HASIL PEMBELAJARAN
HASIL DISKUSI
Kesimpulan :
OWA adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep dokter
dalam jumlah tertentu. Menurut daftar OWA tahun 1990, OWA 1 pada skenario
adalah kontrasepsi oral. OWA 2 (nomor 925 tahun 1993) pada skenario adalah
ibuprofen yang bisa diberikan maksimal 10 tablet (1 strip) dan omeprazole
sebanyak 7 tablet, dan OWA 3 (nomor 1776) pada skenario adalah allopurinol
yang bisa diberikan maksimal sebanyak 10 tablet (1 strip) tetapi setelah
berkonsultasi dengan dokter. Menurut permenkes tahun 1993 obat yang dapat
diserahkan tanpa resep yaitu :
Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan
orang tua diatas 65 tahun
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko kelanjutn
penyakit
Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan
Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia
Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat kemanan yang dapat
dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.
Pasal 2
Seorang apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati
dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai
kompetensi apoteker Indonesia serta selalu menengutamakan dan berpegang
teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya
Pasal 4
Seorang apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan dibidang
kesehatan pada umumnya dan bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya seorang apoteker harus menjauhkan diri
dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat
dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi
orang lain
Pasal 7
Seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya
Pasal 8
Seorang apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan
perundang-undangan dibidang kesehatan pada umunya dan dibidang farmasi pada
khususnya
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat. Menghormati hak azasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang apoteker harus memperlakukan teman teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati
untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik.
Pasal 12
Seorang apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama apoteker didalam memelihara
keluhuran martabat jabatan kefarmasian, saling mempercayai didalam menunaikan
tugasnya.
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai,
menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan
yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.
BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Seorang apoteker bersungguh sungguh menghayati dan mengamalkan kode
etik apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasian sehari-hari
Kesimpulan :
Kode etik profesi apoteker diatur dalam kongres :
Bab 1 membahas kewajiban umum dari seorang apoteker terdiri dari pasal 1-8
Bab 2 pasal 9 membahas mengenai kewajiban apoteker terhadap pasien
Bab 3 tercantum pada pasal 13 dan 14 membahas kewajiban apoteker terhadap
sejawat petuhas kesehatan lain
Bab 5 penutup tercantum pasal 15 yang membahas tentang seorang apoteker
bersungguh-sungguh dan menghayati kode etik apoteker dalam menjalankan
tugas kefarmasiannya sehari-hari
Jika seorang apoteker baik dengan sengaja maupun tidak sengaja melanggar atau
tidak mematuhi Kote Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan
menerima sanksi dari pemerintah, ikatan IAI dan mempertanggung jawabkannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku
BAB II
RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
Pasal 2
(2) Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digo-longkan menjadi:
a. psikotropika golongan I;
b. psikotropika golongan II;
c. psikotropika golongan III;
d. psikotropika golongan IV.
(3) Jenis -jenis psikotropika golongan I, psikotropika golongan II, psikotropika
golongan III, psikotropika golongan IV sebagai-mana dimaksud pada ayat (2)
untuk pertama kali ditetapkan dan dilampirkan dalam undang-undang ini,
yang merupakan bagian yang tak terpisahkan.
Pasal 4
(1) Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan.
(2) Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan.
(3) Selain penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), psikotropika
golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang.
BAB III
PRODUKSI
Pasal 6
Pasal 8
Pasal 12
Pasal 14
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 53
B. Narkotika
Menurut Undang-Undang Narkotika Nomor 35, 2009
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan diantaranya:
Pasal 6
1) Narkotika sebagai mana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam:
a. Narkotika Golongan I;
b. Narkotika Golongan II; dan
c. Narkotika Golongan III.
2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagai mana
dimaksud pada ayat (2) di atur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 8
1) Narkotika Golongan I di larang digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan.
2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk
reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan
persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Pasal 37
Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik
alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan
Peraturan Menteri
Pasal 53
Berdasarkan :
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20
TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN PENGGOLONGAN NARKOTIKA
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I
Terdapat 155 narkotika yang masuk dalam golongan I, 10 diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk
buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah
tanaman Papaver Somniferum L dengan atau tanpa mengalami pengolahan
sekedarnya untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan
kadar morfinnya.
3. Opium masak terdiri dari :
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan
pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian
dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud
mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah
candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
1. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
2. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk
serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui
perubahan kimia.
3. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat
diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
4. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
5. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian
dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau
bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.
6. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo
kimianya.
7. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN II
Terdapat 90 narkotika yang masuk ke dalam glongan II, beberapa diantaranya
adalah
a. ALFASETILMETADOL
b. ALFAMEPRODINA
c. ALFAMETADOL
d. ALFAPRODINA
e. ALFENTANIL
f. ALLILPRODINA
g. ANILERIDINA
h. ASETILMETADOL
i. BENZETIDIN
j. BENZILMORFINA
k. BETAMEPRODINA
l. BETAPRODINA
m. BETASETILMETADOL
n. DEKSTROMORAMIDA
o. DIAMPROMIDA
p. FENTANIL
q. MORIFNA
r. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafanelent lainnya
termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salahsatunya kodeina-Noksida
s. PETIDINA
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN III
Terdapat 15 narkotika yang masuk ke dalam golongan III, yaitu:
a. ASETILDIHIDROKODEINA
b. DEKSTROPROPOKSIFENA
c. DIHIDROKODEINA
d. ETILMORFINA
e. KODEINA.
f. NIKODIKODINA
g. NIKOKODINA
h. NORKODEINA
i. POLKODINA
j. PROPIRAM
k. BUPRENORFINA
l. CB 13, nama lain CRA 13 atau SAB-378
m. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas
n. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika
o. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika
C. Prekursor
- PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013
Pasal 1
Prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi
Industri Farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang
mengandung Efedrine, Pseudoephedrin, Norephedrin/Fenilpropanolamin,
Ergotamine, Ergometrine, atau Potassium Permanganat.
Pasal 2
a. Prekursor Farmasi terdiri atas Efedrine, Ergometrine, ergotamine
Norephedrin, Potassium Permanganat, dan Pseudoephedrine sebagaimana
yang dimaksud dalam Tabel 1 Lampiran Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 44 tahun 2010 tentang prekursor.
TABEL II
1. Acetone
2. Anthranilic Acid
3. Ethyl Ether
4. Hydrochloric Acid
5. Methyl Ethyl Ketone
6. Phenylacetic Acid
7. Piperidine
8. Sulphuric Acid
9. Toluene
Kesimpulan :
Narkotika merupakan obat atau bahan obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman sintesis maupun semi sintesis yang digunakan untuk
mengurangi nyeri, rasa sakit, perubahan kesadaran dan menyebabkan
ketergantungan. Narkotik dibagi menjadi 3 golongan yaitu golongan 1, 2, dan
3. Pada scenario yang termasuk narkotika golongan 3 yaitu codein.
Precursor merupakan zat atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan narkotika dan psikotropika. Pada skenario yang termasuk dalam
prekursor adalah Fenilpropanolamin.
Psikotropika merupakan zat atau bahan alami maupun sintesis yang bukan
narkotika dan berkhasiat sebagai psikoaktif. Terbagi atas 4 golongan. Pada
skenario yang termasuk pada psikotropika golongan 4 adalah Alprazolam
Obat-obat tertentu merupakan obat yang bekerja pada system saraf pusatt
yang biasa disalahgunakan yang dapat menyebabkan ketergantungan.
Terdiri dari 6 yaitu tramadol, triheksifenidil, amitriptilin, klorpromazin dan
haloperidol dan dekstrometorphan. Pada skenario yang termasuk pada obat-
obat tertentu adalah Dekstrometorphan dan clorpromazin.
Peraturan BPOM tahun 2018 tentang pengelolaan obat narkotika,
psikotropika dan precursor
1. Pengadaan
2. Penerimaan
3. Penyimpanan
4. Pelaporan
5. Penyerahan
6. Pengembalian
7. Pemusnahan
- PIL KB
Menurut InfoPom 2012
Cara Mengkonsumsi Kontrasepsi Oral
Pil KB Kombinasi
Di pasaran dikenal 2 jenis pil KB yaitu pil dengan kemasan 21 dan pil
dengan kemasan 28. Pil dengan kemasan 21 membutuhkan jeda waktu 7 hari
tanpa minum pil sebelum pengguna pil meneruskan minum pil dari kemasan
yang baru. Pil dengan kemasan 28 tidak membutuhkan jeda waktu 7 hari tanpa
minum pil sebelum pengguna pil meneruskan minum pil dari kemasan yang baru.
Minum pil harus dimulai pada saat menstruasi, untuk menjamin bahwa tidak
sedang terjadi kehamilan pada wanita tersebut. Pil pertama yang diminum pada
kemasan 28 haruslah pil yang ditandai dengan bagian yang diarsir pada bagian
belakang kemasan tablet. Untuk menghindarkan wanita terlupa minum pil,
sangat dianjurkan untuk minum pil pada jam yang sama setiap hari sesuai
dengan hari dan mengikuti tanda panah yang ada pada bagian belakang
kemasan tablet. Sangat dianjurkan untuk minum pil pada waktu yang sama
setiap harinya, agar perlindungan terhadap kehamilan dapat dimaksimalkan.
Jika terlupa minum pil :
- Lupa minum 1 pil: minum pil yang terlupa segera setelah teringat, dan minum
pil berikutnya sesuai jadwal. Contoh: pasien terbiasa minum pil jam 9 malam,
dan baru teringat jam 7 pagi keesokan harinya. Maka dianjurkan segera
minum pil yang terlupa pada jam 7 pagi, dan pada jam 9 malam minum pil
seperti biasa.
- Lupa minum 2 pil: minum 2 pil yang terlupa segera setelah teringat, dan hari
berikutnya minum 2 pil lagi. Selanjutnya minum pil sesuai jadwal. Contoh:
pasien terlupa minum pil pada hari Kamis dan Jum’at. Maka pada hari Sabtu
saat teringat, dianjurkan untuk segera minum 2 pil jatah hari Kamis dan
Jumat. Pada hari Minggu, sesuai jadwal, minum 2 pil jatah hari Sabtu dan
Minggu. Hari Senin dan seterusnya minum pil seperti biasa. Jika pasien
melakukan hubungan seksual dalam waktu 7 hari setelah terlupa minum pil,
jangan lupa menggunakan kondom
- Lupa minum 1 atau 2 pil pada saat sisa pil pada kemasan tablet kurang dari
7: minum pil yang terlupa segera setelah teringat, selanjutnya dianjurkan
minum pil seperti biasa, tetapi pada saat pil di kemasan tersebut habis:
Jika pasien minum pil kemasan 21: segera lanjutkan minum pil dari
kemasan baru tanpa jeda 7 hari
Jika pasien minum pil kemasan 28: buang 7 pil pertama yang pada bagian
belakang kemasannya diarsir dari kemasan baru dan lanjutkan minum pil
yang bagian belakang kemasannya tidak diarsir dari kemasan baru.
Jika melakukan hubungan seks dalam waktu 7 hari setelah terlupa minum pil,
dianjurkan jangan lupa gunakan kondom.
Mini Pil
Cara penggunaan mini pil ini adalah dengan diminum terus-menerus tanpa
ada 7 hari jeda. Bagi ibu yang ingin memberikan air susu eksklusif, dianjurkan
memulai minum mini pill pada minggu keenam setelah melahirkan. Sedangkan
bagi ibu yang tidak memberikan air susu eksklusif atau memberikan susu
formula bersama dengan ASI, maka dianjurkan mulai minum pil sejak minggu
ketiga setelah melahirkan. Jika melakukan hubungan seksual pada rentang
waktu 48 jam pertama setelah meminum mini pill, dianjurkan untuk
menggunakan kondom.
Seperti halnya pil, mini pill juga sangat dianjurkan diminum pada jam yang
sama setiap harinya.
Jika terlupa minum mini pil:
- 1 tablet: jika kurang dari 3 jam, dianjurkan segera minum pil yang terlupa.
Tablet berikutnya diminum seperti biasa.
- 1 tablet dan baru teringat lebih dari 3 jam kemudian, atau terlupa minum
lebih dari 1 tablet : dianjurkan minum pil terakhir yang terlupa, dan dosis
selanjutnya diminum seperti biasa. Hal ini bisa berarti minum 2 tablet dalam
satu hari. Jika melakukan hubungan seks pada rentang waktu 48 jam
pertama setelah meminum mini pill, dianjurkan untuk menggunakan kondom.
3 tablet atau lebih: kemungkinan telah terjadinya kehamilan harus
dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk meneruskan minum mini pil
- SUPPOSITORIA
Cara penggunaan Suppositoria
Menurut pedoman penggunaan obat bebas dan bebas terbatas, 2007
Cuci tangan, suppositoria dikeluarkan dari kemasan, suppositoria dibasahi
dengan air
Penderita berbaring dengan posisi miring dan suppositoria dimasukkan ke
dalam rectum
Masukkan suppositoria dengan cara bagian ujung suppositoria didorong
dengan ujung jari sampai melewati otot sfingter rektal; kira-kira ½ - 1 inch
pada bayo dan 1 inchi pada dewasa
Jika suppositoria terlalu lembek untuk dapat dimasukkan, maka sebelum
digunakan sediaan ditempatkan dalam lemari pendingin selama 30 menit
kemudia ditempatkan pada air mengalir sebelum kemasan dibuka
Setelah penggunaan suppositoria, tangan penderita dicuci bersih
Kesimpulan :
Pada skenario apoteker harus menjelaskan kepada pasien/keluarga pasien tentang
cara penggunaan obat tetes mata, obat KB, dan suppositoria. Agar pasien tidak
salah dalam menggunakan obat tersebut.
4. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan
yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola
hasil keputusan.
5. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan
informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi informasi
dan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan Obat.
6. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional
Development/CPD)
7. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan
informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan memanfaatkannya
dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian .
Kesimpulan :
Seorang apoteker dalam menjalankan perannya sebagai pemberi layanan,
dimana harus mampu berinteraksi dan memberikan pelayanan secara
berkesinambungan, sebagai pengambil keputusan, mempunyai kemampuan dalam
mengambil keputusan berdasarkan sumber yang efisien dan efektif. Sebagai
komunikator yaitu mampu berkomunikasi dengan pasien, teman sejawat maupun
profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Apoteker harus
mampu menjadi pemimpin dalam hal pengambilan keputusan dalam hal
berkelanjutan. Apoteker harus menjadi pengelola yang baik dalam memperdayakan
sumber daya manusia, anggaran dan informasi. Apoteker sebagai pembelajar dan
peneliti.
b) Q. S. Al-Qashash ayat 77
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.”
c) Q. S. Al-Baqarah ayat 233
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,
dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh
orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Dari ayat-ayat di atas bahwa petunjuk yang perlu dilandaskan dalam KB
antara lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak,
memperhitungkan biaya hidup berumah tangga
Dari hadits Shahih Bukhari. No 2537, menjelaskan bahwa suami istri harus
mempertimbangkan tentang kebutuhan rumah tangga ketika keduanya masih
hidup, jangan sampai anak-anak akan menjadi beban bagi orang lain. Dengan
demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.
Pasal 4
1) Obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan yang
mengandung bahan tertentu wajib mencantumkan informasi kandungan
bahan tertentu pada penandaan/label.
2) Selain informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk obat, obat
tradisional, dan suplemen makanan, yang mengandung bahan tertentu
yang berasal dari babi harus mencantumkan tanda khusus berupa
tulisan “Mengandung Babi” berwarna hitam dalam kotak berwarna
hitam di atas dasar putih, seperti contoh berikut:
MENGANDUNG BABI
3) Tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk obat yang
proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan tertentu yang
berasal dari babi harus mencantumkan tulisan “Pada proses
pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi.
4) Tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa tulisan berwarna
hitam dalam kotak dengan warna hitam di atas dasar putih, seperti
contoh berikut:
BAB III
KANDUNGAN ALKOHOL
Pasal 5
Kesimpulan :
Boleh berobat dengan menggunakan bahan haram apabila tidak ada jalan halal lain
yang bisa dipakai untuk mengobati. Pil Kb dapat digunakan tetapi dalam hal ingin
memberi jarak kelahiran antara anak yang satu dengan lainnya, dikatakan haram jika
tujuan penggunaannya tidak ingin berketurunan
Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pasal 3
1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
b. Pelayanan farmasi klinik.
2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Perencanaan;
b. Pengadaan;
c. Penerimaan;
d. Penyimpanan;
e. Pemusnahan;
f. Pengendalian; dan
g. Pencatatan dan pelaporan.
3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi;
a. Pengkajian resep;
b. Dispensing;
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
d. Konseing;
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care);
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
g. Monitoring Efek Samping (MESO);
Pasal 4
1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung
oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada
keselamatan pasien.
2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Sumber daya manusia; dan
b. Sarana dan prasarana
Pasal 5
1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus dilakukan
evaluasi mutu Pelayanan Kefarmasian.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi mutu Pelayanan Kefarmsian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Penjabaran :
Pengelolaan Sediaan Farmasi di Apotek, meliputi :
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai,
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
meliputi :
Perencanaan, dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
Pengadaan, untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka
pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Penerimaan, penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin
kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga
yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Penyimpanan
- Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam
hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi
yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat
nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
- Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
- Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
- Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
- Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out)
Pemusnahan;
- Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis
dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
- Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh
Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki
surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan
berita acara pemusnahan menggunakan.
- Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan
oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar
atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara
Pemusnahan Resep.
- Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
- Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh menteri.
Pengendalian, dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan.
Pencatatan dan Pelaporan, pencatatan dilakukan pada setiap proses
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu
stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan, terdiri dari pelaporan internal
dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan
untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan
laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat
untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran.
2. Pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan farmasi klinik meliputi :
Pengkajian Resep, kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi,
kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya
ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi
dokter penulis Resep
Dispensing, terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi
obat.
Pelayanan Informasi Obat (PIO), merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak
memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala
aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau
masyarakat. informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas
dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus,
rute dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan
alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui,
efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau
kimia dari Obat dan lain-lain.
Konseling, merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan
pasien
Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care), melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
Pemantauan Terapi Obat (PTO),proses yang memastikan bahwa
seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau
dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO), merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi
fisiologis.
Meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai. Pelayanan dalam klinik. Tujuan pelayanan standard kefarmasian yaitu untuk
meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hokum bagi tenaga
kefarmasian (apoteker), dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat
yang tidak rasional.
a. Pengkajian resep
b. Dispensing
c. PIO
d. Konseling
e. Pelayanan kefarmasian dirumah
f. Pemantauan terapi obat
g. Monitoring efek samping oba
Tahapan Konseling
a. Menurut Permenkes no. 73 tahun 2016
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dan pasien
2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three
Prime Questions, yaitu:
a) Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?
b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat
anda?
c) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan
setelah anda menerima terapi obat tersebut?
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat.
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien.
2. Konseling
Harus mempertimbangkan ketetapan penentuan indikai
Ketetapan pemilihan obat
Ketetapan penggunaan obat
Kriteria pasien diberikan konseling :
a. Jika pasien terapi penyakit kronis dan pengobatan jangka panjang (DM,
HIV/AIDS, TBC)
b. Jika obatnya dalam bentuk tertentu, misalnya suppositoria, inhaler, dan
insulin injeksi
c. Jika pasien tingkat kepatuhan pengobatannya rendah contohnya lansia
d. Jika pengobatan terapi sempit contohnya digoksin
e. Jika mendapatkan obat-obatan kombinasi atau polifarmasi
f. Jika mendapatkan obat-obatan kombinasi atau polifarmasi
Tahap ketiga :
a. Apoteker harus menjelaskan tentang penggunaan obat yng didaptkan
oleh pasien
b. Memverifikasi pengobatannya apakah paham atau tidak
PIO adalah kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam memberikan informasi
dengan tidak memihka dan
9. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang polifarmasi obat pada skenario.
Menurut Tatro, 2015
Polifarmasi berrati pemakaian banyak obat sekaligus oleh seorang pasien lebih
dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan perkiraan.
Polifarmasi dapat meningkatkan risiko interaksi obat-obat atau obat-penyakit.
Berdasarkan tingkat keparahannya, terjadinya interaksi dikelompokan menjadi
interaksi minor (efek ringan/dapat diatasi dengan baik), interaksi moderat (efek
sedang/dapat menyebabkan kerusakan organ), dan interaksi mayor (efek
fatal/dapat menyebabkan kematian)
Pasal 21
(1) Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat bermerk dagang, maka
Apoteker dapat mengganti obat merk dagang dengan obat generik yang sama
komponen aktifnya atau obat merk dagang lain atas persetujuan dokter
dan/atau pasien
(2) Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien tidak
mampu menebus obat yang di dalam Resep, Apoteker dapat mengganti obat
setelah berkonsultasi dengan dokter penulis Resep untuk pemilihat obat lain.
Pada skenario, Apoteker mengganti obat parnaparin injeksi dengan
fondaparinux injeksi.
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, 2014
Sampai dengan 31 Desember 2013, tercatat hanya 3 obat yang mengandung
babi yaitu obat yang mengandung heparin molekul rendah, berdasarkan
database nomor izin edar yang telah dikeluarkan BPOM. Ketiga obat itu adalah
Lovenox injeksi mengandung Enoxaparin Sodium, didaftarkan oleh PT.
Aventis Indonesia, NIE DKI 0185600143A1; Fraxiparin injeksi, mengandung
Nadroparin Calcium, didaftarkan oleh PT. Glaxo Welcome Indonesia, NIE DKI
0585100343A1; dan Fuluxum injeksi, mengandung Parnaparin Sodium,
didaftarkan oleh PT. Pratapa Nirmala, NIE DKI 0697600443A1.
Kesimpulan :
Apoteker bisa mengganti obat bermerek dagang ke generic jika pasien menginginkan
karena ingin yang lebih murah. Apoteker dapat mengganti obat yang diminta pasien
apabila telah disetujui oleh dokter dan atau pasien tersebut.
Tambahan :
1. Mahasiswa harus mampu memahami tentang obat bebas & obat bebas
terbatas
Jawab :
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
949/Menkes/Per/VI/2000
Penggolongan Obat
Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi
berwarna hitam.
Peratuan daerah Tingkat II tangerang yakni Perda Nomor 12 Tahun1994 tentang
izin Pedagang Eceran Obat memuat pengertian obat bebas adalah obat yang
dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam
daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah
terdaftar di Depkes RI.
Contoh : Minyak Kayu Putih, Tablet Parasetamol, tablet Vitamin C, B Compleks
Sebelum menggunakan obat, termasuk obat bebas dan bebas terbatas harus
diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat dan aman. Informasi tersebut dapat
diperbolehkan dari etiket atau brosur pada kemasan obat bebas dan bebas terbatas.
Pertanyaan Kelompok :
1. Bagaimana peran apoteker dalam memberikan swamedikasi/ konseling kepada
pasien yang memiliki keterbatasan fisik terutama tuna rungu?
(Sitti Hajar, Kelompok 3)
Jawab :
Menurut Institusi dan Teknologi Nasional Jakarta tahun 2012 tentang
Komunikasi Pasien dengan Farmasi
Untuk pasien seperti ini, volume suara harus ditingkatkan unruk memperjelas
komunikasi dan mengurangi tempo laju bicara sehingga pasien tersebut dapat
mendengar informasi dengan baik dan jelas , tetapi bukan berarti berteriak disaat
berbicara. Atau kita dapat menjelaskan cara penggunaan obat melalui keluarga
pasien.
2. Apa pendapat kelompok anda tentang pemberian OWA sesuai scenario karena
dalam scenario pemberiannnya tidak sesuai peraturan ?
(Firgina Gobel, Kelompok 9)
Jawab :
- Obat Wajib Apotek No.2 Berdasarkan Kemenkes no 924 tahun 1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
Pemberian maksimal Omeprazole yaitu 7 tablet
Pemberian maksimal Ibuprofen yaitu 10 tablet
- Obat Wajib Apotek No 3 Berdasarkan Kemenkes no 1176 tahun 1999 tentang Daftra
Obat Wajib Apotek No. 3
Pemberian maksimal Allupurinol yaitu 10 tablet
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2015, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan RI, 1990. Keputusan Menteri Kesehatan No.
347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, Jakarta.
Herdaningsih, Muhtad, Keri, L Nurul, A 2016, Potensi Interaksi Obat-Obat pada Resep
Polifarmasi: Studi Retrospektif pada Salah Satu Apotek di Kota Bandung, Jurnal
farmasi Klinik Indonesia Vo.5 no.4
Kode Etik Apoteker Indonesia tahun 2014 dan Implemetasi Jabaran Kode Etik
Peraturan BPOM nomor 4 tahun 2018 “Pengawasan golongan obat, bahan obat,
narkotika, psikotropika dan precursor farmasi di fasilitasi pelayanan kefarmasian”
Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas 2007 & Pedoman Konseling
Pelayanan Kefarmasian Di Sarana Kesehatan 2007
Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Sarana Kesehatan 2007
Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas 2007 dan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor: 347/ Menkes/ Sk/ Vli/ 1990 Tentang Obat Wajib Apotik
Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor 7
tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan obat-obat tertentu yang sering
disalahgunakan
Republik Indonesia, 2016, Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Jakarta
Sari, E 2019, Keluarga Berencana Prespektif Ulama Hadis, Jurnal Sosial & Budaya
Syar-i, Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran palembang,Indonesia.
Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika.