Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN KRITIS

DENGAN KASUS PENYAKIT “PERDARAHAN AKUT GASTROENTESTINAL”

Dosen Pembimbing

Disusun oleh :

Sabilar Rizqi Putri Fanani (0118036)

3 A / S1 Keperawatan

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA MOJOKERTO
2021
Lembar Pernyataan

Dengan ini kami menyatakan bahwa :

Kami mempunyai salinan atau kopi dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah
yang dikumpulkan hilang atau rusak.

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain kecuali
yang telah dituliskan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang membuatkan makalah
ini untuk kami.

Jika di kemudian hari terbukti adanya ketidakjujuran akademik, kami bersedia mendapatkan
sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

Mojokerto, 21 September 2021

NAMA NIM TANDA TANGAN


Sabilar Rizqi Putri Fanani 0118036
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah tentang “PERDARAHAN AKUT GASTROENTESTINAL” tepat
pada waktunya. Makalah ini kelompok kami buat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Kritis.

Kelompok kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini tak luput dari
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
penyempurnaan penyusunan makalah kami ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca. Dan kami berharap agar para pembaca dapat memberikan kritik atau saran
untuk makalah ini.

Mojokerto, 21 September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PERNYATAAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN

I. KONSEP TEORI
A. DEFINISI
B. KLASIFIKASI
C. ETIOLOGI
D. PATOFISIOLOGI
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
G. KOMPLIKASI
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. PENATALAKSANAAN
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
5. EVALUASI

BAB 3 PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saluran pencernaan merupakan suatu saluran kontinu yang berjalan dari mulut
sampai anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi
atau nutrient seperti air dan elektrolit dari makanan yang dimakan ke dalam
lingkungan internal tubuh.
Perdarahn saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi.
Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa
hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan
perdarahan dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya
perdarahan dan lokasi perdarahan. Perdarahan saluran cerna dapat dialami oleh semua
orang dan semua golongan.
Pengobatan dan perawatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna
seharusnya memperhatikan kebutuhan pasien, hal yang disukai pasien, serta
memperhatikan aspek spiritual dan kepercayaan pasien. Komunikasi yang baik antara
pasien dan petugas kesehatan mutlak diperlukan. Selain itu pelayanan keperawatan
yang diberikan harus mengacu pada aspek biopsikososiokultural dan spiritual pasien
(National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori perdarahan akut gastroentestinal ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan perdarahan akut gastroentestinal ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang konsep teori perdarahan akut gastroentestinal.
2. Untuk mengetahui tentang konsep teori perdarahan akut gastroentestinal.
BAB 2

PEMBAHASAN

I. KONSEP TEORI
A. DEFINISI

Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana
saja sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa
ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah, tetapi gejala bisa juga
tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan yang
terjadi di saluran cerna bila disebabkan oleh adanya erosi arteri akan mengeluarkan
darah lebih banyak dan tidak dapat dihentikan dengan penatalaksanaan medis saja
(Mansjoer, 2000).

B. KLASIFIKASI
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi 2 yaitu (Mansjoer, 2000) :
Perdarahan saluran cerna bagian atas dan Perdarahan saluran cerna bagian bawah
/Lower gastrointestinal bleeding (LGIB).
C. ETIOLOGI
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas terbanyak di Indonesia adalah
karena pecahnya varises esophagus, dengan rata-rata 45-50% seluruh perdarahan
saluran cerna bagian atas.
1. Etiologi perdarahan saluran cerna bagian atas diantaranya adalah :
 Kelainan esophagus : varises, esophagitis, keganasan
 Kelainan lambung dan duodenum : tukak lambung & duodenum, keganasan,
dlI
 Penyakit darah : leukemia, purpura trombositopenia, dll.
 Penyakit sistemik lainnya : uremia, dll Pemakaian obat yang ulserogenik :
golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dll
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah(Suparman, 1987)
 Polip
 Kolitis ulseratif
 Penyakit Chron
 Angiodiplasia
 Divertikula

D. PATOFISIOLOGI

Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya
tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar
(dilatasi) oleh darah (disebut varises).

Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.


Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik
vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan,
maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap
penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba
mempertahankan perfusi.

Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat


pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi
jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolsime
anaerobi, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek
pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut
akan mengalami kegagalan. Pada saluran cerna bagian bawah ada beberapa penyebab
termasuk Divertikulosis kolon merupakan penyebab yang paling umum dari
perdarahan saluran cerna bagian bawah, + 40-50% dari semua kasus perdarahan.
Divertikula paling sering terletak pada kolon sigmoid dan kolon desendens.
Kemunkinannya disebabkan oleh faktor traumatis lumen, termasuk fecalit yang
menyebabkan abrasi dari pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan (Barnert dan
Messmann, 2009).

Lalu ada angiodisplasia, tidak seperti perdarahan divertikular, angiodisplasia


cenderung menyebabkan perdarahan dengan episode lambat tetapi berulang. Oleh
karena itu, pasien dengan angiodisplasia datang dengan anemia. Angiodisplasia yang
menyebabkan hilangnya darah dalam jumlah besar jarang didapat. Perdarahan lesi
aktif dapat diobati dengan elektrokoagulasi koloskopi (Barbara dan Douglas, 2004).
Neoplasma kolon dapat muncul dalam bentuk dan sifat bermacam-macam.
Biasanya perdarahan dari lesi ini lambat, ditandai dengan perdarahan samar dan
anemia sekunder. Neoplasma ini juga dapat berdarah dengan cepat, namun pada
beberapa bentuk sampai dengan 20% dari kasus perdarahan akut pada akhirnya
ditemukan muncul karena polip kolon atau kanker (Barbara dan Douglas, 2004;
Branner dan Ota, 2007).

Keluhan yang paling sering dirasakan adalah perubahan buang air besar,
perdarahan per anus (hematokesia dan konstipasi). Jika terjadi obstruksi maka gejala
yang timbul berupa nyeri abdomen, mual, muntah dan obstipasi. Pada tumor yang
telah melakukan invasi lokal maka akan timbul gejala tenesmus, hematuria, infeksi
saluran kemih berulang dan obstruksi uretra bahkan perforasi abdomen (Barbara dan
Douglas, 2004).

Colitis menyebabkan diare berdarah pada beberapa kasus. Pada 50% pasien
dengan colitis ulseratif, perdarahan gastrointestinal bagian bawah ringan-sedang
muncul, dan sekitar 4% pasien dengan kolitis ulseratif terjadi perdarahan yang masif
(Senagore, 2007).

E. PATHWAY

Perdarahan saluran cerna

Perdarahan saluran atas dan


bawah

Peningkatan tekanan vena

Varises

Perdarahan gastrointestinal

Volume cairan menurun Penurunan tekanan Resiko Infeksi


darah

Hipovolemia
Suplai O2 menurun

F. MANIFESTASI KLINIS
Gangguan pertukaran
gas
Gejalanya bisa berupa(Sylfia A. Price, 1994: 359) :

1) Muntah darah (hematemesis). adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh
penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam
per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh
perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2007)
2) Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena). Tinja yang kehitaman biasanya
merupakan akibat dari perdarahan di saluran pencernaan bagian atas, misalnya
lambung atau usus dua belas jari. Warna hitam terjadi karena darah tercemar oleh
asam lambung dan oleh pencernaan kuman selama beberapa jam sebelum keluar
dari tubuh. Sekitar 200 gram darah dapat menghasilkan tinja yang berwarna
kehitaman.
3) Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia)
4) Waterbrash merupakan regurgitasi isi lambung kedalam rongga mulut. Gangguan
ini dirasakan terdapat pada tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang
pahit
5) Pirosis ( nyeri uluhati ) Pirosis sering ditandai sensasi panas. Nyeri uluhati dapat
disebabkan oleh refluks asam lambung atau sekrat empedu kedalam esofahus
bagian bawah, keduanya sangat mengiritasi mukosa.
6) Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejala-gejala
anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing. Jika terdapat
gejala-gejala tersebut, dokter bisa mengetahui adanya penurunan abnormal
tekanan darah, pada saat penderita berdiri setelah sebelumr berbaring.
7) Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah denyut nadi
yang cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya pembentukan air kemih.
Tangan dan kaki penderita juga akan teraba dingin dan basah. Berkurangnya
aliran darah ke otak karena kehilangan darah, bisa menyebabkan bingung,
disorientasi, rasa mengantuk dan bahkan syok
8) Pada penderita perdarahan saluran pencernaan serius, gejala dari penyakit lainnya,
seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit paru-paru dan gagal ginjal,
bisa bertambah buruk. Pada penderita penyakit hati, perdarahan ke dalam usus
bisa menyebabkan pembentukan racun yang akan menimbulkan gejala seperti
perubahan kepribadian, perubahan kesiagaan dan perubahan kemampuan mental
(ensefalopati hepatik).
G. KOMPLIKASI
1) Anemia
2) Dehidrasi
3) Nyeri Dada - jika ada juga penyakit jantung
4) Kehilangan darah
5) Syok
6) Kematian

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berbagai pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosa
abnormalitas sistem gastrointestinal dan abdomen. Adapun pemeriksaan penunjang
atau tes diagnostic yang dilakukan adalah :
a. Sinar X
Serangkaian pemeriksaan abdomen, atau gambaran abdomen dalam tiga cara,
terdiri atas film abdomen datar, film abdomen atas dan dada bagian atas dengan
pasien berdiri tegak, dan film dimana pasien dalam posisi miring pada salah satu
sisi (dekubitus). Radiografi dapat membantu menggambarkan adanya udara bebas
di dalam abdomen yang disebabkan oleh masalah-masalah seperti perforasi
viskus atau pecahnya abses. Obtruksi usus, seperti yang ditunjukkan oleh dilatasi
loop usus dengan tingkat cairan udara atau volvulus intestine, dapat dilihat dari
foto-foto tersebut. Posisi film dekubitus dapat membantu adanya asites.
b. Endoskopi Gastrointestinal
Prosedur ini merupakan suatu tambahan penting pada pemeriksaan barium
karena prosedur itu memungkinkan untuk dilakukan pengamatan langsung
tentang bagian- bagian traktus intestinal. Instrumen yang digunakan adalah
endoskop serat optic yang lentur. Alat ini dirancang dengan ujung yang dapat
digerakkan sehingga operator dapat memanipulasi sepanjang saluran intestinal.
Alat itu mempunyai saluran instrumen yang memungkinkan untuk biopsy lesi,
seperti tumor, ulser atau peradangan. Cairan dapat diaspirasikan dari lumen
saluran intestine dan udara dapat dihembuskan untuk menggelembungkan saluran
intestine sehingga mempermudah pengamatan. Apus sitologi dan jerat
elektrokauteri dapat juga dimasukkan melalui alat ini. Endoskop dan kolonoskop
dasar untuk intestinal bagian atas dirancang dalam bentuk yang hampir sama dan
hanya berbeda pada diameter dan panjangnya.
Endoskop intestinal atas sebelah sisi juga dirancang untuk pemeriksaan khusus
pada duktus empedu komunis dan duktus pankreatik. Pengkajian ini disebut
endoskopi retrograde kolangiopankreatografi (ERCP). Indikasi untuk
dilakukannya endoskopi intestinal bagian atas sangat banyak. Dalam lingkup
perawatan kritis, indikasi yang paling umum adalah perdarahan gastrointestinal,
yang dapat disebabkan oleh ulkus, gastritis atau varises esophagus.
Endoskopi sangat bermanfaat untuk mendiagnosa neoplasma saluran intestinal
bagian atas. Biopsi atau penyayatan daera abnormal ini dapat dilakukan untuk
mendapatkan bahan diagnose. Terapi spesifik dapat dilakukan melalui endoskopi
gastrointestinal bagian atas, termasuk sklerosis varises esophagus. Pada prosedur
ini agen penksklerosing, seperti natrium morhuate, dimasukkan ke vena yang
berdilatasi dalam esofagus dengan harapan akan terjadi jaringan ikat di dalam
vena untuk mencegah perdarahan spontan selanjutnya.
c. Kolonoskopi
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengevaluasi adanya tumor, peradangan
atau polip di dalam kolon. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi kondisi daerah anstomotik dari pembedahan dan mengkaji derajat
striktura baik karena pembedahan atau peradangan Kolonoskop dapat
dimasukkan melalui rektum menuju sepanjang kolon ke dalam sekum. Dari sini
katup ileosekal dapat dikaji begitu juga abnormalitas lainnya, seperti adanya
karsinoma awal atau polip di sebelah kanan kolon. Polip ini dapat dikeluarkan
melalui endoskopi, atau dapat difulgurasi dan dibakar.
Letak perdarahan khusus seperti yang terjadi pada colitis, polip, tumor, atau
angiodisplasia (pengumpulan pembuluh darah yang abanormal yang dapat
menyebabkan perdarahan terus menerus) dapat diobservasi. Karena pasien
biasanya diberi sedatif sebelum dilakukan prosedur endoskopi sangat penting
mengawasi jalan napasnya untuk mencegah terjadinya depresi pernapasan atau
aspirasi dan untuk memantau tanda-tanda vital.
d. Pemeriksaan Barium Kontras
Pemeriksaan diagnostic ini sangat penting untuk menemukan abnormalitas di
dalam saluran intestinal. Penyinaran sinar X pada gastrointestinal bagian atas atau
telan barium dilakukan dengan meminta pasien minum minuman yang telah
dicampur dengan barium radioopak, sementara ahli radiologi mengamati
penyalutan dari bahan ini di dalam esofagus, lambung dan usus halus. Barium
mampu memperlihatkan kelainan struktur seperti tumor atau ulkus juga dapat
menemukan adanya peradangan atau penyempitan. Enema barium dilakukan
dengan memasukkan barium melalui rektum dalam posisi retrograde ke dalam
seluruh kolon. Saluran tipis barium dapat membantu memperlihatkan letak tumor,
polip, diverticulitis atau perdangan seperti Penyakit Crohn atau Kolitis ulcerative.
e. Ultrasonografi
Pemeriksaan noninvasive ini menggunakan gelombang echo untuk mendeteksi
adanya abnormalitas dalam rongga abdomen. Dilatasi dari duktus empedu
komunis, distensi kandung empedu karena batu empedu, dan abnormalitas
pancreas seperti tumor, pseudokis, atau abses dapat ditemukan. Aneurisme aorta
dapat diperhitungkan untuk membantu memutuskan apakah diperlukan
pembedahan eksisi. Penebalan kolon desenden dan kolon sigmoid dengan abses
perikolonik yang disebabkan oleh kondisi seperti divertikolusis dapat
diidentifikasikan. Prosedur ini biasanya dilakukan pada bagian radiologi rumah
sakit.
f. Computed Axial Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Tumor pada hati, pancreas, esofagus, lambung dan kolon dapat diidentifikasi
menggunakan pemeriksaan ini. Tumor retroperitoneal atau nodus limfe juga dapat
dilihat. Dengan menggunakan skan CT, dapat dilakukan biopsi jarum pada
struktur ini untuk menentukan tipe sel tumor. Jarum ditusukan melalui dinding
abdomen dengan menggunakan anestesi lokal. Jarum kemudian diarahkan ke
struktur yang diinginkan dengan bantuan scan CT. Cairan dapat diaspirasikan dan
selanjutnya dievaluasi oleh ahli patologi untuk melihat adanya sel nukleoplastik.
Teknik pengobatan nuklir sering digunakan untuk membantu mendiagnosa
abnormalitas sistem hepatogastrointestinal. Skan radionuclide hepar dapat
membantu menentukan disfungsi sel hepatic. Scaning CT dapat digunakan untuk
menemukan tumor atau abses di dalam hepar atau abdomen bagian atas.
Cholesintogram dapat dilakukan untuk menentukan kapasitas fungsi sistem
empedu dan patensi duktus empedu dan pembuluh sistik.
Pada perdarahan intestine berulang, jika sumbernya tidak ditemukan, teknik skan
teknetium dapat sangat membantu. Pada teknik ini daerah yang berdarah diberi
label dengan teknetium, dan jika pasien mengalami perdarahan aktif maka tanda
"titik panas" akan diperlihatkan dalam skan abdomen. Ini merupakan tes yang
sangat tidak khusus untuk menentukan letak perdarahan yang tepat, tetapi dapat
membantu dalam mengarahkan ahli bedah pada letak yang umum. Angiodisplasia
dan perdarahan divertikulum Meckel dapat didiagnosa dengan prosedur ini.
g. Arteriografi
Prosedur ini sangat berguna untuk menentukan tempat perdarahan yang
biasanya sulit ditentukan. Kateter ditempatkan baik pada arteri mesenterika
superior dan inferior, dan disuntikan kontras. Arteriografi juga sangat membantu
dalam menemukan aneurisme aorta.
I. PENATALAKSANAAN
1. Resusitasi cairan dan produk darah :
 Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar Lakukan penggantian
cairan intravena : RL atau normal saline.
 Kaji terus TTV saat cairan diganti.
 Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian darah selain
cairan.
 Kadang digunakan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ vital seperti dopamin,
epineprin dan norefineprin.
2. Bilas lambung
 Dilakukan selama peroide perdarahan akut (controversial karena menggangu
mekanisme pembekuan normal. Sebagian lain menyakini lambung dapat
membantu membersihkan darah dalam lambung, membantu mendiagnosa
penyebab perdarahan selama endoskofi)
 Jika di instruksikan bilas lambung maka 1000-2000 ml air atau normal salin
dalam suhu kamar di masukan dengan menggunakan NGT. Kemudian
dikeluarkan kembali dengan spuit atau di pasang suction sampai sekresi
lambung jernih. Irigasi lambung dengan cairan normal saline levarterenol agar
menimbulkan vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung obat di kirim melalui
sistem vena porta ke hepar dimana metabolism terjadi, sehingga reaksi
sistemik dapat di cegah. Pengenceran biasanya menggunakan 2 ampul dalam
1000 ml larutan. Pasien beresiko mengalami aspirasi lambung karena
pemasangan NGT dan peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau
cairan yang dugunakan untuk membilas. Pemantauan distensi lambung dan
membaringkan pasien dengan kepala ditinggikan penting untuk memcegah
refkuls isi lambung. Bila posisi tersebut kontraindikasi maka diganti posisi
dekubitus lateral kanan, memudahkan mengalirkan isi lambung melewati
pylorus.
3. Pemberian Pitresi
Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong maka
akan diberikan vasopressin (pitresin) intravena.
 Obat ini menurunkan tekanan vena porta oleh karenanya menurunkan aliran
darah pada tempat perdarahan. Mempengaruhi output urine karena sifat
antidiuretik.
 Ranitidine 2-3 mg/kg/hari diberikan 2 kali sechari
 Pada esofagitis berat dan ulkus peptikum : omeprazole 0,6-3 mg/kg/hari 1 kali
sehari
4. Mengurangi asam lambung
 Turunkan keasaman sekresi lambung dengan obat histamine (H2) antagonistic
simetidin (tagamet), ranitidine hidrokloride (zantac) dan famotidin.
 Dosis tunggal dapat menurunkan sekresi asam selama hampit 5 jam.
 Ranitidine iv : 50mg di cairkan 50ml D5W setiap 6 jam. Simetidin iv : 300 mg
dicairkan dalam dosis intermiten 300 mg di cairkan dalam 50 mg D5W setiap
6 jam atau sebagai infuse iv kontinu 50 mg/jam. Hasil terbaik dicapai jika pH
lambung 4 dapat dipertahankan.
5. Memperbaiki status hipokoagulasi Pemberian vit. K dalam bentuk fitonadion
(aqua mephyton) 10 mg im atau iv dengan lambat untuk mengembalikan masa
protrombin menjadi normal.
 Diberikan plasma segar beku.
6. Balon tamponade
Terdapat bermacam balon tamponade : tube sangstaken-blakemore, Minnesota
atau linton-nachlas. Alat ini untuk mengontrol perdarahan GI bagian atas karena
varises esophagus. Tube sangstaken-blakemore mengandung 3 lumen :
 Balon gastric yang dapat diinflas ikan dengan 100-200 mL udara
 Balon esophagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mmHg
 Lumen yang ke 3 untuk mengaspirasi isi lambung tube Minnesota mempunyai
lumen tambahan dan mempunyai lubang untuk menghisap sekresi paring.
Sedangkan tube linton-nachlas terdiri hanya satu balon gaster yang dapat di
inflasikan dengan 500-600 mL udara. Terdapat beberapa lubang/bagian yang
terbuka baik pada bagian esophagus maupun lambung untuk mengaspirasi
sekresi dan darah.
Tube/slenag Sangstaken-Blakemore setelah dipasang didalam lambung
dikembangkan dengan udara tidak lebih dari 50 ml.kemudian selang ditarik
perlahan sampai gallon lambung pas terkait pada kardia lambung dapat
dikembangkan dengan 100-200 mL udara. Kemudian selang dibagian luar
ditraksi dan difiksasi. Jika perdarahan berlanjut balon esopagus dapat
dikembangkan dengan tekanan 250 40 mm Hg (menggunakan
spigmomanometer) dan dipertahankan dalam 24-48 jam. Jika lebih lama depat
menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi atau perforasi esopagus.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Identitas Pasien Nama/ Inisial, Umur, Jenis Kelamin, Status, Pekerjaan,
Pendidikan, Alamat, No. MR, Tanggal Masuk, Tanggal Pengkajian, Agama, dan
Dx. Medis Penanggung Jawab Nama, Umur , Hub. Keluaraga, dan Pekerjaan.
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya tampak lemas, kepala pusing, dan letih. Pasien tampak pucat dan
lemah, mukosa mulut tampak kering. Pasien di lakukan anamnesa dan
dilakukan perawatan.
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis
hepatitis, anemia, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian atas,
riwayat penyakit darah (misal : DM), riwayat penggunaan obatulserorgenik,
kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup / kebiasaan makan).
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan
makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat
mempengaruhi anggota keluarga yang lain.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
 Rambut
Inspeksi : Bentuk kepala (bulat/lonjong/benjol/besar/kecil, simetris/ tidak),
kulit kapala (ada luka/tidak, bersih/kotor, beruban/tidak, ada
ketombe/tidak)
Palpasi : adakah benjolan/tidak, ada nyeri tekan/tidak
 Mata
Inspeksi : kesimetrisan mata klien (simetris/tidak), adakah edema,
konjungtiva (pucat/tidak), sklera (ikterik/tidak), refleks pupil terhadap
cahaya (baik/tidak), gerakan bola mata (normal/tidak).
Palpasi : Ada nyeri tekan (iya/tidak)
 Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga (simetris/tidak), ada serumen/tidak, ada benda
asing/tidak, ada perdarahan/tidak, pendengaran baik/tidak,
Palpasi : ada nyeri tekan (iya/tidak)
 Hidung
Inspeksi : Hidung tampak simetris/tidak, bersih/tidak ada secret/tidak, ada
polip/tidak, ada perdarahan/tidak, penciuman baik/tidak.
Palpasi : Ada nyeri tekan (iya/tidak)
 Mulut dan Gigi
Inspeksi : Keadaan bibir pasien cyanosis/tidak, kering,tidak, ada
luka/tidak, adakah labioschizis/tidak, mulut pasien bersih/tidak, pasien
menggunakan gigi palsu/tidak, ada radang gusi/tidak, ada
perdarahan/tidak.
2) Leher
Inspeksi : Posisi trachea simetris/tidak, warna kulit leher merata/tidak
Palpasi : Ada pembesaran kelenjer tyroid/tidak, ada pembesaran kelenjer
limfe/tidak.
3) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada pada pasien dengan hematemesis melena normal,
kaji pernafasan pasien, frekuensi adanya tandatanda dispneu, reaksi
intercostae, reaksi suprasternal, pernafasan cuping hidung, ortopnea.
Palpasi : Kaji Ada nyeri tekan (iya,tidak), ada tanda-tanda peradangan
(ada/tidak), ekspansi simetris/tidak, taktil vremitus teraba/tidak.
Perkusi : Perkusi pertama dilakukan di atas kalvikula dengarkan apakah
terjadi suara resonan (sonor), dullnes (pekak), timpani, hiper resonan,
suara paru yang normal resonan/sonor.
Auskultasi : Bunyi nafas normal/tidak, ada bunyi nafas tambahan/tidak,
ada wheezing/tidak, ada ronchi/tidak.
b) Jantung
Inspeksi : Bentuk dan postur dada simetris/tidak, ada tanda-tanda distress
pernafasan/tidak, warna kulit sama dengan yang lain/tidak, edema
ada/tidak
Palpasi : Denyutan apex cordis teraba/tidak
Perkusi : Biasanya Suara pekak
Auskultasi : Biasanya Terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi
jantung II/S2 (dup), tidak ada bunyi jantung tambahan S3/S4.
4) Abdomen
Inspeksi : Ada lesi/tidak, ada bekas operasi/tidak, dan warna kulit
merata/tidak
Palpasi : Terdapat nyeri tekan ada/tidak
Perkusi : Biasanya terdengar Tympani
Auskultasi : Adanya penurunan peristaltik, bising usus kurang dari normal
5) Punggung
Inspeksi : Punggung simetris/tidak, ada lesi/tidak, dan warna kulit
merata/tidak, ada bekas luka/tidak.
Palpasi : Ada nyeri tekan/tidak
6) Ektremitas
a) Atas
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan atau tidak, integritas kulit baik/tidak,
kekuatan otot penuh/tidak, ada lesi atau tidak, ada edema atau tidak.
b) Bawah
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan atau tidak, integritas kulit baik atau
tidak, kekuatan otot penuh atau tidak, ada lesi atau tidak, ada edema atau
tidak.
7) Genetalia
Inspeksi : Apakah pasien terpasang kateter atau tidak, untuk mengetahui
adanya abnormalitas pada genetalia misalnya varises, edema, tumor/benjolan,
infeksi, luka atau iritasi, pegeluaran cairan atau darah.
8) Integumen
Inspeksi : Warna atau adanya perubahan pigmentasi pada kulit, warna kulit
merata atau tidak, ada lesi atau tidak, ada ruam pada kulit atau tidak, dan ada
jejas atau tidak.
2. DIAGNOSA KEPERA WATAN
1. Hipovolemia b/d gangguan mekanisme jaringan (D.0022)
2. Gangguan pertukaran gas b/d suplai oksigen menurun (D.0003)
3. Resiko Infeksi b/d aliran intravena (D.0142)
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Hipovolemia b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
gangguan selama 1x24 jam diharapkan (1.03116)
mekanisme jaringan status cairan membaik Observasi
dengan kriteria hasil : - Periksa tanda dan gejala
- Kekuatan nadi hipovolemia
(D.0022) meningkat - Monitor intake dan output
- Turgor kulit cairan
meningkat Terapeutik
- Suara napas - Hitung kebutuhan cairan
tambahan menurun - Berikan posisi modified
- Tekanan darah trendelenburg
membaik - Berikan asupan cairan oral
- Membran mukosa Edukasi
membaik - Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
L.03028 - Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis.
NaCl. RL)
- Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis. albumin,
plasmanate)
- Kolaborasi pemberian
produk darah
2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi (1.01014)
pertukaran gas b/d selama 1x24 jam diharapkan Observasi
suplai oksigen pertukaran gas meningkat : - Monitor frekuensi, irama,
menurun - Dispnea menurun kedalaman dan upaya napas
- Bunyi napas - Monitor pola napas (seperti
tambahan menurun bradipnea, takipnea,
(D.0003) - Pusing menurun hiperventilasi, Kussmaul,
- Penglihatan kabur Cheyne-Stokes, Biot,
menurun ataksik)
- Gelisah menurun - Auskultasi bunyi napas
- Pernapasan cuping - Monitor saturasi oksigen
hidung menurun Terapeutik
- Sianosis membaik - Atur interval pemantauan
- Pola napas membaik respirasi sesuai kondisi
- Warna kulit membaik pasien
- Dokumentasikan hasil
L.01003 pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

3. Resiko Infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Imunisasi/Vaksinasi


aliran intravena selama 1x24 jam diharapkan (1.14508)
tingkat infeksi menurun : Observasi
- Demam menurun - Identifikasi riwayat kesehatan
(D.0142) - Kemerahan menurun dan riwayat alergi
- Nyeri menurun - Identifikasi kontraindikasi
- Kultur urine pemberian imunisasi (mis.
membaik reaksi anafilaksis terhadap
- Kultur feses vaksin sebelumnya dan atau
membaik sakit parah dengan atau tanpa
demam)
L.14137 Terapeutik
- Dokumentasikan informasi
vaksin (mis. nama produsen,
tanggal kedaluwarsa)
- Jadwalkan imunisasi pada
interval waktu yang tepat
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat,
reaksi yang terjadi, jadwal, dan
efek samping
- Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus (mis. rabies,
tetanus)
- Informasikan penyedia layanan
Pekan Imunisasi Nasional yang
menyediakan vaksin gratis

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Suatu tindakan yang sesuai dengan perencanaan yang biasanya meliputi
observasi TTV, tindakan keperawatan, edukasi dan kolaborasi dengan tim medis. Dan
ini akan dilakukan evaluasi.

5. EVALUASI
Suatu tindakan dan meneruskan dari implementasi dan suatu catatan
perkembangan pasien yang didasari dengan observasi, tindakan keperawatan, edukasi
dan kolaborasi dengan tim medis lainnya.

BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perdarahan bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan,
mulaidari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau
muntah darah,tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui
pemeriksaan tertentu. Perdarahan pada system pencernaan antara lain dapat
disebabkan oleh : robekan jaringan, kanker kerongkongan, iritasi gastritis, luka
pada usus, kanker pada usus, tumor pada usus, penyakit divertikulum,
pembuluhdarah abnormal, hemoroid dan robekan pada anus.
Pada penderita pendarahan saluran pencernaan, manifestasi klinis yang terlihat
antara lain : muntah darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman
(melena) dan mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia). Selain itu juga
menunjukkan gejala-gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada
dan pusing.
Untuk pengobatan atau penatalaksanaan pada pasien gawat darurat dengan
perdarahan saluran pencernaan dilakukan sesuai dengan penyebab terjadinya
perdarahan. Secara umum penatalaksanaan tersebut ialah dengan cara
menghentikan perdarahan yang terjadi.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu penulis menyarankan kepada para pembaca khususnya teman-teman
mahasiswa agar mencari reverensi lain selain dari makalah ini. Dan penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat kami jadikan
pedoman dalam membuat makalah yang berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

https://id.scribd.com/doc/150466338/Askep-Perdarahan-Saluran-Pencernaan. Diakses pada


tanggal 21 September 2021 pukul 22.22 WIB.

https://id.scribd.com/document/360728309/Askep-Perdarahan-Gastroentestinal-Edit. Diakses
pada tanggal 21 September 2021 pukul 22.15 WIB.

Anda mungkin juga menyukai