Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Hernia Inguinalis

1. Definisi Hernia Inguinalis

Menurut Sjamsuhidajat & Wim de Jong (2010), hernia inguinalis

adalah suatu kedaan dimana bagian usus masuk melalui sebuah lubang

pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis adalah

saluran berbentuk tabung yang merupakan jalan tempat turunnya testis

(buah zakar) dari perut ke dalam skrotum (kantung zakar) sesaat sebelum

bayi dilahirkan. Menurut Sujono (2015), hernia inguinalis adalah

menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang normal

melalui sebuah defek kongenital. Sedangkan menurut Muttaqin (2011),

hernia inguinalis adalah kondisi prostusi (penonjolan) organ intestinal

masuk ke rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah

dari cincin inguinalis. Materi yang masuk lebih sering adalah usus halus,

tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak/ omentum.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hernia inguinalis adalah adalah

menonjolnya suatu organ atau struktur organ masuk melalui sebuah lubang

pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis.

8
9

2. Anatomi Fisiologi Hernia Ingiuinalis

a. Anatomi

Gambar 2.1
Anatomi Hernia Inguinalis Lateralis

Sumber : Sujono,2015

Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus

inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia

transversalis dan apeunerosis muskulus transversus abdominis. Di

medial bawah, di atas tuberkulum pubikum. Kanal ini dibatasi oleh

anulus eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis muskulus oblikus

eksternus. Atapnya adalah aponeurossi muskulo-obliqus eksternus,

dan di dasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma

pada lelaki, dan ligamentum rotundum pada perempuan. Hernia

inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena

keluar dari peritoneum melalui annulus inguinalis internus yang

terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia

masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol

keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut,


10

tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis

(Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2010).

Gambar 2.2
Anatomi Penompang Lintang Tubuh

Sumber : Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2010

Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang

membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra

abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal.

Sebaiknya bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis

berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat

mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada orang

yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat dapat mencegah terjadinya

hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya

struktur muskulus obliqus internus abdominis yang menutup anulus

inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia transversal

yang kuat yang menutupi trigonum hasselbach yang umumnya hampir

tidak berotot sehingga adanya gangguan pada mekanisme ini dapat

menyebabkan terjadinya hernia inguinalis (Sjamsuhidajat & Wim de

Jong: 2010).
11

b. Fisiologi

Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada

bulan ke-8 minggu kehamilan terjadi dosensus testis melalui kanal

tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritoneum ke daerah

skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan

prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya

proses ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak

dapat melalui kanalis tersebut namun dalam beberapa hal, seringkali

kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun lebih dahulu, maka

kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal,

kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan (Mansjoer,

2010).

3. Klasifikasi

Menurut Sjamsuhidajat & Win de Jong (2010), Hernia Inguinalis

di klasifikasikan menjadi :

a. Berdasarkan terjadinya

1) Hernia bawaan atau kongenital

2) Hernia didapat atau akuista.

b. Berdasarkan Sifatnya

1) Hernia reponible, yaitu hernia yang masih dapat dikembalikan ke

kavum abdominalis lagi tanpa operasi.

2) Hernia irreponibel, yaitu isi kantung hernia tidak dapat

dikembalikan ke dalam rongga abdominalis.


12

3) Hernia incarcerated, yaitu hernia yang isi hernia terjepit oleh

cincin hernia, berarti isi kantong tidak dapat dikembalikan lagi ke

dalam rongga perut.

4) Hernia strangulate, yaitu hernia yang terjepit oleh cincin hernia,

isi kantong terperangkap dan dapat menyebabkan nekrosis dan

harus segera mendapatkan pertolongan segera.

c. Berdasarkan isinya

1) Hernia adipose, adalah hernia yang yang isinya terdiri dari

jaringan lemak.

2) Hernia litter, adalah hernia incarcerated atau strangulate yang

hanya sebagian ususnya saja yang terjepit.

3) Slinding hernia, adalah hernia yang isinya menjadi bagian

sebagian dari dinding kantong hernia.

d. Berdasarkan Letaknya

1) Hernia Inguinalis Medialis/Direct

Hernia inguinalis medialis hampir sering terjadi akibat

peninggian tekanan intra abdomen kronik dan kelemahan otot

dinding di trigonum hasselbach. Oleh karena ini hernia ini

umumnya terjadi bilateral. Khususnya pada lelaki tua. Hernia

jarang bahkan hampir tidak pernah mengalami inkaserasi atau

strangulasi. Hernia ini banyak diderita oleh penduduk di afrika


13

2) Hernia Inguinalis Lateralis/Indirect

Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di

lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirect karena

keluar melalui dua pintu dan saluran, yaitu anulus dan kanalis

inguinalis. Berbeda dengan hernia medialis yang langsung

menonjol melalui trigonum hasselbach dan disebut hernia direk.

Pada pemeriksaan hernia lateralis akan teraba tonjolan berbentuk

lonjong sedangkan pada hernia medialis tonjolan berbentuk bulat.

4. Etiologi

Predisposisi penyebab terjadinya hernia inguinalis adalah terdapat

defek atau kelainan berupa sebagian dinding rongga lemah.penyebab pasti

hernia inguinalis terletak pada lemahnya dinding dapat terjadi akibat

defek kongenital yang tidak diketahui. Lemahnya dinding dapat terjadi

pada usia lanjut akibat perubahan struktur fisik dari dinding rongga.

Faktor presipitasi dari kondisi hernia dalah adanya peningkatan tekanan

intra abdomen. Tekanan intra abdomen umumnya meningkat sebagai

akibat dari kehamilan atau kegemukan, batuk yang kuat, bersin yang kuat,

mengedan akibat sembelit, meniup terlalu kuat juga dapat meningkatkan

tekanan intra abdomen. Berbagai profesi dikaitkan dengan peningkatan

tekanan intra abdominen yang tinggi seperti atlet angka besi, balap sepeda

dan berbagai olahraga lain yang cenderung meningkatkan tekanan intra

abdomen. Buruh pekerja yang mengangkat beban berat juga mempunyai

resiko terjadi hernia. Bila dua faktor ini terjadi bersamaan, maka individu
14

akan mengalami peningkatan resiko hernia inguinalis. Pada hernia

inguinalis, frekuensinya pada jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dari pada

wanita. Keadaan ini dihubungkan pada hernia tidak langsung (indirect).

Rute yang di jalani hernia sama seperti pada saat testis bermigrasi dari

rongga perut ke skrotum, struktur anatomis dari kanal inguinal pada pria

lebih besar, serta aktivitas (khususnya pekerjaan) yang menyebabkan

peningkatan tekanan intra abdomen. Ini memberikan presdiposisi besar

kondisi hernia inguinalis pada pria (Muttaqin,2011).

Etiologi hernia inguinalis adalah:

a. Kongenital

1) Hernia Kongenital Sempurna, terjadi karena adanya defek pada

tempat-tempat tertentu yang langsung muncul pada saat dia

dilahirkan.

2) Hernia Kongenital Tak Sempurna, bayi dilahirkan normal

(kelainan belum tampak) tetapi ia mempunyai defek pada empat-

tempat tertentu (presdiposisi) dan beberpa bulan setelah lahir akan

terjadi hernia melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh

kenaikan tekanan intra abdominal (Darmawan, Deden dan

Rahayuningsih, Taufik 2010)

b. Akuisital

1) Kelemahan abdomen
15

Lemahnya dinding abdomen bisa disebabkan karena cacat bawaan

atau keadaan yang didapat sesudah lahir dan usia. (semakin

bertambah usia dinding abdomen semakin lemah).

2) Tekanan intra abdomen yang tinggi

Misalnya sering mengejan, batuk, menangis, sering meniup

terompet, ibu yang sering melahirkan, dan pekerja angkat berat.

3) Konstitusi tubuh, misalnya pada orang kurus dan orang gemuk.

4) Penyakit yang melemahkan otot-otot dinding perut (Penyakit Paru

Obstruktif Kronis,adanya cairan didalam rongga perut).

(Haryono,Rudi, 2012).

5. Manifestasi Klinis

Pada umumnya pada keluhan pada orang dewasa berupa benjolan

dilipatan paha yang timbul waktu mengejan, batuk, atau mengangkat

beban berat, dan menghilang saat istirahat atau berbaring. Pada bayi dan

anak-anak, adanya benjolan yang hilang timbul dilipatan paha biasanya

diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu, anak-anak bayi terlihat

gelisah,banyak menangis, dan kadang-kadang perut kembung, harus

dipikirkan kemungkinan hernia strangulate. Pada inspeksi diperhatikan

keadaan simetris pada isi lipatan paha, skrotum, atau labia pada posisi

berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengejan atau batuk sehingga

adanya benjolan atau keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi dapat

dilakukan pada saat ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan dicoba

mendorong apakah benjolan dapat di reposisi. Setelah benjolan di reposisi


16

dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak, kadang cincin

hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang melebar. Pada hernia

insipient tonjolannya hanya dapat dirasakan menyentuh ujung jari didalam

kanalis inguinalis dan tidak menonjol keluar. Pada bayi dan anak-anak

kadang tidak terlihat adanya benjolan pada waktu menangis, batuk,

maupun mengejan. Dalam hal ini perlu dilakukan palpasi tali sperma

dengan membandingkan yang kiri dan yang kanan (Sjamsuhidajat & Wim

de Jong :2010).

6. Komplikasi

Komplikasi hernia inguinalis bergantung pada keaadan yang

dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia

inguinalis lateralis. Pada hernia ireponibel ini dapat terjadi ketika isi hernia

terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstra peritineum atau

merupakan hernia akreta. Disini tidak timbul gejala klinis kecuali

benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cicin hernia sehingga

terjadi hernia strangulate atau inkarserata yang menimbulkan gejala

obtruksi usus sederhana. Bila cicin hernia sempit, kurang elastis, atau lebih

kaku seperti pada hernia temporalis dan hernia obturatoria lebih sering

terjadi jepitan parsial. Jepitan cicin hernia inguinalis lateralis akan

menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi

bendungan vena sehingga terjadi edema organ atau struktur didalam hernia

dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya edema menyebabkan

jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran


17

terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan terisi

transudant berupa cairan serosanginus. Kalau isi hernia terdiri dari usus,

dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal,

fistel, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Akibat

penyumbatan usus terjadi aliran balik berupa muntah-muntah sampai

dehidrasi dan shock dengan berbagai macam akibat lain. Hernia

inkarserata dapat terjadi apabila isi kantong hernia tidak dapat kembali lagi

kerongga abdomen. Organ yang terinkarserasi biasanya khusus, yang

ditandai dengan gejala obstruksi usus, yang disertai muntah, perut

kembung, konstipasi, dan terlihat adanya batas udara air pada saat poto

polos abdomen (Sjamsuhidajat, Wim de Jong :2010).

7. Patofisiologi

Menurut Nuari (2015), kanalis inguinal adalah kanal yang normal

pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan, desensus testis melalui kanal

tersebut, akan menarik perineum ke dalam skrotum sehingga terjadi

penonjololan peritoneum yang disebut dengan proses vaginalis

peritoneum. Pada bayi yang baru lahir umunya prosesus ini telah

mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis

tersebut, namun dalam beberapa hal sering kali kanalis ini tidak menutup

karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan

lebih sering terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka yang kanan juga

terbuka dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan

menutuppada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak


18

mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital.

Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena merupakan

lokus minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan

intra abdomen meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan

timbul hernia inguinalis lateral akuisita. Keadaan yang dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intra abdominal adalah kehamilan, batuk kronis,

pekerjaan mengangkat beban berat, miksi misalnya pada hipertropi prostat.

Apabila isi hernia keluar melalui hernia peritoneum melalui anulus

inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior,

kemudian hernia masuk ke dalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup

panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan bila

berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum yang disebut juga hernia

skrotalis. Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general

atau spinal sehingga akan mempengaruhi system saraf pusat (SSP) yang

berpengaruh pada tingkat kesadaran, depresi pada SSP juga

mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi juga

mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial meningkat sehingga jalan

nafas terganggu, serta mengakibatkan peristaltik usus menurun yang

berakibat pada mual dan muntah, sehingga beresiko terjadi spirasi yang

akan menyumbat jalan nafas.

Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena

kehilangan darah dan kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paru-

paru dan kulit. Insisi bedah mengakibatkan pertahanan primer tubuh tidak
19

adekuat (kulit rusak, trauma jaringan, penurunan kerja silia, statis cairan

tubuh). Luka bedah sendiri merupakan jalan masuk bagi organisme

patogen sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi. Rasa nyeri timbul

pada semua jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan,manipulasi

jaringan dan organ.

Bagan 2.1
Pathway Hernia

Batuk, bersin, mengejan,


mengangkat benda berat
20

Kelemahan dinding abdomen

Isi rongga abdomen melewati


Peningkatan tekanan intra annulus inguinalis
abdomen

Masuk ke kanal inguinal


Isi rongga abdomen (usus)
melewati dinding abdomen

Masuk ke kanal inguinal

Menonjol pada cincin kanal

herniasi
Masuk ke kanal inguinal
Gangguan suplai darah keusus yang masuk kedalam kanal inguinal

Nyeri hebat

Kekurangan volume pembedahan Defisisiensi Pengetahuan


Cairan

Kerusakan Kerusakan Proses Keterbatasan


integritas kulit pertahanan penyembuhan aktivitas
primer

Mempengaruhi Penurunan
Peningkatan
syaraf Port de entri peristaltic usus
metabolisme
diskontinuitas
Nyeri akut
Resiko infeksi Kebutuhan nutrisi konstipasi
meningkat
Gangguan Pola Tidur Intoleransi
Aktivitas

Ketidakseimbangan nutrnutisi kurang dari kebutuhan

Sumber ; Nuari, 2015

8. Pemeriksaan Penunjang
21

Menurut (Paramita,2011), diagnosisnya di tentukan oleh

pemeriksaan fisik. Inspeksi diperhatikan keadaan asimetris pada kedua sisi

lipat paha, skrotum atau labia dalam posisi berdiri atau berbaring , pasien

diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan

asimetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan

hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba didorong apakah benjolan dapat

direposisi. Setelah benjolan tereposisi dengan jari telunjuk atau jari

kelingking pada anak-anak, kadang cincin hernia dapat teraba berupa

anulus inguinalis yang melebar.

Sedangkan menurut Amin dan Kusuma (2015) pemeriksaan

penunjang pada pasien hernia adalah sebagai berikut :

a) Sinar X abdomen menunjukan abnormalnya kadar gas dalam

usus/obstruksi usus.

b) Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukan

hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit), peningkatan sel darah putih

dan ketidakseimbangan elektrolit.

9. Penatalaksanaan

Menurut Amin dan Kusuma (2015), Penatalaksanaan hernia ada

dua macam:

a. Konservatif

Penobatan koservatif terbatas pada tindakan melakukan

reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk


22

mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Bukan merupakan

tindakan definitive sehingga dapat tumbuh kembali yang terdiri dari:

1) Reposisi

Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi

hernia kedalam cavum peritonii atau abdomen. Reposisi dilakukan

secara bimanual. Reposisi dilakukan pada pasien dengan hernia

reponibel dengan cara memakai dua tangan. Reposisi tidak

dilakukan pada hernia inguinalis strangulate kecuali pada anak-

anak.

2) Suntikan

Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol

atau kinin di daerah hernia, yang menyebabkan pintu hernia

mengalami sclerosis atau penyempitan sehingga isi hernia isi heria

keluar dari kavum peritonii.

3) Serbuk Hernia

Diberikan pada pasien yang hernianya masih kecil dan

menolak melakukan operasi.

b. Operatif

Operasi merupakan tindakan paling baik dan dapat dilakukan pada :

1) Hernia Reponibilis

2) Hernia Irreponibilis

3) Hernia Strangulasi

4) Hernia Inkarserata
23

Operasi dilakukan tiga macam :

1) Herniotomy

Membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan isi

hernia ke cavum abdominalis.

2) Herniporaphy

Mulai dari mengikat leher hernia dan menggantungkanya pada

conjoint tendon (penebalan anatar tepi bebas m.obliqus intra

abdominalis dan m.tranversus abdominalis yang berinsersio di

tuberculum pubicum).

3) Hernioplasty

Menjahitkan conjoint tendon pada ligamentum inguinale agar

LMR hilang/menutup dan dinding perut jadi lebih kuat karena

tertutup otot. Hernioplasty pada hernia inguinalis lateralis ada

bermacam-macam menurut kebutuhannya (Ferguson, Bassini,

Halstedt, Hernioplasty pada hernia inguinalis media dan hernia

femoralis dikerjakan dengan cara Mc.Vay)

Operasi hernia pada anak dilakukan tanpa hernioplasty, dibagi

menjadi 2 yaitu :

1) Anak berumur kurang dari 1 tahun : menggunakan teknik

Michele Benc.

2) Anak berumur lebih dari 1 tahun : menggunakan teknik POT.


24

B. Konsep Dasar Herniotomy

1. Pengertian

Herniotomy merupakan suatu tindakan operatif membuka dan

memotong kantong hernia serta mengembalikan isi hernia ke cavum

abdominalis (Amin & Kusuma,2015).

Pada herniotomy, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai

kelehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan.kalau ada pelekatan

kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit, diikat setinggi mungkin lalu

dipotong (Sjamsuhidajat & Wim de Jong,2010).

2. Indikasi dan Kontra Indikasi

Menurut bedahusu (2010), indikasi dan kontra indikasi dari herniotomy

adalah :

a. Indikasi

1) Hernia Reponibel

2) Hernia Irreponible

3) Hernia Inkarserata

4) Hernia Strangulata

b. Kontra Indikasi

Adanya peningkatan tekanan intra abdomen : hipertropi prostat dan

kelainan paru.

3. Komplikasi

a. Pendarahan

b. Infeksi luka operasi


25

c. Cedera usus

d. Cedera kantung kemih

e. Cedera vas deferen

f. Cedera testis, orchitis, atropi testis

g. Cedera saraf intra inguinal, iliata hipogastrik atau genota femoral.

(Bedahusu, 2010 ).

4. Penatalaksanaan Post Operasi

Penatalaksanaan setelah operasi diantaranya adalah hindari hal-hal

yang memicu tekanan di rongga perut, tindakan operasi dan pemberian

analgesik pada post op hernia yang menyebabkan nyeri, berikan obat

sesuai resep dokter, hindari mengejan, mendorong atau mengangkat

benda. Jaga balutan luka operasi tetap kering dan bersih, mengganti

balutan steril setiap hari pada hari ke tiga setelah operasi kalau perlu.

Hindari faktor pendukung seperti konstipasi dengan mengkonsumsi diet

tinggi serat dan masukan cairan yang adekuat (Amin & Kusuma, 2015).

5. Dampak Operasi Herniotomy Atas Indikasi Hernia Inguinalis

Lateralis Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

a. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri

Nyeri timbul hampir pada post op, nyeri terjadi karena adanya

robekan, tarikan, manipulasi, jaringan dan organ yang dapat

merangsang pengeluaran bradikinin, serotinin dan histamin sehingga

impuls disampaikan ke thalamus dan korteks serebri dan diperseosikan

nyeri.
26

Faktor lain yang menambah rasa nyeri setelah operasi kista

ovarium karena adanya infeksi, distensi yang terjadi akibat

penumpukan gas, balutan yang terlalu ketat (Majid, 2011).

b. Gangguan Kekurangan Volume Cairan

Tindakan operasi herniotomy akan mengakibatkan perdarahan

pada klien yang menyebabkan kekurangan volume cairan darah,

hemoglobin menurun dan O2 dalam perdarahan berkurang sehingga

suplai O2 dan nutrisi ke otak menurun sehingga klien merasakan

lemah, pusing, akral teraba dingin, CRT tidak kembali dalam 2 detik

(Doengoes, 2012).

c. Gangguan Aktivitas

Adanya kelemahan fisik dan luka post operasi yang

menimbulkan nyeri menyebabkan takut untuk bergerak sehingga akan

meminimalkan gerakannya. Maka terjadi hambatan mobilitas fisik

karena kemampuan klien dalam merawat diri menurun akibatnya

kebutuhan ADL klien terganggu (Majid, 2011).

d. Gangguan Pola Tidur

Stimulasi nyeri pada luka meningkatkan ketegangan otot

sehingga mengganggu istirahat tidur (Majid, 2011).

e. Integritas Kulit

Adanya luka operasi menyebabkan perubahan jaringan sekitar

dan terjadi laserasi kulit sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan

integritas kulit (Majid,2011)


27

f. Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi

Adanya perdarahan menyebabkan nutrisi tubuh terbuang

sehingga sistem gastrointestinal bekerja lebih aktif yang

mengakibatkan meningkatnya peristaltik usus sehingga kerja lambung

menjadi meningkat pula dan menyebabkan peningkatan asam lambung

dan terjadilah mual serta anoreksia (Majid, 2011).

g. Resiko Terjadinya Infeksi

Adanya luka post operasi merupakan porte de entri yang

menyebabkan mikroorganisme patogen lebih mudah untuk masuk dan

berkembang ke dalam tubuh dan menimbulkan infeksi (Majid, 2011).

h. Defisiensi Pengetahuan

Kuragnya pengetahuan dan informasi tentang penyakitnya dan

prosedur yang akan dilaksanakan (Nanda,2015).

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan

oleh perawat bersama klien menentukan asuhan keperawatan. Dengan

melakukan pengkajian, menentukan diagnosa, merencanakan tindakan yang

akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan

yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan

setiap tahap saling ketergantungan dan saling berhubungan (Nursalam,

2013).
28

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan

dalam praktik keperawatan. Hal ini dapat disebut sebagai suatu pendekatan

untuk memecahkan masalah (problem solving) yang memerlukan ilmu,

teknik, dan keterampilan interpersonal yang bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat (Nursalam, 2013).

Pengkajian merupakan suatu kegiatan mengumpulkan dan

mengorganisasikan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan

merupakan dasar untuk tindakan dan keputusan yang diambil pada tahap –

tahap selanjutnya. Adapun pengkajiannya meliputi :

a. Pengumpulan Data

Data yang diperoleh harus lengkap, akurat, nyata, dan relevan

untuk menentukan langkah selanjutnya sehingga saat memberikan

bantuan kepada klien tetap sesuai yang dibutuhkan oleh klien. Data

yang diperoleh langsung dari klien, orang terdekat, catatan klien, hasil

pemeriksaan diagnosa ataupun dari perawatan dan profesi lainnya. Data

yang diperlukan dalam proses keperawatan antara lain :

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, alamat, suku bangsa, tanggal masuk rumah

sakit, no cm, diagnosa medis (Nursalam, 2013).

2) Identitas penanggung jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, dan

hubungan dengan klien. (Nursalam, 2013)


29

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Pada umunya keluhan utama pada kasus post op hernia adalah

terasa nyeri. Nyeri tersebut adalah akut karena disebabkan oleh

diskontinuitas jaringan akibat tindakan pembedahan (insisi

pembedahan).

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan uraian dari keluhan utama klien dan dijabarkan dalam

PQRST :

P : Provokatif atau paliatif yang menyebabkan nyeri dirasakan

Q : Qualitatif, kualitas nyeri yang dirasakan mempengaruhi sistem

tubuh atau tidak seperti nadi, tekanan darah, pernafasan, serta

apakah mempengaruhi aktivitas selama perubahan posisi atau

nyeri dirasakan menjalar ke area lain

R : Region atau Radiasi, lokasi dimana keluhan nyeri tersebut

dirasakan dan apakah menyebar juga ke daerah lain

S : Saverity, nyeri dirasakan hebat, menengah, sedang atau sedikit.

Tentukan dengan menggunakan skala 0 – 10

T : Time, apakah nyeri secara khas terus menerus, cepat hilang dan

dirasakan menetap. (Nursalam, 2013)

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Latar belakang kehidupan klien sebelum masuk rumah sakit

yang menjadi factor presdiposisi seperti riwayat bekerja


30

mengangkat benda-benda berat, riwayat penyakit menular atau

penyakit keturunan (Haryono,2012).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Perlu diketahui apakah anggota keluarga lainnya yang menderita

sakit yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya

penyakit keturunan atau menular dalam keluarga

(Haryono,2012).

c. Pemeriksaan Fisik

Menurut Zul Qodri (2017) :

1) Keadaan Umum :

Klien post op hernia mencapai kesadran penuh setelah beberapa jam

kembali dari meja operasi, pernampilan menunjukan keadaan sakit

ringan sampai berat tergantung pada periode akut rasa nyeri.

2) Tanda – tanda Vital

Tanda vital pada umunya stabil kecuali mengalami ketidak stabilan

pada klien yang mengalami perforasi apendiks.

3) Pemeriksaan Fisik Persistem

a) Sistem Pernapasan

Klien post op hernia akan mengalami penurunan atau peningkatan

frekuensi napas (takipneu) serta pernapasan dangkal, sesuai

rentang yang dapat ditoleransi oleh klien.


31

b) Sistem Kardiovaskular

Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap

stress dan hivopolemia, mengalami hipertensi (sebagai respon

terhadap nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian

kapiler biasanya normal, dikaji pula keadaan konjungtiva, adanya

sianosis dan auskultasi bunyi jantung.

c) Sistem Pencernaan

Adanya nyeri pada luka operasi abdomen kanan bawah saat

dipalpasi. Klien post hernia biasanya mengeluh mual dan muntah,

konstipasi pada awal post operasi dan penurunan bising usus. Akan

tampak ada luka operasi di abdomen kanan bawah bekas sayatan

operasi.

d) Sistem Perkemihan

Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output

urine, hal ini terjadi karena adanya pembatasan intake oral selama

periode awal post hernia. Output urine akan berangsur normal

seiring dengan peningkatan intake oral.

e) Sistem Genitalia

Biasanya tidak terdapat gangguan pada sistem genitalia.

f) Sistem Muskuloskeletal

Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah

baring post operasi dan kekakuan. Kekuatan otot berangsur

membaik seiring dengan peningkatan toleransi aktivitas.


32

g) System Integumen

Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah karena

insisi bedah disertai kemerahan (biasanya pada awitan awal).

Turgor kulit akan membaik seiring dengan peningkatan intake oral.

h) System Persyarafan

Umumnya klien dengan post hernia tidak mengalami

penyimpangan dalam fungsi pesyarafan. Pengkajian fungsi

persyarafan meliputi : tingkat kesadaran, syaraf kranial dan reflex.

e) Sistem Pengindraan

Pada post op hernia biasanya tidak ditemukan gangguan baik

pengindraan, perasa, peraba, pendengaran dan penciuman semua

dalam keadaan normal.

f) Sistem Endokrin

Pada sistem endokrin tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid

dan kelenjar parotis.

d. Data Psikologis

Dampak kepribadian atau psikologis dari klien post operasi hernia

biasanya klien belum mengetahui tentang cara perawatan penyakit

sehingga terjadi ketergantungan terhadap orang lain karena tidak dapat

memenuhi semua kebutuhan secara mandiri sehingga memerlukan

bantuan dari orang lain.


33

e. Aspek Sosial, Budaya dan Spiritual.

Biasanya untuk aspek social pada klien terjalin dengan baik,

baik dengan keluarga, petugas kesehatan, juga orang disekitarnya.

Untuk aspek spiritual biasanya klien menghadapi hambatan dalam

menjalankan ibadahnya karena kelemahan ataupun adanya luka bekas

operasi.

f. Pola Aktivitas Sehari – Hari

1) Nutrisi

Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien

makan dan minum klien dalam sehari. Kaji apakakah klien

mengalami anaoreksia, mual dan muntah dan haus terus

menerus.kaji selara makan berlebih atau berkurang, ataupun

adanya terapi terapi intravena, penggunaan selang NGT, timbang

berat badan, ukur tinggi badan,lingkaran lengan atas serta hitung

berat badan badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status

nutrisi.

2) Eliminasi

Dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan kelainan

eliminasi, kesulitan-kesulitan eliminasi dan keluhan-keluhan yang

dirasakan klien pada saat bab dan bak.

3) Istirahat Tidur

Pada klien dengan post operasi hernia ditemukan terjadinya

kesulitan tidur karena rasa nyeri pada luka bekas operasi.


34

4) Personal Hygiene

Biasanya personal Hygiene jarang dilakukan karena keterbatasan

fisik atau dilakukan dengan bantuan.

5) Pola Aktivitas dan Latihan

Klien tidak bisa memenuhi kebutuhan ADL secara mandiri, sehingga

selalu dibantu oleh keluarga.

2. Analisa Data

Analisa data adalah mengaitkan data, menghubungkan data dengan

konsep, teori dan kenyataan yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam

menentukan masalah keperawatan klien. (Nursalam, 2013).

Tabel 2.1
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah

1 Data Subjektif : Tindakan pembedahan Nyeri Akut


- Kemungkinan klien akan akan menyebabkan
mengeluh nyeri terputusnya kontinuitas
Data Objektif jaringan sehingga
lisosom merangsang
- Tampak adanya luka pengeluaran
- Klien tampak meringis bradikinin, serotin, dan
- Skala nyeri sedang histamin, sehingga
impuls disampaikan ke
hipotalamus dan
dipersepsikan nyeri

2 Data Subjektif: Prosedur bedah akan Kekurangan


Kemungkinan klien mengeluh merasa mengakibatkan hilang Volume
haus berlebih. cairan, hal ini karena Cairan
kehilangan darah dan
Data Objektif:
kehilangan cairan yang
- Nadi perifer teraba tidak terasa melalui
- Turgor kulit dan mukosa baik paru-paru dan kulit
- TTV dalam batas normal
- Tidak ada pendarahan berlebih
- Haluan urine lancar
- Kadar elektrolit dalam batas
normal
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
35

- Tidak ada rasa haus berlebih


3 Data Subjektif Adanya kelemahan Intoleransi
- Kemungkinan klien akan fisik dan luka post Aktivitas
mengeluh nyeri pada luka bekas operasi yang
operasinya menimbulkan nyeri
- Kemungkinan klien merasa takut menyebabkan takut
bila banyak bergerak akan untuk bergerak
mempengaruhi luka operasinya sehingga
Data Objektif meminimalkan
- Tonus otot menurun gerakannya.
- ADL di bantu Kemampuan klien
- Klien tampak lemah dalam merawat diri
menurun akibatnya
kebutuhan ADL tidak
terpenuhi

4 Data Subjektif Stimulus nyeri pada Gangguan


- Kemungkinan klien luka post operasi Pola Tidur
mengungkapkan perubahan pola merangsang saraf –
tidur saraf simpatis yang
Data Objektif akan mengaktifkan
- Kemungkinan klien insomnia kerja organ tubuh dan
- Klien tampak lemah RAS akibat REM
- Konjungtiva pucat kesiagaan meningkat
sehingga klien sulit
untuk istirahat

5 Data Subjektif Adanya luka operasi Kerusakan


- Kemungkinan klien mengeluh menyebabkan Integritas
nyeri pada luka jahitan operasi perubahan jaringan Kulit
herniotomy. sekitar dan terjadi
Data Objektif laserasi kulit sehingga
- Terdapat luka jahitan menyebabkan
- Panjang luka terjadinya kerusakan
- Keadaan luka bernanah/berdarah integritas kulit.

6 Data Subjektif Adanya perdarahan Gangguan


- Kemungkinan klien mengeluh menyebabkan nutrisi Pemenuhan
tidak nafsu makan tubuh terbuang Kebutuhan
Data Objektif sehingga sistem Nutrisi
- Porsi makan tidak habis gastrointestinal bekerja
- Adanya perubahan pola makan lebih aktif sehingga
- Klien tampak lemah meningkatkan
peristaltik usus
sehingga kerja
lambung menjadi
meningkat
menyebabkan
peningkatan asam
lambung sehingga
terjadi mual dan
anoreksia.

7 Data Subjektif Terputusnya Resiko


36

kontinuitas jaringan Tinggi


- Kemungkinan klien merupakan porte de Infeki
mengungkapkan entri yang
ketidaknyamanan. menyebabkan
Data Objektif mikroorganisme
patogen lebih mudah
- Suhu meningkat untuk masuk dan
- Leukosit meningkat berkembang ke dalam
- Luka tampak basah tubuh dan
menimbulkan infeksi

8 Data Subjektif Dikarenakan Defisiensi


- Kemungkinan klien bertanya – perubahan status Pengetahuan
tanya tentang kondisinya kesehatan dan
- Kemungkinan kemungkinan pengetahuan yang
klien bertanya – tanya tentang terbatas maka
pantangan makanan atau nutrisi membuat klien timbul
yang harus dihindari persepsi dan koping
Data Objektif yang tidak efektif
- Kemungkinan klien tampak
gelisah
- Kemungkinan klien bertanya –
tanya
(Doengoes,2012)

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah salah satu tahap proses keperawatan yaitu

mengidentifikasi masalah kesehatan klien yang dapat diatasi (ditangani,

dikurangi atau dirubah) melalui intervensi dan manajemen keperawatan

(Nursalam, 2013).

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan post

operasi kista ovarium :

a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pendarahan.

c. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan stimulasi nyeri dan kelemahan

fisik.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan stimulasi nyeri.


37

e. Kerusakan integritas kulit berhungan dengan proses pembedahan.

f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

anoreksia.

g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terputusnya kontinuitas

jaringan.

h. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi.

4. Perencanaan Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, langkah berikutnya adalah

menetapkan perencanaan. Perencanaan meliputi proses penentuan prioritas

dan metode yang akan digunakan untuk penyelesaian masalah kesehatan

klien. Tujuan dari perencanaan adalah menyusun rencana asuhan

keperawatan berdasarkan respon klien terhadap masalah kesehatan baik

yang aktual, resiko maupun potensial (Nursalam, 2013).

a. Menentukan Prioritas Masalah

Meliputi pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon

klien yang aktual atau potensial yang memerlukan suatu intervensi.

Dalam menentukan perencanaan perlu disusun suatu sistem untuk

menentukan diagnosis yang akan pertama kali di intervensi. Salah satu

sistem yang dapat digunakan adalah hierarki kebutuhan manusia

(Nursalam, 2013).

b. Menentukan Kriteria Hasil

Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART

S : Spesific (Tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda)


38

M : Measurable (Tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya

tentang prilaku klien : dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan

dan dibau)

A : Achievable (Tujuan harus dicapai)

R : Reasonable (Tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan secara

ilmiah)

T : Time (Tujuan harus mempunyai batasan waktu yang jelas)

c. Menentukan Rencana Tindakan

Adalah desain spesifik intervensi untuk membantu klien dalam

mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan

komponen penyebab dari diagnosa keperawatan.

d. Dokumentasi

Adalah suatu proses informasi, penerimaan, pengiriman, dan evaluasi

pusat rencana yang dilaksanakan oleh seorang perawat profesional untuk

memproses data yang diperoleh selama tahap pengkajian dan penegakan

diagnosa keperawatan. (Nursalam, 2013).

Berikut ini adalah rencana tindakan keperawatan tiap diagnosa :

1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

Tujuan : Nyeri akut teratasi

Kriteria : Nyeri hilang, ekspresi wajah rileks.


39

Tabel 2.2
Rencana Tindakan Keperawatan Nyeri Akut
Intervensi Rasional

- Kaji keluhan nyeri (lokasi, waktu, - Membantu mengevaluasi derajat


intensitas) nyeri
- Pantau TTV setiap 4 jam - Membantu mengidentifikasi
kemajuan atau penyimpangan dari
hasil yang diharapkan
- Ajarkan teknik distraksi dan - Mengurangi rasa nyeri
relaksasi
- Kolaborasi untuk pemberian - Menghilangkan rasa nyeri
analgetik
Sumber : Doengoes, 2015 dan NANDA 2015

2) Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan pendarahan post

operasi.

Tujuan :Kebutuhan cairan klien adekuat

Kriteria hasil :

- Nadi perifer teraba

- Turgor kulit dan mukosa baik

- TTV dalam batas normal

- Tidak ada pendarahan berlebih

- Haluan urine lancar

- Kadar elektrolit dalam batas normal

- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

- Tidak ada rasa haus berlebih

Tabel 2.3
Rencana Tindakan Keperawatan Kekurangan Volume Cairan
Intervensi Rasional

- Kaji pengeluaran urine - Membantu dalam memperkirakan


kekurangan volume.
- Pantau TTV - Hipovolemi dapat dimanifestasikan
oleh hipotensi, takikardi, perkiraan
berat tingannya hipovolemidapat
ditentukan ketika sistolik turun
40

- Monitor Pola Nafas <10mmhg.


- Paru-paru mengeluarkan asam
kabonat melaluiernafasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis
- Pantau suhu, warna kulit, dan respiratoris terhadap ketoasidosis
kelembaman. - Demam, menggigil, diaphoresis
merupakan hal umum yang terjadi
- Ukur berat badan setiap hari pada dehidrasi
- Memberikanhasil pengkajian yang
tebaik dari status cairan cairan yang
- Observasi nadi perifer, pengisian sedang berlangsung.
kapiler, turgor kulit, dan membran - Merupakan indicator dari
mukosa tingkatdehidrasi atau volume
- Pertahankan pemberian cairan sirkulasi yang adekuat.
paling sedikit 2500ml/hari - Mempertahankan hidrasi atau
- Klaborasi dalam pemberian cairan volume sirkulasi
sesuai dengan indikasi. - Tipe dan jumlah dari cairan
tergantung pada drajat kekurangan
cairan dan respon secara individual.

Sumber : Doengoes, 2015 dan NANDA 2015

3) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan stimulasi nyeri dan

kelemahan fisik.

Tujuan : Intoleransi aktivitas dapat teratasi.

Kriteria :

- Klien tidak lemah

- Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri

- Klien tidak takut bergerak lagi dan mau beraktivitas mandiri

Tabel 2.4
Rencana Tindakan Keperawatan Intoleransi Aktivitas
Intervensi Rasional

- Kaji kemampuan klien dalam - Menentukan tahapan aktivitas yang


melakukan aktivitas klien dapat lakukan
- Awasi tekanan darah, nadi, - Manifestasi kardio pulmonal dari
pernafasan selama dan sesudah upaya jantung dan patu untuk
aktivitas membawa jumlah oksigen yang
adekuat ke jaringan.
- Bantu klien dalam memilih posisi - Membantu klien seperlunya dalam
yang nyaman untuk istirahat dan beraktivitas
tidur
- Dorong partisipasi klien dalam - Melatih klien untuk beraktifitas
semua aktifitas sesuai kemampuan secara mandiri
individual
41

- Dorong dukungan dan bantuan - Melatih klien beraktivitas dan


keluarga/orang terdekat dalam kemandirian klien dalam memenuhi
latihan gerak kebutuhan sehari-hari
- Bantu aktivitas atau ambulasi klien - Meningkatkan kemandirian klien
sesuai dengan kebutuhan dalam beraktivitas
Sumber : Doengoes, 2015 dan NANDA 2015

4) Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan stimulasi nyeri

Tujuan : Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi

Kriteria : Klien tidak mengeluh sulit tidur, klien tampak segar.

Tabel 2.5
Rencana Tindakan Keperawatan Gangguan Pola Tidur
Intervensi Rasional

- Kaji kebiasaan tidur dan perubahan - Mengidentifikasi intervensi yang


yang terjadi cepat
- Tingkatkan kenyamanan - Membantu klien supaya merasa
nyaman dan cepat tidur
- Ciptakan lingkungan yang kondusif - Menciptakan stimulasi yang tenang
pada klien
Sumber : Doengoes, 2015 dan NANDA 2015

5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka post

operasi herniotomy.

Tujuan : tidak terdapat kerusakan pada integritas kulit

Kriteria :

- Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan.

- Tidak ada lesi/luka pada kulit.

- Perfusi jaringan baik.

- Menunjukan terjadinya proses peyembuhan luka.

Tabel 2.6
Rencana Tindakan Keperawatan Kerusakan Integritas Kulit
Intervensi Rasional

- Observasi luka (lokasi, dimensi, - Memberikan informasi tentang


kedalaman luka, jaringan nefrotik, sirkulasi kulitatau masalah yang
tanda-tanda infeksi local dan membutuhkan intervensi medic
formasi traktus lanjut.
- Lakukan teknik perawatan luka - Dengan cara yang steril dapat
42

mencegah infeksi silang dan


mengurangi kuman yang dapat
memperburuk luka
- Berikan posisi yang mampu - Penekanan pada jaringan dapat
mengurangi tekanan pada luka menyebabkan decubitus dan dapat
menghambat sirkulasi darah
- Anjurkan klien untuk menggunakan - Pakaian yang longgar dapat
pakaian yang longgar mengurangi penekanan pada luka
- Jaga kulit agar tetap bersih dan - Penyembuhan luka bergantung pada
kering keadaan yang bersih dan lembab
untuk proses epitelisasi dan deposisi
jaringan granulasi
- Monitor kulit akan adanya - Melihat adanya tanda-tanda
kemerahan kerusakan integritas kulit.
Sumber : Doengoes, 2015 dan NANDA 2015

6) Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi berhubungan dengan

Anoreksia

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria : Porsi makan klien habis, nafsu makan klien bertambah

Tabel 2.7
Rencana Tindakan Keperawatan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang
dari Kebutuhan
Intervensi Rasional

- Kaji status dan keadaan gizi klien - Mempertahankan pemasukan


sehingga makanan tidak mengalami
kekurangan gizi dalam tubuh
- Berikan penjelasan tentang - Menambah pengetahuan agar klien
pentingnya makanan dalam mengerti dan mau makan
kesehatan
- Berikan makanan sedikit tapi sering - Dengan makan sedikit tapi sering
diharapkan lambung tidak kosong
- Sajikan makanan yang hangat dan dan mengurangi rasa mual
menarik - Dengan menyajikan makanan yang
hangat dan menarik diharapkan
mengurangi mual dan nafsu makan
bertambah
Sumber : Doengoes, 2015 dan NANDA 2015

7) Resiko Infeksi berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

Tujuan : Tidak terjadi infeksi

Kriteria : Suhu normal, leukosit normal, luka kering, dan tidak ada

tanda – tanda infeksi


43

Tabel 2.8
Rencana Tindakan Keperawatan Resiko Infeksi
Intervensi Rasional

- Monitor TTV tiap 4 jam - Dengan memantau interminten dapat


membantu mendeteksi tanda – tanda
infeksi secara dini
- Ganti balutan sesuai dengan - Dengan mengganti balutan sesuai
ketentuan dengan mempertahankan dengan ketentuan dan
teknik aseptik mempertahankan teknik aseptik
dapat mencegah kontaminasi silang
dan resiko penyebaran bakteri
- Tingkatkan kebersihan klien - Dengan meningkatkan kebersihan
diri klien dapat mengurangi resiko
terjadinya infeksi
- Kolaborasi dalam pemberian - Antibiotik dapat membunuh
antibiotik mikroorganisme patogen sehingga
dapat mencegah berkembangnya
bakteri dalam tubuh dan
menurunkan resiko infeksi
Sumber : Doengoes, 2015 dan NANDA 2015

8) Defisiesi Pengetahuan Berhubungan Dengan Salah

Menginterpretasikan Informasi

Tujuan : Defisiensi pengetahuan teratasi

Kriteria : Klien tampak tenang dan tidak bertanya – tanya

Tabel 2.9
Rencana Tindakan Keperawatan Defisiensi Pengetahuan
Intervensi Rasional

- Kaji tingkat pengetahuan klien - Mempermudah dalam memberikan


tentang penyakit dan cara penjelasan pada klien.
perawatanya
- Jelaskan tentang penyakit yang - Meningkatkan pengetahuan dan
dideritanya dan cara perawatannya mengurangi rasa cemas klien.

Sumber : Doengoes, 2015 dan NANDA 2015


44

5. Pelaksanaan

Tahap dimana perawat melakukan tindakan keperawatan dari

rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan

dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing

orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.

Perencanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika

klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi asuhan

keperawatan (Nursalam, 2013).

6. Evaluasi

Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil dengan standar untuk

pengambilan keputusan yang tepat sehingga dapat diketahui sejauh mana

tujuan tercapai. Evaluasi dilakukan secara terus menerus pada respon klien

pada tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi

menjadi dua : evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai

melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau somatif dilakukan dalam

respon klien ada tujuan khusus umum.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP,

sebagai berikut :

S : Ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh

klien saat diberikan tindakan keperawatan


45

O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi dengan menggunakan

pengamatan formatif

A : Analisa perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif

P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisa (Nursalam,

2013).

Anda mungkin juga menyukai