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal bahkan
sampai pada kematian.
Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena penyumbatan terjadi
pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah
rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga disebabkan
karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi adalah kerapuhan karena
mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun plak atau arteriosklerosis akan
lebih parah lagi apabila disertai dengan gejala tekanan darah tinggi. Beberapa jenis stroke
hemoragik menurut Feigin (2007), yaitu:
2.3 Etiologi
2.3.1 Stroke Iskemik
a) Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama thrombosis serebral yang merupakan penyebab paling umum
dari stroke. Tanda-tanda thrombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah
5|Page
onset yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan
kognitif, atau kejang dan beberapa mengalami onset yang tidak dapat
dibedakan dari hemoragi intraserebral atau embolisme serebral. Secara umum,
thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba ; dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegic, atau parastesia pada setengah tubuh dapat mendahului
onset paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
b) Embolisme serebral
Embolisme biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabangnya sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset hemiparesis atau
hemiplegic tiba-tiba dengan afasia, tanpa afasia, atau kehilangan kesadaran
pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari
embolisme serebral.
2.3.2 Stroke hemoragik
Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga
menyebabkan iskemia (penurunan aliran) dan hipoksia di sebelah hilir.
Penyebab stroke himoragik adalah hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi
arteriovenosa ( hubungan yang abnormal).
Faktor risiko stroke adalah faktor yang memperbesar kemungkinan seseorang untuk
menderita stroke. Ada 2 kelompok utama faktor risiko stroke. Kelompok pertama
ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang normal sehingga
tidak dapat dimodifikasi. Yang termasuk kelompok ini :
a. Usia
b. jenis kelamin
c. ras
d. riwayat stroke dalam keluargaserangan
e. Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya.
Kelompok yang kedua merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat
dimodifikasi. Faktor risiko utama yang termasuk kelompok kedua menurut Bounameaux,
et al.,1999 adalah
a. Hipertensi
b. diabetes mellitus
c. merokok
6|Page
d. hiperlipidemia
e. intoksikasi alkohol
b. Hindarkan pemberian nutrisi cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan
hipotonik.
a) Bolus marital 1gr/kgBB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis
0,25 gr/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Target osmolaritas 300-320
mmol/liter
b) Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kgBB setiap 4 sampai 6 jam atau gliserol 10%
intravena 10 ml/kgBB dalam 3-4 jam ( untuk edema serebral ringan,sedang)
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2 = 29-35
mmHg
7|Page
2.5.1 Penatalaksanaan Stroke di Ruang UGD
a. Dokter akan mengevaluasi berbagai hal berikut:
a) Menentukan awitan strok (sejak kapan menderita stroke)
b) Menentukan tingkat kesadaran
c) Menentukan jenis strok
d) Menentukan lokasi strok
e) Menentukan derajat beratnya strok
b. Hal-hal lain yang diakses dokter IGD:
a) Mencari faktor risiko
b) Bila strok terjadi akibat hipertensi, juga mendeteksi adanya kelainan organ
target hipertensi yang lain
c) Mencegah komplikasi dan penyulit akut
d) Menentukan awitan strok
2.5.2 Tindakan Medis di UGD
Beberapa hal berikut adalah tindakan medis yang mungkin (relatif) akan
dilakukan oleh tim IGD.
a) Pemberian oksigen
b) Pemasangan mayo
Jalan nafas selain melalui hidung juga dapat melalui mulut. Nafas melalui mulut dapat
terhalang apabila lidah jatuh ke belakang. Dengan menggunakan mayo yang dipasang di
dalam rongga mulut maka jalan nafas tidak akan terganggu.
Penderita strok dapat mengalami penurunan kesadaran serta hilangnya kontrol refleks
muntah. Selain itu juga dapat terjadi ketidakmampuan menelan. Apabila penderita
muntah maka muntahan sangat berbahaya bila masuk ke paru-paru (aspirasi). Sifat
muntahan adalah asam yang dapat merusak jaringan paru dan menimbulkan komplikasi
yang serius. Untuk mencegah muntah maka dipasang NGT ('Naso Gastric Tube') yang
8|Page
dimasukan melalui hidung hingga mencapai lambung. NGT juga merupakan akses
masuknya obat-obatan dan makanan cair.
d) Pemasangan infus
i. Terapi cairan dan nutrisi, sehubungan penderita strok mungkin tidak makan dan
minum.
ii. Akses masuknya obat-obatan
e) Pemasangan kateter urin
Penderita serangan strok dapat kehilangan fungsi berkemih (pipis).
Maksud pemasangan kateter urin:
i. Membantu proses berkemih
ii. Menghitung keseimbangan kebutuhan cairan dengan melihat jumlah air kemih
f) Lainnya
i. Pemasangan alat-alat lainnya, misalnya peralatan untuk monitoring.
ii. Pemeriksaan yang mungkin akan dilakukan di IGD (relatif):
iii. Pemeriksaan darah lengkap, termasuk elektrolit dan gula darah. Pemeriksaan
darah bermanfaat untuk mengetahui banyak hal.
iv. EKG, yaitu pemeriksaan sadapan jantung. Untuk mengetahui adanya faktor risiko
kelainan jantung
9|Page
2.7 Komplikasi
iii. Emboli paru : cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali pada
saat penderita mulai mobilisasi
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu :
c. Embolisme serebral
10 | P a g e
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Harsono (1996) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita
stroke adalah sebagai berikut
Pada stroke non-hemoragi terlihat adanya infark, sedangkan pada stroke hemoragi
terlihat perdarahan
c. Elektrokardiografi (EKG)
e. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui tekanan darah, kekentalan darah, jumlah
sel darah, penggumpalan trombosit yang abnormal, dan mekanisme pembekuan darah.
f. Angiografi serebral
Membantu secara spesifik penyebab stroke seperti perdarahan atau obstruksi arteri,
memperlihatkan secara tepat letak onkulsi atau rupture.
11 | P a g e
Menunjukan darah yang mengalami infark, hemoragi, Malformasi Arterior Vena
(MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibandingkan CT scan
h. Ultrasonografi Dopler
Salah satu tugas penting tenaga medis sewaktu menghadapi defisit neurologis akut,
fokal dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskhemik-
infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk
pembentukan thrombus dapat memicu pendarahan pada CVA Hemoragik. Pendekatan
pada terapi darurat memilki tiga tujuan :
a. Mencegah cidera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah iskemik noninfark
c. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel di daerah penumbra
iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamate
Terapi yang terbukti efektif dalam memulihkan fungsi otak dan memperkecil
kerusakan neuron setelah stroke iskemik adalah :
Karena stroke akut sering berkaitan dengan disfungsi jantung dan aritmia, maka
dilakukan pemantauan EKG saat pasien dimasukan ke perawatan intensive. Telah
dibuktikan bahwa , pada stroke iskemik atau hemorargik dari sedanng sampai besar,
interval QT sering memanjang, suatu temukan mengemukakan berhubungan dengan
distramia fatal. Dengan demikian, pemberian obat yang meningkatkan interval QT
dikontraindikasikan pada pasien dengan stroke akut.
12 | P a g e
2.9.1 Terapi Medis
a. Neuroproteksi
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar
cedera jaringan neuron dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah
tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif. Hipotermi adalah terapi
neoroprotektif yang sudah lama digunakan pada kasus trauma otak dan terus diteliti
pada stoke. The Cleveland Clinic telah meneliti pemakain selimut dingin dan mandi
air es dalam waktu 8 jam awitan gejala dan mempertahankan hipotermi ke suhu 89,6o
F selama 12 sampai 72 jam sementara pasien mendapat bantuan untuk
mempertahankan kehidupan. Selama rehabilitasi, pasien yang diberikan terapi
hipotermi cenderung mengalami lebih sedikit kecacatan dan darah infark yang lebih
kecil daripada kelompok control (Abou-Chebl et al.,2001).
b. Antikoagulasi
13 | P a g e
c. Trombolisis Intravena
Satu-satunya obat yang disetujui oleh the US Food and Drug Administration
(FDA) untuk terapi stroke Iskemik akut adalah activator plasminogen jaringan (TPA)
bentuk rekombinan. TPA dapat digunakan untuk menghindari cedera otak.
Keberhasilan ini mendorong diidentifikasikannya upaya-upaya untuk menyuluh
masyarakat dan petugas kesehatan bahwa stroke adalah suatu kedaduratan dan bahwa
gejala stroke akut harus segera diterapi seperti layaknya luka tembak. Dengan
demikian, terapi dengan TPA intravena tetap menjadi standar perawatan untuk stroke
akut dalam tiga jam pertama setelah awitan awal.
Dekompresi Bedah adalah suatu intervensi drastic yang masih menjalani uji
klinis dan dicadangan untuk stroke yang paling massif. Pada prosedur ini, salah satu
sisi tengkorak diangkat (suatu hemikraniaektomi) sehingga jaringan otak yang
mengalami infark dan edema mengembang tanpa dibatasi oleh struktur tengkorak
yang kaku.Dengan demikian prosedur ini mencegah tekanan dan distorsi pada
jaringan yang masih sehat dan struktur batang otak.
14 | P a g e
15 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
George, Dewanto. dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta : EGC.
Wilson, Price. 2003. Patofisiologi Konsep Klini dan Proses-Proses Penyakit Volume
2. Jakarta : EGC.
16 | P a g e
17 | P a g e
18 | P a g e