Anda di halaman 1dari 28

Pajak dan Jenisnya, PBB,PPN,PPH 21,22,23,24,25, contoh Perhitungannya - Merger dan

Akuisi

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang danjasa
kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Jenis-jenis Pajak

Jenis jenis pajak menurut direktorat jendaral pajak indonesia :


1. Pajak pph atau pajak penghasilan
2. Pajak pertambahan nilai atau  PPN dan pajak atas penjualan barang mewah atau  PPNBM
3. BM atau bea materai \
4. Pajak bumi dan bangunan atau PBB 
5. Bea perolehan hak tanah atau bangunan atau BPHTB

jenis jenis pajak dibedakan menjadi 3 bagian yaitu :


1. berdasarkan pihak yang menanggung dibagi menjadi 2 adalah pajak langsung dan juga pajak
tidak langsung 
2. berdasarkan pihak yang memungut pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak negara dan juga
pajak daerah
3. berdasarakan sifatnya dibagi menjadi dua yaitu pajak obyektif dan juga pajak subyektif 

Jenis pajak berdasarkan pihak yang menanggung: 


1. Pajak Langsung adalah pajak yang pembayarannya dimana harus ditanggung sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat atau tidak bisa dialihkan kepada pihak lain.
Contoh pajak langsung adalah  : PPh, PBB.

2. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang     pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak
lain.
Contoh : Pajak Penjualan, PPN/.pajak pertambahan nilai , PPn-BM/pajak penjualan atas
barang mewah , BeaMaterai(BM) dan Cukai.

Jenis pajak berdasarkan pihak yang memungut: 


1. Pajak Negara , adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak pusat merupakan
sumber penerimaan negara Indonesia
Contoh : PPh/pajak penghasilan ,PPN/pajak pertambahan nilai , PPn dan Bea Materai/ pajak
penjualan atas barang mewah. 

2. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. 


Pajak daerah merupakan salah satu sumber     penerimaan pemerintahan daerah. 
Contoh : Pajak tontonan, pajak reklame, PKB (Pajak  Kendaraan Bermotor/PKB) PBB/pajak
bumi dan bangunan,Iuran kebersihan,, Retribusi parkir, Retribusi  galian pasir dan lainya .
Jenis pajak berdasarkan sifatnya: 
a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang memperhatikan kondisi  keadaan sang wajib pajak
itu sendiri . Dalam ini penentuan dalam besarnya pajak harus ada alasan objektif yang
berhubungan erat dalam kemampuan membayar wajib pajak/sipembayar pajak.
Contoh : PPh/pajak pengahsilan .

b. Pajak Objektif, adalah pajak yang dinilai  berdasarkan  objektifitasnya dan tanpa
diperhatikanya  keadaan diri sang wajib pajak. Contoh : PPN/pajak pertmabahan nilai
, PBB/pajak bumi dan bangunan , PPn-BM/pajak atas penjualan barang mewah.

http://akunt.blogspot.com/2012/03/jenis-jenis-pajak-dan-penjelasanya.html
1. Pajak PPH

         Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan


atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau
regresif.

PPH  21

Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6
macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21
untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas
atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang
bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang
menarik dana pensiun.  Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal
21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan
menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan yang rutin dilakukan setiap
bulan dan Penghitungan kembali yang dilakukan setiap masa pajak Desember (atau masa pajak
dimana pegawai berhenti bekerja).

Pajak Penghasilan Pribadi PPh Pasal 21


Setiap warga negara Indonesia yang memiliki penghasilan dan sesuai dengan Undang-Undang
No. 36 tahun 2008 maka diwajibkan untuk membayar pajak atas penghasilan bruto yang
diperolehnya.

Sebelum menghitung Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 sebaiknya Anda harus memahami terlebih
dahulu elemen apa saja yang menjadi Objek Pajak Penghasilan, objek pajak PPh Final dan yang
tidak termasuk objek pajak penghasilan.

Undang-Undang Pajak Penghasilan


Undang-Undang (UU) Pajak penghasilan yang berlaku di Tahun 2018 ini mengacu pada UU
Nomor 36 Tahun 2008.

UU Pajak penghasilan pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dan
beberapa kali mengalami amandemen dan perubahan sebagai berikut:
 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991
 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994
 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Tarif Pajak Penghasilan Pph Pasal 21  

Sesuai dengan Pasal 17 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008, tarif pajak penghasilan
pribadi perhitungannya dengan menggunakan tarif progresif sebagai berikut:

Penghasilan Netto Kena Pajak Tarif Pajak


Sampai dengan 50 juta 5%
50 juta sampai dengan 250 juta 15%
250 juta sampai dengan 500 juta 25%
Diatas 500 juta 30%

Sebagai bahan informasi buat Anda, berikut kami sajikan data Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) mulai dari Tahun 2015 sampai dengan 2018

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Tahun 2015


Undang-Undang yang mengatur besaran PTKP 2015 adalah Peraturan Menteri Keuangan
Nomor: 122/PMK.010/2015 mengenai tarif penyesuaian besarnya penghasilan tidak Kena Pajak
(PTKP) Tahun 2015.

Tarif PTKP 2015 setahun adalah sebesar Rp. 36 juta (3 juta per bulan) untuk diri Wajib Pajak
orang pribadi, dan naik 50% dari nilai PTKP 2014 sebesar Rp. 24,3 juta.

Perhitungan PTKP Tahun 2015:


1. Wajib Pajak Tidak Kawin dan memiliki tanggungan
Uraian Status PTKP
Wajib Pajak  TK0 36.000.000,-
+ Tanggungan 1 TK1 39.000.000,-
+ Tanggungan 2 TK2 42.000.000,-
+ Tanggungan 3 TK3 45.000.000,-

2. Wajib Pajak Kawin 


Uraian Status PTKP
+ WP Kawin K0 39.000.000,-
+ Tanggungan 1 K1 42.000.000,-
+ Tanggungan 2 K2 45.000.000,-
+ Tanggungan 3 K3 48.000.000,-

3. Wajib Pajak Kawin, penghasilan istri dan suami digabung


Uraian Status PTKP
+ WP Kawin K/I/0 75.000.000,-
+ Tanggungan 1 K/I/1 78.000.000,-
+ Tanggungan 2 K/I/2 81.000.000,-
+ Tanggungan 3 K/I/3 84.000.000,-
 Catatan: Tunjangan PTKP untuk anak atau tanggungan maksimal 3 orang

PTKP 2017/2018 : Update Catatan Penting


Perlu Anda ketahui bahwa nilai PTKP untuk Tahun 2017/2018 sampai saat ini perhitungannya masih
menggunakan peraturan dari Menteri Keuangan : PMK: 101/PMK.010/2016, atau besaran tarifnya masih
menggunakan Tarif PTKP 2016.

Tarif PTKP Tahun 2016/2017/2018 Sesuai PMK 101-PMK.010-2016 :

1. Wajib Pajak Tidak Kawin (TK)


Uraian Status PTKP
Wajib Pajak  TK0 54.000.000,-
Tanggungan 1 TK1 58.500.000,-
Tanggungan 2 TK2 63.000.000,-
Tanggungan 3 TK3 67.500.000,-

2. Wajib Pajak Kawin 


Uraian Status PTKP
WP Kawin K0 58.500.000,-
Tanggungan 1 K1 63.000.000,-
Tanggungan 2 K2 67.500.000,-
Tanggungan 3 K3 72.000.000,-

3. Wajib Pajak Kawin, penghasilan istri dan suami digabung


Uraian Status PTKP
WP Kawin K/I/0 112.500.000,-
Tanggungan 1 K/I/1 117.000.000,-
Tanggungan 2 K/I/2 121.500.000,-
Tanggungan 3 K/I/3 126.000.000,-

 Catatan: 
 Tunjangan PTKP untuk anak atau tanggungan maksimal 3 orang
 TK : Tidak Kawin
 K : Kawin
 K/I : Kawin dan penghasilan pasangan digabung

Kenaikan PTKP 2016/2017/2018 dibandingkan PTKP 2015

1. Wajib Pajak Tidak Kawin (TK)


Uraian Status Kenaikan
PTKP
Wajib Pajak TK0 18.000.000,-
Tanggungan 1 TK1 19.500.000,-
Tanggungan 2 TK2 21.000.000,-
Tanggungan 3 TK3 22.500.000,-

2. Wajib Pajak Kawin (K)


Uraian Status Kenaikan
PTKP
WP Kawin K0 19.500.000,-
Tanggungan 1 K1 21.000.000,-
Tanggungan 2 K2 22.500.000,-
Tanggungan 3 K3 24.000.000,-

3. Wajib Pajak Kawin, penghasilan istri dan suami digabung

Uraian Status Kenaikan


PTKP
WP Kawin K/I/0 37.500.000,-
Tanggungan 1 K/I/1 39.000.000,-
Tanggungan 2 K/I/2 40.500.000,-
Tanggungan 3 K/I/3 42.000.000,-

Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pph 21 Tahun 2018


Untuk menghitung pajak penghasilan Pph 21 langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1) Hitung penghasilan bruto Anda dalam setahun, seperti gaji pokok ditambah dengan
tunjangan-tunjangan lainnya.
2) Hitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), sesuai dengan status Anda.
3) Hitung pengurang lainnya seperti : Tunjangan Biaya Jabatan 5% & Iuran Pensiun 5% dari
penghasilan bruto, catatan: Tunjangan Biaya Jabatan Maksimal Rp. 6 juta per tahun, dan
Tunjangan Iuran Pensiun maksimal 2,4 juta per tahun.
4) Hitung Penghasilan netto Anda : Penghasilan Bruto – PTKP – Iuran Jabatan & Pensiun.
5) Kalikan Penghasilan Netto dengan tarif Pajak Penghasilan yang berlaku.
Contoh Praktis Menghitung Pajak Penghasilan Pph 21 Tahun 2018

Agar Anda dapat lebih memahami cara perhitungan pajak penghasilan, berikut ini kami berikan
contoh perhitungan pajak penghasilan Pph 21:

Misalnya A adalah seorang karyawan status kawin dengan anak 1, dengan asumsi data
penghasilan sebagai berikut:

Gaji Pokok Rp. 5 juta


Tunjangan Transportasi, Uang Makan dan lain-lain : Rp. 2 juta
Total Penghasilan Bruto : Rp. 7 juta
Membayar Iuran Pensiun Rp. 200 ribu per bulan kepada lembaga dana pensiun dimana
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Dari data di atas perhitungan pajak penghasilan Pph 21 atas penghasilan dalam setahun adalah
sebagai berikut:

(dalam Rupiah)

Gaji Pokok 60.000.000,-


Tunjangan 24.000.000,-
Penghasilan-Bruto 84.000.000,-

Pengurangan (-)
PTKP 63.000.000,-
Biaya Jabatan 4.200.000,-
Iuran Pensiun 2.400.000,-
Total 69.600.000,-

Penghasilan Kena Pajak-Netto 14.400.000,-

Pajak Pph (5%) Per Tahun 720.000,-


Angsuran Pajak Pph Per Bulan 60.000,-

Catatan :
 Perhitungan diatas dengan asumsi pegawai A memiliki nomor pokok wajib pajak
(NPWP), namun apabila tidak memiliki  NPWP maka wajib pajak tersebut dikenakan biaya
tambahan 20% dari perhitungan normal.
 Apabila Karyawan A asumsi perhitungan Penghasilan Kena Pajak (Netto) di atas
nilainya di atas Rp. 50 juta, maka tarif pajak disesuaikan dengan tabel pajak progresif di atas
sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Artikel Terkait :
 Perhitungan Pajak PPh Pasal 21 Tenaga Ahli 2018
 Perhitungan Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap Dengan Tunjangan BPJS
Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pph 21 Menggunakan Formulir Otomatis / Digital

Apabila Anda telah memahami cara perhitungan manual pajak penghasilan PPh pasal 21 diatas
dengan menggunakan excel, untuk mengaplikasikannya langsung pada formulir otomatis dari
Direktorat Jendral Pajak, berikut akan kami berikan formulir tersebut dan bisa Anda download.

Formulir tersebut dalam bentuk format PDF, namun dalam pengisiannya Anda dipermudah
karena seluruh hitungan penjumlahannya secara otomatis oleh sistem.

Jika Anda mengalami kesulitan dalam pengisian SPT tersebut, terdapat juga tutorial lengkap
bagaimana cara pengisian tahap demi tahap yang sangat mudah dipahami.

Sebagai tambahan Formulir tersebut juga tersedia dalam format Bahasa Inggris (English
Language), sehingga dapat digunakan juga oleh warga negara asing (WNA) yang memperoleh
penghasilan dan bekerja di Indonesia. 
1. Formulir Pajak Penghasilan SPT 1770 SS (diperuntukkan bagi Anda yang bekerja atau
karyawan dan memiliki penghasilan bruto lebih kecil dari 60 juta rupiah pertahun.
2. Formulir Pajak Penghasilan SPT 1770 S (diperuntukkan bagi Anda yang bekerja atau
karyawan dan memiliki penghasilan bruto lebih besar dari 60 juta rupiah pertahun.
3. Formulir Pajak Penghasilan SPT 1770 (diperuntukkan bagi Anda yang memiliki usaha
atau pekerjaan bebas atau Anda adalah sebagai seorang pengusaha)

Perlu Anda ketahui bahwa saat ini proses pengisian dan lapor SPT Pajak Penghasilan Tahunan
PPh 21 bisa dilakukan secara online di website Direktorat Jendral Pajak (DJP Online) dengan
menggunakan aplikasi efiling pajak, berikut tutorial prosedur pendaftaran, cara pengisian SPT
PPh 21 dan penjelasannya:

1. Penghasilan 60 juta keatas :  Cara Lapor SPT Pajak Tahunan Online Formulir 1770 S ;
2. Penghasilan 60 juta kebawah :  Cara Lapor SPT Pajak Tahunan Online Formulir 1770
SS ;
3. Saat ini Direktorat Jendral Pajak belum menyediakan pengisian SPT 1770 secara online,
namun data SPT dapat Anda isi terlebih dahulu menggunakan aplikasi e-SPT dari Dirjen
Pajak, setelah data lengkap bisa segera Anda lapor SPT tersebut dengan cara mengapload
ke situs DJP Online.

Sumber :

https://www.kembar.pro/2015/10/menghitung-pajak-penghasilan-tarif-pph-21-terbaru-2015.html
http://www.pajak.go.id/content/article/cara-penghitungan-pph-pasal-21-terbaru
PPH  22

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh :


1. Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;

2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

PPh Pasal 22 atau Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu,
baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan
re-impor. Melalui penerbitan peraturan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-
badan yang berhak memungut PPh Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 

Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh
Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak
terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Mengingat
sangat bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih
rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun PPh 23. Pada umumnya, PPh
Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’, sehingga
baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena
itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian. 

Pemungut PPh Pasal 22

Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian adalah:

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal
22 impor barang;
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS);
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
o PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan
Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.,
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama
Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero);
o Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk
keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara,
mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin
usaha pertambangan. 
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan
adalah:

1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada
distributor di dalam negeri;
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri;
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas; 
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan
industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri
hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
o mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan; dan
o menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.  90/PMK.03/2015, pemerintah
menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 
Objek PPh Pasal 22

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2016, lihat lampiran berikut ini
mengenai objek PPh Pasal 22 berupa impor barang-barang mewah tertentu. 

Tarif PPh Pasal 22

1. Atas impor:
o yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
o non-API = 7,5% x nilai impor;
o yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak, yaitu:
o Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
o Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
o Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
o Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
o Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen
bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API
= 0,5% x nilai impor.
7. Atas penjualan
o Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
o Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
o Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
o Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
o Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)
dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak
termasuk PPN dan PPnBM.
8. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.

Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22

Berikut ini adalah daftar pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal 22:

1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan


peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Pengecualian tersebut, harus
dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:
o yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga
barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot
Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE), yaitu tempat penimbunan barang
dagangan karena pengimpornya tidak membayar bea masuk sebagaimana
mestinya;
o sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969
tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir
dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
o berupa kiriman hadiah;
o untuk tujuan keilmuan.
3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah
yang meliputi jumlah kurang dari Rp 2.000.000,- (bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah).
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM,
benda-benda pos, dan telepon.

Pembayaran PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 adalah cicilan PPh pada tahun berjalan. Maksudnya, pada akhir tahun, cicilan ini
akan diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh badan atau PPh orang pribadi.

PPh Pasal 22 yang berbentuk SSE, artinya PPh Pasal 22 tersebut dibayar langsung ke bank
persepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan pada saat transaksi. Transaksi yang wajib dibayar
langsung adalah transaksi yang berkaitan dengan impor dan bendahara.

Kewajiban Membuat Bukti Pungut

Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat bukti pungut juga wajib menyetor PPh yang
dipungut dengan kode pajak 411122-900 ke bank persepsi, kemudian melaporkannya dalam SPT
Masa PPh Pasal 22.
Sedangkan pihak yang dipungut mendapat bukti pungut dan dapat dikreditkan pada akhir tahun
di SPT Tahunan. 

Penjualan bahan bakar minyak dan gas ke agen atau penyalur dikenakan atas PPh bersifat final.
Artinya, wajib pajak yang hanya memiliki usaha tersebut, maka hanya wajib lapor SPT Tahunan
yang dilampiri bukti potong. 

e-Filing PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 dilaporkan paling lambat tanggal 20 setiap bulannya. Melalui e-Filing di


OnlinePajak, caranya mudah dan cepat, serta tak perlu antre di KPP lagi. Cukup impor file CSV
SPT Masa PPh Pasal 22 dari software e-SPT ke OnlinePajak. Lalu lapor dan dapatkan bukti
lapornya dalam 1 klik saja!

Kesimpulan

o PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan-badan tertentu,
baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor,
impor dan re-impor. Sekarang dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No.
90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh
Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah. 
o PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’,
karena itu PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian. 
o Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung dari objek pajaknya, yaitu berkisar antara
0,25%-1,5%.

Sumber :
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-22
http://www.pajak.net/info/PPh22.htm
PPH 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal
dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya.

Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya
seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015. Berikut ini adalah daftar lengkap
objek PPh Pasal 23, tarif dan cara buat hitung, setor dan e-filing yang mudah, cepat, aman dan
gratis!

PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23


(PPH 23)
Menurut situs Dirjen Pajak, Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang
dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain
yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak. Pihak yang
menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa akan dikenakan PPh pasal 23. Pihak
pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong dan melaporkan PPh pasal
23 tersebut kepada kantor pajak.

Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya
seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.

PEMBAYARAN, PELAPORAN DAN BUKTI POTONG


PPH PASAL 23
Berikut ini ketentuan pembayaran, pelaporan dan bukti potong PPh Pasal 23. 

Pembayaran PPh Pasal 23

Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara membuat ID billingterlebih dahulu,


lalu membayarnya melalui Bank Persepsi (ATM, teller bank, fitur bayar pajak online di
OnlinePajak, dll) yang telah disetujui oleh Kementerian Keuangan. Jatuh tempo pembayaran
adalah tanggal 10, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.

Bukti Potong PPh Pasal 23

Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus memberikan bukti
potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada pihak yang dikenakan pajak tersebut dan
bukti potong (rangkap ke-2) pada saat melakukan e-Filing pajak PPh 23 di OnlinePajak. 

Pelaporan PPh Pasal 23

Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23, lalu
bisa melaporkannya melalui fitur lapor pajak online atau efiling gratis di OnlinePajak. Jatuh
tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.

Jika sebelumnya perhitungan, pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara
terpisah-pisah, kini ketiga hal tersebut bisa dilakukan dengan satu aplikasi OnlinePajak yang
terintegrasi, mudah, otomatis dan lebih cepat. Baik Anda membuat laporan PPh 23 di
OnlinePajak atau menggunakan file CSV PPh 23 dari aplikasi e-SPT, lalu mengimpornya untuk
efiling pajak gratis di OnlinePajak. Sangat memudahkan akuntan yang ingin menyelesaikan
pelaporan dan pembayarannya tepat waktu.

TARIF PPH 23 DAN OBJEK PPH PASAL 23


Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%,
tergantung dari objek PPh 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif PPh 23 dan objek PPh
Pasal 23 :

1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :

1. Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan
royalti;
2. Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.

3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.

4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan
Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus
2015. Berikut ini adalah daftar objek pph 23 jasa lainnya tersebut: 
1. Penilai (appraisal);
2. Aktuaris;
3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4. Hukum;
5. Arsitektur;
6. Perencanaan kota dan arsitektur landscape; 
7. Perancang (design);
8. Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang
dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
9. Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
10. Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak
dan gas bumi (migas);
11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
12. Penebangan hutan;
13. Pengolahan limbah;
14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
15. Perantara dan/atau keagenan;
16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
18. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19.  Mixing film;
20. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho
dan folder;
21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk
perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
23. Internet termasuk sambungannya;
24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
25. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; 
26. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
28. Maklon;
29. Penyelidikan dan keamanan;
30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
31. Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain
untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
32. Pembasmian hama;
33. Kebersihan atau cleaning service;
34. Sedot septic tank;
35. Pemeliharaan kolam;
36. Katering atau tata boga;
37.  Freight forwarding;
38. Logistik;
39. Pengurusan dokumen;
40. Pengepakan;
41. Loading dan unloading;
42. Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi
pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
43. Pengelolaan parkir;
44. Penyondiran tanah;
45. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
46. Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
47. Pemeliharaan tanaman;
48. Permanenan;
49. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;
50. Dekorasi;
51. Pencetakan/penerbitan;
52. Penerjemahan;
53. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak
Penghasilan;
54. Pelayanan pelabuhan;
55. Pengangkutan melalui jalur pipa;
56. Pengelolaan penitipan anak;
57. Pelatihan dan/atau kursus;
58. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
59. Sertifikasi;
60. Survey;
61. Tester;
62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah).

4. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal
23.

5. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk


dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:

o Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja
kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna
jasa;
o Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur
pembelian);
o Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan
kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis);
o Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar
jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga
(dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada
pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku atas:

o Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;


o Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang
bersifat final. 
Lihat penjelasan lebih lanjut di tautan berikut ini mengenai jasa lain objek PPh 23.  

 
PIHAK PEMOTONG PPH PASAL 23 DAN PIHAK
YANG DIKENAKAN PPH PASAL 23

Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) eFiling PPh Pasal 23 di OnlinePajak


Tidak semua pihak dapat dikenakan atau pun memotong PPh Pasal 23. Pihak-pihak tersebut
hanya mereka yang masuk pada kelompok berikut ini:

1. Pihak pemotong PPh Pasal 23:

o Badan pemerintah;
o Subjek pajak badan dalam negeri;
o Penyelenggara kegiatan;
o Bentuk Usaha Tetap (BUT);
o Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
o Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.  
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23: 

o Wajib pajak dalam negeri;


o Bentuk Usaha Tetap (BUT)
 

PENGECUALIAN PPH 23
Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas: 

1. Penghasilan yang dibayar atau berulang kepada bank;


2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib
pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
o Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;

o Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang


memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang
disetor;

o Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

o SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;

o Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

Kesimpulan

o Pemerintah telah menambahkan objek PPh Pasal 23 menjadi 62 jenis jasa lainnya dalam
Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.040/2015. 
o PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa,
atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
o Tarif PPh 23 ada dua yaitu 15% dan 2% tergantung pada objek pajaknya. 
o Ada 5 manfaat buat setor dan efiling PPh 23 di OnlinePajak, yaitu:
o Telah disahkan DJP.
o Cepat dan mudah (perhitungannya otomatis dan akurat).
o Terintegrasi. Hitung, setor dan lapor pajak online PPh 23 dilakukan dalam satu
aplikasi terpadu.
o Gratis untuk buat ID billing, setor pajak online dan e-Filing PPh 23.  
o Sedia jasa pengiriman bukti potong pajak. 

Sumber :
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-23
PPH 24

PPh pasal 24 membahas tentang penghasilan yang berasal dari luar negeri. Pada prinsinya
dalam PPh pasal 24 adalah mencari besarnya pajak yang bisa dikreditkan dengan jalan
membandingkan antara pajak yang dipungut di luar negeri dengan batas maksimum kredit pajak
dipilih yang terkecil.
Batas maksimum kredit pajak = penghasilan dari luar negeri/ PKP x PPh terutang

Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24)

Ada beberapa situasi dimana seorang Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk membayar pajak, tidak
hanya di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Oleh karena itu, jenis pajak ini, yaitu  Pajak
Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24), mungkin dapat berlaku untuk Anda.

PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 24


(PPH PASAL 24)
Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24) pada dasarnya adalah sebuah peraturan yang mengatur
hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai
pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia. Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia
dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri, asalkan nilai kredit
pajak di luar negeri tidak melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.

Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong hutang pajak Indonesia
adalah sebagai berikut:

1. pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan saham
dan surat berharga lainnya;
2. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda
bergerak;
3. penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak bergerak;
4. penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
5. pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri;
6. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda keikutsertaan
dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan pertambangan;
7. keuntungan dari pengalihan aset tetap;
8. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha tetap
(BUT).
Jika nilai pajak di luar negeri yang telah Anda gunakan sebagai kredit pajak di Indonesia, telah berkurang
atau dikembalikan kepada Anda, sehingga nilai kredit Anda kurang untuk menutup pajak terhutang Anda
di sini, maka Anda harus membayar jumlah terhutang tersebut ke kantor pelayanan pajak Indonesia.

OnlinePajak adalah aplikasi e-Filing pajak yang menyediakan prosedur langkah-demi-langkah untuk


mempersiapkan, membayar dan mengajukan pajak perusahaan online. Untuk informasi lebih lanjut
dan update terbaru yang berkaitan dengan OnlinePajak, silakan berlangganan newsletter kami dan
mendaftar pada aplikasi kami secara gratis.
Sumber :
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-24
http://nanapunyblog.blogspot.com/2011/04/pph-pasal-21-22-23-24-25-dan-26.html

PPH 25

PPh pasal 25 membahas tentang angsuran pajak yang menggunakan stelsel anggapan.
Ansuran pajak/ bulan = PPh terutang – kredit pajak /12
http://nanapunyblog.blogspot.com/2011/04/pph-pasal-21-22-23-24-25-dan-26.html
2. Pajak PPN

          Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai


dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris,
PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis
pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan
penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan
langsung pajak yang ia tanggung.

Contoh Perhitungan PPN Atas Pemberian Cuma-Cuma Tahun Pajak 2013 yaitu :
a. PT.Aditya Makmur Sejahtera adalah perusahaan yang memproduksi Kompor Gas,
dalam rangka promosi produk barunya  PT.Aditya Makmur Sejahtera memberikan
secara gratis kepada CV.Mawar Merah (usaha dibidang perdagangan kompor gas) 1
buah kompor gas dengan harga pokok penjualan sebesar Rp.500.000,-
Maka PT.Aditya Makmur Sejahtera harus menerbitkan faktur pajak sebagai pajak
keluaran dengan perincian :

      Dasar Pengenaan Pajak : 500.000


PPN                                 :   50.000 (500.000 x 10 %)  

Bagi CV.Mawar Merah faktur pajak yang diterima dari PT.Aditya Makmur Sejahtera
atas pemberian kompor gas tersebut merupakan pajak masukan yang dapat
dikreditkan sepanjang memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam Undang-
undang No.42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM.

b. PT.Gunung Makmur Sentosa produsen mie kering dalam rangka membantu korban
bencana alam di daerah Purwokerto memberikan mie kering dengan harga pokok
penjualan sebesar Rp.2.000.000,-
Maka PT.Gunung Makmur Sentosa harus menerbitkan faktur pajak sebagai pajak
keluaran dengan perincian :

Dasar Pengenaan Pajak : 2.000.000


PPN                                 : 200.000 (2.000.000 x 10 %)  

http://www.pajak.go.id/content/
3. Pajak PPB

      Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas


tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih
baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari
padanya.

Contoh : misalnya Awal mempunyai rumah 2 lantai ukuran bangunan 10m x 20m, rumah
tersebut dibangun pada sebidang tanah ukuran 10m x 30m, Berapa jumlah pajak PBB yang harus
dibayar setiap tahun? mari kita coba hitung disini.

 Luas bangunan lt1 + lt2 = (10m x 20m) + (10m x 20m) = 400 m2.
 Luas tanah 10m x 30m = 300 m2.
 NJOP tanah = 300m2 x Rp.1.000.000,00 = Rp.300.000.000,00
 NJOP bangunan = 400m2 x Rp.3.000.000,00 = Rp.1.200.000.000,00
 NJOP tanah dan bangunan = Rp.1.500.000.000,00
 NJOPTKP = Rp.12.000.000,00
 NJOP untuk perhitungan PBB = NJOP tanah dan bangunan – NJOPTKP =
Rp.1.488.000.000,00
 NJKP = 20% x NJOP untuk perhitungan PBB = Rp.297.600.000,00
 PBB = 0,5% x NJKP = Rp.1.488.000,00

Jadi besarnya pajak bumi dan bangunan yang harus dibayar setiap tahun adalah
Rp.1.488.000,00. sebagai warga negara atau istilah lainya wajib pajak kita mempunyai hak
dalam hal PBB ini sehingga dapat digunakan apabila diperlukan, berikut ini beberapa hak wajib
pajak PBB

1. Mengajukan keberatan atas PBB


2. Mengajukan banding apabila keberatan tidak diterima.
3. Mengusulkan pengurangan jumlah pembayaran PBB.
4. Melakukan Pembetulan Surat ketetapan pajak (SKP) PBB.

http://www.pajak.go.id/content/
CARA MENGHITUNG PTKP

PTKP (PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK) adalah jumlah penghasilan tertentu yang tidak
dikenakan pajak. PTKP yang ditetapkan dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 36 tahun
2008 (mulai berlaku 1 januari 2009-sekarang).PTKP tersebut dengan kententuan:
1. Diri Wajib Pajak : Rp. 15.840.000
2. Tambahan untuk WP yang sudah kawin : Rp. 1.320.000
3. Tambahan utk seorang istri yang menerima penghasilan yg digabung dengan penghasilan si
suami dikenakan Rp. 15.840.000
4. Tambahan untuk Tanggungan maksimal 3 dikenakan Rp.1.320.000 per tanggungan

contoh soal:

1) wajib pajak Olivia berstatus Nikah (suami mempunyai penghasilan) anak kandung 2,
sehingga besarnya PTKP untuk Olivia sebesar Rp. 15.840.000, hal ini dikarenakan
tanggungan anak dan status nikah ditanggung oleh si Suami.

2) hitung ptkp apabila Tn.anton tinggal dengan seorang istri 2 anak kandung dan dua adik
kandung
jawab: 
WP:                   15.840.000
status:                  1.320.000
tanggungan (k/2):   2.640.000 (+)
jumlah                 19.800.000

cat: mengapa adik kandung tidak di masukkan? karena adik kandung mempunyai hubungan
Horizonta

3) Hitung PTKP Ny.Ana yang tinggal bersama ibunya seorang pensiunan PNS

jawab:
WP:15.840.000                                
cat: seorang ibu pensiunan PNS tidak dimasukkan karena pegawai negeri pensiunan masih
menerima uang pensiun setiap bulannya

4) hitung PTKP Tn.nino dengan status duda dan dua anak angkat

jawab:
WP:                   15.840.000
tanggungan (k/2)   2.640.000 (+)
jumlah                 18.480.000
cat: status nikah tidak dimasukkan karena posisi tuan nino sudah menduda
5) hitung PTKP Ny.lia yang tinggal bersama keponakannya yang masih dibawah umum
jawab:
WP: 15.840.000
cat: keponakan tidak dimasukkan karena hubungan kesamping (horizontal)

http://kammilashaffirah.blogspot.com/2012/11/cara-menghitung-ptkp-dan-contoh-
soalnya.html
·         Pengertian Merger dan Akuisisi,

Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-
merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan
begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-
merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham
di perusahaan yang baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598). Definisi merger yang lain
yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini
perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga
akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger,
perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi (Harianto dan Sudomo, 2001,
p.640).
Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham
atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada. (Brealey, Myers, & Marcus,
1999, p.598).

Jenis-jenis Merger dan Akusisi

Menurut Damodaran 2001, suatu perusahaan dapat diakuisisi perusahaan lain dengan beberapa
cara, yaitu :

A. Merger

Pada merger, para direktur kedua pihak setuju untuk bergabung dengan persetujuan para
pemegang saham. Pada umumnya, penggabungan ini disetujui oleh paling sedikit 50%
shareholder dari target firm dan bidding firm. Pada akhirnya target firm akan menghilang
(dengan atau tanpa proses likuidasi) dan menjadi bagian dari bidding firm.

B. Konsolidasi
Setelah proses merger selesai, sebuah perusahaan baru tercipta dan pemegang saham
kedua belah pihak menerima saham baru di perusahaan ini.

C. Tender offer
Terjadi ketika sebuah perusahaan membeli saham yang beredar perusahaan lain tanpa
persetujuan manajemen target firm, dan disebut tender offer karena merupakan hostile
takeover. Target firm akan tetap bertahan selama tetap ada penola,kan terhadap
penawaran. Banyak tender offer yang kemudian berubah menjadi merger karena bidding
firm berhasil mengambil alih kontrol target firm.

D. Acquisistion of assets
Sebuah perusahaan membeli aset perusahaan lain melalui persetujuan pemegang saham
target firm. (p.835).

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/merger-dan-akuisisi-pengertian-jenis.html

Anda mungkin juga menyukai