Anda di halaman 1dari 49

Tugas BLOK IDI

HASIL PEMBELAJARAN
HASIL DISKUSI

NAMA : NUR AISYIA ELFI SAFITRI


STAMBUK : 15120190142
KELOMPOK : V (LIMA)

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
MAKASSAR
2020
1. Mahasiswa mampu memahami tentang DOWA
Owa adalah obat keras yg dapat diserahkan apt ke pasien tanpa adanya
resep dari dokter.
Menurut Daftar Obat WAjib Apotik KEPMENKES Tahun 1990
DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.1
JUMLAH TIAP JENIS
NAMA OBAT
OBAT PER PASIEN
1. Aminofilin Supp. maks 3 supp.
maks 20 tab
2. Asam Mefenamat
sirup 1 botol
4. Asetilsistein maks 20 dus
5. Astemizole maks 1 tab
6. Betametason maks 1 tube
7. Bisakodil Supp. maks 3 supp.
maks 20 tab
8. Bromhexin
sirup 1 botol
10. Desoksimetason maks 1 tube
11. Dexchlorpheniramine
maks 1 tab
maleat
12. Difluocortolon maks 1 tube
13. Dimethinden maleat maks 1 tab
14. Ekonazol maks 1 tube
15. Eritromisin maks 1 botol
16. Framisetna SO4 maks 2 lembar
17. Fluokortolon maks 1 tube
18. Fopredniliden maks 1 tube
19. Gentamisin SO4 maks 1 tube
20. Glafenin maks 20 tab
21. Heksakklorofene maks 1 botol
22. Hexetidine maks 1 botol
23. Hidrokortison maks 1 tube
24. Hidroquinon maks 1 tube
25. Hidroquinon dgn PABA maks 1 tube
26. Homochlorcyclizin HCl maks 1 tab
maks 20 tab
27. Karbosistein
sirup 1 botol
maks 10 tab
29. Ketotifen
sirup 1 botol
31. Kloramfenikol maks 1 tube
32. Lidokain HCl maks 1 tube
33. Linestrenol 1 siklus
maks 6 tab
34. Mebendazol
sirup 1 botol
36. Mebhidrolin maks 20 tab
37. Metampiron maks 20 tab

Menurut Daftar Obat WAjib Apotik KEPMENKES Tahun 1993


DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.2

JUMLAH TIAP JENIS OBAT


NAMA OBAT
PER PASIEN
1. Albendazol tab 200mg, 6 tab
tab 400mg, 3 tab
3. Bacitracin 1 tube
4. Benorilate 10 tablet
5. Bismuth subcitrate 10 tablet
6. Carbinoxamin 10 tablet
7. Clindamicin 1 tube
8. Dexametason 1 tube
9. Dexpanthenol 1 tube
10. Diclofenac 1 tube
11. Diponium 10 tablet
12. Fenoterol 1 tabung
13. Flumetason 1 tube
14. Hydrocortison butyrate 1 tube
15. Ibuprofen tab 400 mg, 10 tab
tab 600 mg, 10 tab
17. Isoconazol 1 tube
18. Ketokonazole kadar <2%
krim 1 tube
scalp sol. 1 btl
21. Levamizole tab 50 mg, 3 tab
22. Methylprednisolon 1 tube
23. Niclosamide tab 500mg, 4 tab
24. Noretisteron 1 siklus
25. Omeprazole 7 tab
26. Oxiconazole kadar<2%,>
27. Pipazetate sirup 1 botol
28. Piratiasin Kloroteofilin 10 tablet
29. Pirenzepine 20 tablet
30. Piroxicam 1 tube
31. Polymixin B Sulfate 1 tube
32. Prednisolon 1 tube
33. Scopolamin 10 tablet
34. Silver Sulfadiazin 1 tube
35. Sucralfate 20 tablet
36. Sulfasalazine 20 tablet
37. Tioconazole 1 tube
38. Urea 1 tube

Menurut Daftar Obat WAjib Apotik KEPMENKES Tahun 1990


DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.3

JUMLAH TIAP JENIS OBAT


NAMA OBAT
PER PASIEN

1. Alopurinol maks 10 tab 100mg


2. Aminofilin supositoria maks 3 supositoria
3. Asam Azeleat maks 1 tube 5g
4. Asam Fusidat maks 1 tube 5g
maks 20 tab
5. Bromheksin
sirup 1 botol
7. Diazepam maks 20 tab
8. Diklofenak natrium maks 10 tab 25mg
9. Famotidin maks 10 tab 20mg/40mg
maks 1 tube 5 gr atau botol 5
10. Gentamisin
ml
11. Glafenin maks 20 tab
12. Heksetidin maks 1 botol
13. Klemastin Maks 10 tab
maks 1 tube 5 gr atau botol
14. Kloramfenikol (Obat Mata)
5ml
15. Kloramfenikol (Obat
maks 1 botol 5ml
Telinga)
maks 6 tab
16. Mebendazol
sirup 1 botol
18. Metampiron +
maks 20 tab
Klordiazepoksid
19. Mequitazin maks 10 tab atau botol 60ml
20. Motretinida maks 1 tube 5g
21. Orsiprenalin maks 1 tube inhaler
22. Piroksikam maks 10 tab 10mg
23. Prometazin teoklat maks 10 tab atau botol 60ml
24. Ranitidin maks 10 tab 150mg
25. Satirizin maks 10 tab
26. Siproheptadin maks 10 tab
27. Toisiklat maks 1 tube 5g
28. Tolnaftat maks 1 tube
29. Tretinoin maks 1 tube 5g

Kesimpulan :
OWA adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep dokter
dalam jumlah tertentu. Menurut daftar OWA tahun 1990, OWA 1 pada skenario
adalah kontrasepsi oral. OWA 2 (nomor 925 tahun 1993) pada skenario adalah
ibuprofen yang bisa diberikan maksimal 10 tablet (1 strip) dan omeprazole
sebanyak 7 tablet, dan OWA 3 (nomor 1776) pada skenario adalah allopurinol
yang bisa diberikan maksimal sebanyak 10 tablet (1 strip) tetapi setelah
berkonsultasi dengan dokter. Menurut permenkes tahun 1993 obat yang dapat
diserahkan tanpa resep yaitu :
 Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan
orang tua diatas 65 tahun
 Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko kelanjutn
penyakit
 Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan
 Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia
Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat kemanan yang dapat
dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kode etik profesi


apoteker.
Menurut Kode Etik Apoteker Indonesia 2009.
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Seorang apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah/ janji apoteker.

Pasal 2
Seorang apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati
dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai
kompetensi apoteker Indonesia serta selalu menengutamakan dan berpegang
teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya
Pasal 4
Seorang apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan dibidang
kesehatan pada umumnya dan bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya seorang apoteker harus menjauhkan diri
dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat
dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi
orang lain
Pasal 7
Seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya

Pasal 8
Seorang apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan
perundang-undangan dibidang kesehatan pada umunya dan dibidang farmasi pada
khususnya
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat. Menghormati hak azasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang apoteker harus memperlakukan teman teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati
untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik.
Pasal 12
Seorang apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama apoteker didalam memelihara
keluhuran martabat jabatan kefarmasian, saling mempercayai didalam menunaikan
tugasnya.
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai,
menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan
yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.
BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Seorang apoteker bersungguh sungguh menghayati dan mengamalkan kode
etik apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasian sehari-hari

Kesimpulan :
Kode etik profesi apoteker diatur dalam kongres :
 Bab 1 membahas kewajiban umum dari seorang apoteker terdiri dari pasal 1-8
 Bab 2 pasal 9 membahas mengenai kewajiban apoteker terhadap pasien
 Bab 3 tercantum pada pasal 13 dan 14 membahas kewajiban apoteker terhadap
sejawat petuhas kesehatan lain
 Bab 5 penutup tercantum pasal 15 yang membahas tentang seorang apoteker
bersungguh-sungguh dan menghayati kode etik apoteker dalam menjalankan
tugas kefarmasiannya sehari-hari
Jika seorang apoteker baik dengan sengaja maupun tidak sengaja melanggar atau
tidak mematuhi Kote Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan
menerima sanksi dari pemerintah, ikatan IAI dan mempertanggung jawabkannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan peraturan undang-undang


mengenai narkotika dan psikotropika precursor dan obat-obat tertentu.
A. Psikotropika
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 Tahun 1997

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku
BAB II
RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
Pasal 2
(2) Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digo-longkan menjadi:
a. psikotropika golongan I;
b. psikotropika golongan II;
c. psikotropika golongan III;
d. psikotropika golongan IV.
(3) Jenis -jenis psikotropika golongan I, psikotropika golongan II, psikotropika
golongan III, psikotropika golongan IV sebagai-mana dimaksud pada ayat (2)
untuk pertama kali ditetapkan dan dilampirkan dalam undang-undang ini,
yang merupakan bagian yang tak terpisahkan.

Pasal 4
(1) Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan.
(2) Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan.
(3) Selain penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), psikotropika
golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang.

BAB III
PRODUKSI
Pasal 6

Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses


produksi.

Pasal 8

Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan


Pasal 10

Setiap pengangkutan dalam rangka peredaran psikotropika, wajib dilengkapi


dengan dokumen pengangkutan psikotropika.

Pasal 12

1. Penyaluran psikotropika dala rangka peredaran sebagaimana dimaksud


dalam pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar
farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah.
2. Penyaluran psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan oleh :
a. Pabrik bat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit dan lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan.
b. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek,
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah , rumah sakit, dan
lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah kepada rumah sakit
pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan pemerintah.
3. Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan
pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan.

Pasal 14

1. Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaskud


dalam pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas,
balai pengobatan dan doter.
2. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek
lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada
pengguna/pasien.
3. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas
sebagaimana dimaskud pada ayat (1) dilakukan kepada pengguna/pasien
4. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai
pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) dilaksanakan
berdasarkan resep dokter.
5. Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan dalam hal :
a. Menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat
c. Menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada apotek
6. Psikoktropika yang diserahkan doter sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
hanya dapat diperoleh dari apotek.

Pasal 50

(2) Dalam rangka pengawasan, pemerintah berwenang :


a. melaksanakan pemeriksaan setempat dan/atau pengambilan contoh pada
sarana produksi, penyaluran, pengangkutan, penyimpanan, sarana
pelayanan kesehatan dan fasilitas rehabilitasi;
b. meemeriksa surat dan/atau dokumen berkaitana dengan kegiatan di
bidang psikotropika
c. melakukan pengamanan terhadap psikotropika yang tidak memenuhi
standar dan persyaratan; dan
d. melaksanakan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan.

Pasal 51

1. Dalam rangka pengawasan, menteri berwenang mengambil tindakan


administrative terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas,
balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian, dan/atau lembaga pendidikan,
dan fasilitas yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-
undang ini.
2. Tindakan administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Penghentian sementara kegiatan;
d. Denda administrative
e. Pencabuan izin praktik

Pasal 53

1. Pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal :


a. Berhubungan dengan tindak pidana;
b. Diproduksi tanpa memenuhi standard an persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika;
c. Kadaluwarsa
d. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
2. Pemusnahan psikotropika sebagaimana dimaksud :
b. pada ayat (1) butir a, khusus golongan I, wajib dilaksanakan paling lambat
7 (tujuh) hari setelah dilakukan penyitaan.

- Menurut permenkes RI nomor 3 tahun 2017


Daftar psikotropika golongan II

No. Nama Lazim Nama Kimia


1. AMINEPTINA Asam 7-[(10,11-dihidro-5H-dibenzo[a,d]-
siklohepten-5-il)amino] heptanoat
2. METILFENIDAT Metil-alfa-fenil-2-piperidina asetat
3. SEKOBARBITAL Asam 5-alil-5-(1-metilbutil) barbiturat
Daftar psikotropika golongan IV

No. Nama Lazim Nama Kimia


1. ALLOBARBITAL Asam 5,5-dialilbarbiturat
2. ALPRAZOLAM 8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]
benzodiazepina
3. AMFEPRAMONA, 2-(Dietilamino)propiofenon
nama lain
Dietilpropion
4. AMINOREKS 2-Amino-5-fenil-2-oksazolina
5. BARBITAL Asam 5,5-dietilbarbiturat
6. BENZFETAMINA N-Benzil-N-α-dimetilfenetilamina
7. BROMAZEPAM 7-Bromo-1,3-dihidro-5-(2-piridil)-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
8. BROTIZOLAM 2-Bromo-4-(o-klorofenil)-9-metil-6H-tieno[3,2-f]-s-
triazolo[4,3-a][1,4]diazepina
9. BUTOBARBITAL Asam 5-butil-5-etilbarbiturat
10. DELORAZEPAM 7-Kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
11. DIAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
No. Nama Lazim Nama Kimia
12. ESTAZOLAM 8-Kloro-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]
benzodiazepina
13. ETIL AMFETAMINA, N-Etil-α- metilfenetilamina
nama lain
N-Etilamfetamina
14. ETIL LOFLAZEPAT Etil 7-kloro-5-(o-fluorofenil)-2,3-dihidro-2-okso-1H-1,4-
benzodiazepina-3-karboksilat
15. ETINAMAT 1-Etinilsikloheksanolkarbamat
16. ETKLORVINOL 1-Kloro-3-etil-1-penten-4-in-3-ol
17. FENCAMFAMINA N-Etil-3-fenil-2-norbornanamina
18. FENDIMETRAZINA (+)-(2S,3S)-3,4-Dimetil-2-fenilmorfolina
19. FENOBARBITAL Asam 5-etil-5-fenilbarbiturat
20. FENPROPOREKS (±)-3-[(α-Metilfeniletil)amino] propionitril
21. FENTERMINA α,α-Dimetilfenetilamina
22. FLUDIAZEPAM 7-Kloro-5-(o-fluorofenil)-1,3-dihidro-1-metil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
23. FLURAZEPAM 7-Kloro-1-[2-(dietilamino)etil]-5-(o-fluorofenil)-1,3-
dihidro-2H-1,4 benzodiazepin-2-on
24. HALAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-5-fenil-1-(2,2,2-trifluoroetil)-2H-1,4
benzodiazepin-2-on
25. HALOKSAZOLAM 10-Bromo-11b-(o-fluorofenil)-2,3,7,11b-
tetrahidrooksazolo[3,2d][1,4]benzodiazepin-6(5H)-on
26. KAMAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-1-metil-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on dimetikarbamat (ester)
27. KETAZOLAM 11-Kloro-8,12b-dihidro-2,8-dimetil-12b-fenil-4H-
[1,3]oksazino[3,2-d][1,4]
benzodiazepin-4,7(6H)-dion
28. KLOBAZAM 7-Kloro-1-metil-5-fenil-1H-1,5-benzodiazepin-
2,4(3H,5H)-dion
29. KLOKSAZOLAM 10-Kloro-11b-(o-klorofenil)-2,3,7,11b-tetrahidro-
oksazolo-[3,2d][1,4]benzodiazepin-6(5H)-on
No. Nama Lazim Nama Kimia
30. KLONAZEPAM 5-(o-Klorofenil)-1,3-dihidro-7-nitro-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
31. KLORAZEPAT Asam 7-kloro-2,3-dihidro-2-okso-5-fenil-1H-1,4-
benzodiazepina-3-karboksilat
32. KLORDIAZEPOKSID 7-Kloro-2-(metilamino)-5-fenil-3H-1,4-benzodiazepina-
A 4-oksida
33. KLOTIAZEPAM 5-(o-Klorofenil)-7-etil-1,3-dihidro-1-metil-2H-tieno[2,3-
e]-1,4-diazepin-2-on
34. LEFETAMINA, (-)-N,N-Dimetil-1,2-difeniletilamina
nama lain SPA
35. LOPRAZOLAM 6-(o-Klorofenil)-2,4-dihidro-2-[(4-metil-1-
piperazinil)metilen]-8-nitro-1H-imidazo[1,2-a]
[1,4]benzodiazepin-1-on
36. LORAZEPAM 7-Kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-3-hidroksi-2H-1,4-
bonzodiazepin-2-on
37. LORMETAZEPAM 7-Kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-3-hidroksi-1-metil-
2H-1,4-benzodiazepin-2-on
38. MAZINDOL 5-(p-Klorofenil)-2,5-dihidro-3H-imidazo[2,1-a]isoindol-
5-ol
39. MEDAZEPAM 7-Kloro-2,3-dihidro-1-metil-5-fenil-1H-1,4-
benzodiazepina
40. MEFENOREKS N-(3-Kloropropil)-α-metilfenetilamina
41. MEPROBAMAT 2-Metil-2-propil-1,3 propanadioldikarbamat
42. MESOKARB 3-(α-Metilfenetil)-N-(fenilkarbamoil) sidnonimina
43. METILFENOBARBITA Asam 5-etil-1-metil-5-fenilbarbiturat
L
44. METIPRILON 3,3-Dietil-5-metil-2,4-piperidina-dion
45. MIDAZOLAM 8-Kloro-6-(o-fluorofenil)-1-metil-4H-imidazo[1,5-a][1,4]
benzodiazepina
46. NIMETAZEPAM 1,3-Dihidro-1-metil-7-nitro-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
47. NITRAZEPAM 1,3-Dihidro-7-nitro-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
48. NORDAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
No. Nama Lazim Nama Kimia
49. OKSAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
50. OKSAZOLAM 10-Kloro-2,3,7,11b-tetrahidro-2-metil-11b-
feniloksazolo[3,2-d][1,4]benzodiazepin-6(5H)-on
51. PEMOLINA 2-Amino-5-fenil-2-oksazolin-4-on
52. PINAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-5-fenil-1-(2-propinil)-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
53. PIPRADROL 1,1-Difenil-1-(2-piperidil) metanol
54. PIROVALERONA 4’-Metil-2-(1-pirolidinil) valerofenon
55. PRAZEPAM 7-Kloro-1-(siklopropilmetil)-1,3-dihidro-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
56. SEKBUTABARBITAL Asam 5-sek-butil-5-etilbarbiturat
57. TEMAZEPAM 7-Kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-1-metil-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
58. TETRAZEPAM 7-Kloro-5-(1-sikloheksen-1-il)-1,3-dihidro-1-metil-2H-
1,4-benzodiazepin-2-on
59. TRIAZOLAM 8-Kloro-6-(o-klorofenil)-1-metil-4H-s-triazolo[4,3-a]
[1,4] benzodiazepina
60. VINILBITAL Asam 5-(1-metilbutil)-5-vinilbarbiturat
61. ZOLPIDEM N,N,6-Trimetil-2-p-tolilimidazo[1,2-a]piridina-3-
asetamida
62. FENAZEPAM 7-Bromo-5-(2-klorofenil)-1,3-dihidro-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on

B. Narkotika
Menurut Undang-Undang Narkotika Nomor 35, 2009
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan diantaranya:

Pasal 6
1) Narkotika sebagai mana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam:
a. Narkotika Golongan I;
b. Narkotika Golongan II; dan
c. Narkotika Golongan III.
2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagai mana
dimaksud pada ayat (2) di atur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 8
1) Narkotika Golongan I di larang digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan.
2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk
reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan
persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Pasal 37
Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik
alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan
Peraturan Menteri
Pasal 53

1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter


dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah
terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan :
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20
TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN PENGGOLONGAN NARKOTIKA
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I
Terdapat 155 narkotika yang masuk dalam golongan I, 10 diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk
buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah
tanaman Papaver Somniferum L dengan atau tanpa mengalami pengolahan
sekedarnya untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan
kadar morfinnya.
3. Opium masak terdiri dari :
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan
pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian
dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud
mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah
candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
1. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
2. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk
serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui
perubahan kimia.
3. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat
diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
4. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
5. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian
dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau
bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.
6. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo
kimianya.
7. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN II
Terdapat 90 narkotika yang masuk ke dalam glongan II, beberapa diantaranya
adalah
a. ALFASETILMETADOL
b. ALFAMEPRODINA
c. ALFAMETADOL
d. ALFAPRODINA
e. ALFENTANIL
f. ALLILPRODINA
g. ANILERIDINA
h. ASETILMETADOL
i. BENZETIDIN
j. BENZILMORFINA
k. BETAMEPRODINA
l. BETAPRODINA
m. BETASETILMETADOL
n. DEKSTROMORAMIDA
o. DIAMPROMIDA
p. FENTANIL
q. MORIFNA
r. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafanelent lainnya
termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salahsatunya kodeina-Noksida
s. PETIDINA
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN III
Terdapat 15 narkotika yang masuk ke dalam golongan III, yaitu:
a. ASETILDIHIDROKODEINA
b. DEKSTROPROPOKSIFENA
c. DIHIDROKODEINA
d. ETILMORFINA
e. KODEINA.
f. NIKODIKODINA
g. NIKOKODINA
h. NORKODEINA
i. POLKODINA
j. PROPIRAM
k. BUPRENORFINA
l. CB 13, nama lain CRA 13 atau SAB-378
m. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas
n. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika
o. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika
C. Prekursor
- PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013
Pasal 1
Prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi
Industri Farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang
mengandung Efedrine, Pseudoephedrin, Norephedrin/Fenilpropanolamin,
Ergotamine, Ergometrine, atau Potassium Permanganat.

Pasal 2
a. Prekursor Farmasi terdiri atas Efedrine, Ergometrine, ergotamine
Norephedrin, Potassium Permanganat, dan Pseudoephedrine sebagaimana
yang dimaksud dalam Tabel 1 Lampiran Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 44 tahun 2010 tentang prekursor.

- PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN


2010 TENTANG PREKURSOR
Pasal 1 (ayat 1)
Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika.
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2010
GOLONGAN DAN JENIS PREKURSOR
TABEL I
1. Acetic Anhydride
2. N-Acetylantharanilic Acid
3. Ephedrine
4. Ergometrine
5. Ergotamine
6. Isosafrole
7. Lysergic Acid
8. 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone
9. Norephedrine
10. 1-Phenyl-2-Propanone
11. Piperonal
12. Potassium Permanganat
13. Pseudoephedrine
14. Safrole

TABEL II
1. Acetone
2. Anthranilic Acid
3. Ethyl Ether
4. Hydrochloric Acid
5. Methyl Ethyl Ketone
6. Phenylacetic Acid
7. Piperidine
8. Sulphuric Acid
9. Toluene

Kesimpulan :
 Narkotika merupakan obat atau bahan obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman sintesis maupun semi sintesis yang digunakan untuk
mengurangi nyeri, rasa sakit, perubahan kesadaran dan menyebabkan
ketergantungan. Narkotik dibagi menjadi 3 golongan yaitu golongan 1, 2, dan
3. Pada scenario yang termasuk narkotika golongan 3 yaitu codein.
 Precursor merupakan zat atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan narkotika dan psikotropika. Pada skenario yang termasuk dalam
prekursor adalah Fenilpropanolamin.
 Psikotropika merupakan zat atau bahan alami maupun sintesis yang bukan
narkotika dan berkhasiat sebagai psikoaktif. Terbagi atas 4 golongan. Pada
skenario yang termasuk pada psikotropika golongan 4 adalah Alprazolam
 Obat-obat tertentu merupakan obat yang bekerja pada system saraf pusatt
yang biasa disalahgunakan yang dapat menyebabkan ketergantungan.
Terdiri dari 6 yaitu tramadol, triheksifenidil, amitriptilin, klorpromazin dan
haloperidol dan dekstrometorphan. Pada skenario yang termasuk pada obat-
obat tertentu adalah Dekstrometorphan dan clorpromazin.
 Peraturan BPOM tahun 2018 tentang pengelolaan obat narkotika,
psikotropika dan precursor
1. Pengadaan
2. Penerimaan
3. Penyimpanan
4. Pelaporan
5. Penyerahan
6. Pengembalian
7. Pemusnahan

4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penggunaan obat khusus


- TETES MATA
Menurut Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan,
2007
 Cuci tangan sebelum memegang obat
 Periksa apakah ujung botol tidak tersumbat
 Hindari memegang ujung penetes atau menyentuhkan ke mata
 Miringkan kepala kebelakang, tarik kelopak mata kebawah sampai
 terbentuk kantung mata.
 Teteskan obat sesuai dosis
 Tutup mata sekitar 2 – 3 menit.
 Tutup botol dengan baik setelah digunakan
Menurut Pedoman Penggunaan Obat bebas dan obat Bebas Terbatas, 2007
Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Mata
 Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata)
dan selalu ditutup rapat setelah digunakan.
 Untuk glaukoma atau inflamasi, petunjuk penggunaan yang tertera pada
kemasan harus diikuti dengan benar.
 Cara penggunaan adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari
telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka
kantung konjungtiva, obat diteteskan pada kantung konjungtiva dan mata
ditutup selama 1-2 menit, jangan mengedip.
 Ujung mata dekat hidung ditekan selama 1-2 menit
 Cuci tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada
tangan

- PIL KB
Menurut InfoPom 2012
Cara Mengkonsumsi Kontrasepsi Oral
Pil KB Kombinasi
Di pasaran dikenal 2 jenis pil KB yaitu pil dengan kemasan 21 dan pil
dengan kemasan 28. Pil dengan kemasan 21 membutuhkan jeda waktu 7 hari
tanpa minum pil sebelum pengguna pil meneruskan minum pil dari kemasan
yang baru. Pil dengan kemasan 28 tidak membutuhkan jeda waktu 7 hari tanpa
minum pil sebelum pengguna pil meneruskan minum pil dari kemasan yang baru.
Minum pil harus dimulai pada saat menstruasi, untuk menjamin bahwa tidak
sedang terjadi kehamilan pada wanita tersebut. Pil pertama yang diminum pada
kemasan 28 haruslah pil yang ditandai dengan bagian yang diarsir pada bagian
belakang kemasan tablet. Untuk menghindarkan wanita terlupa minum pil,
sangat dianjurkan untuk minum pil pada jam yang sama setiap hari sesuai
dengan hari dan mengikuti tanda panah yang ada pada bagian belakang
kemasan tablet. Sangat dianjurkan untuk minum pil pada waktu yang sama
setiap harinya, agar perlindungan terhadap kehamilan dapat dimaksimalkan.
Jika terlupa minum pil :
- Lupa minum 1 pil: minum pil yang terlupa segera setelah teringat, dan minum
pil berikutnya sesuai jadwal. Contoh: pasien terbiasa minum pil jam 9 malam,
dan baru teringat jam 7 pagi keesokan harinya. Maka dianjurkan segera
minum pil yang terlupa pada jam 7 pagi, dan pada jam 9 malam minum pil
seperti biasa.
- Lupa minum 2 pil: minum 2 pil yang terlupa segera setelah teringat, dan hari
berikutnya minum 2 pil lagi. Selanjutnya minum pil sesuai jadwal. Contoh:
pasien terlupa minum pil pada hari Kamis dan Jum’at. Maka pada hari Sabtu
saat teringat, dianjurkan untuk segera minum 2 pil jatah hari Kamis dan
Jumat. Pada hari Minggu, sesuai jadwal, minum 2 pil jatah hari Sabtu dan
Minggu. Hari Senin dan seterusnya minum pil seperti biasa. Jika pasien
melakukan hubungan seksual dalam waktu 7 hari setelah terlupa minum pil,
jangan lupa menggunakan kondom
- Lupa minum 1 atau 2 pil pada saat sisa pil pada kemasan tablet kurang dari
7: minum pil yang terlupa segera setelah teringat, selanjutnya dianjurkan
minum pil seperti biasa, tetapi pada saat pil di kemasan tersebut habis:
 Jika pasien minum pil kemasan 21: segera lanjutkan minum pil dari
kemasan baru tanpa jeda 7 hari
 Jika pasien minum pil kemasan 28: buang 7 pil pertama yang pada bagian
belakang kemasannya diarsir dari kemasan baru dan lanjutkan minum pil
yang bagian belakang kemasannya tidak diarsir dari kemasan baru.
Jika melakukan hubungan seks dalam waktu 7 hari setelah terlupa minum pil,
dianjurkan jangan lupa gunakan kondom.
Mini Pil
Cara penggunaan mini pil ini adalah dengan diminum terus-menerus tanpa
ada 7 hari jeda. Bagi ibu yang ingin memberikan air susu eksklusif, dianjurkan
memulai minum mini pill pada minggu keenam setelah melahirkan. Sedangkan
bagi ibu yang tidak memberikan air susu eksklusif atau memberikan susu
formula bersama dengan ASI, maka dianjurkan mulai minum pil sejak minggu
ketiga setelah melahirkan. Jika melakukan hubungan seksual pada rentang
waktu 48 jam pertama setelah meminum mini pill, dianjurkan untuk
menggunakan kondom.
Seperti halnya pil, mini pill juga sangat dianjurkan diminum pada jam yang
sama setiap harinya.
Jika terlupa minum mini pil:
- 1 tablet: jika kurang dari 3 jam, dianjurkan segera minum pil yang terlupa.
Tablet berikutnya diminum seperti biasa.
- 1 tablet dan baru teringat lebih dari 3 jam kemudian, atau terlupa minum
lebih dari 1 tablet : dianjurkan minum pil terakhir yang terlupa, dan dosis
selanjutnya diminum seperti biasa. Hal ini bisa berarti minum 2 tablet dalam
satu hari. Jika melakukan hubungan seks pada rentang waktu 48 jam
pertama setelah meminum mini pill, dianjurkan untuk menggunakan kondom.
3 tablet atau lebih: kemungkinan telah terjadinya kehamilan harus
dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk meneruskan minum mini pil

- SUPPOSITORIA
Cara penggunaan Suppositoria
Menurut pedoman penggunaan obat bebas dan bebas terbatas, 2007
 Cuci tangan, suppositoria dikeluarkan dari kemasan, suppositoria dibasahi
dengan air
 Penderita berbaring dengan posisi miring dan suppositoria dimasukkan ke
dalam rectum
 Masukkan suppositoria dengan cara bagian ujung suppositoria didorong
dengan ujung jari sampai melewati otot sfingter rektal; kira-kira ½ - 1 inch
pada bayo dan 1 inchi pada dewasa
 Jika suppositoria terlalu lembek untuk dapat dimasukkan, maka sebelum
digunakan sediaan ditempatkan dalam lemari pendingin selama 30 menit
kemudia ditempatkan pada air mengalir sebelum kemasan dibuka
 Setelah penggunaan suppositoria, tangan penderita dicuci bersih

Kesimpulan :
Pada skenario apoteker harus menjelaskan kepada pasien/keluarga pasien tentang
cara penggunaan obat tetes mata, obat KB, dan suppositoria. Agar pasien tidak
salah dalam menggunakan obat tersebut.

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan peraturan perundang-


undangan mengenai peran apoteker.
Menurut Permenkes Nomor 73 tahun 2016 Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan
peran yaitu:
1. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.
Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan
kesehatan secara berkesinambungan.
2. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan dengan
menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
3. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.

4. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan
yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola
hasil keputusan.
5. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan
informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi informasi
dan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan Obat.
6. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional
Development/CPD)
7. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan
informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan memanfaatkannya
dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian .

Kesimpulan :
Seorang apoteker dalam menjalankan perannya sebagai pemberi layanan,
dimana harus mampu berinteraksi dan memberikan pelayanan secara
berkesinambungan, sebagai pengambil keputusan, mempunyai kemampuan dalam
mengambil keputusan berdasarkan sumber yang efisien dan efektif. Sebagai
komunikator yaitu mampu berkomunikasi dengan pasien, teman sejawat maupun
profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Apoteker harus
mampu menjadi pemimpin dalam hal pengambilan keputusan dalam hal
berkelanjutan. Apoteker harus menjadi pengelola yang baik dalam memperdayakan
sumber daya manusia, anggaran dan informasi. Apoteker sebagai pembelajar dan
peneliti.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pandangan islam


mengenai zat-zat non halal dan pil KB
Pandangan islam tentang Kb perspektif ulama hadist
a) Q. S. An-Nisa’ ayat 9:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang
benar.”

b) Q. S. Al-Qashash ayat 77
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.”
c) Q. S. Al-Baqarah ayat 233
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,
dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh
orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Dari ayat-ayat di atas bahwa petunjuk yang perlu dilandaskan dalam KB
antara lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak,
memperhitungkan biaya hidup berumah tangga
Dari hadits Shahih Bukhari. No 2537, menjelaskan bahwa suami istri harus
mempertimbangkan tentang kebutuhan rumah tangga ketika keduanya masih
hidup, jangan sampai anak-anak akan menjadi beban bagi orang lain. Dengan
demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.

Menurut Peraturan Kepala Badana Pengawas Obat Dan Makanan RI Nomor


HK. 03.1.23.06.10.5166

Pasal 4
1) Obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan yang
mengandung bahan tertentu wajib mencantumkan informasi kandungan
bahan tertentu pada penandaan/label.
2) Selain informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk obat, obat
tradisional, dan suplemen makanan, yang mengandung bahan tertentu
yang berasal dari babi harus mencantumkan tanda khusus berupa
tulisan “Mengandung Babi” berwarna hitam dalam kotak berwarna
hitam di atas dasar putih, seperti contoh berikut:

MENGANDUNG BABI

3) Tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk obat yang
proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan tertentu yang
berasal dari babi harus mencantumkan tulisan “Pada proses
pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi.
4) Tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa tulisan berwarna
hitam dalam kotak dengan warna hitam di atas dasar putih, seperti
contoh berikut:

Pada proses pembuatannya bersinggungan


dengan bahan bersumber babi.
5) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk pangan harus
mencantumkan tanda khusus berupa tulisan “mengandung babi +
(gambar babi)” berwarna merah dalam kotak berwarna merah di atas
dasar putih, seperti contoh berikut:

6) Tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling sedikit berukuran


1,5 mm, harus jelas terbaca, dan proporsional terhadap luas label.

BAB III
KANDUNGAN ALKOHOL
Pasal 5

1) Obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan yang mengandung


alkohol wajib mencantumkan kadar alkohol pada penandaan/label.
2) Kadar alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam bentuk
presentase

Kesimpulan :
Boleh berobat dengan menggunakan bahan haram apabila tidak ada jalan halal lain
yang bisa dipakai untuk mengobati. Pil Kb dapat digunakan tetapi dalam hal ingin
memberi jarak kelahiran antara anak yang satu dengan lainnya, dikatakan haram jika
tujuan penggunaannya tidak ingin berketurunan

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pelayanan di apotik


berdasarkan peraturan perundang-undangan
MENURUT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI
APOTEK
Pasal 1
3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab keada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pasal 3
1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
b. Pelayanan farmasi klinik.
2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Perencanaan;
b. Pengadaan;
c. Penerimaan;
d. Penyimpanan;
e. Pemusnahan;
f. Pengendalian; dan
g. Pencatatan dan pelaporan.
3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi;
a. Pengkajian resep;
b. Dispensing;
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
d. Konseing;
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care);
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
g. Monitoring Efek Samping (MESO);

Pasal 4
1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus didukung
oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada
keselamatan pasien.
2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Sumber daya manusia; dan
b. Sarana dan prasarana
Pasal 5
1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus dilakukan
evaluasi mutu Pelayanan Kefarmasian.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi mutu Pelayanan Kefarmsian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Penjabaran :
Pengelolaan Sediaan Farmasi di Apotek, meliputi :
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai,
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
meliputi :
 Perencanaan, dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
 Pengadaan, untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka
pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Penerimaan, penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin
kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga
yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
 Penyimpanan
- Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam
hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi
yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat
nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
- Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
- Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
- Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
- Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out)
 Pemusnahan;
- Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis
dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
- Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh
Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki
surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan
berita acara pemusnahan menggunakan.
- Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan
oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar
atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara
Pemusnahan Resep.
- Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
- Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh menteri.
 Pengendalian, dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan.
 Pencatatan dan Pelaporan, pencatatan dilakukan pada setiap proses
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu
stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan, terdiri dari pelaporan internal
dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan
untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan
laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat
untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran.
2. Pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan farmasi klinik meliputi :
 Pengkajian Resep, kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi,
kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya
ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi
dokter penulis Resep
 Dispensing, terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi
obat.
 Pelayanan Informasi Obat (PIO), merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak
memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala
aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau
masyarakat. informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas
dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus,
rute dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan
alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui,
efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau
kimia dari Obat dan lain-lain.
 Konseling, merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan
pasien
 Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care), melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
 Pemantauan Terapi Obat (PTO),proses yang memastikan bahwa
seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau
dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
 Monitoring Efek Samping Obat (MESO), merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi
fisiologis.

MENURUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51


TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN
Pasal 24
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,
Apoteker dapat:
a. Mengangkat seorang apoteker pendamping yang memiliki SIPA;
b. Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien;
dan
c. Menyerahkan obat keras, narkotika, dan psikotropika kepada masyarakat atas
resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

MENURUT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
Pasal 21
1) Apoteker wajib melayani Resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian
profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
2) Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang, maka apoteker
dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.
3) Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien tidak
mampu menebus obat yang tertuls di dalam Resep, Apoteker dapat mengganti
obat setelah berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat
lain.
4) Apabila apoteker manganggap penulisan Resep terdapat kekeliruan atau tidak
tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis Resep.
5) Apabila dokter penulis Resep sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap pada
pendiriannya, maka Apoteker tetap memberikan pelayanan sesuai dengan
Resep dengan memberikan catatan dalam Resep bahwa dokter sesuai dengan
pendiriannya
Kesimpulan :

Meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai. Pelayanan dalam klinik. Tujuan pelayanan standard kefarmasian yaitu untuk
meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hokum bagi tenaga
kefarmasian (apoteker), dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat
yang tidak rasional.
a. Pengkajian resep
b. Dispensing
c. PIO
d. Konseling
e. Pelayanan kefarmasian dirumah
f. Pemantauan terapi obat
g. Monitoring efek samping oba

8. Mahasiswa mampu memberikan pelayanan informasi obat swamedikasi dan


konseling kepada pasien menurut kode etik apoteker
A. Swamedikasi
Menurut Pedoman Praktik Apoteker Indonesia 2013
1. Apoteker melakukan kajian perlunya swamedikasi.
2. Apoteker membantu pasien dalam pemilihan obat yang sesuai dengan
kebutuhan.
3. Apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati
diri sendiri (swamedikasi).
4. Apoteker dapat melakukan diseminasi informasi antara lain dengan
penyebaran leaflet/ brosur, poster, penyuluhan dll.
5. Apoteker memberikan informasi yang memadai tentang penggunaan obat
yang diberikan kepada pasien
B. Konseling
 Menurut Pedoman Penggunaan Obat bebas dan Bebas terbatas, 2007
Konseling dilakukan terutama dalam mempertimbangkan :
a. Ketepatan penentuan indikasi/penyakit
b. Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis),
c. Ketepatan dosis dalam penggunaan obat

 Kriteria pasien yang diberikan konseling


Menurut Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana
Kesehatan, Depkes RI 2007
Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan dapat diberikan pada
saat pasien mengambil obat di apotik, puskesmas dan di sarana
kesehatan lain. Kegiatan ini bisa dilakukan di counter pada saat
penyerahan obat tetapi lebih efektif bila dilakukan di ruang khusus yang
disediakan untuk konseling. Pemilihan tempat konseling tergantung dari
kebutuhan dan tingkat kerahasian / kerumitan akan hal-hal yang perlu
dikonselingkan ke pasien. Konseling pasien rawat jalan diutamakan pada
pasien yang :
a. Menjalani terapi untuk penyakit kronis, dan pengobatan jangka panjang.
(Diabetes, TBC, epilepsi, HIV/AIDS, dll )
b. Mendapatkan obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan cara
pemakaian yang khusus Misal : suppositoria, enema, inhaler, injeksi
insulin dll.
c. Mendapatkan obat dengan cara penyimpanan yg khusus. Misal: insulin,
dll
d. Mendapatkan obat-obatan dengan aturan pakai yang rumit, misalnya :
pemakaian kortikosteroid dengan tapering down.
e. Golongan pasien yang tingkat kepatuhannya rendah, misalnya:
geriatrik, pediatri.
f. Mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit ( digoxin, phenytoin,
dll)
g. Mendapatkan terapi obat-obatan dengan kombinasi yang banyak
(polifarmasi )

 Tahapan Konseling
a. Menurut Permenkes no. 73 tahun 2016
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dan pasien
2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three
Prime Questions, yaitu:
a) Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?
b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat
anda?
c) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan
setelah anda menerima terapi obat tersebut?
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat.
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien.

b. Menurut Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana


Kesehatan, Depkes RI 2007
1. Pembukaan
Pembukaan kosenling yang baik antara apoteker dan pasien dapat
menciptakan hubungan yang baik, sehingga akan merasa percaya
untukmemberikan informasi kepada apoteker. Apoteker harus
memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum memulai sesi konseling.
Selain itu apoteker harus mengetahui identitas pasien (terutama
nama) sehingga pasien merasa lebih dihargai. Apoteker harus
menjelaskan kepada pasien tentang tujuan konseling serta
memberitahukan pasien berapa lama sesi konseling itu akan
berlangsung. Jika pasien terlihat keberatan dengan lamanya waktu
pembicaraan, maka apoteker dapat bertanya apakah konseling boleh
dilakukan melalui telepon atau dapat bertanya alternatif waktu/hari lain
untuk melakukan konseling yang efektif.
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah.
Padasesi ini apoteker dapat mengetahui berbagai informasi dari
pasien tentang masalah potensial yang mungkin terjadi selama
pengobatan. Pasien bisa merupakan pasien baru ataupun pasien
yang meneruskan pengobatan
 Diskusi dengan pasien baru
Jika pasien masih baru maka Apoteker harus mengumpulkan
informasi dasar tentang pasien dan tentang sejarah pengobatan
yang pernah diterima oleh pasien tersebut.
 Diskusi dengan pasien yang meneruskan pengobatan Pasien yang
sudah pernah mendapatkan konseling sebelumnya, sehingga
Apoteker hanya bertugas untuk memastikan bahwa tidak ada
perubahan kondisi maupun pengobatan baru yang diterima oleh
pasien baik yang diresepkan maupun yang tidak diresepkan.
 Mendiskusikan Resep yang baru diterima
 Apoteker harus bertanya apakah pasien pernah menerima
pengobatan sebelumnya. Jika pasien pernah menerima
pengobatan sebelumnya maka dapat ditanyakan tentang isi
topik konseling yang pernah diterima oleh pasien.
 Diskusi ini harus dilakukan dengan katakata yang mudah
diterima oleh pasien sesuai dengan tingkat sosial - ekonomi
pasien.
 Pasien harus diberitahu tentang guna obat dan berapa lama
pengobatan akan diterimanya. Apoteker harus melihat
kecocokan dosis yang diterima oleh pasien sehingga
pengobatan menjadi lebih optimal.
 Pasien sebaiknya diberitahukan tentang keadaan yang akan
diterimanya jika pengobatan ini berhasil dilalui dengan baik.
 Mendiskusikan pengulangan resep dan pengobatan
 Kegunaan pengobatan, Apoteker diharapkan memberikan
penjelasan tentang guna pengobatan yang diterima oleh pasien
serta bertanya tentang kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi
oleh pasien selama menerima pengobatan.
 Efektifitas pengobatan, Apoteker harus mengetahui efektifitas
dari pengobatan yang diterima oleh pasien. Dengan bertanya
apakah pengobatan yang diterima telah membantu keadaan
pasien menjadi lebih baik.
 Apoteker harus mengetahui dengan pasti efek samping
pengobatan dan kemungkinan terjadinya efek samping kepada
pasien tersebut. Pasien sebaiknya diberitahukan kemungkinan
tanda-tanda efek samping sehingga pasien dapat melakukan
tindakan preventif terhadap keadaan tersebut.
3. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan
mempelajarinya.
Setiap alternatif cara pemecahan masalah harus didiskusikan
dengan pasien. Apoteker harus mencatat terapi dan rencana untuk
monitoring terapi yang diterima oleh pasien. Baik pasien yang
menerima resep yang sama maupun pasien yang menerima resep
baru, keduanya harus diajak terlibat untuk mempelajari keadaan
yang memungkinkan tercipta masalah. Sehingga masalah terhadap
pengobatan dapat diminimalisasi.
4. Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh.
Apoteker harus memastikan apakah informasi yang diberikan
selama konseling dapat dipahami dengan baik oleh pasien dengan
cara meminta kembali pasien untuk mengulang informasi yang
sudah diterima. Dengan cara ini pula dapat diidentifikasi adanya
penerimaan informasi yang salah sehingga dapat dilakukan
tindakan pembetulan.
5. Menutup diskusi
Sebelum menutup diskusi sangat penting untuk Apoteker bertanya
kepada pasien apakah ada hal-hal yang masih ingin ditanyakan
maupun yang tidak dimengerti oleh pasien.
6. Follow-up diskusi
Dokumentasi kegiatan konseling perlu dilakukan agar
perkembangan pasien dapat terus dipantau
Kesimpulan :
1. Swamedikasi
 Apoteker melakukan kajian perlunya swamedikasi
 Apoteker membantu pasien dalam memilih swamedikasi
 Apoteker harus memberikan edukasi terhadap masyarakat atau pasien
tentang pemilihan obat sendiri atau swamedikasi
 Memberikan informasi tentang penggunaan obat
 Pengobatannya sendiri tidak memberikan resiko berkenlanjutan terhadap
penyakit

2. Konseling
Harus mempertimbangkan ketetapan penentuan indikai
Ketetapan pemilihan obat
Ketetapan penggunaan obat
Kriteria pasien diberikan konseling :
a. Jika pasien terapi penyakit kronis dan pengobatan jangka panjang (DM,
HIV/AIDS, TBC)
b. Jika obatnya dalam bentuk tertentu, misalnya suppositoria, inhaler, dan
insulin injeksi
c. Jika pasien tingkat kepatuhan pengobatannya rendah contohnya lansia
d. Jika pengobatan terapi sempit contohnya digoksin
e. Jika mendapatkan obat-obatan kombinasi atau polifarmasi
f. Jika mendapatkan obat-obatan kombinasi atau polifarmasi

Pada tahap konseling apoteker harus membuka komunikasi terhadap pasien,


misalnya :

a. Apa yang disampaikan dokter terhadap pasien


b. Apakah dokter sudah menjelaskan tentang obat yang diberikan
c. Apa harapan yang dijelaskan dokter tentang pengobatan tersebut

Tahap kedua, Apoteker harus menggali semua informasi tentang pasien

Tahap ketiga :
a. Apoteker harus menjelaskan tentang penggunaan obat yng didaptkan
oleh pasien
b. Memverifikasi pengobatannya apakah paham atau tidak
PIO adalah kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam memberikan informasi
dengan tidak memihka dan
9. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang polifarmasi obat pada skenario.
Menurut Tatro, 2015
Polifarmasi berrati pemakaian banyak obat sekaligus oleh seorang pasien lebih
dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan perkiraan.
Polifarmasi dapat meningkatkan risiko interaksi obat-obat atau obat-penyakit.
Berdasarkan tingkat keparahannya, terjadinya interaksi dikelompokan menjadi
interaksi minor (efek ringan/dapat diatasi dengan baik), interaksi moderat (efek
sedang/dapat menyebabkan kerusakan organ), dan interaksi mayor (efek
fatal/dapat menyebabkan kematian)

Menurut PIO Nasional


 Parnaparin/Fondaparinux injeksi :
Pencegahan venous thromboembolic events (VTE).
 Isosorbid dinitrat
Antiangina; gagal jantung kiri
 Asam asetil salisilat
Analgesik, Profilaksis penyakit serebrovaskuler atau infark miokard. nyeri
dan radang pada penyakit reumatik dan penyakit pada otot skelet lainnya
(termasuk juvenil arthritis)
 Amlodipine
Hipertensi; profilaksis angina.
 Omeprazole
Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan duodenum yang
terkait dengan AINS, lesi lambung dan duodenum, regimen eradikasi H.
pylori pada tukak peptik, refluks esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison
Kesimpulan :
Polifarmasi adalah pemberian banyak obat yang diberikan sekaligus pada pasien
lebih dari yang dibutuhkan secara logis yang dihubungkan dengan diagnosis yang
diperkirakan. Dapat meningkatkan interaksi obat atau penyakit berdasarkan tingkat
keparahannya termasuk interaksi minor (efek ringan), interaksi moderat (menyebabkan
kerusakan organ), dan interksi mayor (menyebabkan kematian) karena penggunaan
obat irasional dengan pemberian macam obat lebih dari 5 macam obat dalam satu
resep.
Menurut scenario interaksi obat isosorbit dinitrat indikasinya sebagai antiangina
dan gagal jantung kiri. Asam asetil salisilat sebagai analgesic dan nyeri pada radang
penyakit rematik. Amlodipine digunakan untuk hipertensi. Omeprazole sebagai terapi
tukak lambung
Kasus polifarmasi pada resep ibu st.Aisyah terjadi interaksi antara aspirin dan
amolodipin. Menurut stockley pemberian NSAID pada pasien HT dapat meningkatkan
tekanan darah. Efek vasodilator dan prostaglandin diginjal mengurangi efek dari anti
hipertensi itu sendiri sehingga NSAID dapat meningkatkan tekanan darah.

10. Mencari peraturan perundang-undangan mengenai penggantian obat


bermerek ke obat generic ataupun sebaliknya

MENURUT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK

Pasal 21
(1) Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat bermerk dagang, maka
Apoteker dapat mengganti obat merk dagang dengan obat generik yang sama
komponen aktifnya atau obat merk dagang lain atas persetujuan dokter
dan/atau pasien
(2) Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien tidak
mampu menebus obat yang di dalam Resep, Apoteker dapat mengganti obat
setelah berkonsultasi dengan dokter penulis Resep untuk pemilihat obat lain.
Pada skenario, Apoteker mengganti obat parnaparin injeksi dengan
fondaparinux injeksi.
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, 2014
Sampai dengan 31 Desember 2013, tercatat hanya 3 obat yang mengandung
babi yaitu obat yang mengandung heparin molekul rendah, berdasarkan
database nomor izin edar yang telah dikeluarkan BPOM. Ketiga obat itu adalah
Lovenox injeksi mengandung Enoxaparin Sodium, didaftarkan oleh PT.
Aventis Indonesia, NIE DKI 0185600143A1; Fraxiparin injeksi, mengandung
Nadroparin Calcium, didaftarkan oleh PT. Glaxo Welcome Indonesia, NIE DKI
0585100343A1; dan Fuluxum injeksi, mengandung Parnaparin Sodium,
didaftarkan oleh PT. Pratapa Nirmala, NIE DKI 0697600443A1.
Kesimpulan :

Apoteker bisa mengganti obat bermerek dagang ke generic jika pasien menginginkan
karena ingin yang lebih murah. Apoteker dapat mengganti obat yang diminta pasien
apabila telah disetujui oleh dokter dan atau pasien tersebut.

Tambahan :

1. Mahasiswa harus mampu memahami tentang obat bebas & obat bebas
terbatas
Jawab :
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
949/Menkes/Per/VI/2000
Penggolongan Obat
Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi
berwarna hitam.
Peratuan daerah Tingkat II tangerang yakni Perda Nomor 12 Tahun1994 tentang
izin Pedagang Eceran Obat memuat pengertian obat bebas adalah obat yang
dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam
daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah
terdaftar di Depkes RI.
Contoh : Minyak Kayu Putih, Tablet Parasetamol, tablet Vitamin C, B Compleks

Penandaan obat bebas diatur berdasarkan SK Menkes RI Nomor


2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk untuk obat bebas dan untuk
obat bebas terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi
warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :

2. Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat
dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda
khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi
berwarna hitam.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-obatan ke
dalam daftar obat “W” (Waarschuwing) memberikan pengertian obat bebas
terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa
resep dokter, bila penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya atau
pembuatnya.
2. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda
peringatan. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam,berukuran panjang 5
cm,lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :
Penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI
No.2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran
berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam, seperti terlihat pada gambar
berikut:

Sebelum menggunakan obat, termasuk obat bebas dan bebas terbatas harus
diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat dan aman. Informasi tersebut dapat
diperbolehkan dari etiket atau brosur pada kemasan obat bebas dan bebas terbatas.

Pertanyaan Kelompok :
1. Bagaimana peran apoteker dalam memberikan swamedikasi/ konseling kepada
pasien yang memiliki keterbatasan fisik terutama tuna rungu?
(Sitti Hajar, Kelompok 3)
Jawab :
Menurut Institusi dan Teknologi Nasional Jakarta tahun 2012 tentang
Komunikasi Pasien dengan Farmasi
Untuk pasien seperti ini, volume suara harus ditingkatkan unruk memperjelas
komunikasi dan mengurangi tempo laju bicara sehingga pasien tersebut dapat
mendengar informasi dengan baik dan jelas , tetapi bukan berarti berteriak disaat
berbicara. Atau kita dapat menjelaskan cara penggunaan obat melalui keluarga
pasien.
2. Apa pendapat kelompok anda tentang pemberian OWA sesuai scenario karena
dalam scenario pemberiannnya tidak sesuai peraturan ?
(Firgina Gobel, Kelompok 9)
Jawab :
- Obat Wajib Apotek No.2 Berdasarkan Kemenkes no 924 tahun 1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
Pemberian maksimal Omeprazole yaitu 7 tablet
Pemberian maksimal Ibuprofen yaitu 10 tablet
- Obat Wajib Apotek No 3 Berdasarkan Kemenkes no 1176 tahun 1999 tentang Daftra
Obat Wajib Apotek No. 3
Pemberian maksimal Allupurinol yaitu 10 tablet
DAFTAR PUSTAKA

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2005 PHARMACEUTICAL CARE UNTUK


PENYAKIT DIABETES MELLITUS, DEPARTEMEN KESEHATAN RI,

Depkes RI, 2015, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan RI, 1990. Keputusan Menteri Kesehatan No.
347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, Jakarta.
Herdaningsih, Muhtad, Keri, L Nurul, A 2016, Potensi Interaksi Obat-Obat pada Resep
Polifarmasi: Studi Retrospektif pada Salah Satu Apotek di Kota Bandung, Jurnal
farmasi Klinik Indonesia Vo.5 no.4
Kode Etik Apoteker Indonesia tahun 2014 dan Implemetasi Jabaran Kode Etik
Peraturan BPOM nomor 4 tahun 2018 “Pengawasan golongan obat, bahan obat,
narkotika, psikotropika dan precursor farmasi di fasilitasi pelayanan kefarmasian”
Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas 2007 & Pedoman Konseling
Pelayanan Kefarmasian Di Sarana Kesehatan 2007
Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Sarana Kesehatan 2007
Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas 2007 dan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor: 347/ Menkes/ Sk/ Vli/ 1990 Tentang Obat Wajib Apotik
Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor 7
tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan obat-obat tertentu yang sering
disalahgunakan
Republik Indonesia, 2016, Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Jakarta
Sari, E 2019, Keluarga Berencana Prespektif Ulama Hadis, Jurnal Sosial & Budaya
Syar-i, Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran palembang,Indonesia.
Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika.

Anda mungkin juga menyukai