Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA

Disusun oleh :

1. Candra Meifa D.H.R ( 1501005 )


2. Diah Ayu Nawang W ( 1501008 )
3. Ega Bagus T ( 1501013 )
4. Yuliana ( 1501046 )
5. Erni Nur Setyaningsih ( 1501048 )

S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN


TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta
inayah-Nya kepada penulis sehingga makalah yang berjudul “Konsep Dasar Keperawatan
Jiwa” ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan.

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada


pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan makalah, yang diharapkan dapat digunakan
sebagai acuan peningkatan pendidikan di masa yang akan datang.

Penulis menyadari keterbatasan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, kritik dan
saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan
di masa yang akan datang.

Klaten,28 September 2016

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk
halusinasi berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa
kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Halusinasi ini kadang-
kadang menyenangkan misalnya : bersifat ketiduran acaman dan lain-lain.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensori terhadap stimulus eksternal, juga
pengenalan dan pemahaman terhadap sensori yang di interpretasikan oleh stimulus yang di
terima. Jika diliputi rasa kecemasan yang mengacu pada respon reseptor sensori terhadap
stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang
dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan dan pengecapan.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada
pasien gangguan jiwa seperti : Skizofrenia, Depresi, Delirium, dan kondisi yang
berhubungan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan.

II. Rumusan Masalah


1. Apa yang di makud dengan kesehatan jiwa ?
2. Bagaimana kriteria sehat mental ?
3. Apa yang di maksud dengan keperawatan jiwa ?
4. Bagaimana prinsip kesehatan jiwa ?
5. Bagaimana peran perawat kesehatan jiwa ?
6. Apa yang di maksud dengan kesehatan jiwa keluarga dan masyarakat ?
7. Bagaimana psikodinamika terjadi masalah kesehatan jiwa dari aspek keperawatan ?

III. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di makud dengan kesehatan jiwa.
2. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan sehat mental.
3. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan keperawatan jiwa.
4. Untuk mengetahui apa saja prinsip kesehatan jiwa.
5. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat kesehatan jiwa.
6. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan kesehatan jiwa keluarga dan
masyarakat.
7. Untuk mengetahui bagaimana psikodinamika terjadi masalah kesehatan jiwa dari
aspek keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Gangguan jiwa menurut Yosep(2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan
terbagi dalam dua golongan yaitu : Gangguan jiwa(Neurosa) dan sakit jiwa (psikosa).
Keabnormalan terlihat dalam berbagai gejala adalah ketegangan(tension), rasa putus asa
dan murung, gelisah, cemas, perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah dan tidak
mampu mencapai tujuan. Perbedaan neurosa dengan psikosa adalah jika neurosa masih
mengetahui dan mereasakan kesukarannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas
dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya sedangkan penderita psikosa tidak
memahami kesukarannya, kepribadiannya(dari segi tanggapan, perasaan/ emosi, dan
dorongan motivasinya sangat terganggu ), tidak ada integritas dan ia hidup jauh dari alam
kenyataan(Zakiah dalam Yosep, 2007).
B. Pengertian Kesehatan Jiwa

1. Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan


keselarasan, dalam pengendalian diri terbebas dari stress yang serius. ( Rosdahl,
Textbook of basic nursing, 1999:58).
2. Indikator sehat jiwa meliputi sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh,
berkembang, memiliki aktualisasi diri, kebutuhan, kebebasan diri, memiliki
persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan).
(stuart & laraia, principle and practice pyichiatric nursing, 1998) (yahoda)
3. Kemampuan individu dalam kelompok dan lingkungan untuk berinteraksi dengan
yang lain sebagai cara untuk mencapai kesejahteraan, perkembangan yang
optimal, dengan menggunakan kemampuan mentalnya(kognisi, afektif, dan relasi)
memiliki prestasi individu atau kelompoknya konsisten dengan hukum yang
berlaku. (australian healt minister, mental healt nursing pratice, 1996:25)
4. Merujuk pada penyesuaian diri terhadap distress dengan mengerahkan sumber-
sumber internal dan external untuk meminimalisir ketegangan. ( antai ontong,
psychiatric nursing biological and bhavioral concept,1995:66)
5. Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung
berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian nya.
(WHO)
6. Kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara
optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain.
(UU kesehatan jiwa no 3 tahun1996)
C. Kriteria Sehat Mental Menurut Schneiders

          Alexander Schneiders mendefenisikan kesehatan mental sebagai: Ilmu yang


mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan
untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis dan bertujuan untuk
mencapai dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri.
Schneiders membagi kriteria kesehatan mental menjadi beberapa kategori
(dalam bukunya Personality Dynamic and Mental Health) mengemukakan kriteria
yang sangat penting dan dapat digunakan untuk menilai kesehatan mental. Kriteria itu
dapat diurikan sebagai berikut (Schneiders, 1965).

1. Adequate contact with reality (Hubungan yang adekuat dengan kenyataan)

Dalam berbicara tentang kriteria penyesuaian diri, kita mengenal salah satu
kriteria, yakni orientasi yang adekuat pada kenyataan. Dalam menilai kesehatan
mental, kita menemukan sesuatu yang sangat serupa dengan orintasi, yakni konsep
kontak, meskipun kedua istilah tersebut tidak memiliki arti yang persisi sama.
Orientasi mengacu secara khusus pada sikap seseorang terhadap kenyataan,
sedangkan kontak mengacu pada cara bagaimana atau sejauh mana seseorang
menerima kenyataan --- menolaknya atau melarikan diri padanya.

Dengan demikian, seseorang yang terlalu menekankan masa lampau adalah


orang yang tidak berorientasi pada kenyataan, sedangkan seseorang yang
menggantikan keenyataan dengan fantasi/khayalan adalah orang yang telah menolak
kenyataan. Orientasi yang kurang sangat mungkin berhubungan dengan
ketidakmampuan menyesuaiakan diri dan gangguan-gangguan neurotic, sedangkan
kontak yang tidak adekuat dengan kenyataan secara khas ditemukan pada pasien yang
sangat kalut, seperti pasien skizofrenik.

2. Healthy attitude (Sikap-sikap yang sehat)

Sikap-sikap mempunyai kesamaan dengan perasaan dalam hubungannya


dengan kesehatan mental. Dalam perjumpaan kita dengan kepribadian-kepribadian
yang tidak dapat menyesuaiakan diri atau kalut, kita selalu teringat betapa pentingnya
mempertahankan pandangan yang sehat terhadap hidup, orang-orang, pekerjaan atau
kenyataan. Tidak mungkin kesehatan mental terjadidalam konteks kebenciandan
prasangka, pesimisme dan sinisme, atau keputusaasaan dan kehilangan harapan.
Sikap-sikap ini terhadap kesehatan mental sama seperti bakteri dan racun terhadap
kesehatan fisik.

3. Control our thought and imagination (Pengendalian pikiran dan Imajinasi)

Pengendalian yang efektif selalu merupakan salah satu tanda yang sangat pasti
dari kepribadian yang sehat. Ini berlaku terutama bagi proses-proses mental.
Berkhayal secara berlebihan, misalnya, merusak kesehatan mental karena
melemahkan hubungan antara pikiran dan kenyataan. Tanpa pengendalian ini, maka
obsesi, ide yang melekat (pikiran yang tidak hilang-hilang), fobia, delusi dan
symptom-symptom lainnya mungkin berkembang.

4. Integration our thought and conduct (Integrasi pikiran dan Imaninasi)

Hal ini juga penting bagi kesehatan mental adalah mengintegrasikan antara
pikiran dan tingkah laku, suatu kualitas yang biasanya diindentikkan sebagai integritas
pribadi. Pembohong yang patologik, psikopat, dan penipu mengalami kekurangan
dalam integrasi pribadi dan sering kali cirinya adalah patologik

5. Integration of motives and resolution of conflict (Integrasi motif-motif dan


pengendalian konflik/frustasi)

Kemampuan untuk mengintegarsikan motivasi-motivasi pribadi dan tetap


mengendalikan konflik-konflik dan frustasi-frustasi dan konflik-konflik sama
pentingnya dengan integrasi pikiran dan tingkah laku. Konflik yang hebat akan
muncul apabila motif-motif tidak terintegrasi. Kebutuhan akan afeksi dan keamanan
bisa bertentangan dengan otonomi, dorongan seks bia bertentangan dngan cita-cita
atau prinsip-prinsip moral. Kecenderungan-kecenderungan yang bertentangan ini
harus diintegrasikan antara satu dengan yang lainnya jika konflik-konflik dan frustas-
frustasi itu dikendalikan.

6. Mental efficiency (Efesiensi mental)

Efesiensi dapat digunakan untuk menilai kesehatan mental. Tentu saja


kepribadian yang mengalami gangguan emosional neurotic, atau tidak adekuat sama
sekali tidak memiliki kualitas ini.
7. Adequate concept of self (Konsep diri yang sehat)

Perasaan-perasaan diri yang tidak adekuat, tidak berdaya, rendah diri, tidak
aman, atau tidak berharga akan mengurangi konsep diri yang adekuat. Kondisi ini
akan sulit menemukan kriteria lain dalam kesehatan mental. Ide ini dapat disamakan
dengan penerimaan diri.

8. Feeling of security and belonging (Perasaan terhadap rasa aman dan


penerimaan)

Integrasi yang dituhkan bagi kesehatan mental dapat ditunjang oleh perasaan-
perasaan positif dan demikian juga sebaliknya perasaan-perasaan negative dapat
mengganggu atau bahkan merusak kestabilan emosi. Perasaan-perasaan tidak aman
yang dalam, tidak adekuat, bersalah, rendah diri, bermusuhan, benci, cemburu, dan iri
hati adalah tanda-tanda gangguan emosi dan dapat menyebabkan mental tidak sehat.
Sebaliknya, perasaan-perasaan diterima, cinta, memiliki, aman, dan harga diri sebagai
tanda kesehatan mental. Dari perasaan-perasaan ini, perasaan aman mungkin sangat
dominan karena pengaruhnya merembes pada hubungan antara individu dan tuntutan-
tuntutan kenyatan.

9. Adequate ego integration (Integrasi ego yang adekuat)

Menurut White, “Identitas ego adalah diri atau orang di mana ia merasa
menjadi dirinya sendiri”(White, 1952). Dalam perjuangan yang tak henti-hentinya
untuk menanggulangi tuntutan-tuntutan dari diri dan kenyataan dan untuk menangani
secara tegas harus berpegang teguh pada integrasi kita sendiri. Kita harus mengetahui
kita ini siapa dan apa.

Pada beberapa orang, identitas ego rupanya tidak tumbuh menjadi lebih stabil
ketika mereka mendekati masa remaja atau masa dewasa, melainkan akan terjadi
fiksasi-fiksasi pada tingkat-tingkat perkembangan yang tidak matang atau regresi apda
cara-cara bertingkah laku yang lebih awal, serta akan terhambat kemampuan untuk
bertindak secara efektif. Menurut White “Apabila identitas ego tumbuh menjadi stabil
dan otonom, maka orang tersebut akan mampu bertingkah laku lebih konsisten dan
bertahan lama terhadap lingkungannya. Semakin ia yakin akan kodrat dan sifat-sifat
yang khas dari dirinya sendiri, maka semakin kuat juga inti yang menjadi sumber
kegiatannya”.
10. A healthy emotional life (Emosional yang sehat)

Banyak kriteria penyesuaian diri dan kesehatan mental berorientasi kepada


ketenangan pikiran/mental, yang seringkali disinggung dalam pembicaraan mengenai
kesehatan mental, yang seringkali disinggung dalam pembicaraan mengenai kesehatan
mental. Apabila ada keharmonisan emosi, perasaan positif, pengendalian pikiran dan
tingkah laku, ingrasi motif-motif maka akan muncul ketenangan mental. Kita tidak
dapat memiliki yang satu tanpa yang lain-lainnya. Ini berarti kesehatan mental,
sepertipenyesuaian diri dan tidak diizinkan adanya symptom-symptom yang
melumpuhkan. Respon-respon yang simptomatik, seperti delusi-delusi, lamunan, atau
halusinasi, langsung bertentangan dengan kestabilan mental.

D . Pengertian Keperawatan Jiwa

1. Menurut Dorothy, Cecelia

Perawatan psikiaterik atau keperawatan kesehatan jiwa : proses dimana


perawat membantu atau kelompok dalam mengembangkan konsep diri yang positif,
meningkatkan pola hubungan antar pribadi yang lebih harmonis agar berperan lebih
produktif dalam masyarakat (Dorothy, Cecelia).

2. Menurut American Nurses Association (ANA)

Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang


menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri
secara terapeutik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan
klien dan kesehata msyarakat di mana klien berada (America Association Nurses).

3. Menurut Kaplan Sadock

Proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan


perilaku yang akan mendukung intregasi. Pasien atau klien dapat berupa individu,
keluarga, kelompok, organisasi/komunitas.

4. Menurut Caroline dalam basic nursing, 1999.

Perawatan kesehatan mental adalah merawat seseorang dengan penyimpangan


mental, dimana memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengoptimalkan
kemampuannya, harus peka, memiliki kemampuan untuk mendengarkan, tidak
hanya menyalahkan, memberikan penguatan atau dukungan, memahami dan
memberikan dorongan.

5. Menurut Clinton dan Nelson

Adalah untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan pasien dan hal tersebut


dilakukan secara efektif melalui sifat empati (memahami apa yang dirasakan klien),
sikap kritis dalam menelaah kebijakan kesahatan dan perawatan kesehatan mental.

6. Menurut Patricia D.Barry


Keperawatan adalah ilmu yang kiat yang merupakan perpaduan dan intregasi
dari area teori-teori yang berbeda : ilmu-ilmu sosial, seperti psikologi dan sosiologi,
ilmu-ilmu dasar seperti anatomi, fisiologi, mikrobiologi, dan biokimia serta ilmu
medis serta dignosa dan pengobatan terhadap penyakit.

7. Menurut Antai Otong


Perawat kesehatan mental secara kontinyu memiliki peran penting dalam
mengidentifikasi pasien-pasien yang beresiko, mengkaji respon pasien terhadap stres
sepanjang rentang kehidupannya dan dalam mengembangkan komunikasi yang
terapeutik. (Antai Otong, Psychiatric Nursing Biological and Behavioral Concept,
1995)
8. Menurut Stuart Sudeen
Perawat Mental adalah proses interpesonal dalam meningkatkan dan
mempertahankan perilaku yang berperngaruh pada fungsi integrasi. Pasien tersebut
bisa individu, keluarga, kelompok, organisasi/masyarakat.

E .Prinsip Kesehatan Jiwa


1. Roles and Funcions of Psychiatric Nurse : Compentent Care (Peran dan fungsi
keperawatan jiwa : perawatan yang kompenten)
 Keperawatan jiwa mulai muncil sebagai profesi awal abad ke-19 dan pada
masa tersebut berkembang menjadi spesialis dengan peran dan fungsi-fungsi
yang unik.
 Keperawatan jiwa adalah suatu proses interpersonal dengan tujuan untuk
meningkatkan guna untuk memelihara perilaku-perilkau yang mendukung
terwujudnya satu persatuan yang harmonis (Integrated). Kliennya bisa berupa
individu, keluarga, kelompok, organisasi/masyarakat. Tiga wilayah praktik
keperawatan jiwa meliputi perawatan langsung, komunikasi dan menejemen.
 Ada 4 faktor yang menentukan tingkat penampilan perawat jiwa, yang itu
aspek hukum kualifikasi, lahan praktek dan inisiatif dari perawat sendiri
(Stuart dan Laraia, 1998:13).
2. Therapeutik Nurse Patient Relationshio (hubungan yang terapeutik diantara
perawat dengan klien)
 Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar yang
bermakna dan pengalaman memperbaiki emosi klien. Perawat menggunkana
atribut-atribut yang ada pada dirinya dan teknik keterampilan klinik yang
khusus dalan bekerja bersama dengan klien untuk perubahan perilaku klien.
 Kualitas pelayanan dibutuhkan oleh perawat agar dapat menjadi penolong
yang efektif meliputi pengetahuan diri sendiri, klarifikasi nilai-nilai yang
dianut, menggali perasaan-perasaan yang muncul, kemampuan untuk
memberikan contoh memiliki jiwa kemanusiaan, dan sikap etis dan
bertanggung jawab.
 Model struktural dan model analisis transaksional digunakan untuk menguji
komponen-komponen komunikasi dan melakukan identifikasi masalah
bersama antara klien dengan perawat. Teknik komunikasi terapeutik yang
menolong klien juga dapat didiskusikan.
 Dimensi respon yang sejati, saling menghormati, memahami, dan empatik
secara nyata yang harus ditampilkan.
 Dimensi konfrontasi, kesegaran (Immediacy), perawat yang menutup diri,
perasaan terharu yang disebabkan kepura-puraan, yang dapat memberikan
stimulasi role play dan memberikan konstribusi terhadap penilaian diri pasien
(Insight).
 Kebuntuan dalam komunikasi terapeutik seperti resisten, transferan,
konterferens, dan adanya pelanggaran wilayah pribadi klien merupakan
penghambat dalam komunikasi terapeutik.
 Hasil terapeutik dalam bekerja dengan klien gangguan psikiatrik berkaitan
dengan dasar pengetahuan perawat, keterampilan klinik, kapasitas intropeksi
dan evaluasi diri perawat.
3. Conceptual Model of Psychiatric Nursing (Konsep model keperawatan jiwa)
 Konsep keperawatan jiwa terdiri atas 6 macam yaitu : Psichoanalytical (Freud,
Erickson), Interpersonal (Sullivan Peplau), Sosial (Caplan, Szasz), Existencial
(Ellis, Rogers), Supportive Therapy (Wermon, Rockland), Medical (Meyer,
Kraeplin).
4. Stress adaptation Model of Pshiciatric Nursing (Model stress dan adaptasi dalam
keperawatan jiwa)
 Stress adaptasi model Stuart memberikan asumsi bahwa lingkungan secara
alami memberikan berbagai strata sosial, dimana pun perawatan psikiatri
disediakan melalui proses dalam biologis, psikologi sosiokultural dan konteks
legal etis, bahwa sehat atau sakit, adaptif atau maladatif sebagai konsep yang
jelas, tingkat pencegahan primer, sekunder, tersier termasuk di dalamnya 4
tingkatan dalam penatalaksaan psikiatrik.
 Standar kesehatan mental tidak begitu jelas dibandingkan dengan gangguan
mental. Saat ini 1 dari 2 orang di Amerika Serikat mengalami gangguan
psikiatrik atau penyakit ketergantungan obat pada masa hidupnya.
 Komponen-komponen biopkososial model mencakup faktor-faktor
predisposisi (pendukung), stessor penilaian penilaian terhadap stressor
sumber-sumber koping dan mekanisme.
 Pola-pola individu mencakup respon individual, yang mana hal tersebut
merupakan subjek diagnosa keperawatan. Masalah-masalah keperawatan ang
menjadi subjek diagnosa medis.
 Kegiatan keperawatan psikiatrik dijelaskan dalam 4 tahap tindakan : krisis,
akut, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
5. Biological Context of Psychiatric Nursing Care (Keadaan-keadaan biologis dalam
keperawatan jiwa).
 Perawat psikiatrik harus belajar mengenai struktur dan fungsi dan otak
mencakup proses neurotranmision, untuk memahami etiologi mempelajarinya
dan agar lebih efektif dalam strategi intervensi gangguan psikiatrik.
 Brain Imagging teknik seperti CT, MRI, BEAM, PET dan SPECT untuk
melihat secara langsung melihat otak yang akan menolong diagnosis beberapa
kelainan otak dan memahami hubungan otak antara struktur dan fungsi otak.
 Penelahan dan Gen yang membawa kelainan mental telah membawa kesulitan
dan ketidakyakinan saat ini tetapi dapat meningkatkan penelitian di masa yang
akan datang.
 Irama sirkardian seperti sebuah jaringan jam internal yang mengendalikan
kegiatan-kegiatan dalam tubuh meliputi gaya hidup, tidur, perasaan, makan,
minum, ketidaksuburan, dan sakit dalam siklus waktu 24 jam.
6. Psychological Context of Psyciatric Nursing Care (Keadaan psikologis dalam
keperawatan jiwa)
 Pengujian status mentak menggambarkan rentan hiduo psikologis klien
melalui waktu. Hal ini membutuhkan bahwa perawat melakukan observasi
perilaku klien dan menggambarkannya secara objektif serta tidak
menyalahkannya.
 Pengelompokan pengkajian status mental klien meliputi penampilan pasien,
pembicaraan, aktivitas motorik, mood, affect, interaksi selama wawancara,
persepsi, isi pemikiran, proses pemikiran, tingkat kesadaraan, memori, tingkat
kosentrasi dan kalkulasi, informasi dan kecerdasan, keputusan (judgement),
dan penilaian diri.
 Tes psikologis menilai kemampuan intelektual dan kognitif serta
menggambarkan fungsi kepribadian.
 Behavior rating scale menolong ahli klinis dalam mengukur tingkat masalah
klien, membuat diagnosis yang lebih akurat, menggambarkan kemajuan klien,
mendokumentasikan kemanjuran tindakan.
7. Sociocultural contex of psychiatric nursing care ( keandaan keadaan sosial budaya
dalam keperawatan jiwa)
 Kepekaan terhadap budaya adalah salah satu pengetahuan dan keterampilan
yang di butuhkan untuk kesuksesa dalam intervensi keperawatan pada
kehidupan klien yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda beda.
 Fariasi dari stersor sosio kultural menghambat perkembangan perwatan
kesehatan mental meliputi : keadaan yang merugikan, stereo tipe, intoleransi,
stigma, prasangka, diskrimination, dan rasisme.
 Respon koping dan gejala gejala kelainan mental yang muncul di ekspresikan
secara berbeda dalam budaya yang berbeda.
 Bersama sama antara perawat dengan klien membutuhkan persetujuan
mengenai respon koping secara alami pemahaman dalam pemecahan masalah,
dan harapan akan hasil yang di dapatkan dalam konteks sosio kultural.
8. Environmental kontext of psyciatric nursing care ( keadaan keadaan lingkungan
dalam keperawatan jiwa)
 Bagian bagian dari lingkungan secara langsung akan mempengaruhi pelayanan
keperawatan mental. Perawat seharusnya memberikan informasi informasi
baru dan mengintegrasikannya ke dalam praktik untuk menyediakan
keperawatan yang berkualitas dan pelayanan yang efektif
9. Legal ethical context of psychiactic nursing care ( keadaan keadaan legal etika
dalam keperawatan jiwa)
 Terdapat dua tipe penerimaan klien di rumah sakit jiwa. Kesepakatan yang di
sadari dengan kesepakatan yang tidak di sadari, kesepakatan yang tidak di
sadari meliputi isu mengenai, hukum dan aspek etik serta legal dan aspek
profesional.
 Perawat psikiatrik memiliki 3 peran dalam menampilkan tugas profesional dan
tugas pribadi : pemberi pelayanan, pekerja dari pihak rumahsakit, dan sebagai
warga negara pribadi.
10. Implementing the nursing process : standards of care ( penatalaksanaan proses
keperawatan dengan standar- standar perawatan )
 Proses keperawatan bersifat interaktif, suatu proses pemecahan masalah
( problem solving ), digunakan oleh perawat secara sistematis dan secara
individual untuk mencapai tujuan keperawatan.
 Pengkajian seharusnya merefleksikan keadaan, proses, dan informasi
biopsikososiospiritual klien, data dikumpulkan secara sistematik yang secara
ideal didasari konsep-konsep perawatan jiwa.
 Diagnosa keperawatan seharusnya meliputi respon adaptif klien atau respon
maladaptif klien, mendefinisikan karakteristik respon tersebut, dan pengaruh
stressornya.
 Perencanaan keperawatan seharusnya meliputi prioritas diagnsosa
keperawatan dan tujuan yang diharapkan.
 Intervensi keperawatn seharusnya secara langsung membantu klien
meningkatkan insight ( penilaian terhadap dirinya ) dan pemecahan masalah
melalui perencanaan tindakan yang positif.
 Evaluasi meliputi penilaian kembali fase-fase sebelumnya dari proses
keperawatan menentukan tahapan untuk merencanakan tujuan yang hendak
dicapai.
11. actualizing the psychiatric nursing role : professional performance standards
( aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar
profesional).
 Standar penampilan profesional di aplikasikan untuk mengatur tanggung jawab
pribadi dan untuk praktik, dan hal tersebut seharusnya didemonstrasikan oleh
perawat baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
 Perawat psikiatrik juga membutuhkan partisipasi aktiv dalam organisasi
evaluasi formal keseluruhan pola-pola perawatan melalui peningkatan kualitas
jenis aktivitas yang meliputi sistem, konsumen, evaluasi klinik.
 Evaluasi penampilan meliputi peninjauan kembali secara administratif
penampilan kerja dan sufer visi klinik pelayan keperawatannya.

F. Peran perawat kesehatan jiwa

Menurut Weiss ( 1947 ) yang dikutip oleh Stuart Sundeen dalam principies
and proctice of psychiotric nursing care ( 1995 ). Peran perawat adalah sebagai
attitude therapy.

Yakni:

 Mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang terjadi


pada klien
 Mendemonstrasikan penerimaan
 Respek
 Memahami klien
 Mempromosikan ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam interaksi.

Sedangkan menurut Peplau. Peran perawat meliputi :


 Sebagai pendidik
 Sebagai pemimpin dalam situasi yang bersifat lokal, nasional, dan
internasional.
 Sebagai “surrogate parent”
 Sebagai konselor
Dan sebagai tambahan dari peran perawat adalah :

 Bekerja sama dengan lembaga kesehatan mental


 Konsultasi dengan yayasan kesejahteraan
 Memberikan pelayanan kepada klien diluar klinik
 Aktif melakukan penelitian
 Membantu pendidikan masyarakat

G. Kesehatan Jiwa Keluarga dan Masyarakat

1. Pengertian
Kesehatan Jiwa Masyarakat adalah :
 Keadaan sejahtera dari badan, jiwa & sosial yang berorientasi kepada
masyarakat dengan mengutamakan pendekatan masyarakat.
 Pelayanan keperawatan yang komprehensif; holistik & paripurna berfokus
pada masyarakat yang sehat, rentan terhadap stress & dalam tahap pemulihan
serta pencegahan kekambuhan.
2. Tujuan pelayanan kesehatan jiwa masyarakat :
 Meningkatkan kesehatan jiwa, mempertahankan & meningkatkan
kemampuan klien & dalam memelihara kesehatan jiwa.
 Perawat dapat mengaplikasikan konsep kesehatan jiwa & komunitas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga anggota masyarakt sehat
jiwa & yang mengalami gangguan jiwa dapat dipertahankan di lingkungan
masyarakat serta tidak perlu dirujuk segera ke RS
3. Prinsip-prinsip keperawatan jiwa masyarakat
a) Pelayanan Keperawatan yang komprehensif
Pelayanan yang difokuskan pada :
 Pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat
 Pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami masalah
psikososial & gangguan jiwa
 Pencegahan tersier pada klien gangguan jiwa dengan proses pemulihan
b) Pelayanan keperawatan yang holistic pelayanan yang difokuskan pada aspek
bio-psiko-sosio-kultural & spiritual Perawatan mandiri Individu dan keluarga
:
 Masyarakat baik individu maupun keluarga diharapkan dapat secara
mandiri memelihara kesehatan jiwanya
 Pada saat ini sangat penting pemberdayaan keluarga
 Perawat dan petugas kesehatan lain dapat mengelompokkan masyarakat
dalam masyarakat sehat jiwa, masyarakat yang mempunyai masalah
psikososial, masyarakat yang mengalami gangguan jiwa

Pelayanan Formal & Informal di luar Sektor kesehatan :


 Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal di luar tatanan
pelayanan kesehatan merupakan target pelayanan kesehatan jiwa
 Kelompok yang dimaksud adalah TOMA (tokoh agama, kepala
dusun), pengobatan tradisional (orang pintar)
 Mereka dapat menjadi target pelayanan ataupun mitra tim kesehatan
yang diinterasikan dengan perannya di masyarakat

Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar :


 Semua pemberi pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat yaitu
praktik pribadi dokter, bidan, perawat psokolok dan semua sarana
pelayanan kesehatan (puskesmas dan balai pengobatan)
 Untuk itu diperlukan penyegaran dan penambahan pengetahuan
tentang pelayanan kesehatan jiwa komunitas bersama dengan
pelayanan kesehatan yang dilakukan
 Pelatihan yang perlu dilakukan adalah : konseling, deteksi dini dan
pengobatan segera, keperawatan jiwa dasar

Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat :


 Tim kesehatan terdiri atas : psikiater, psikolok klinik & perawat jiwa
 Tim berkedudukan di tingkat Dinas Kesehatan kabupaten / kota
 Tim bertanggung jawab terhadap program pelayanan kesehatan jiwa
di daerah pelayanan kesehatan kabupaten / kota
 Tim bergerak secara periodik ke tiap puskesmas untuk konsultasi,
surveisi, monitoring & evaluasi
 Pada saat tim mengunjungi puskesmas, maka penanggung jawab
pelayanan kesehatan jiwa & komunitas di puskesmas akan :
mengkonsultasikan kasus-kasus yang tidak berhasil atau
melaporkan hasil dan kemajuan pelayanan yang telah dilakukan

Unit pelayanan Kesehatan Jiwa di RSU :


 Rumah sakit Umum daerah pada tingkat kabupaten / kota
diharapkan mampu menyediakan pelayanan rawat inap bagi klien
gangguan jiwa dengan jumlah tempat tidur terbatas sesuai dengan
kemampuan
 Sistem rujukan dari puskesmas / tim kesehatan jiwa masyarakat
kabupaten / kota ke rumah sakit umum harus jelas

Rumah Sakit Jiwa :


 Rumah sakit jiwa merupakan pelayanan spesialistik kesehatan
jiwa yang difokuskan pada klien gangguan jiwa yang tidak
berhasil di rawat di keluarga/puskesmas/ RSU
 Pasien yang telah selesai di rawat di RSJ dirujuk lagi ke
puskesmas. Penanggung jawab pelayanan kesehatan jiwa
masyarakat di puskesmas bertanggung jawab terhadap lanjutan
asuhan di keluarga

Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa dan Komunitas


a. Memberikan asuhan secara langsung
 Perawat membantu pasien mengembangkan kemampuan
menyelesaikan masalah & meningkatkan fungsi
kehidupannya
 Peran ini dilakukan dengan menggunakan konsep proses
keperawatan jiwa
 Kegiatan yang dilakukan adalah pengelolaan kasus,
tindakan keperawatan individu keluarga, kolaborasi dengan
tim kesehatan lain

b. Pendidik (educator)
 Perawat memberikan pendidikan kesehatan jiwa individu
dan keluarga untuk mengembangkan kemampuan
menyelesaikan masalah
 Perawat mengembangkan kemampuan keluarga dalam
melakukan 5 tugas kesehatan keluarga

c. Koordinator
 Penemu kasus (melakukan pemeriksaan langsung dari
keluarga ke keluarga), dapat berkoordinasi dengan
masyarakat serta TOMA
 Rujukan
Segera beritahu kepada perawat kesehatan jiwa komunitas
di puskesmas jika menemukan anggota masyarakat :
 Bicara sendiri
 Marah tanpa sebab
 Mengurung diri
 Tidak peduli perawatan diri
 Bicara kacau
 Tidak mengenali orang

Pengorganisasian Masyarakat :
3 pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat
1. Perencanaan sosial (social Planning)
 Keputusan program pemenuhan dan penyelesaian masalah di dasarkan
atas fakta-fakta yang didapatkan di lapangan dan fokusnya pada
penyelesaian tugas
 Pendekatan ini diperlukan ketika pada kondisi yang memerlukan
penyelesaian masalah dengan segera
2. Aksi sosial
 Program pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah pada satu area
tertentu dilakukan oleh sekelompok ahli dari tempat lain
 Hal ini dilakukan jika pada tempat kejadian belum dapat diidentifikasi
sumber daya yang digunakan
3. Pengembangan masyarakat (community development)
 Program pemenuhan dan penyelesaian masalah ditekankan kepada peran
serta masyarakat, pemberdayaan masyarakat atau peningkatan kemampuan
masyarakat dalam menyelesaikan masalah dan saling memberi bantuan
dalam mengidentifikasi masalah atau kebutuhan serta menyelesaikan
masalah
 Peran perawat adalah memberdayakan masyarakat, memfasilitasi dan
melatih ketrampilan mereka dalam penyelesaian masalah
Penerapan dalam kesehatan jiwa komunitas
 Mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta sumber daya yang ada di
masyarakat
 Mengelompokkan data yang dikumpulkan
 Merencanakan dan melaksanakan tindakan keperawatan terhadap kasu
 Melakukan evaluasi dan tindak lanjut
H. Psikodinamika Terjadi Masalah Kesehatan Jiwa Dari Aspek
Keperawatan

I. Teori psikodinamika
Teori psikodinamika adalah teori yang berusaha menjelaskan
hakikat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang
diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek
internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian
berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek
psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak
dini. Pemahanan freud tentang kepribadian manusia didasarkan
pada pengalaman-pengalaman dengan pasiennya, analisis tentang
mimpinya, dan bacaannya yang luas tentang beragam literature ilmu
pengetahuan dan kemanusiaan. Pengalaman-pengalaman ini
menyediakan data yang mendasar bagi evolusi teorinya. Baginya,
teori mengikuti megikuti observasi, dan konsepnya tentang
kepribadian terus mengalami revisi selama 50 tahun terakhir
hidupnya. Teori psikodinamika atau tradisi klinis berangkat dari dua
asumsi dasar. Pertama, manusia adalah bagian dari dunia binatang.
Kedua, manusia adalah bagian dari sistem enerji. Kunci utama
untuk memahami manusia menurut paradigma psikodinamika
adalah mengenali semua sumber terjadinya perilaku, baik itu berupa
dorongan yang disadari maupun yang tidak disadari. Teori
psikodinamika ditemukan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Dia
memberi nama aliran psikologi yang dia kembangkan sebagai
psikoanalisis. Banyak pakar yang kemudia ikut memakai paradigma
psikoanalisis untuk mengembangkan teori kepribadiannya, seperti :
Carl Gustav Jung, Alfred Adler, serta tokoh-tokoh lain seperti Anna
Freud, Karen Horney, Eric Fromm, dan Harry Stack Sullivan. Teori
psikodinamika berkembang cepat dan luas karena masyarakat luas
terbiasa memandang gangguan tingkah laku sebagai penyakit
(Alwisol, 2005 : 3-4). Ada beberapa teori kepribadian yang
termasuk teori psikodinamika, yaitu : psikoanalisis, psikologi
individual, psikologi analitis, dan neo freudianisme. Berikut ini
dikemukakan pokok-pokok dari teori psikoanalisis, psikologi
individual, dan psikologi analitis.
BAB II

A. Dinamika Id, Ego, dan Superego dalam Studi psikodinamika


Psikodinamika mencerminkan dinamika-dinamika psikis yang menghasilkan
gangguan jiwa atau penyakit jiwa. Dinamika psikis terjadi melalui sinergi dan
interaksi-interaksi elemen psikis setiap individu. Seksualitas Freud sebagai
sebuah dinamika, menangkap ada bermacam-macam potensi psikopatologi
dalam setiap peta id, ego, dan superego. Ketiga elemen psikis ini mempunyai
kekhasan masing-masing, sebab mereka menggambarkan tiap-tiap ide yang
saling paradoks. Hanya saja, mereka tidak akan membuat manusia sepenuhnya
nyaman, karena manusia tetap saja orang yang sakit.
Sebagaimana tubuh fisik yang mempunyai struktur: kepala, kaki, lengan dan
batang tubuh, Sigmund Frued, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga
mempunyai struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang.
Struktur jiwa tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda. Masing-
masing sistem tersebut memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri.
Keharmonisan dan keselarasan kerja sama di antara ketiganya sangat
menentukan kesehatan jiwa seseorang. Ketiga sistem ini meliputi: Id, Ego, dan
Superego. Sebagaimana akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Id
Sigmund Frued mengumpamakan kehidupan psikis seseorang bak gunung es
yang terapung-apung di laut. Hanya puncaknya saja yang tampak di
permukaan laut, sedangkan bagian terbesar dari gunung tersebut tidak tampak,
karena terendam di dalam laut. Kehidupan psikis seseorang sebagian besar
juga tidak tampak ( bagi diri mereka sendiri ), dalam arti tidak disadari oleh
yang bersangkutan. Meski demikian, hal ini tetap perlu mendapat perhatian
atau diperhitungkan, karena mempunyai pengaruh terhadap keutuhan pribadi
( integrated personality ) seseorang. Dalam pandangan Frued, apa yang
dilakukan manusia khususnya yang diinginkan, dicita-citakan, dikehendaki-
untuk sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan. Hal ini dinamakan
“ketaksadaran dinamis”, ketaksadaran yang mengerjakan sesuatu. Dengan
pandangan seperti itu, Frued telah melakukan sebuah revolusi terhadap
pandangan tentang manusia. Karena, psikologi sebelumnya hanya menyelidiki
hal-hal yang disadari saja. Segala perilaku yang di luar kesadaran manusia
dianggap bukan wilayah kajian psikologi.
Frued menggunakan istilah Id untuk menunjukkan wilayah ketaksadaran
tersebut. Id merupakan lapisan paling dasar dalam struktur psikis seorang
manusia. Id meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim,
tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang
menguasai kehidupan psikis manusia. Oleh karena itu, Frued memilih istilah
“id” ( atau bahsa aslinya “Es” ) yang merupakan kata ganti orang neutrum atau
netral.
Pada permulaan hidup manusia, kehidupan psikisnya hanyalah terdiri dari Id
saja. Pada janin dalam kandungan dan bayi yang baru lahir, hidup psikisnya
seratus persen sama identik dengan Id. Id tersebut nyaris tanpa struktur apa
pun dan secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau. Namun demikian, Id
itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis lebih lanjut.
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia –
pusat insting (hawa nafsu, istilah dalam agama ). Ada dua insting dominan,
yakni : ( 1 ) Libido – instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk
kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif; ( 2 ) Thanatos – instink destruktif
dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan ( eros ), yang dalam
konsep Frued bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal
yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan kepada Tuhan,
cinta diri ( narcisisme ). Bila yang pertama adalah instink kehidupan, yang
kedua merupakan instink kematian. Semua motif manusia adalah gabungan
antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan kesenangan ( pleasure
principle ), ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak
bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani
manusia. ( Jalaluddin Rakhmat M.sc, Psikologi Komunikasi, 1986 ).
Pada mulanya, Id sama sekali berada di luar kontrol individu. Id hanya
melakukan apa yang disukai. Ia dikendalikan oleh “prinsip kesenangan” ( the
pleasure principle ). Pada Id tidak dikenal urutan waktu ( timeless ). Hukum-
hukum logika dan etika sosial tidak berlaku untuknya. Dalam mimpi seringkali
kita melihat hal-hal yang sama sekali tidak logis. Atau pada anak kecil, kita
bisa melihat bahwa perilaku mereka sangat dikuasai berbagai keinginan.
Untuk memuaskan keinginan tersebut, mereka tak mau ambil pusing tentang
masuk akal-tidaknya keinginan tersebut. Selain itu, juga tidak peduli apakah
pemenuhan keinginan itu akan berbenturan dengan norma-norma yang
berlaku. Yang penting baginya adalah keinginannya terpenuhi dan ia
memperoleh kepuasan. Demikianlah gambaran selintas tentang Id. Bagaimana
pun keadaannya Id tetap menjadi bahan baku kehidupan psikis seseorang.
Id merupakan reservoar energi psikis yang menggerakkan Ego dan Superego.
Energi psikis dalam Id dapat meningkat karena adanya rangsangan, baik dari
dalam maupun dari luar individu. Apabila energi psikis ini meningkat, akan
menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak menyenangkan). Id tidak bisa
membiarkan perasaan ini berlangsung lama. Karena itu, segeralah id
mereduksikan energi tersebut untuk menghilangkan rasa tidak enak yang
dialaminya. Jadi, yang menjadi pedoman dalam berfungsinya Id adalah
menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan.
Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan ini, id
mempunyai dua cara, yang pertama adalah: refleks dan reaksi-reaksi otomatis,
seperti misalnya bersin, berkedip karena sinar, dan sebagainya, dan yang ke
dua adalah proses primer, seperti misalnya ketika orang lapar biasanya segera
terbayang akan makanan; orang yang haus terbayang berbagai minuman.
Bayangan-bayangan seperti itu adalah upaya-upaya yang dilakukan id untuk
mereduksi ketegangan akibat meningkatnya energi psikis dalam dirinya.
Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan. Orang lapar
tentu tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Orang
haus tidak hilang hausnya dengan membayangkan es campur. Karena itu maka
perlu (merupakan keharusan kodrat) adanya sistem lain yang menghubungkan
pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah Ego.
2. Ego
Meski id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu
memuaskannya. Subsistem yang kedua – ego – berfungsi menjembatani
tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego merupakan mediator antara
hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang
menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewani manusia dan
hidup sebagai wujud yang rasional ( pada pribadi yang normal ). Ketika id
mendesak Anda untuk menampar orang yang telah menyakiti Anda, ego
segera mengingatkan jika itu Anda lakukan, Anda akan diseret ke kantor polisi
karena telah main hakim sendiri. Jika Anda menuruti desakan id, Anda akan
konyol. Jadi, ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena
kebutuhan manusia untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan.
Orang lapar tentu perlu makan untuk menghilangkan ketegangan yang ada di
dalam dirinya. Ini berarti bahwa individu harus dapat membedakan antara
khayalan dengan kenyataan tentang makanan. Di sinilah letak perbedaan
pokok antara id dan ego. Id hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin),
sementara ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan
sesuatu yang ada di dunia luar (dunia objektif, dunia kenyataan). Lain dengan
id, ego berpegang pada prinsip kenyataan ( reality principle ) dan berhubungan
dengan proses sekunder. Tujuan prinsip realitas adalah mencari objek yang
tepat sesuai dengan kenyataan untuk mereduksi ketegangan yang timbul di
dalam diri. Proses sekunder ini adalah proses berpikir realistik. Dengan
mempergunakan proses sekunder, Ego merumuskan sesuatu rencana untuk
pemuasan kebutuhan dan mengujinya dengan suatu tindakan untuk
mengetahui apakah rencananya itu berhasil atau tidak. Aktivitas Ego ini bisa
sadar, pra sadar atau tak disadari. Namun untuk sebagian besar adalah disadari.
Contoh aktivitas Ego yang disadari antara lain : persepsi lahiriah ( saya
melihat teman saya tertawa di ruang itu ); persepsi batiniah ( saya merasa sedih
) dan berbagai ragam proses intelektual. Aktivitas pra sadar dapat dicontohkan
fungsi ingatan ( saya mengingat kembali nama teman yang tadinya telah saya
lupakan ). Sedangkan aktivitas tak sadar muncul dalam bentuk mekanisme
pertahanan diri ( defence mechanisme ), misalnya orang yang selalu
menampilkan perangai temperamental untuk menutupi ketidakpercayaan-
dirinya; ketidakmampuannya atau untuk menutupi berbagai kesalahannya.
Aktivitas Ego ini tampak dalam bentuk pemikiran-pemikiran yang objektif,
yang sesuai dengan dunia nyata dan mengungkapkan diri melalui bahasa. Di
sini, the pleasure principle dari Id diganti dengan the reality principle. Sebagai
misal, ketika seseorang merasa lapar. Rasa lapar ini bersumber dari dorongan
Id untuk fungsi menjaga kelangsungan hidup. Id tidak peduli apakah makanan
yang dibutuhkan nyata atau sekadar angan-angan. Baginya, ia butuh makanan
untuk memuaskan diri dari dorongan rasa lapar tersebut. Pada saat yang
bersangkutan hendak memuaskan diri dengan mencari makanan, Ego
mengambil peran. Ego berpendapat bahwa angan-angan tentang makanan
tidak bisa memuaskan kebutuhan akan makanan. Harus dicari makanan yang
benar-benar nyata. Selanjutnya, Ego mencari cara untuk mendapatkan
makanan tersebut.
Menurut Frued, tugas pokok Ego adalah menjaga integritas pribadi dan
menjamin penyesuaian dengan alam realitas. Selain itu, juga berperan
memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik dengan
keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain. Ego juga mengontrol
apa yang akan masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan. Jadi,
Fungsi Ego adalah menjaga integritas kepribadian dengan mengadakan sintesis
psikis.
3. Superego
Superego adalah sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh Sigmund
Frued. Sistem kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di atas Ego, karena
itu dinamakan Superego. Fungsinya adalah mengkontrol ego. Ia selalu
bersikap kritis terhadap aktivitas ego, bahkan tak jarang menghantam dan
menyerang ego. Superego ini termasuk ego, dan seperti ego ia mempunyai
susunan psikologis lebih kompleks, tetapi ia juga memiliki perkaitan sangat
erat dengan id. Superego dapat menempatkan diri di hadapan Ego serta
memperlakukannya sebagai objek dan caranya kerapkali sangat keras. Bagi
Ego sama penting mempunyai hubungan baik dengan Superego sebagaimana
halnya dengan Id. Ketidakcocokan antara ego dan superego mempunyai
konsekuensi besar bagi psikis. Seperti dikemukakan di atas, Superego
merupakan sistem kepribadian yang melepaskan diri dari Ego. Aktivitas
Superego dapat berupa self observation, kritik diri, larangan dan berbagai
tindakan refleksif lainnya. Superego terbentuk melalui internalisasi (proses
memasukkan ke dalam diri) berbagai nilai dan norma yang represif yang
dialami seseorang sepanjang perkembangan kontak sosialnya dengan dunia
luar, terutama di masa kanak-kanak. Nilai dan norma yang semula “asing”
bagi seseorang, lambat laun diterima dan dianggapnya sebagai sesuatu yang
berasal dari dalam dirinya. Larangan, perintah, anjuran, cita-cita, dan
sebagainya yang berasal dari luar ( misalnya orangtua dan guru ) diterima
sepenuhnya oleh seseorang, yang lambat laun dihayati sebagai miliknya.
Larangan “Engkau tidak boleh berbohong“ Engkau harus menghormati orang
yang lebih tua” dari orangtuanya menjadi “Aku tidak boleh berbohong “Aku
harus menghormati orang yang lebih tua”. Dengan demikian, Superego
berdasarkan nilai dan norma-norma yang berlaku di dunia eksternal, kemudian
melalui proses internalisasi, nilai dan norma-norma tersebut menjadi acuan
bagi perilaku yang bersangkutan. Superego merupakan dasar moral dari hati
nurani. Aktivitas superego terlihat dari konflik yang terjadi dengan ego, yang
dapat dilihat dari emosi-emosi, seperti rasa bersalah, rasa menyesal, juga
seperti sikap observasi diri, dan kritik kepada diri sendiri. Konflik antara ego
dan superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya emosi-emosi
seperti rasa bersalah, menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam batas yang
wajar, perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang
hidupnya sangat disiksa oleh superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk
hidup normal.

B. Asumsi Dasar Tentang Manusia dalam Psikodinamika


Dikatakan psikodinamika, karena teori ini didasarkan pada asumsi bahwa
perilaku berasal dari gerakan dan interaksi dalam pikiran manusia, kemudian
pikiran merangsang perilaku dan keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh lingkungan sosialnya. Perkembangan teori psikodinamika dalam lingkungan
teori-teori pekerjaan sosial masih diterapkan secara generalis, hal ini
dimungkinkan karena penerapannya masih berpatokan pada ajaran Freud tadi
dengan mengarah kepada pengembangan psikoanalisis. Pendekatan
psikodinamika terhadap psikologi berpusat pada proses-proses bawah sadar yang
mempengaruhi prilaku. Teori psikodinamika yang paling terkenal adalah teori
dari Freud, yaitu teori ”struktur” kepribadian, pertahanan ego, perkembangan
psikoseksual, dan teori mimpi. Asumsi-asumsi penting psikologi psikodinamika
adalah:
1) Perilaku dan perasaan orang dewasa (termasuk masalah-masalah
psikologis) berasal dari pengalaman masa kecil.
2) Hubungan antar manusia (terutama hubungan orangtua-anak) sangat
penting dalam menentukan perasaan dan perilaku manusia.
3) Perilaku dan perasaan sangat dipengaruhi oleh makna kejadian-
kejadian dalam pikiran bawah sadar dan motif-motif bawah sadar.
4) Berlawanan dengan cabang-cabang lain dalam psikologi yang sangat
menekankan penelitian sistematis dan ilmiah, psikologi
psikodinamika mencari informasi melalui mimpi, gejala, tingkah laku
yang tidak masuk akal, dan semua ucapan pasien selama terapi.

C. Penyebab umum psikodinamika gangguan jiwa

Manusia bereaksi secara keseluruhan,secara holistic,atau dapat dikatakan secara


somato-psiko-sosial.dalam mencari penyebab gangguan jiwa .maka ketiga unsur
ini diperhatikan.gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala – gejala
yang patologik dari unsure psike.hal ini tidak berarti bahwa unsure yang lain
tidak terganggu.sekali lagi yang sakit dan menderita adalah manusia seutuhnya
dan bukan hanya badanya,jiwanya dan lingkunganya. Hal –hal yang dapat
mempengaruhi perilaku manusia konstitusi,umur dan sex,keadan badan,keadan
psikologi, keluarga, adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan, pekerjaan
kehamilan,dan perkawinan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi,
rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya. Perkiraan jumlah
penderita beberapa jenis gangguan jiwa yang ada dalam satu tahun di Indonesia.
Psikosa fungsional 520.000, sindroma otak organik akut 65.000, Sindroma otak
organik menahun 130.000, retradasi mental 2.600.000, nerosa 6.500.000,
psikosomatik 6.500.000, gangguan kepribadian 1.300.000, ketergantungan obat
1.000. Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur
kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di fisik (somatogenik),
dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun di psikis (psikogenik). Biasanya tidak
terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai
unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu
timbullah gangguan fisik ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan depresi,
karena kurang makan dan tidur daya tahan fisiknya mengalami penurunan
sehingga mengalami penyakit fisik. Sebaliknya seorang dengan penyakit fisik
misalkan kanker yang melemahkan, maka secara psikologisnya juga akan
menurun sehingga kemungkinan mengalami depresi. Penyakit pada otak sering
mengakibatkan gangguan jiwa. Contoh lain adalah seorang anak yang mengalami
gangguan otak (karena kelahiran, peradangan dan sebagainya) kemudian menjadi
hiperkinetik dan sukar diasuh. Ia mempengaruhi lingkungannya, terutama orang
tua dan anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling
mempengaruhi. Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor
pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :

1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)


a. Neuroanatomi
b. Neurofisiologi
c. Neurokimia
d. Tingkat kematangan dan perkembangan organik

 Faktor-faktor pre dan peri – natal


1. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :
a. Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal
berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan
tak percaya dan kebimbangan)
b. Peranan ayah
c. Persaingan antara saudara kandung
d. Inteligensi
e. hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
f. kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa
salah
g. Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri versus peran yang tidak
menentu
h. Keterampilan, bakat dan kreativitas
i. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j. Tingkat perkembangan emosi
2. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
a. Kestabilan keluarga
b. Pola mengasuh anak
c. Tingkat ekonomi
d. Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
e. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas
kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
f. Pengaruh rasial dan keagamaan
g. Nilai-nilai
D. Proses Intervensi dalam Psikodinamika
1. Fokus/ akar masalah klien.
2. Tujuan pemecahan masalah klien berikut indikator-indikator keberhasilan.
3. Sistem dasar praktek, yang meliputi:
a. Sistem klien
b. Sistem sasaran
c. Sistem pelaksana perubahan
d. Sistem kegiatan
4. Pokok-pokok program kegiatan pemecahan masalah
5. Metode-metode pertolongan yang digunakan untuk memberikan pertolongan
kepada klien
6. Tahap pelaksanaan intervensi (pemecahan masalah klien)

E. Teknik-teknik dalam Model Intervensi Psikodinamika

1. Pendekatan problem solving


a. Orang yang terlibat dalam proses
b. Masalah yang ditangani
c. Lokasi prakteknya
d. Proses praktek

2. Pendekatan transaksional analisis


a. Struktural
b. Transaksional
c. Permainan
d. Skrip analisis

3. Pendekatan terapi lingkungan


Terapi lingkungan sebagi aplikasi pada kepedulian lingkungan sekitar.
F. Kekuatan dan Kelemahan Model Intervensi Psikodinamika
1. Kekuatan
a. Mengenalkan pentingnya pikiran bawah sadar
b. Mengenalkan pentingnya pengalaman masa kecil dan hubungan dengan
orang lain.
c. Menerangkan masalah-masalah yang sulit dan penting.
d. Pendekatan yang berguna dalam memahami kesehatan mental, kendati
tidak lengkap.
e. Seperangkat terapi dan teknik terapeutik yang sangat berguna bagi mereka
yang sedang mengalami derita psikologis.
f. Sebagai orang pertama yang menyentuh konsep-konsep psikologi seperti
peran ketidaksadaran (unconsciousness), anxiety, motivasi, pendekatan
teori perkembangan untuk menjelaskan struktur kepribadian.
g. Posisinya yang kukuh sebagai seorang deterministik sekaligus
menunjukkan hukum-hukum perilaku, artinya perilaku manusia dapat
diramalkan.
h. Freud juga mengkaji produk-produk budaya dari kacamata psikoanalisa,
seperti puisi, drama, lukisan, dan lain-lain. Oleh karenanya ia memberi
sumbangan juga pada analisis karya seni.
2. Kelemahan
a. Teori-teorinya diperoleh dari studi-studi kasus.
b. Konsep-konsepnya menarik, tetapi tidak jelas dan tidak dapat diuji.
c. Reduksionisme psikodinamia
d. Kesulitan berkomunikasi dan pola prilaku yang berulang-ulang – sebagai
akibat pola asuhan yang buruk.
e. Tidak berpihak pada gender.
f. Lebih diasumsikan pada model-model yang berhubungan dengan bidang
kesehatan dan lain sebagainya.
g. Metode studinya dianggap kurang reliabel, sulit diuji secara sistematis dan
sangat subyektif.
h. Konstruk-konstruk teorinya juga sulit diuji secara ilmiah sehingga
diragukan keilmiahannya. Beberapa konsepnya bahkan dianggap fiksi,
seperti Oedipus complex.
i. Bagi aliran behaviorist, yang dilakukan Freud adalah mempelajari
intervening variable.
BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Gangguan jiwa menurut Yosep(2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Ada tiga faktor
penyebab gangguan jiwa yaitu : Faktor somatic (somatogenik) atau organobiologis, faktor
psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif dan faktor sosio-budaya(sosiogenik) atau
sosiokultural. Gejala umum yang muncul pada seseorang yang mengalami gangguan mental
(Sundari,2005) adalah : keadaan fisik, keadaan mental dan keadaan emosi. Tujuan
komunikasi pada pasien jiwa yaitu perawat dapat memahami orang lain, menggali perilaku
klien, memahami perlunya member pujian dan memperoleh informasi klien.
3.2  Saran
Calon perawat harus mengetahui cara berkomunikasi dengan baik pada pasien terutama
pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan.
Dartar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai