Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari marah atau
ketakutan/panik. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan dipandang sebagai rentang dimana
agresif verbal disuatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain. Suatu keadaan
yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah. Hal ini akan memengaruhi
perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang perilaku
menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping yang kurang bagus. Perilaku
kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan
amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Kusumawati, dkk. 2010 : 80).
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga penanganannya secara
supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa
merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada
kesadaran, emosi, persepsi, dan intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah
gangguan perilaku kekerasan. Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu
respon terhadap kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak
mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang
lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan
merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.

TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan keperawatan
pada pasien perilaku kekerasan

1
b.  Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui definisi perilaku kekerasan
 Untuk mengetahui penyebab perilaku kekerasan
 Untuk mengetahui proses terjadinya perilaku kekerasan
 Untuk mengetahui tanda dan gejala perilaku kekerasan
 Untuk mengetahui akibat perilaku kekerasan
 Untuk mengetahui penatalaksanaan perilaku kekerasan
 Untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan

c. Manfaat penulisan
Dengan membaca makalah ini penulis mengharapkan agar pembaca mengetahui tentang
tperilaku kekerasan, manfaat dan tujuan yang sangat berguna bagi kesehatan. Selain itu juga
dimakalah ini dijelaskan pengertian, penyebab, proses terjadinya perilaku kekerasan serta tanda
dan gejala perilaku kekerasan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
Resiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk prilaku maupun bertujuan melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis (keliat,2010). American Psychological
Association (2006 dalam Townsend, 2009) mengemukakan bahwa kekerasan/kemarahan adalah
keadaan emosional yang bervariasi dalam intensitas ringan hingga kemarahan yang intens
(berat), hal ini disertai dengan perubahan fisiologis dan biologis, seperti peningkatan denyut
jantung, tekanan darah dan kadar hormone epinerphrine dan norepinerphine.
Stuart, (2009) mengemukakan perilaku agresif adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengabaikan hak orang lain, dia menganggap bahwa harus berjuang untuk kepentingannya dan
mengharapkan perilaku yang sama dari orang lain, bagi dia hidup adalah pertempuran yang dapat
mengakibatkan kekerasan fisik atau verbal, perilaku agresif sering terjadi akibat kurang
kepercayaan diri.
Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai tindakan kekuatan fisik dimaksudkan untuk
menyebabkan kerugian bagi seseorang atau obyek, agresif dan perilaku kekerasan merupakan 
sebuah rentang kontinum dari perilaku yang mencurigakan kepada tindakan ekstrim yang
mengancam keselamatan orang lain atau mengakibatkan  cidera atau kematian (Herper&Reimer,
1992 dalam videback, 2008).
Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang memperlihatkan individu tersebut 
dapat mengancam secara fisik, emosional dan atau seksual kepada orang lain (NANDA-I, 20012-
2014, Herdman, 2012)
Dari semua pertanyaan diatas maka perilaku kekerasan atau agresif dapat didefisinikan
sebagai perilaku mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkungan yang bervariasi dari
intensitas ringan sampai berat/ intens, dilakukan baik secara verbal, fisik, dan emosional yang
akan mengakibatkan perusakan harta benda, perampasan hak, kerugian dan bahkan kematian.

3
2.2 PENYEBAB
1. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya
mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh
individu:
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi
individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.

2. Faktor Prespitasi
Yaitu faktor yang bersumber:
a. Klien, misalnya : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri
kurang.
b. Lingkungan sekitar klkien, misalnya : padat,ribut, kritikan mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dan kekerasan.
c. Interaksi dengan orang lain, misalnya: provokatif dan konflik

4
2.3 RENTANG RESPON RESIKO PERILAKU KEKERASAN
Perilaku kekerasaan merupakan respon kemarahan. Respon kemarahan dapat berfluktrusi
dalam rentan adaptif sampai maladaptif (Keliat & Siaga, 1991). Rntan respon marah menurut
Stuart dn Sundeen (1995) dijelaskan dalam skema 2.2 dimana agresif dan amuk (perilaku
kekerasan) berada pada rentan respon yang maladaptif.

a. Asertif
Perilaku asertif adalah menyampaikan suatu persaan diri dengan paasti dan
merupakan komunikasi untuk menghormati orang lain . individu yang asertif berbicara
dengan jujur dan jelas. Mereka dapat melihat normal dari individu lainnya dengantepat
sesuai dengan setuasi pada saat berbicara kontak mata langsung tapi tidak
mengganggu,intonasi sura dalam berbicara tidak mengancam ,postur tegak dan santai,
kesan keseluruhan adalah bahwa individu tersebut kuat tapi tidak mengancam.
Permintaan masukan yang positif juga termasuk perilaku asertif ( Stuart & Laraia, 2005;
Stuart, 2009).
b. Pasif
Individu yang sering pasif sering menyampaikan haknya dari persepsinya
terhadap hak orang lain. Ketika seseorang yang pasif marah makan dia akan berusaha
menutupi kemarahannya sehingga meningkatkan tekanan pada dirinya (Stuart & Laraia,
2005; Stuart, 2009). Perilaku pasif dapat diekspresikan secara nonverbal, seseorang yang
pasif biasanya bicara pelan, sering dengan cara kekanak-kanakan dan kontak mata yang
sedikit. Individu tersebut mungkin dalam posisi membungkuk, tangan memegang tubuh
dengan dekat ( Stuart, 2009)

5
c. Frustasi
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang kurang
realistis atau hambatan dalam mencapai tujuan (Stuart & Laraia, 2005). Frustasi adalah
kegagalan individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Frustasi akan bertambah
berat jika keinginan yang tidak tercapai memiliki nilai yang tinggi dalam kehidupan
(Keliat & Sinaga, 1991).
d. Agresif
Individu yang agresif tidak menghargai hak orang lain. Individu  harus merasa
bersaing untuk mendapatkan apa yang diinginkanya seorang yang agresif didalam
hidupnya selalu mengarah pada kekerasan fisik dan perbal .berlaku agresif pada dasarnya
disebabkan karena menutupi kurangnya rasa percaya diri ( bushman  & baumeister,1998
dalam stuart & laraia,2005;stuart,2009 )  prilaku agresif juga ditunjukkan secara non
perbal,seseorang yangagresif  melanggar batas orang lain ,bicaranya keras dan
lantang,biasanya kontak mata yang berlebihan dan mengganggu ,postur kaku dan tanpak
mengancam ( stuart,2009).
e. Amuk
Amuk atau prilaku kekerasan adalah perasaan marah dan permusuhan yang kuat
dan disertai kehilangan control diri sehingga individu dapat merusak diri,orang lain dan
lingkungan( melihat keliat & sinaga,1991). Menurut stuart dan laraya (2009)prilaku
kekerasan berplukstuasi dari tingkat rendah sampai tinggi yaiyu yang disebut dengan
hirarki prilaku agresi dan kekerasan (gambar 2.1 )

Gambar 2.1 hirarki prilaku pada klien dengan prilaku kekerasan.

6
Menurut Fitria (2006), adapun perbedaan perilaku pasif, asertif dan agresif, seperti pada tabel
berikut:

Tabel: Perbandingan Antara Perilaku Pasif, Asertif, Dan Agresif

Pasif Asertif Agresif

Isi Negatif dan Positif dan Menyombongkan


pembicaraan merendahkan menawarkan diri, merendahkan
diri,contohnya diri,contohnya orang lain,contohnya
perkataan:”Dapatkah perkataan: “Saya perkataan:Kamu
saya” dapat….” selalu…”
“Dapatkah kamu” “Saya akan…” “Kamu tidak
pernah….”
Tekanan Cepat, lambat, Sedang Keras dan ngotot
suara mengeluh
Posisi badan Menundukkan kepala Tegap dan santai Kaku, condong ke
depan
Jarak Menjaga jarak dengan Mempertahankan Siap dengan jarak
sikap mengabaikan jarak yang nyaman yang akan menyerang
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi
tenang menyerang
Kontak mata Sedikit/sama sekali Mempertahankan Mata melotot dan
tidak kontak mata sesuai dipertahankan
dengan hubungan

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa prilaku kekerasan mempunyai


tingkatberdasarkan  prilakunya mulai dari yangterendah yaitu memperlihatkan permusuhan pada
tingkat rendah sampai pada tingkatan yang tertiggi yaitu melukai dalam tingkat serius dan
membahayakan.

2.4 TANDA DAN GEJALA

7
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke rumah sakit
adalah perilaku kekerasan di rumah, klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan
adanya tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Data Obyektif:
 Muka merah
 Pandangan tajam
 Otot tegang
 Nada suara tinggi
 Berdebat
 Sering pula tampak klien memaksakan kehendak
 Merampas makanan, memukul jika tidak senang
b. Data Subyektif:
 Mengeluh perasaan terancam
 Mengungkapkan perasaan tidak berguna
 Mengungkapkan perasaan jengkel
 Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada
sesak, bingung.
Menurut Fitria (2006) tanda dan gejala dari perilaku kekerasan, adalah sebagai berikut:
a. Fisik      : pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah,
serta postur tubuh kaku.
b. Verbal   : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada
keras dan kasar, sikap ketus.
c. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, sikap menentang, dan amuk/agresif.
d. Emosi   : jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu, dan ingin
berkelahi.
e. Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka berdebat, dan
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Sosial   : penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan kekerasan,
suka mengejek, dan mengkritik.

8
g. Spiritual: merasa diri berkuasa, tidak realisltik, kreatifitas terlambat, ingin orang
lain memenuhi keinginannya, dan merasa diri tidak berdosa.  

2.5 PERILAKU
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik
untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya
tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini
dapat juga untuk pengembangan diri pasien.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.

9
2.6 FASE-FASE PERILAKU KEKERASAN
a. Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor
yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon terhadap kegagalan,
komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran batas terhadap
jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini pasien dan keluarga baru
datang.
b. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan
respon fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan pasien memuncak, dan belum terjadi
tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif pasien gangguan psikiatrik bervariasi
misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan
neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
c. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation
gagal mencapai tujuannya. Pada fase ini pasien sudah melakukan tindakan kekerasan.
d. Settling phase
Pasien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya. Mungkin
masih ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.
e. Post crisis depression
Pasien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus
pada kemarahan dan kelelahan.
f. Return to normal functioning
Pasien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan
kelelahan.

10
2.7 MEKANISME KOPING
Mekanisme Koping Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungi diri antara lain:

a) Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat unutk suatu
dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas
adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
b) Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik, misalnya
seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terdadap
rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
c) Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam sadar. Misalnya
seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi
menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
d) Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan melebih lebihkan sikap
dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan
yang tertarik pada teman suaminya,akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
e) Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang tidak begitu
berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan dengan temanya
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).

11
2.8 PENATALAKSANAAN
a. Farmakoterapi
 Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
 Obat anti depresi, amitriptyline
 Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
 Obat anti insomnia, phenobarbital

b. Terapi modalitas
1. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian:
 BHSP
 Jangan memancing emosi klien
 Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
 Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan pendapat
 Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami
 Mendengarkan keluhan klien
 Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
 Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
 Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
 Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:
 Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
 Hindari benda tajam
 Lakukan fiksasi sementara
 Rujuk ke pelayanan kesehatan

12
2. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan social atau aktivitas lai
dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena
masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi musik
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.

2.9 POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri, → Effeck


lingkungan, dan orang lain

↑ Perilaku kekerasan → Cor proplem

↑ Koping individu in efektif → Causa

Gambar 1. (Prabowo,2014:146).

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RPK

3.1 Diagnosa keperawatan :


a) Resiko mencederai diri sendiri b/d perilaku kekerasan
b) Perilaku kekerasan b/d koping individu inefetif
3.2 Rencana Asuhan Keperawatan :
a) Resiko mencederai diri sendiri

Tujuan :

TUM : Klien tidak mencederai diri

TUK 1: a. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria hasil :

 Klien mau membalas salam


 Klien mau menjabat tangan
 Klien mau menyebutkan nama
 Klien mau tersenyum
 Klien mau kontak mata
 Klien mampu mengenai nama perawat

Intervensi

 Beri salam/panggilan nama.


 Sebutkan nama perawat
 Jelaskan maksud hubungan interaksi
 Jelaskan akan kontrak dan sikap empati
 Beri rasa aman dan sikap empati
 Lakukan kontak singkat tapi sering

14
TUK 2 : b. Pasien dapat mengindentifikasi penyebab perilaku kekerasan

Kriteria hasil

 Klien dapat menggungkapkan perasaanya


 Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari diri sendiri, orang
lain ,lingkungan).

Intervensi

 Berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaanyan


 Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel

TUK 3 : Klien dapat mengindentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

Kriteria hasil

 Klien dapat menggungkapkan perasaan saat marah/jengkel


 Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel/kesal yang dialaminya.

Intervensi

 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat marah/ jengkel
 Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien.

TUK 4: Klien dapat mengindentifikasikan perilaku kekerasan yang biasa dialami

Kriteria hasil

 Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan


 Klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang diasa dilakukan

Intervensi

 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien
(verbal,pada orang lain,pada lingkungan dan diri sendiri.
 Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

15
TUK 5: Klien dapat mengindentifikasi akibat perilaku kekerasan

Kriteria hasil

 Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien

Intervensi

 Bicarakan akibat dari cara yang dilakukan klien


 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan oleh klien
 Tanyakan kepada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat

TUK 6: Klien dapat mendemontrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan

Kriteria hasil

 Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik:


 Tarik nafas dalam
 Pukul kasur atau bantal

Intervensi

 Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien


 Beri pujian atas kegiatan fisik klien yang biasa digunakan

16
TUK 7: Klien dapat mendemontrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan

Kriteria hasil

 Klien dapat menyebutkan cara bicara verbal yang baik dalam mencegah perilaku
kekerasan
 Klien dapat mendemontrasikan cara verbal yang baik

Intervensi

 Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien


 Beri contoh bicara yang baik
 Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
 Minta klien mengulangi sendiri
 Beri pujian atas keberhasilan klien

17
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Perilaku kekerasan merupakan suatu ekspresi kemarahan yang tidak sesuai
dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membayangkan/menciderai
diri sendiri,orang lain, bahkan merusak lingkungan.

Saran
Kita harus mengerti, tahu dan memahami apa itu ”RESIKO GANGGUAN
PERILAKU KEKERASAN ”. Agar tindakan serta penanganan terhadap masalah ini
dapat tercapai sesuai dengan keinginan.

18
DAFTAR PUSTAKA

 Akemat. (2010). Keperawatan Profesional Jiwa . Jakarta : EGC.


 Azizzah, L. M. (2011). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: GRAHA ILMU .
 Hartono, Y. (2010). Keperawatan Jiwa . Jakarta: Salemba Medika .
 Keliat. (2011). Kperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas . Jakarta: ECG.
 Kusumawati. (2010). Keperawatan Jiwa . Jakarta: Salemba Medika.
 Prabowo, E. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa . Yogyakarta : Medikal Book

19

Anda mungkin juga menyukai