Akuisi
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang danjasa
kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Jenis-jenis Pajak
2. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak
lain.
Contoh : Pajak Penjualan, PPN/.pajak pertambahan nilai , PPn-BM/pajak penjualan atas
barang mewah , BeaMaterai(BM) dan Cukai.
b. Pajak Objektif, adalah pajak yang dinilai berdasarkan objektifitasnya dan tanpa
diperhatikanya keadaan diri sang wajib pajak. Contoh : PPN/pajak pertmabahan nilai
, PBB/pajak bumi dan bangunan , PPn-BM/pajak atas penjualan barang mewah.
http://akunt.blogspot.com/2012/03/jenis-jenis-pajak-dan-penjelasanya.html
1. Pajak PPH
PPH 21
Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6
macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21
untuk pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas
atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang
bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang
menarik dana pensiun. Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal
21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan
menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan yang rutin dilakukan setiap
bulan dan Penghitungan kembali yang dilakukan setiap masa pajak Desember (atau masa pajak
dimana pegawai berhenti bekerja).
Sebelum menghitung Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 sebaiknya Anda harus memahami terlebih
dahulu elemen apa saja yang menjadi Objek Pajak Penghasilan, objek pajak PPh Final dan yang
tidak termasuk objek pajak penghasilan.
UU Pajak penghasilan pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dan
beberapa kali mengalami amandemen dan perubahan sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Tarif Pajak Penghasilan Pph Pasal 21
Sesuai dengan Pasal 17 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008, tarif pajak penghasilan
pribadi perhitungannya dengan menggunakan tarif progresif sebagai berikut:
Sebagai bahan informasi buat Anda, berikut kami sajikan data Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) mulai dari Tahun 2015 sampai dengan 2018
Tarif PTKP 2015 setahun adalah sebesar Rp. 36 juta (3 juta per bulan) untuk diri Wajib Pajak
orang pribadi, dan naik 50% dari nilai PTKP 2014 sebesar Rp. 24,3 juta.
Catatan:
Tunjangan PTKP untuk anak atau tanggungan maksimal 3 orang
TK : Tidak Kawin
K : Kawin
K/I : Kawin dan penghasilan pasangan digabung
1) Hitung penghasilan bruto Anda dalam setahun, seperti gaji pokok ditambah dengan
tunjangan-tunjangan lainnya.
2) Hitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), sesuai dengan status Anda.
3) Hitung pengurang lainnya seperti : Tunjangan Biaya Jabatan 5% & Iuran Pensiun 5% dari
penghasilan bruto, catatan: Tunjangan Biaya Jabatan Maksimal Rp. 6 juta per tahun, dan
Tunjangan Iuran Pensiun maksimal 2,4 juta per tahun.
4) Hitung Penghasilan netto Anda : Penghasilan Bruto – PTKP – Iuran Jabatan & Pensiun.
5) Kalikan Penghasilan Netto dengan tarif Pajak Penghasilan yang berlaku.
Contoh Praktis Menghitung Pajak Penghasilan Pph 21 Tahun 2018
Agar Anda dapat lebih memahami cara perhitungan pajak penghasilan, berikut ini kami berikan
contoh perhitungan pajak penghasilan Pph 21:
Misalnya A adalah seorang karyawan status kawin dengan anak 1, dengan asumsi data
penghasilan sebagai berikut:
Dari data di atas perhitungan pajak penghasilan Pph 21 atas penghasilan dalam setahun adalah
sebagai berikut:
(dalam Rupiah)
Pengurangan (-)
PTKP 63.000.000,-
Biaya Jabatan 4.200.000,-
Iuran Pensiun 2.400.000,-
Total 69.600.000,-
Catatan :
Perhitungan diatas dengan asumsi pegawai A memiliki nomor pokok wajib pajak
(NPWP), namun apabila tidak memiliki NPWP maka wajib pajak tersebut dikenakan biaya
tambahan 20% dari perhitungan normal.
Apabila Karyawan A asumsi perhitungan Penghasilan Kena Pajak (Netto) di atas
nilainya di atas Rp. 50 juta, maka tarif pajak disesuaikan dengan tabel pajak progresif di atas
sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Artikel Terkait :
Perhitungan Pajak PPh Pasal 21 Tenaga Ahli 2018
Perhitungan Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap Dengan Tunjangan BPJS
Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pph 21 Menggunakan Formulir Otomatis / Digital
Apabila Anda telah memahami cara perhitungan manual pajak penghasilan PPh pasal 21 diatas
dengan menggunakan excel, untuk mengaplikasikannya langsung pada formulir otomatis dari
Direktorat Jendral Pajak, berikut akan kami berikan formulir tersebut dan bisa Anda download.
Formulir tersebut dalam bentuk format PDF, namun dalam pengisiannya Anda dipermudah
karena seluruh hitungan penjumlahannya secara otomatis oleh sistem.
Jika Anda mengalami kesulitan dalam pengisian SPT tersebut, terdapat juga tutorial lengkap
bagaimana cara pengisian tahap demi tahap yang sangat mudah dipahami.
Sebagai tambahan Formulir tersebut juga tersedia dalam format Bahasa Inggris (English
Language), sehingga dapat digunakan juga oleh warga negara asing (WNA) yang memperoleh
penghasilan dan bekerja di Indonesia.
1. Formulir Pajak Penghasilan SPT 1770 SS (diperuntukkan bagi Anda yang bekerja atau
karyawan dan memiliki penghasilan bruto lebih kecil dari 60 juta rupiah pertahun.
2. Formulir Pajak Penghasilan SPT 1770 S (diperuntukkan bagi Anda yang bekerja atau
karyawan dan memiliki penghasilan bruto lebih besar dari 60 juta rupiah pertahun.
3. Formulir Pajak Penghasilan SPT 1770 (diperuntukkan bagi Anda yang memiliki usaha
atau pekerjaan bebas atau Anda adalah sebagai seorang pengusaha)
Perlu Anda ketahui bahwa saat ini proses pengisian dan lapor SPT Pajak Penghasilan Tahunan
PPh 21 bisa dilakukan secara online di website Direktorat Jendral Pajak (DJP Online) dengan
menggunakan aplikasi efiling pajak, berikut tutorial prosedur pendaftaran, cara pengisian SPT
PPh 21 dan penjelasannya:
1. Penghasilan 60 juta keatas : Cara Lapor SPT Pajak Tahunan Online Formulir 1770 S ;
2. Penghasilan 60 juta kebawah : Cara Lapor SPT Pajak Tahunan Online Formulir 1770
SS ;
3. Saat ini Direktorat Jendral Pajak belum menyediakan pengisian SPT 1770 secara online,
namun data SPT dapat Anda isi terlebih dahulu menggunakan aplikasi e-SPT dari Dirjen
Pajak, setelah data lengkap bisa segera Anda lapor SPT tersebut dengan cara mengapload
ke situs DJP Online.
Sumber :
https://www.kembar.pro/2015/10/menghitung-pajak-penghasilan-tarif-pph-21-terbaru-2015.html
http://www.pajak.go.id/content/article/cara-penghitungan-pph-pasal-21-terbaru
PPH 22
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
PPh Pasal 22 atau Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu,
baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan
re-impor. Melalui penerbitan peraturan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-
badan yang berhak memungut PPh Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh
Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak
terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Mengingat
sangat bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih
rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun PPh 23. Pada umumnya, PPh
Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’, sehingga
baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena
itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian adalah:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal
22 impor barang;
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS);
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
o PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan
Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.,
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama
Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero);
o Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk
keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara,
mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin
usaha pertambangan.
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan
adalah:
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada
distributor di dalam negeri;
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri;
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan
industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri
hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
o mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan; dan
o menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah
menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Objek PPh Pasal 22
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2016, lihat lampiran berikut ini
mengenai objek PPh Pasal 22 berupa impor barang-barang mewah tertentu.
1. Atas impor:
o yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
o non-API = 7,5% x nilai impor;
o yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak, yaitu:
o Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
o Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
o Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
o Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
o Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen
bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API
= 0,5% x nilai impor.
7. Atas penjualan
o Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
o Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
o Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
o Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
o Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)
dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak
termasuk PPN dan PPnBM.
8. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.
Berikut ini adalah daftar pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal 22:
PPh Pasal 22 adalah cicilan PPh pada tahun berjalan. Maksudnya, pada akhir tahun, cicilan ini
akan diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh badan atau PPh orang pribadi.
PPh Pasal 22 yang berbentuk SSE, artinya PPh Pasal 22 tersebut dibayar langsung ke bank
persepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan pada saat transaksi. Transaksi yang wajib dibayar
langsung adalah transaksi yang berkaitan dengan impor dan bendahara.
Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat bukti pungut juga wajib menyetor PPh yang
dipungut dengan kode pajak 411122-900 ke bank persepsi, kemudian melaporkannya dalam SPT
Masa PPh Pasal 22.
Sedangkan pihak yang dipungut mendapat bukti pungut dan dapat dikreditkan pada akhir tahun
di SPT Tahunan.
Penjualan bahan bakar minyak dan gas ke agen atau penyalur dikenakan atas PPh bersifat final.
Artinya, wajib pajak yang hanya memiliki usaha tersebut, maka hanya wajib lapor SPT Tahunan
yang dilampiri bukti potong.
Kesimpulan
o PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan-badan tertentu,
baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor,
impor dan re-impor. Sekarang dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No.
90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh
Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.
o PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’,
karena itu PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
o Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung dari objek pajaknya, yaitu berkisar antara
0,25%-1,5%.
Sumber :
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-22
http://www.pajak.net/info/PPh22.htm
PPH 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal
dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya.
Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya
seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015. Berikut ini adalah daftar lengkap
objek PPh Pasal 23, tarif dan cara buat hitung, setor dan e-filing yang mudah, cepat, aman dan
gratis!
Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak. Pihak yang
menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa akan dikenakan PPh pasal 23. Pihak
pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong dan melaporkan PPh pasal
23 tersebut kepada kantor pajak.
Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya
seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.
Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus memberikan bukti
potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada pihak yang dikenakan pajak tersebut dan
bukti potong (rangkap ke-2) pada saat melakukan e-Filing pajak PPh 23 di OnlinePajak.
Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23, lalu
bisa melaporkannya melalui fitur lapor pajak online atau efiling gratis di OnlinePajak. Jatuh
tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Jika sebelumnya perhitungan, pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara
terpisah-pisah, kini ketiga hal tersebut bisa dilakukan dengan satu aplikasi OnlinePajak yang
terintegrasi, mudah, otomatis dan lebih cepat. Baik Anda membuat laporan PPh 23 di
OnlinePajak atau menggunakan file CSV PPh 23 dari aplikasi e-SPT, lalu mengimpornya untuk
efiling pajak gratis di OnlinePajak. Sangat memudahkan akuntan yang ingin menyelesaikan
pelaporan dan pembayarannya tepat waktu.
1. Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan
royalti;
2. Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan
Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus
2015. Berikut ini adalah daftar objek pph 23 jasa lainnya tersebut:
1. Penilai (appraisal);
2. Aktuaris;
3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4. Hukum;
5. Arsitektur;
6. Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
7. Perancang (design);
8. Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang
dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
9. Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
10. Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak
dan gas bumi (migas);
11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
12. Penebangan hutan;
13. Pengolahan limbah;
14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
15. Perantara dan/atau keagenan;
16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
18. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19. Mixing film;
20. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho
dan folder;
21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk
perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
23. Internet termasuk sambungannya;
24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
25. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
26. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
28. Maklon;
29. Penyelidikan dan keamanan;
30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
31. Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain
untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
32. Pembasmian hama;
33. Kebersihan atau cleaning service;
34. Sedot septic tank;
35. Pemeliharaan kolam;
36. Katering atau tata boga;
37. Freight forwarding;
38. Logistik;
39. Pengurusan dokumen;
40. Pengepakan;
41. Loading dan unloading;
42. Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi
pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
43. Pengelolaan parkir;
44. Penyondiran tanah;
45. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
46. Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
47. Pemeliharaan tanaman;
48. Permanenan;
49. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;
50. Dekorasi;
51. Pencetakan/penerbitan;
52. Penerjemahan;
53. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak
Penghasilan;
54. Pelayanan pelabuhan;
55. Pengangkutan melalui jalur pipa;
56. Pengelolaan penitipan anak;
57. Pelatihan dan/atau kursus;
58. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
59. Sertifikasi;
60. Survey;
61. Tester;
62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah).
4. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal
23.
o Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja
kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna
jasa;
o Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur
pembelian);
o Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan
kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis);
o Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar
jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga
(dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada
pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku atas:
PIHAK PEMOTONG PPH PASAL 23 DAN PIHAK
YANG DIKENAKAN PPH PASAL 23
o Badan pemerintah;
o Subjek pajak badan dalam negeri;
o Penyelenggara kegiatan;
o Bentuk Usaha Tetap (BUT);
o Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
o Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
PENGECUALIAN PPH 23
Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas:
o Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
o Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
Kesimpulan
o Pemerintah telah menambahkan objek PPh Pasal 23 menjadi 62 jenis jasa lainnya dalam
Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.040/2015.
o PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa,
atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
o Tarif PPh 23 ada dua yaitu 15% dan 2% tergantung pada objek pajaknya.
o Ada 5 manfaat buat setor dan efiling PPh 23 di OnlinePajak, yaitu:
o Telah disahkan DJP.
o Cepat dan mudah (perhitungannya otomatis dan akurat).
o Terintegrasi. Hitung, setor dan lapor pajak online PPh 23 dilakukan dalam satu
aplikasi terpadu.
o Gratis untuk buat ID billing, setor pajak online dan e-Filing PPh 23.
o Sedia jasa pengiriman bukti potong pajak.
Sumber :
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-23
PPH 24
PPh pasal 24 membahas tentang penghasilan yang berasal dari luar negeri. Pada prinsinya
dalam PPh pasal 24 adalah mencari besarnya pajak yang bisa dikreditkan dengan jalan
membandingkan antara pajak yang dipungut di luar negeri dengan batas maksimum kredit pajak
dipilih yang terkecil.
Batas maksimum kredit pajak = penghasilan dari luar negeri/ PKP x PPh terutang
Ada beberapa situasi dimana seorang Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk membayar pajak, tidak
hanya di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Oleh karena itu, jenis pajak ini, yaitu Pajak
Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24), mungkin dapat berlaku untuk Anda.
Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong hutang pajak Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan saham
dan surat berharga lainnya;
2. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda
bergerak;
3. penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak bergerak;
4. penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
5. pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri;
6. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda keikutsertaan
dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan pertambangan;
7. keuntungan dari pengalihan aset tetap;
8. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha tetap
(BUT).
Jika nilai pajak di luar negeri yang telah Anda gunakan sebagai kredit pajak di Indonesia, telah berkurang
atau dikembalikan kepada Anda, sehingga nilai kredit Anda kurang untuk menutup pajak terhutang Anda
di sini, maka Anda harus membayar jumlah terhutang tersebut ke kantor pelayanan pajak Indonesia.
PPH 25
PPh pasal 25 membahas tentang angsuran pajak yang menggunakan stelsel anggapan.
Ansuran pajak/ bulan = PPh terutang – kredit pajak /12
http://nanapunyblog.blogspot.com/2011/04/pph-pasal-21-22-23-24-25-dan-26.html
2. Pajak PPN
Contoh Perhitungan PPN Atas Pemberian Cuma-Cuma Tahun Pajak 2013 yaitu :
a. PT.Aditya Makmur Sejahtera adalah perusahaan yang memproduksi Kompor Gas,
dalam rangka promosi produk barunya PT.Aditya Makmur Sejahtera memberikan
secara gratis kepada CV.Mawar Merah (usaha dibidang perdagangan kompor gas) 1
buah kompor gas dengan harga pokok penjualan sebesar Rp.500.000,-
Maka PT.Aditya Makmur Sejahtera harus menerbitkan faktur pajak sebagai pajak
keluaran dengan perincian :
Bagi CV.Mawar Merah faktur pajak yang diterima dari PT.Aditya Makmur Sejahtera
atas pemberian kompor gas tersebut merupakan pajak masukan yang dapat
dikreditkan sepanjang memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam Undang-
undang No.42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM.
b. PT.Gunung Makmur Sentosa produsen mie kering dalam rangka membantu korban
bencana alam di daerah Purwokerto memberikan mie kering dengan harga pokok
penjualan sebesar Rp.2.000.000,-
Maka PT.Gunung Makmur Sentosa harus menerbitkan faktur pajak sebagai pajak
keluaran dengan perincian :
http://www.pajak.go.id/content/
3. Pajak PPB
Contoh : misalnya Awal mempunyai rumah 2 lantai ukuran bangunan 10m x 20m, rumah
tersebut dibangun pada sebidang tanah ukuran 10m x 30m, Berapa jumlah pajak PBB yang harus
dibayar setiap tahun? mari kita coba hitung disini.
Luas bangunan lt1 + lt2 = (10m x 20m) + (10m x 20m) = 400 m2.
Luas tanah 10m x 30m = 300 m2.
NJOP tanah = 300m2 x Rp.1.000.000,00 = Rp.300.000.000,00
NJOP bangunan = 400m2 x Rp.3.000.000,00 = Rp.1.200.000.000,00
NJOP tanah dan bangunan = Rp.1.500.000.000,00
NJOPTKP = Rp.12.000.000,00
NJOP untuk perhitungan PBB = NJOP tanah dan bangunan – NJOPTKP =
Rp.1.488.000.000,00
NJKP = 20% x NJOP untuk perhitungan PBB = Rp.297.600.000,00
PBB = 0,5% x NJKP = Rp.1.488.000,00
Jadi besarnya pajak bumi dan bangunan yang harus dibayar setiap tahun adalah
Rp.1.488.000,00. sebagai warga negara atau istilah lainya wajib pajak kita mempunyai hak
dalam hal PBB ini sehingga dapat digunakan apabila diperlukan, berikut ini beberapa hak wajib
pajak PBB
http://www.pajak.go.id/content/
CARA MENGHITUNG PTKP
PTKP (PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK) adalah jumlah penghasilan tertentu yang tidak
dikenakan pajak. PTKP yang ditetapkan dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 36 tahun
2008 (mulai berlaku 1 januari 2009-sekarang).PTKP tersebut dengan kententuan:
1. Diri Wajib Pajak : Rp. 15.840.000
2. Tambahan untuk WP yang sudah kawin : Rp. 1.320.000
3. Tambahan utk seorang istri yang menerima penghasilan yg digabung dengan penghasilan si
suami dikenakan Rp. 15.840.000
4. Tambahan untuk Tanggungan maksimal 3 dikenakan Rp.1.320.000 per tanggungan
contoh soal:
1) wajib pajak Olivia berstatus Nikah (suami mempunyai penghasilan) anak kandung 2,
sehingga besarnya PTKP untuk Olivia sebesar Rp. 15.840.000, hal ini dikarenakan
tanggungan anak dan status nikah ditanggung oleh si Suami.
2) hitung ptkp apabila Tn.anton tinggal dengan seorang istri 2 anak kandung dan dua adik
kandung
jawab:
WP: 15.840.000
status: 1.320.000
tanggungan (k/2): 2.640.000 (+)
jumlah 19.800.000
cat: mengapa adik kandung tidak di masukkan? karena adik kandung mempunyai hubungan
Horizonta
3) Hitung PTKP Ny.Ana yang tinggal bersama ibunya seorang pensiunan PNS
jawab:
WP:15.840.000
cat: seorang ibu pensiunan PNS tidak dimasukkan karena pegawai negeri pensiunan masih
menerima uang pensiun setiap bulannya
4) hitung PTKP Tn.nino dengan status duda dan dua anak angkat
jawab:
WP: 15.840.000
tanggungan (k/2) 2.640.000 (+)
jumlah 18.480.000
cat: status nikah tidak dimasukkan karena posisi tuan nino sudah menduda
5) hitung PTKP Ny.lia yang tinggal bersama keponakannya yang masih dibawah umum
jawab:
WP: 15.840.000
cat: keponakan tidak dimasukkan karena hubungan kesamping (horizontal)
http://kammilashaffirah.blogspot.com/2012/11/cara-menghitung-ptkp-dan-contoh-
soalnya.html
· Pengertian Merger dan Akuisisi,
Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-
merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan
begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-
merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham
di perusahaan yang baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598). Definisi merger yang lain
yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini
perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga
akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger,
perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi (Harianto dan Sudomo, 2001,
p.640).
Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham
atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada. (Brealey, Myers, & Marcus,
1999, p.598).
Menurut Damodaran 2001, suatu perusahaan dapat diakuisisi perusahaan lain dengan beberapa
cara, yaitu :
A. Merger
Pada merger, para direktur kedua pihak setuju untuk bergabung dengan persetujuan para
pemegang saham. Pada umumnya, penggabungan ini disetujui oleh paling sedikit 50%
shareholder dari target firm dan bidding firm. Pada akhirnya target firm akan menghilang
(dengan atau tanpa proses likuidasi) dan menjadi bagian dari bidding firm.
B. Konsolidasi
Setelah proses merger selesai, sebuah perusahaan baru tercipta dan pemegang saham
kedua belah pihak menerima saham baru di perusahaan ini.
C. Tender offer
Terjadi ketika sebuah perusahaan membeli saham yang beredar perusahaan lain tanpa
persetujuan manajemen target firm, dan disebut tender offer karena merupakan hostile
takeover. Target firm akan tetap bertahan selama tetap ada penola,kan terhadap
penawaran. Banyak tender offer yang kemudian berubah menjadi merger karena bidding
firm berhasil mengambil alih kontrol target firm.
D. Acquisistion of assets
Sebuah perusahaan membeli aset perusahaan lain melalui persetujuan pemegang saham
target firm. (p.835).
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/merger-dan-akuisisi-pengertian-jenis.html