BAB 1
PENDAHULUAN
Maksud asas pelayanan farmasi di rumah sakit adalah untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan tepat meliputi semua aspek
pengelolaan obat. Pelayanan pengelolaan obat merupakan salah satu komponen penting dalam pelayanan yang diberikan oleh Rumah
Sakit Bhineka Bakti Husada (RSBBH). Pengelolaan obat merupakan bagian penting dalam tatalaksana penyakit secara paliatif ,
simptomatik, preventif dan kuratif. Pengelolaan obat meliputi sistem dan proses rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada
pasien. Biasanya melibatkan multidisiplin, mengkoordinasi usaha dari staf pelayanan kesehatan, mengaplikasikan prinsip dari proses
desain yang efektif, implementasi dan peningkatan dalam seleksi, procuring, penyimpanan, peresepan, pembacaan resep, distribusi,
penyediaan, peracikan, pemberian, perekaman dan monitoring dari terapi obat
Untuk itu, proses pengelolaannya harus direncanakan dengan baik, guna menjamin ketersediaan obat yang baik guna mendukung proses
pelayanan yang diberikan kepada pasien. Yang dimaksud dengan obat dalam uraian ini adalah semua obat yang digunakan oleh
penderita rawat inap dan rawat jalan, semua zat aktif dan sediaannya dalam berbagai bentuk sediaan, obat-obatan oral/ injeksi, nutrisi
parenteral, dan cairan infus.
Keberhasilan dari sistem pengelolaan obat ini tergantung dari ketaatan pada kebijakan dan prosedur. Untuk itu agar dapat mengorganisir
proses pengelolaan obat secara terencana, maka RSBBH menyusun pedoman pengelolaan obat ini.
1
1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
1.2.1.1 Sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan, prosedur dan segala proses di bidang pengelolaan obat-obatan di RSBBH.
1.2.1.2 Memberikan pelayanan secara menyeluruh dilakukan dalam waktu 24 jam secara terus menerus
1.5.2. Action
1.5.2.1. Pemilihan jenis obat
1.5.2.2. Pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat
1.5.2.3. Penulisan resep dan instruksi obat
1.5.2.4. Peracikan, penyiapan dan penyerahan
1.5.2.5. Pemberian obat dan monitoring efek samping obat
1.5.3. Monitoring
Merupakan proses pengawasan terhadap keseluruhan sistem pengelolaan obat di RSBBH, di mana jajaran manajemen akan
menetapkan indikator mutu dan kinerja, baik dalam bentuk angka maupun narasi.
1.5.4. Evaluation
4
Merupakan analisa hasil proses monitoring. Data yang dikumpulkan kemudian dibandingkan dengan standar yang ada dan
perbaikan berkesinambungan dari RSBBH sendiri secara terus – menerus.
5
BAB 2
PENGORGANISASIAN
2.2.1.2. Kualifikasi
1. Pendidikan Sarjana Farmasi Apoteker atau S2
2.2.3. Keperawatan
2.2.3.1. Tugas & Wewenang
1. Membantu pengendalian peresepan obat oleh dokter sehingga tidak terjadi duplikasi order/ peresepan obat.
2. Membuat profil pengobatan pasien dalam catatan pemberian obat.
3. Melakukan pemeriksaan ganda terhadap hasil interpretasi resep / order obat setiap pasien.
4. Bertanggung jawab atas proses penyiapan obat di unit pelayanan pasien.
5. Bertanggung jawab atas proses pemberian obat sesuai standar profesi, termasuk menyusun kebijakan dan prosedur
terkait, dengan berkoordinasi dengan komite medik dan komite keperawatan.
8
BAB 3
PEMILIHAN
Pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan
terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan
memperbaharui standar obat.
Proses seleksi ini dilanjutkan dengan perumusan formularium RSBBH dan pembuatan buku formularium RSBBH.
Kriteria umum untuk penghapusan produk obat dari formularium RSBBH adalah sebagai berikut:
1. Produk obat tersebut ditarik dari peredaran.
2. Obat tersebut tidak lagi direkomendasikan oleh standar profesi medik sebagai terapi standar.
3. Perjalanan obat yang rendah (slow moving item) dalam kurun waktu tertentu sementara telah ada obat lain dengan komposisi
yang sama.
4. Produk obat susah diperoleh.
5. Manufaktur produsen bermasalah baik secara umum maupun dengan RSBBH.
6. Didapatkan efek yang merugikan, berdasarkan hasil evaluasi.
10
2. Untuk obat yang dibutuhkan segera namun tidak ada di formularium, maka prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Dokter mengajukan permohonan dengan mengisi form PENGAJUAN OBAT BARU kepada Komite Farmasi & Terapi
melalui Unit Farmasi.
b. Komite Farmasi & Terapi dan Wakil Direktur / manager medik/penunjang medik memutuskan untuk menyetujui / tidak
menyetujui permohonan tersebut.
c. Keputusan tersebut diinformasikan oleh wakil direktur / manager medik/penunjang medik ke unit farmasi dan dokter
pemohon dengan persyaratan obat tersebut tidak dapat dikembalikan.
d. Pengadaan obat dilakukan secara langsung dengan jumlah maksimal untuk satu peresepan.
e. Dalam kondisi mendesak, proses tersebut dapat dilewati dengan persetujuan verbal oleh wakil direktur / manager
medik/penunjang medik setelah mendapat penjelasan dari dokter pemohon, dengan catatan langkah a) sampai c)
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
f. Dalam pelaksanaan kegiatannya obat dan alkes yang tidak termasuk di dalam formularium RSBBH , pihak farmasi
rumah sakit menginformasikan dan menyarankan ke dokter penulis resep untuk mengganti dengan substitusi yang sama.
Apabial tidak disetujui maka akan di buatkan resep keluar Rumah sakit untuk pasien rawat jalan, untuk rawat inap akan
dilakukan order oleh bagian farmasi dan disetuji oleh kepala unit farmasi.
11
3.6. KEBIJAKAN MENGENAI OBAT KEDALUARSA.
Obat-obatan yang mendekati kedaluarsa dan yang sudah kedaluarsa perlu penanganan khusus. Hal ini mencakup obat-obatan yang
tersimpan di Unit Farmasi maupun yang berada di ruangan.
1. Petugas ruangan harus melaporkan atau meretur obat-obatan yang memiliki masa kedaluarsa < 6 bulan ke Unit Farmasi.
2. Penyerahan obat-obatan tersebut disertai dengan pembuatan berita acara serah terima.
3. Petugas Unit Farmasi memberikan pengganti obat-obatan tersebut apabila dibutuhkan oleh ruangan yang bersangkutan.
Beberapa jenis obat kedaluarsa tidak dapat diretur seperti langkah diatas dikarenakan oleh beberapa sebab antara lain obat
tersebut merupakan jenis obat life saving yang harus selalu ada dan karena proses pengadaannya harus diimport (beli putus).
12
Langkah-langkah yang dilakukan terhadap obat-obatan yang kedaluarsa :
1. Unit Farmasi tetap akan berusaha melaporkan kepada distributor untuk dicarikan jalan keluar yang terbaik.
2. Apabila tidak berhasil maka akan dibuatkan berita acara mengenai obat-obat yang kedaluarsa tersebut.
3. Berita acara tersebut di ketahui wakil direktur / manager medik/penunjang medik dan harus mendapat persetujuan direktur
rumah sakit
4. Kemudian obat-obatan tersebut akan diserahkan kepada tim K3RS untuk dimusnahkan dan dibuatkan berita acara
pemusnahannya dan.
1. Obat yang dibawa pasien adalah obat pribadi pasien yang dibawa sendiri dari luar RSBBH, baik dari pengobatan sebelum masuk
RSBBH atau pasien membeli sendiri dari luar RSBBH dengan resep yang bukan dari RSBBH.
2. RSBBH mengizinkan penggunaan obat-obat yang dibawa pasien dengan kondisi sebagai berikut :
a. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) akan mengkaji ulang obat-obat tersebut.
13
b. Jika memang diperlukan dan dapat dipergunakan sesuai dengan indikasi dan penyakitnya, serta kondisi obat-obatan tersebut
masih baik dan layak dipergunakan, DPJP mencatat obat-obat tersebut di form pemberian obat dan tercatat di rekam medis
pasien.
c. Untuk pemberiannya sesuai instruksi DPJP, obat akan diberikan oleh perawat ruangan.
Pengumpulan data dilakukan oleh Unit Farmasi selama 6 bulan pemantauan dan dicatat pada form yang sudah ditentukan di RSBBH.
Setelah 6 bulan pemantauan, data yang terkumpul dilaporkan kepada Komite Farmasi dan Terapi untuk ditindaklanjuti. Sesuai
dengan kebijakan yang berlaku, Komite Farmasi dan Terapi akan memutuskan apakah obat baru tersebut dilanjutkan untuk dipakai
atau dikeluarkan dari formularium, dengan persetujuan Direktur Rumah Sakit.
14
BAB 4
4.1 PERENCANAAN
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan
dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan.
15
Sistem perencenaan perbekalan farmasi dikembangkan dan diarahkan menggunakan system stock less inventory dengan jumlah
persediaan obat / alkes ditentukan maksimum untuk penjualan empat minggu
Pedoman perencanaan :
1. Perencanaan dilakukan berdasarkan tahap akhir pengelolaan yaitu berdasarkan atas data penggunaan obat periode yang lalu.
2. Dengan mempertimbangkan pola penyakit yang sedang terjadi (metode morbiditas/epidemologi).
3. Obat dan bahan obat harus memenuhi syarat Farmakope Indonesia, DOEN, Formularium RSBBH dan Standar Terapi Rumah Sakit.
4. Mempertimbangkan sisa persediaan dan rencana pengembangan.
4.2 PENGADAAN
Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian
langsung dari distributor atau pedagang besar farmasi atau rekanan RSBBH. Tujuan pengadaan adalah memperoleh obat yang
dibutuhkan dengan harga layak, mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu. Pengadaan obat dilakukan oleh bagian Logistik
Farmasi RSBBH, di bawah penanggung jawab Bagian Logistik Umum Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada
9. Dalam menjaga kualitas seluruh obat dan alkes kerjasama di lakukan dengan pedagang besar farmasi / PBF resmi
16
Pembelian obat / alkes dilakukan dari pemasok resmi atau pihak ketiga lainnya yang telah ditunjuk dengan tujuan untuk menjamin
ketersediaan dan kualitas obat.
Penerimaan obat / alkes dari logistik farmasi dengan kadaluarsa paling lambat satu tahun hanya untuk obat digolongkan Cito dan
segera dipakai.
4.3 PENYIMPANAN
Merupakan kegiatan penyimpanan perbekalan obat farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan :
1. Dibedakan menurut bentuk sediaan (misal. injeksi, tablet, salep, syrup) dan disusun secara alfabetis.
2. Dibedakan menurut suhu untuk menjaga bioavailabilitas obat.
3. Mudah tidaknya meledak/terbakar.
4. Tahan/tidaknya terhadap cahaya.
Tujuan dari penyimpanan ini adalah untuk mempertahankan kualitas obat/alkes, mengoptimalkan manajemen persediaan, memberikan
informasi kebutuhan obat yang akan datang, melindungi permintaan yang naik turun, melindungi pelayanan dari pengiriman yang
terlambat, menambah keuntungan bila pembelian banyak, menghemat biaya pemesanan dan mengurangi kerusakan dan kehilangan.
Uraian kegiatan :
1. Menerima obat dan dokumen-dokumen pendukungnya antara lain surat pesanan/surat kontrak, surat kiriman, faktur obat.
2. Memeriksa obat dengan dokumen-dokumen yang bersangkutan baik dari segi jumlah, mutu, expire date, merk, harga dan spesifikasi
lain yang diperlukan, pentingnya meneliti barang-barang sangat perlu untuk menjamin kebenaran dari spesifikasi kuantitas dan
kualitas barang yang diterima.
3. Menyimpan obat sesuai ketentuan :
a. Lokasi dan tempat penyimpanan di gudang dan menjamin bahwa obat yang disimpan mudah diperoleh dan mudah
mengaturnya sesuai dengan bentuk sediaan dan sesuai abjad.
b. Perhatian untuk obat-obat dengan syarat penyimpanan khusus.
17
4. Memeriksa secara berkala dan menjaga obat dari kerusakan / kehilangan yang merupakan fungsi dari pemeliharaan dan
pengendalian (controlling), dan hal ini dilakukan minimal sebulan sekali di seluruh unit penyimpan obat di luar unit farmasi.
5. Memilih dan melakukan pengepakan untuk persiapan pengiriman obat dan menyiapkan dokumen-dokumennya.
6. Mengadministrasikan keluar masuknya obat dengan tertib.
7. Menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja dan tempat penyimpanan/gudang.
18
1. Penyimpanan obat di lemari terkunci
b. Penyimpanan di lemari obat terkunci
c. Penyimpanan obat live saving di Kotak Emergency.
- Tanggung jawab penetapan jenis obat life saving ditetapkan oleh Pelayanan Medis
- Tanggung jawab pengontrolan kesiapan Kotak Emergency. ada di unit pemilik Kotak Emergency. tersebut,
- Tanggung jawab pengontrolan kualitas obat di dalam Kotak Emergency
2. Penyimpanan obat khusus berdasarkan tingkat keamanannya
a. Penyimpanan obat Narkotik (Daftar O)
Obat narkotik merupakan obat yang karena sifatnya memerlukan penyimpanan khusus dengan double lock. Dan terdapat
daftar nama obat- obat Narkotik
b. Penyimpanan obat Daftar G dan psikotropika harus ada di tempat terkunci. Dan terdapat daftar nama obat-obat psikotropika.
c. Kunci lemari narkotik dan psikotropik harus selalu di bawa oleh penaggung jawab sift yang telah diberikan pendelegasian
dalam hal tanggung jawab penyimpanan obat narkotik dan psikotropik.
3. Obat Narkotika dan psikotropika tidak termasuk dalam daftar Floor stok sub bagian unit lain kecuali diazepam suppositoria,
narkotika (pethidine dan fentanyl di ruang instalasi gawat darurat, kamar bedah dan kotak emergency.
4. Penyimpanan obat yang tidak sekali pakai habis, dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh produsen obat dan
literatur pendukung.
5. Penyimpanan obat “Look Alike dan Sound Alike” dilakukan dengan kewaspadaan tinggi dengan cara memberikan pewarnaan di
kotak penyimpanannya dan di beri jarak .
6. Penyimpanan obat / bahan obat high risk sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh produsen obat/ bahan obat tersebut.
7. Penyimpanan obat / bahan obat yang bersifat korosif, iritant dan mudah terbakar/meledak masing-masing disimpan secara
terpisah.
8. Penyimpanan obat khusus berdasarkan kondisi penyimpanan yang
seharusnya
a. Penyimpanan obat berdasarkan suhu tertentu di lemari pendingin
Obat tertentu memerlukan lemari pendingin dengan suhu tertentu untuk menyimpan obat agar kondisinya tetap stabil dan
baik saat akan digunakan.
Monitoring yang dilakukan di semua tempat memiliki lemari pendingin sebagai tempat penyimpanan obat. Monitoring yang
dilakukan adalah :
19
- Pengawasan terhadap isi lemari pendingin.
- Pengawasan terhadap monitoring suhu harian lemari pendingin.
- Pengawasan terhadap pemeliharaan lemari pendingin.
yang sama tapi dengan kekuatan sediaan yang berbeda harus diletakkan dalam tempat yang berbeda.
5. Penyimpanan obat Narkotik diatur khusus dalam SOP Pengelolaan Obat Narkotik.
6. Penyimpanan obat berdasarkan suhu tertentu di lemari pendingin:
Harus dilengkapi dengan thermometer
Dilakukan pencatatan suhu secara teratur di form pemantauan suhu
Jenis dan lamanya obat yang disimpan di lemari pendingin disesuaikan dengan standar yang ditentukan oleh
produsen obat.
7. Penyimpanan Nutrisi Parenteral
Harus disimpan pada suhu < 25°C kecuali dinyatakan lain
Tidak boleh terkena cahaya langsung kecuali dinyatakan lain
Nutrisi parenteral disimpan di Logistik Farmasi, Apotek, OK, dan di Unit-unit Perawatan Intensif (ICU, HCU dll).
8. Monitoring tempat-tempat penyimpanan obat di unit-unit pelayanan pasien dilakukan sebulan sekali oleh Staf Unit
Farmasi.
20
4.4 PENDISTRIBUSIAN
Distribusi obat/alkes merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk menunjang pelayanan medis bagi
pasien rawat inap dan rawat jalan.
21
BAB 5
Resep biasanya ditulis pada kertas resep, mengandung ruang kosong tempat penulisan informasi yang diperlukan yang disebut blanko
resep. Order/resep obat ini harus dapat dibaca dengan jelas.
Penulisan resep dilakukan sebagai sarana komunikasi antara dokter dengan petugas farmasi yang ditetapkan, yang berisi instruksi
penyiapan dan penyerahan obat.
Terjadinya kesalahan pada pemberian obat kepada pasien dapat dimulai dari kesalahan peresepan / penulisan resep yang tidak
jelas sehingga mengakibatkan kesalahan interpretasi resep, dispensing obat sampai pada kesalahan pemberian obat kepada
pasien. Oleh karena itu, demi meningkatkan keselamatan pasien, maka RSBBH menetapkan beberapa kebijakan tambahan
sebagai berikut
1. Penulisan nama obat tidak boleh disingkat. (Misal : AMOXYCILLIN, bukan Amox). Kecuali dalam nama obat ada
singkatan yang menandakan bentuk sediaan (misal : TRAMADOL SR).
2. Penulisan nama obat harus terbaca dengan jelas oleh seluruh pihak yang terkait
Untuk protokol obat kombinasi, harus ditulis secara terpisah setiap obat. (Misal obat TBC tidak boleh ditulis
2HRZE/H3R3, atau regimen kemoterapi, walaupun sudah baku).
3. Tidak perlu menuliskan nama garam, kecuali ada beberapa bentuk garam yang berbeda (Tidak perlu menuliskan
EPHEDRINE HCl, cukup EPHEDRINE saja).
4. Untuk kekuatan sediaan perlu ditulis, misalkan CAPTOPRIL 25mg, Amoxycillin Syr 125mg/5mL.
5. Untuk dosis dituliskan dengan angka arab (1,2,3,dst).
6. Untuk jumlah dituliskan dengan angka romawi (misalkan AMOXYCILLIN cap 500mg no XII).
7. Penulisan Nama Obat ditulis Brand – nya, jika yang diminta adalah brand tertentu, dan nama generik jika yang diminta
adalah obat generik.
8. Untuk obat yang diberikan bila perlu / pro re nata (prn), harus dituliskan indikasi dan dosis / waktu pemberiannya,
misalkan “Parasetamol 500mg, prn (bila demam / suhu di atas 38oC) setiap 8 jam”.
Guna makin meningkatkan keamanan dan keselamatan dalam pemberian obat, menghindarkan ambiguitas, maupun
menghindarkan komunikasi yang berlebihan antar dokter dengan petugas farmasi maupun perawat, maka beberapa istilah dan
singkatan yang berhubungan dengan penulisan resep maupun instruksi ditetapkan di lampiran 1. Beberapa singkatan dan
simbol memiliki risiko tinggi untuk terjadi kesalahan pembacaan dan pengartian dengan lain sebagaimana tercantum dalam
lampiran 2.
23
5.1.2 Kualifikasi Penulis Resep.
Yang berhak dan berwenang menuliskan order/resep yang diakui oleh RSBBH dan akan dilayani oleh unit Farmasi adalah
dokter yang berpraktek di RSBBH, baik full time, part time maupun visiting.
Farmasi menerima update terkini setiap saat daftar dokter baru bergabung maupun dokter yang tidak lagi bergabung dengan
RSBBH dari unit pelayanan medis.
.
5.2 INSTRUKSI
Yang dimaksud dengan instruksi adalah perintah pemberian obat baik yang dituliskan di berkas rekam medik maupun berupa instruksi
verbal.
Untuk menindaklanjuti instruksi tertulis yang ditulis di rekam medik, maka kebijakan yang diberlakukan adalah
1. Sebelum melaksanakan instruksi, penerima instruksi harus membaca ulang instruksi yang diberikan dari rekam medik.
2. Bila ada instruksi yang tidak jelas atau tidak lengkap harus segera konfirmasi ulang kepada pemberi instrusksi dan
mendokumentasikan hasil konfirmasi di rekam medik pasien.
3. Tidak diperkenankan menerima instruksi/order tertulis tidak langsung. Apabila hal tersebut terjadi maka penerima instruksi
harus melakukan konfirmasi kepada dokter pemberi instruksi secara langsung.
4. Dokter penanggung jawab pasien wajib menulis instruksi/ resep obat pada form daftar obat yang telah ditentukan, lengkap
dengan bentuk dan kekuatan sediaan, dosis, rute pemberian, aturan pemakaian, dan tanda tangan dokter.
5. Perawat ruangan dan dokter jaga memantau pemberian obat melalui form daftar obat.
25
5.3 KEBIJAKAN TERKAIT RESEP DAN INSTRUKSI
1. Farmasi harus melakukan analisa terhadap interaksi obat yang terjadi dalam suatu peresepan maupun instruksi dan wajib
memberitahukan ke dokter terkait bilamana menemukan interaksi obat.
2. Bilamana ada resep atau instruksi yang tidak lengkap, tidak terbaca atau meragukan, maka farmasi akan:
Menelepon dokter untuk melakukan konfirmasi hingga mendapat konfirmasi.
Bilamana dokter penulis resep / instruksi tidak dapat dihubungi, maka farmasi berusaha memperoleh konfirmasi dari dokter
jaga atau perawat tempat instruksi / resep tersebut berasal untuk melihat dari rekam medik pasien.
Bilamana kedua langkah tersebut tidak dapat dilakukan, maka Farmasi menginformasikan kepada pasien bahwa tulisan
dokter tidak terbaca, dan belum dapat dikonfirmasikan ke dokternya. Pilihannya adalah menunggu hingga dokter dapat
dihubungi.
3. Peresepan / instruksi obat racikan harus memenuhi kaidah-kaidah farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Obat racikan adalah
obat
4.
yang diserahkan kepada pasien tidak dalam bentuk sediaan asal sesuai produsennya, baik sendiri maupun dalam kombinasi
dengan obat lain.
BAB 6
27
Peracikan obat adalah: proses menyiapkan obat dari kemasan asalnya, menjadi bentuk yang siap diberikan langsung ke pasien.
Umumnya istilah ini digunakan untuk obat yang disiapkan menjadi serbuk, capsul, sirup racikan, maupun berbagai obat luar racikan
(krim, lotion, salep, dll). Peracikan obat dilakukan di unit Farmasi oleh petugas yang berijin, sesuai peraturan yang berlaku.
Penyiapan obat adalah proses menyiapkan obat dari kemasan asalnya, menjadi bentuk yang siap diberikan langsung ke pasien.
Umumnya istilah ini digunakan untuk obat injeksi, dengan bentuk akhir tersedia dalam syringe, ataupun obat sirup, dengan bentuk akhir
tersedia dalam gelas takar. Penyiapan obat dilakukan di Unit Farmasi oleh petugas farmasi yang berijin, maupun di ruang pelayanan
pasien rawat inap, rawat jalan dan unit gawat darurat oleh dokter maupun perawat.
Penyiapan / peracikan obat dilakukan setelah interpretasi order dari dokter berupa resep. Dalam penyiapan obat, terjadi proses
penterjemahan instruksi obat dari dokter ke bentuk yang siap diserahkan atau diberikan.
Dalam proses ini, salah satu fungsi yang harus dilakukan adalah analisis duplikasi, interaksi dan reaksi obat.
7. Mengidentifikasi risiko adiksi (frekuensi penggunaan obat-obat yang memiliki risiko adiksi)
28
6.1.1 Persyaratan tempat dan peralatan penyiapan dan peracikan obat
Peracikan obat hanya dilakukan di Unit Farmasi.
Unit Farmasi menyiapkan dan meracik obat dalam lingkungan yang bersih dan aman. Obat yang disiapkan di luar Unit Farmasi
juga harus tetap terjaga kebersihan dan keamaanannya.
6.1.2 Kualifikasi
Untuk peracikan atau penyiapan obat dilakukan oleh tenaga yang telah terlatih dan telah memeuhi persyaratan yang berlaku di
RSBBH.
Untuk petugas Farmasi yang berwenang untuk melakukan peracikan atau penyiapan obat adalah Apoteker dan Assisten
Apoteker yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku di RSBBH.
a. Untuk petugas yang di unit pelayanan yang berwenang untuk menyiapkan obat adalah Dokter atau perawat pemegang
pasien dengan kualifikasi S1 Nurse atau D3 berpengalaman lebih dari 1 tahun yang telah melewati orientasi 6 bulan.
Obat disiapkan dan di-dispensing hanya berdasarkan order/resep tertulis dari dokter yang memenuhi persyaratan rumah sakit yang
diberi wewenang menulis order/resep dengan tujuan :
1. Mendapatkan dosis yang tepat dan aman.
2. Menyediakan obat secara efektif, efisien dan bermutu.
3. Menurunkan total biaya obat.
1. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker atau Asisten Apoteker dibawa pengawasan Apoteker.
2. Sebelum menyerahkan obat kepada pasien Apoteker atau Asisten Apoteker wajib memeriksa kembali identitas
pasien yang tercetak di etiket dan resep pasien.
3. Memeriksa kembali kesesuaian etiket dengan isi yang ada dalam wadah/plastik obat.
4. Membaca kembali aturan pakai yang harus diinformasikan ke pasien.
5. Menyampaikan informasi aturan pakai, kemungkinan efek samping dan penjelasan lain yang diperlukan
berkaitan dengan konsumsi obat tersebut kepada pasien.
6. Obat yang telah dibeli tidak dapat dikembalikan bagi pasien rawat jalan.
Syarat etiket :
1. Etiket harus dicetak / diketik.
2. Etiket harus terbaca dan bebas dari penghapusan dan coretan.
3. Dalam etiket harus menunjukkan informasi:
Nama rumah sakit, alamat dan nomor telpon.
Tanggal obat disiapkan
Identitas pasien.
Nama, jumlah obat / zat aktif dalam setiap sediaan, signature
4. Tidak boleh menggunakan singkatan atau sinonim yang tidak lazim.
BAB 7
7.1 PEMBERIAN
Pemberian adalah proses memasukkan obat ke tubuh pasien. Pemberian obat memiliki berbagai rute, sebagai berikut :
32
c. Bilamana secara ketenagaan memungkinkan, maka RSBBH akan menerapkan pemberian Daily Dose oleh Clinical
Pharmacist.
2. Semua obat yang diberikan berada di bawah tanggung jawab dokter.
3. Semua obat harus diberikan langsung kepada pasien dalam ruangan pasien.
4. Pemberian obat harus sesuai dengan aturan/resep yang dibuat oleh dokter.
5. Sebelum diberikan kepada pasien, kesesuaian obat harus diperiksa oleh 2 orang perawat yang bertugas untuk mencegah
terjadinya medication error. Hal-hal terkait medication error akan dibahas selanjutnya dalam Bab 8
6. Sebelum memberikan obat kepada pasien, perawat harus melakukan identifikasi pasien dengan menyocokkan antara nama
dan nomor medical record serta melihat gelang pasien dengan identitas pada etiket obat.
7. Perawat / dokter yang memberikan obat harus membuat pelaporan mengenai kesalahan yang terkait dengan pemberian obat
dan atau kejadian lain yang berkaitan dengan obat.
8. Pemberian nutrisi parenteral di ruang perawatan disesuaikan dengan rekomendasi dari masing-masing produsen.
9. Pemberian obat harus memiliki kaedah tujuh benar yaitu benar obat, benar pasien, benar dosis , benar aturan pemakaian,
benar cara pemberian, benar waktu, benar dokumentasi.
1. Pemberian obat penahan rasa sakit pada pasien rawat inap disertai dengan monitoring skala nyeri yang intervalnya disesuaikan
dengan kondisi pasien (bisa setelah beberapa jam, ataupun sehari sekali), dan monitoring tersebut ditindak lanjuti dengan analisa
kecukupan dosis obat penahan sakit tersebut.
2. Pemberian obat inotropik harus dilakukan monitoring tanda vital secara kontinyu menggunakan monitor pasien, yang memonitor
sedikitnya tekanan darah, denyut jantung dan saturasi oksigen. Frekuensi pendokumentasian disesuaikan dengan kondisi pasien.
3. Pemberian semua obat intravena harus diikuti pengawasan dan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya reaksi anafilaksis.
Seluruh unit yang memberikan obat intravena harus memiliki Kotak emergency untuk penanganan reaksi anafilaksis, dan pemberian
obat intravena harus dilakukan oleh petugas yang mampu mengidentifikasi dan melakukan penanganan dini terhadap reaksi
anafilaksis.
33
4. Pemberian obat anestesi/sedasi dan monitoringnya dilakukan sesuai dengan kebijakan sedasi. Petugas harus mampu
mengidentifikasi reaksi yang tidak diinginkan akibat pemberian obat anestesi dan sedasi, serta mampu melakukan penanganan pada
saat terjadi hal yang tidak diinginkan.
5. Instruksi pemberian terapi elektrolit yang diberikan oleh dokter, terutama intravena/arterial, dilakukan monitoring secara
laboratorium sesuai kondisi pasien.
6. Pemberian terapi insulin harus dilakukan monitoring ketat kadar gula darah, dan petugas harus waspada terhadap kemungkinan
terjadinya hipoglikemia.
7. Instruksi pemberian terapi trombolitik harus diberikan oleh dokter yang memiliki kompetensi di bidangnya, dan monitoring
dilakukan efek samping hemodinamik, perubahan EKG dan efek samping perdarahan.
Monitoring reaksi obat dilakukan oleh perawat menggunakan formulir catatan penggunaan obat pasien. Bila ditemukan reaksi obat yang tidak
diharapkan (efek samping obat) selama dilakukan monitoring obat maka perawat mendokumentasikan kejadian tersebut di form monitoring efek
samping obat dan dilaporkan ke farmasi. Petugas farmasi akan mengirimkan form tersebut ke BPOM.
BAB 8
KESELAMATAN PASIEN & STAF, PENGENDALIAN & PENCEGAHAN INFEKSI DI BIDANG PENGELOLAAN OBAT-
OBATAN
Kesalahan pemberian obat, terdiri dari : salah jenis obat, salah pasien, salah dosis obat, salah frekuensi, salah bentuk sediaan
obat, salah rute pemberian, salah teknik penyiapan.
Adanya polifarmasi, duplikasi obat.
Interaksi antar obat, over dosis dan risiko reaksi obat (alergi dan anafilaksis)
Pemberian obat expire date , atau obat rusak.
c. Buang vial multidose bila telah terkontaminasi atau kesterilan tidak terjamin, yang dapat ditandai dengan terjadinya
perubahan fisik (warna, bau, konsistensi).
35
d. Desinfeksi diafragma karet penutup vial multidose dengan alkohol swab dan biarkan kering sebelum menusukkan jarum
steril.
e. Gunakan syringe steril untuk mengambil obat dari vial multidose, jangan memakai jarum dan syringe yang telah dipakai
pasien. Hindari menyentuh / mengontaminasi alat steril sebelum penusukan.
f. Untuk obat ampul yang digunakan multidose, sisa obat dan pengencernya disimpan dalam syringe, diberi label yang
bertuliskan nama obat dan kekuatan sediaannya, dan boleh disimpan maksimal 24 jam kecuali dinyatakan lain oleh
produsennya.
Pelaporan mencakup kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) dan kejadian nyaris cedera (near miss).
Pelaporan dan analisa kejadian medication error dilaporkan ke KKPMRK untuk dilakukan pengkajian, kemudian diteruskan
kepada Subkomite Farmasi dan Terapi untuk dilakukan perbaikan dan dilaporkan kepada Komite medik atau komite/ departemen/
unit lainnya yang terkait untuk disosialisasikan.
Insiden keselamatan pasien / IKP yang meliputi :
37
8.3 PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Bekerja sama dengan Komite Pencegahan dan pengendalian infeksi
BAB 9
8.1. MONITORING
Merupakan proses pengawasan terhadap keseluruhan sistem pengelolaan obat di RSBBH, di mana jajaran manajemen akan menetapkan
indikator mutu dan kinerja, baik dalam bentuk angka maupun narasi.
Monitoring dilakukan oleh jajaran manajemen rumah sakit dengan cara :
Field Monitoring
Merupakan monitoring langsung ke lapangan guna melakukan observasi terhadap pelaksanaan berbagai proses terkait dengan
pengelolaan obat. Monitoring ke lapangan dilakukan jajaran manajemen senior bersama pihak terkait dengan aspek yang akan dimonitor
dan seorang pencatat guna pendokumentasian hasil kunjungan lapangan.
Aspek yang diobservasi dalam kunjungan lapangan meliputi :
1. Aspek penyimpanan obat (baik di Unit Farmasi maupun di unit-unit pelayanan)
2. Aspek penulisan resep dan instruksi
3. Aspek peracikan, penyiapan dan penyerahan obat.
38
Data Monitoring
Monitoring data merupakan monitoring menggunakan indikator baik kinerja maupun mutu.
Indikator yang dipakai untuk memantau performa dan mutu dari proses pengelolaan obat RSBBH adalah :
41
Definisi Elektrolit terkonsentrasi adalah KCl (2mEq/ml atau lebih
Operasional pekat), NaCl lebih pekat dari 0,9 %, Sodium Bicarbonate,
D40%, dan Mg SO4 (50% atau lebih pekat).
KCL tidak boleh disimpan sebagai stok di unit pelayanan
pasien kecuali di unit OK dan unit perawatan intensif.
NaCl tidak boleh disimpan sebagai stok di unit pelayanan
pasien kecuali di UGD dan unit perawatan intensif.
Elektrolit terkonsentrasi harus berada dalam kemasan asli dan
disimpan dalam lemari yang SELALU terkunci, kecuali saat
mengambil elektrolit terkonsentrasi. Kunci dipegang oleh
penanggung jawab ruangan / shift.
Penataan harus dipisahkan antar Elektrolit terkonsentrasi satu
dengan yang lain, tidak boleh berada dalam satu
kompartemen. Pemisah diberi identitas, isi sesuai identitas.
Kepatuhan penyimpanan elektrolit terkonsentrasi adalah
tingkat kepatuhan unit dalam melakukan penyimpanan
elektrolit terkonsentrasi sesuai dengan ketentuan di atas.
Monitoring dilakukan di unit - unit di bawah Unit
Keperawatan dan Wakil Direktur / manager
medik/penunjang medik.
42
Frekuensi Tiap bulan
Pengumpulan
Data
Periode Tiga bulan sekali
Analisa
Numerator Jumlah unit yang melakukan penyimpanan elektrolit
terkonsentrasi sesuai dengan ketentuan dalam satu bulan
Denominator Jumlah unit yang diamati dalam satu bulan
Sumber Data Observasi
Standar 100 %
Pengumpul Koordinator Farmasi
Data
Analisa Manajer Keperawatan, Wakil Direktur / manager medik
/penunjang medik, & pihak terkait
8.2. EVALUASI
Evaluasi dilakukan dengan analisis hasil pengumpulan data hasil monitoring, baik field monitoring maupun data monitoring. Kemudian
hasil evaluasi dilakukan analisa penyebab. Data ditampilkan dalam bentuk grafik.
Evaluasi dilakukan dengan cara :
1. Membandingkan hasil observasi dengan standar, kebijakan maupun prosedur.
2. Membandingkan data hasil monitoring dengan standar, benchmark, atau best practices di RSBBH dari waktu ke waktu.
43
BAB 10
Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses atau upaya peningkatan pengetahuan dan pemahaman di bidang kefarmasian atau bidang yang
berkaitan dengan kefarmasian secara kesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan di bidang kefarmasian.
44
Pendidikan dan pelatihan merupakan kegiatan pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan potensi dan produktifitasnya secara
optimal, serta melakukan pendidikan dan pelatihan bagi calon tenaga farmasi untuk mendapatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan di
bidang farmasi rumah sakit.
10.1. TUJUAN
10.1.1. Umum
1. Mempersiapkan sumber daya manusia Farmasi untuk dapat melaksanakan rencana strategi Unit Farmasi di waktu mendatang.
2. Menghasilkan Apoteker dan Asisten Apoteker yang dapat menampilkan potensi dan produktifitas secara optimal di bidang
kefarmasian.
10.1.2. Khusus
1. Meningkatkan pemahaman tentang farmasi rumah sakit.
2. Memahami tentang pelayanan farmasi klinik.
3. Meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan di bidang kefarmasian.
4. Seluruh SDM unit Farmasi dapat memberikan pelayanan kepada pasien secara cepat ramah dan professional.
10.3. KEGIATAN
Dalam upaya peningkatan kualitas SDM unit Farmasi, diadakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Orientrasi Umum Karyawan baru.
Terdiri dari :
45
Orientasi karyawan
Orientasi karyawan baru di lakukan disesuaikan dengan program rumah sakit
46
47