PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak
secara optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas
bermain ini tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak.
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri.
Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak
karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit.
Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan
dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan
dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi
melalui kesenangannya melakukan permainan.
1
motorik halus, keterampilan kognitif dan kemampuan berbahasa. Puzzle
merupakan salah satu bentuk permainan yang membutuhkan ketelitian, melatih
untuk memusatkan pikiran, karena kita harus berkonstrasi ketika meyusun
kepingan-kepingan puzzle tersebut hingga menjadi sebuah gambar yang utuh
dan lengkap. Sehingga puzzle merupakan jenis permainan yang memiliki nilai-
nilai edukatif.
1.2 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya,
mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan
beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti permainan anak akan mampu:
a. Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
b. Mengekspresikan perasaannya selam menjalani perawat.
c. Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
d. Beradaptasi dengan lingkungan
e. Mempererat hubungan antara perawat dan anak
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
3
B. Tujuan Bermain.
Tujuan bermain pada anak yaitu memberikan kesenangan maupun
mengembangkan imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang memberikan
stimulus dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif sehingga
anak akan selau mengenal dunia, maupun mengembangkan kematangan
fisik, emosional, dan mental sehingga akan membuat anak tumbuh
menjadi anak yang kreatif, cerdas dan penuh inovatif.
4
Permaianan sejenis dilakukan oleh suatu kelompok anak masing-
masing mempunyai mainan yang sama tetapi yang satu dengan yang
lainnya tidak ada interaksi dan tidak saling tergantung, biasanya
dilakukan oleh anak pre school. Contoh : bermain balok
3. Asosiatif play
Permainan dimana anak bermain dalam keluarga dengan aktivitas yang
sama tetapi belum terorganisasi dengan baik, belum ada pembagian
tugas, anak bermain sesukanya.
4. Kooperatif play
Anak bermain bersama dengan sejenisnya permainan yang terorganisasi
dan terencana dan ada aturan tertentu. Biasanya dilakukan oleh anak
usia sekolah Adolesen.
E. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-
motorik, perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan
kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan
bermain sebagai terapi.
1. Perkembangan Sensoris – Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik
merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif
sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat
permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan
kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia
toddler dan prasekolah yang banyak membantu perkembangan
aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi
terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama
mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada
saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah.
Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan
5
anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan
masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya
semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi
seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi
dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah
dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak
belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara,
dan belajar tentang nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini
terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun
demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi
anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan
mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan
membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang
kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal
kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan
menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan
mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya,
jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya menangis,
anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti
teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai
6
moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang
lain.
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama
dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak
akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut
sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika,
belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta
belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah
dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan
yang tidak baik dan membereskan alat permainan sesudah bermain
adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap
tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan
kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah
media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan
dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua
untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan
mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
F. Kategori Bermain
Bermain harus seimbang, artinya harus ada keseimbangan antara bermain
aktif dan yang pasif yang biasanya disebut hiburan. Dalam bermain aktif
kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri,
sedangkan bermain pasif kesenangan didapatkan dari orang lain.
1. Bermain aktif
a. Bermain mengamati /menyelidiki (Exploratory play)
b. Perhatikan pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat
permainan tersebut. Anak memperhatikan alat permainan,
7
mengocok-ngocok apakah ada bunyi mencuim, meraba, menekan,
dan kadang-kadang berusaha membongkar.
c. Bermain konstruksi (construction play)
d. Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok
menjadi rumah-rumahan. Dll.
e. Bermain drama (dramatik play)
f. Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan
saudara-saudaranya atau dengan teman-temanny
g. Bermain bola, tali, dan sebagainya
2. Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan
mendengar. Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah
bermain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan
dan keletihannya.
Contohnya:
a. Melihat gambar- gambar dibuku- buku/ majalah
b. Mendengarkan cerita atau music
c. Menonton televisi, Dll
8
karena pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak.
2. Status kesehatan anak, untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi
bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat anak sedang sakit.
3. Jenis kelamin anak, semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-
laki atau anak perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi,
kreativitas dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi, permainan adalah salah
satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri.
4. Lingkungan yang mendukung, dapat menstimulasi imajinasi anak dan
kreativitas anak dalam bermain.
5. Alat dan jenis permainan yang cocok, harus sesuai dengan tahap tumbuh
kembang anak.
9
1. Usia antar pasien tidak dalam satu kelompok usia
2. Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan
3. Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang
bersamaan.
L. Antisipasi hambatan
1. Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama
2. Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
3. Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
4. Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
5. Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan
lainnya.
10
C. Jenis-jenis Puzzle
Ada beberapa jenis puzzle, antara lain:
1. Puzzle konstruksi
Puzzle rakitan (construction puzzle) merupakan kumpulan
potongan-potongan yang terpisah, yang dapat digabungkan
kembali menjadi beberapa model. Mainan rakitan yang paling
umum adalah blok-blok kayu sederhana berwarna-warni. Mainan
rakitan ini sesuai untuk anak yang suka bekerja dengan tangan,
suka memecahkan puzzle, dan suka berimajinasi.
2. Puzzle batang (stick)
Puzzle batang merupakan permainan teka-teki matematika
sederhana namun memerlukan pemikiran kritis dan penalaran yang
baik untuk menyelesaikannya. Puzzle batang ada yang dimainkan
dengan cara membuat bentuk sesuai yang kita inginkan ataupun
menyusun gambar yang terdapat pada batang puzzle.
3. Puzzle lantai
Puzzle lantai terbuat dari bahan sponge (karet/busa) sehingga baik
untuk alas bermain anak dibandingkan harus bermain di atas
keramik. Puzzle lantai memiliki desain yang sangat menarik dan
tersedia banyak pilihan warna yang cemerlang. Juga dapat
merangsang kreativitas dan melatih kemampuan berpikir anak.
Puzzle lantai sangat mudah dibersihkan dan tahan lama.
4. Puzzle angka
Mainan ini bermanfaat untuk mengenalkan angka. Selain itu anak
dapat melatih kemampuan berpikir logisnya dengan menyusun
angka sesuai urutannya. Selain itu, puzzle angka bermanfaat untuk
melatih koordinasi mata dengan tangan, melatih motorik halus serta
menstimulasi kerja otak
5. Puzzle transportasi
Transportasi merupakan permainan bongkar pasang yang memiliki
gambar berbagai macam kendaraan darat, laut dan udara. Fungsinya
11
selain untuk melatih motorik anak, juga untuk stimulasi otak kanan
dan otak kiri. Anak akan lebih mengetahui macam-macam
kendaraan.
6. Puzzle logika
Puzzle logika merupakan puzzle gambar yang dapat
mengembangkan keterampilan serta anak akan berlatih untuk
memecahkan masalah. Puzzle ini dimainkan dengan cara menyusun
kepingan puzzle hingga membentuk suatu gambar yang utuh.
7. Puzzle geometri
Puzzle geometri merupakan puzzle yang dapat mengembangkan
keterampilan mengenali bentuk geometri (segitiga, lingkaran,
persegi dan lain-lain), selain itu anak akan dilatih untuk
mencocokkan kepingan puzzle geometri sesuai dengan papan
puzzlenya.
8. Puzzle Penjumlahan dan Pengurangan
Puzzle penjumlahan dan pengurangan merupakan puzzle yang dapat
mengembangkan kemampuan logika matematika anak. Dengan
puzzle penjumlahan dan pengurangan anak memasangkan kepingan
puzzle sesuai dengan gambar pasangannya.
12
BAB III
SAP TERAPI BERMAIN
A. Peserta :
1. Anak usia 3 – 5 tahun
2. Tidak mempunyai keterbatasan fisik
3. Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
4. Pasien kooperatif
5. Peserta terdiri dari : Anak usia pra sekolah dan sekolah sebanyak 3 orang
didampingi keluarga
C. Pengorganisasian
Jumlah leader 1 orang, co leader 1 orang, fasilitator 1 orang dan 1 orang
observer dengan susunan sebagai berikut :
Leader : Putri Sari
Co leader : Junita Pratiwi
Observer : Puspa Tri Annisa
Fasilitator : Rosita Nurmalasari .
13
D. Pembagian Tugas :
1. Peran Leader
a. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan
menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi
untuk mengekspresikan perasaannya
b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau
mendominasi
c. Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian
tujuan dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat
dalam kegiatan
2. Peran Co Leader
a. Mengidentifikasi issue penting dalam proses
b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
c. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok
yang akan dating
d. Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
3. Peran Fasilitator
a. Mempertahankan kehadiran peserta
b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar
maupun dari dalam kelompok
4. Peran Observer
a. Mengamati keamanan jalannya kegiatan play therapy
b. Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan
c. Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan play therapy
d. Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi
14
E. Setting Tempat
CT/CI Observasi
Meja
Leader Moderator
F. Susunan Kegiatan
15
Fasilitator memotivasi anak
5. Fasilitator mengobservasi 5. Bermain
anak
6. Menanyakan perasaan anak 6. Mengungkapkan
perasaan
3 5 Penutup :
menit 1. Leader Menghentikan 1. Selesai bermain
permainan
2. Menanyakan perasaan anak 2. Mengungkapkan
3. Menyampaikan hasil perasaan
permainan 3. Mendengarkan
4. Memberikan hadiah pada 4. Senang
anak yang cepat
menyelesaikan gambarnya
dan bagus
5. Membagikan 5. Senang
souvenir/kenang-kenangan
pada semua anak yang
bermain
6. Menanyakan perasaan anak 6. Mengungkapkan
7. Co-leader menutup acara perasaan
8. Mengucapkan salam 7. Mendengarkan
8. Menjawab salam
G. Evaluasi
1. Evaluasi struktur yang diharapkan
a. Alat-alat yang digunakan lengkap
b. Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
2. Evaluasi proses yang diharapkan
a. Terapi dapat berjalan dengan lancar
b. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
16
c. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
d. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya
3. Evaluasi hasil yang diharapkan
a. Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu
gambar yang diwarnai, kemudian digantung
b. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
c. Anak merasa senang
d. Anak tidak takut lagi dengan perawat
e. Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
f. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas
bermain
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan
pengalaman traumatik, khususnya pada pasien anak yaitu ketakutan dan
ketegangan atau stress hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya perpisahan dengan orang tua, kehilangan control, dan akibat dari
tindakan invasif yang menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya akan menimbulkan
berbagai aksi seperti menolak makan, menangis, teriak, memukul, menyepak,
tidak kooperatif atau menolak tindakan keperawatan yang diberikan.
Bermain adalah salah satu bagian dari kehidupan anak dan salah satu alat
paling penting untuk menatalaksanakan stres karena hospitalisasi menimbulkan
krisis dalam kehidupan anak, dan karena situasi tersebut sering disertai stress
berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan
cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress.
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang
mencerminkan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak
tersebut, Salah satunya adalah puzzle.
4.2 Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi
anak agar anak dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang
tepat dapat menjadi poin penting dari stimulus yang akan didapat dari
permainan tersebut. Faktor keamanan dari permainan yang dipilih juga
harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat
meminimalkan trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan
menyediakan ruangan khusus untuk melakukan tindakan.
18
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi
dampak hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap
tumbuh kembang anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka
anak dapat terus melanjutkan tumbuh kembang anak walaupun dirumah
sakit.
19
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan
Bidan). Jakarta: Salemba Medika.
20