Anda di halaman 1dari 12

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN

(Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan)

I Putu Pajeng Sutra Negara


1610514110006

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
BAB I
 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi
dibeberapa Negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas
perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya permintaan ikan ini mengarah pada
jumlah yang tidak terbatas, mengingat kegiatan pembangunan yang merupakan
faktor pendorong dari permintaan ikan berlangsung secara terus
menerus. Sementara disisi lain, permintaan ikan tersebut dipenuhi dari
sumberdaya ikan yang jumlahnya di alam memang terbatas. kecendrungan
meningkatnya permintaan ikan telah membuka peluang berkembang pesatnya
industri perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.  Bagi
Indonesia, perikanan mempunyai peranan yang cukup penting dalam
pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa factor,
diantaranya adalah :Sekitar 2.274.629 orang nelayan dan 1.063.140 rumah tangga
budidaya, menggantungkan hidupnya dari kegiatan usaha perikanan.Adanya
sumbangan devisa yang jumlahnya cukup signifikan dan cendrung meningkat dari
tahun ketahun.Mulai terpenuhinya kebutuhan sumber protein hewani bagi
sebagian masyarakat.Terbukanya lapangan kerja bagi angkatan kerja baru,
sehingga diharapkan mampu mengurangi angka pengangguran dan adanya potensi
perikanan yang dimiliki Indonesia
Dalam kerangka pembangunan nasional, maka peningkatan kontribusi
perikanan harus diupayakan secara berhati-hati, agar tidak menimbulkan dampak
negative dimasa yang akan datang. Disinilah peranan pengelolaan potensi
perikanan menjadi sangat strategis. Disisi lain, disadari juga bahwa pertumbuhan
penduduk dunia dan pertumbuhan ekonomi beberapa negara di dunia, telah
mendorong meningkatnya permintaan bahan makanan termasuk didalamnya
ikan.Disamping itu, timbulnya kesadaran masyarakat akan kesehatan telah
menggeser pola makan masyarakat, khususnya sumber protein hewani dari yang
bersifat “red meal” (sapi, babi dan sebagainya) ke “white meal” (ikan).Kondisi
tersebut diatas telah berimplikasi pada meningkatnya permintaan ikan dunia.
Rumusan Masalah

1. Bagaimana lingkungan perairan indonesia?


2. Prospek Usaha Pembenihan Ikan Laut?
3. Usaha pengembangan dan pengelolaaan?
4. Prospek perikanan?

Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu, untuk mengetahui pola perkembangan


Perikanan Budidaya Ikan Konsumsi di Indonesia.
BAB II
ISI

A. Lingkungan Perairan
Lingkungan air meliputi kisaran yang luas, mulai mata air di pegunungan
hingga perairan laut dalam, dengan ukuran luasan volume yang beragam.
Lingkungan air terdiri atas lingkungan air asin serta air tawar. Perairan tawar
meliputi mata air, sungai, waduk, danau, perairan payau dan air tanah (sub-
teranean). Sebagian dari lingkungan air tersebut berpotensi untuk usaha
akuakultur.
Beragam biota hidup di badan air dapat berupa hewan, tumbuhan, dan
mikroba. Mikroba di lingkungan air meliputi bakteri, fungi, algae, protozoa dan
virus. Mikroba tersebut dapat bersifat ototrofik atau heterotrofik, sebagian bakteri
dan fungi hidup secara saprofitik atau dapat pula bersifat parasit terhadap hewan
air. Diantara protozoa perairan ada yang hidup bebas, bersimbiosa dengan hewan
air atau dapat pula bersifat parasit, adapun virus keseluruhannya bersifat obligat
parasit intraselular baik pada tumbuhan, hewan maupun mikroba perairan.

B.  Prospek Usaha Pembenihan Ikan Laut


Menurut data Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), tahun 2007
produksi perikanan dunia mencapai 143 juta ton, terdiri dari 91 juta ton dari hasil
tangkapan (capture) dan sebesar 51 juta ton dari hasil budi daya. Pasokan produk
perikanan harus bertambah dari tahun ke tahun, dan sekitar dua-per-tiganya masih
berasal dari penangkaan. Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir ini
produksi perikanan tangkap dunia telah menjadi sangat menjadi stagnan dan
cenderung terus menerus sehingga pasokan lebih banyak tergantung pada hasil
budidaya.
Produksi perikanan budi daya (akuakultur) tumbuh peast dalam 2-3
dekade terakhir. Budi daya perikanan menyumbang sepertiga pasokan ikan di
dunia, produksi perikanan budi daya (di luar rumput laut) pada tahun 2005 sebesar
48,1 juta ton dengan urutan sebagai berikut: China 32,4 juta ton (67%), India 2,8
juta ton (6%), Vietnam 1,4 juta ton (3%), Indonesia 1,2 juta ton (2%). Thailand
1,1 juta ton (2%), Bangladesh 0,9 juta ton, Jepang 0,7 juta ton, Norwegia 0,7 juta
ton dan Philipina 0,6 juta ton.
Indonesia berada di urutan keempat setelah Vietnam sebagai produsen
perikanan budi daya perairan. Padahal potensi perikanan budi daya Indonesia
sangat besar. Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk budi daya perairan sangat
luas, terdiri dari laut , perairan tawar, dan tambak/air payau. Potensi produksi budi
daya perairan Indonesia mencapai 57,7 juta ton, terdiri dari 47 juta ton budi daya
laut, 5 juta ton budi daya tambak, dan 5,7 juta ton budi daya air tawar.
Potensi produksi perikanan budi daya terbesar adalah budi daya laut aau
marikultur (47 juta ton). Selain luas perairan untuk usaha marikultur sangat besar,
jenis komoditas yang dapat dikembangkan pun beranekaragam, terdiri dari ikan,
krustase, moluska, reptil, alga, mamalia, ekonodermata, dan karang.
Dengan menggalakkan secara besar-besaran budi daya laut maka produk
budi daya Indonesia akan dapat mengalahkan produksi China. Salah satu
komoditas perikanan menjadi andalan daalm budi daya laut adalah ikan karang,
baik ikan konsumsi maupun ikan hias mengingat Indonesia adalah negara
produsen utama ikan karang. Selain untuk konsumsi nasional, ikan karang juga di
ekspor ke Hongkong, Taiwan, Cina Daratan, Singapura, Jepang, Amerika Serikat,
dan negara-negara Eropa. Ikan karang yang diproduksi antara lain kerapu
(Ephinepelus, Cromiletes, Plectropomus, Aetaloperca, Anyperodon, Centrogenys,
Cephalopholis, Variola), kakap (Lates, Lutjanus, Psammoperca, Pristipomoides,
Pinjolo, Etelis, Aphaerus, Aprion, Symphorichthys), kakatua (Scarus, Chlorurus),
napoleon (Cheilinus), kuwe (Caranx), ekor kuning (Caesio, Paracaesio,
Pterocaesio), beronang (siganus), bawal (Stromateus, Pampus, Trachinotus), dan
berbagai spesies ikan hias.
Produksi ikan karang di Indonesia masih bergantung pada penangkapan
dari alam. Penangkapan yang intensif dan penggunaan bahan serta alat tangkap
yang destruktif telah mengarah pada padat tangkap (full fishing) dan  tangkap
lebih (over fishing), serta rusaknya habitat (tempat hidup) ikan-ikan karang.
Sebagai gambaran, sebuah informassi menyebutkan bahwa hampir 85% terumbu
karang Indonesia terancam rusak, sekitar 50%-nya mendapat ancaman kerusakan
yang tinggi. Dari pengamatan di 686 lokasi Indonesia, yang dilakukan oleh
Suharsono, Peneliti P2O LIPI, pada tahun 2005 ditemukan kondisi tutupan
terumbu karang umumnya cukup dan kurang pada 68,51% lokasi. Kondisi ini
menggambarkan tutupan karang hidupnya dibawah 50%. Salah satu penyebab
kerusakan terumbu karang adalah penangkapan ikan-ikan karang dengan bahan
dan alat tangkap yang merusak taerumbu karang.
Untuk menekan kerusakan terumbu karang maka budi daya ikan karang
adalah salah satu alternative yang paling bijak. Budi daya ikan karang dan ikan
laut lainnya diharapkan dapat meningkatkan produksi perikanan budi daya,
meningkatkan pendapatan nelayan/petani ikan dan meningkatkan devisa negara,
meningkatkan konsumsi ikan, mengimbangi penangkapan , serta mencegah
kerusakan ekosistem terumbu karang. Untuk jangka panjang, budi daya ikan
karang dan ikan laut pada umumnya dapat menjadi usaha yang komplementer
dengan penangkapan melalui kegiatan peternakan laut (sea ranching/marine
ranching).
Peternakan laut atau sea ranching/marine ranching adalah penebaran benih
ikan ke dalam perairan  laut dengan prinsip memenfaatkan semua faktor
lingkungan secara optimal melalui penerapan teknologi sehingga ekosistem
terbuka dapat dijadikan sebagai tempat pemeliharaan ikan yang bernilai ekonomi
tinggi. Kegiatan budi daya dimulai dari persiapan benih sampai layak tebar,  dan
kegiatan penangkapan, yaitu pengaturan waktu, jumlah dan ukuran yang
ditangkap.
Jepang adalah contoh negara yang berhasil dalam kegiatan marine
ranching. Pemerintah Jepang telah membangun lebih dari 100 hatchri yang
hasilnya sebagian besar ditebar ke laut dan sekitar 21 jenis ikan yang telah
berhasil dibibitkan ditujukan untuk kegiatan marine ranching dan budi daya laut.
Kegiatan marine ranching tidak hanya ditentukan oleh hasil pengkajian dan
pengembangan tetapi juga partisipasi masyarakat nelayan serta adanya pembinaan
dari unsur pemerintah. Pada tahun 1948, di Jepang, panen kerangPatinopectes
yessocius hanya 15.000 ton dan kemudian  meningkat menjadi 120.000 ton pada
tahun 1984 setelah melakukan restoking. Hasil analisa proyekmarine ranching di
Teluk Ishihari menunjukkan hasil pendapatan bersih lebih dari US$ 2 juta dengan
B-C ratio 3,15 dalam tempo 20 tahun .
Di Indonesia, biota laut yang direstoking masih terbatas pada penyu,
terutama penyu hijau (Chelonia mydas) dan kima (Tridacna spp.). Restoking
kedua jenis biota itupun masih terbatas untuk usaha konservasi. Ke depan
restoking dikelola untuk menjadi kegiatan komersial. Benih biota air ekonomis,
ikan dan non-ikan, direstoking dan nelayan penangkap dikenai biaya pembelian
benih oleh lembaga atau asosiasi yang melakukan restoking.
Saat ini indonesia adalah salah satu produsen benih ikan laut yang penting,
terutama ikan bandeng (Chanos chanos), kerapu bebek (Cromileptes altivelis), dan
kerapu macan (epinephelus fuscoguttatus). Bali yang sentra produksi benih ketiga
jenis tersebut telah mengekspor ke malaysia dan vietnam melalui bandara
ngurahrai. Dalam sebulan benih ikan kerapu dan ikan bandeng yang dikirim
melalui bandara ngurah Rai sebanya 650.000 ekor, dan 17 juta ekor, sekitar 80%,
dikirim ke Malaysia dan Vietnam.
Jumlah benih tersebut masih sangat kurang sehingga sebagian besar
pembudi daya kerapu masih mengandalkan benih dari hasil tangkpan alam.
Karena itu upaya mendorong pengembangan usaha pembenihan harus dilakukan.
Pembenihan ikan laut secara buatan biasa dilakukan dengan rangsangan hormonal
dan pemijatan (stripping). Teknik ini diterapkan untuk memaksa pemijatan pada
ikan-ikan yang tidak dapat memijah secara alami di bak-bak terkontrol dan tidak
dapat memijah di luar musim pemijahan, atau ikan dapat memijah sendiri tetapi
jumlah telur yang dihasilkan sangat sedikit. Dengan pemijahan buatan, ikan
dipaksa memijah san menghasilkan telur dalam jumlah banyak.
Pemijahan buatan juga sangat membantu dalam manajemen produksi
benih. Dengan penerapan teknik ini, jumlah benih yang diproduksi, waktu, dan
kontinuitas dapat terjaga, karena ikan dapat dipaksa memijah di luar musim
pemijahan dan di luar habitat aslinya.

C. Pengembangan Kelembagaan dalam Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah


Pesisir dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
Salah satu arah dan kebijakan sektor kelautan dalam GHBN 1993, adalah
pendayagunaan sumber daya laut dan pemanfaatn fungsi wilayah laut nasional,
termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia  (ZEEI). Pengelolaan potensi
kelautan untuk berbagai kegiatan ekonomi dipacu melalui peningkatan investasi,
dengan menyiapkan perencanaan makro dan mikro dalam bentuk tata ruang,
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, penataan kelembagaan serta
memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pengelolaan sumber daya air laut dilakukan sejak dahulu kala, dan dalam
dekade ini telah meningkat secara pesat. Diperkirakan, seluruh keluaran (output)
kegiatan ekonomi pemanfaatan sumber daya laut, pertambangan, perikanan,
pariwisata, dan transpotasi, memberikan kontribusi terhadap produk nasional
bruto (PNB) sebesar 24% pada tahun 1990, dan 22% penduduk indonesia
bergantung pada  perairan laut.sektor penting dalam pengelolaan sumber daya laut
di daerah adalah salah satnya Sektor perikanan, dengan semakin bertambah luas
pengusahaan perikanan ke perairan ZEEI, maka bertambah besar pula potensi
sektor perikanan palagis dalam menyumbang devisa. Selain penangkapan ikan,
sektor ini juga mengembangkan budi daya rumput laut, mutiara, dan ekspor hasil
kerajinan industri rumah tangga masyarakat pesisir.
Sementara di 7 (tujuh) zone penangkapan lainnya, sekalipun tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikannya secara keseluruhan masih berada dibawah
potensi lestari, akan tetapi untuk beberapa kelompok ikan sudah berada pada
posisi “over fishing”. Sebagai contoh, udang dan lobster di perairan Laut Cina
Selatan, ikan demersal; udang dan cumi-cumi di perairan Selat Makasar dan Laut
Flores. Oleh karena itu, pada beberapa perairan yang kondisi pemanfaatan
sumberdaya ikannya telah mendekati dan atau melampaui potensi lestarinya,
maka perlu kiranya mendapatkan perlakuan khusus agar sumberdaya ikan yang
ada tidak “collapse”. Informasi yang berkaitan dengan potensi dan penyebaran
sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia, telah dipublikasikan oleh “Komisi
Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut” pada tahun 1998. Dalam
publikasi tersebut, wilayah perairan Indonesia dibagi menjadi 9 (sembilan) zone,
yaitu :
1) Selat Malaka
2) Laut Cina Selatan
3) Laut Jawa
4) Selatan Makasar dan Laut Flores
5) Laut Banda
6) Laut Seram dan Teluk Tomini
7) Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik
8) Laut Arafura
9) Samudra Hindia
Sementara dalam menentukan stok sumberdaya ikan di perairan Indonesia,
dipergunakan beberapa metoda sesuai dengan jenis dan sifat sumberdaya
ikan Dalam kaitan ini terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan didalam
mengelola sumberdaya perikanan, agar tujuan pengelolaan dapat
tercapai.Pendekatan dimaksud sebagaimana dikemukakan oleh
Gulland dalam Widodo dan Nurhudah (1985) adalah sebagai berikut :
1). Pembatasan alat tangkap
2). Penutupan daerah penangkapan ikan
3). Penutupan musim penangkapan ikan
4). Pemberlakuan kuota penangkapan ikan
5). Pembatasan ukuran ikan yang menjadi sasaran
6). Penetapan jumlah hasil tangkapan setiap kapal

D.PROSPEK PERIKANAN INDONESIA


 Untuk mewujudkan perikanan tangkap nasional berkelanjutan, hams
dipastikan bahwa laju penangkapan sumber daya (stok) ikan tidak melebihi
potensi produksi lestari (maximum sustainable yield/MSY). Total MSY sumber
daya ikan laut Indonesia 6,5 juta ton per tahun. Tahun 2010 total produksi ikan
laut 5,1 juta ton. Total MSY ikan perairan tawar 0,9 juta ton per tahun dan barn
dimanfaatkan 0,5 juta ton.
Persoalannya distribusi nelayan dan kapal ikan tidak merata.. Lebih dari
90 persep armada kapal ikan Indonesia terkonsentrasi di perairan pesisir dan laut
dangkal seperti Selat Malaka, pantura, Selat Bali, dan pesisir selatan Sulawesi. Di
situ pula sebagian besar telah mengalami kelebihan tangkap. Jika laju
penangkapan ikan seperti sekarang berlanjut, tangkapan per kapal akan menurun,
nelayan semakin miskin, dan sumber daya ikan pun punah seperti ikan terubuk di
Selat Malaka dan ikan terbang di pesisir selatan Sulawesi.
Sebaliknya jumlah kapal ikan Indonesia yang beroperasi di laut lepas, laut
dalam, dan wilayah perbatasan seperti Laut Natuna, Laut China Selatan, Laut
Sulawesi, Laut Seram, Laut Banda, Samudra Pasifik, Laut Arafura, dan Samudra
Hindia bisa dihitung dengan jari. Di sinilah kapal-kapal ikan asing merajalela dan
merugikan negara minimal Rp 30 triliun per tahun. Maka laju penangkapan ikan
di perairan yang telah kelebihan tangkap hams dikurangi dan secara bersamaan
memperbanyak armada kapal ikan modern untuk beroperasi di wilayah perairan
yang masih underfishing atau yang selama ini dijarah nelayan asing. Semua ini
akan membantu pengembangan ekonomi daerah berbasis perikanan tangkap.
Kedua, setiap kapal ikan hams dilengkapi dengan sarana penyimpanan ikan yang
berpendingin untuk mempertahankan kualitas ikan sampai di tempat pendaratan
ikan. Nelayan hams dilatih dan diberi penyuluhan untuk mempraktikkan cara-cara
penanganan ikan yang baik selama di kapal. Nelayan di seluruh Nusantara hams
dijamin dapat mendaratkan ikan tangkapannya di tempat pendaratan ikan atau
pelabuhan perikanan. Selain memenuhi standar sanitasi dan higienis, pelabuhan
perikanan juga hams dilengkapi dengan pabrik es, gudang pendingin, pabrik
pengolahan ikan, mobil pengangkut ikan berpendingin, koperasi penjual alat
tangkap, BBM, beras, dan perbekalan melaut, serta pembeli ikan bonafide. Ketiga,
rehabilitasi ekosistem-ekosistem pesisir yang telah rusak serta mengendalikan
pencemaran dan mengembahgkan kawasan konservasi laut. Selain itu, pengayaan
stok (stock enhancement) dan restocking dengan spesies-spesies yang cocok dapat
dilakukan di wilayah perairan yang kelebihan tangkap.
BAB III
KESIMPULAN

Indonesia akan memiliki prospek bisnis perikanan yang cerah 5 tahun mendatang
jika pelaku usaha, pemerintah dan para stakeholder yang terkait jika faktor-faktor seperti
ketersediaan modal, perekonomian global, kebijakan pemerintah, persaingan dengan
negara lain, kondisi politik negara, dan pangsa pasar dapat diperhatikan dan terpenuhi
dengan baik. Setelah memperhatikan kondisi dan permasalahan yang telah dihadapai,
maka diperlukan inovasi dan strategi kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya kelautan dan perikanan, mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan
yang seharusnya memiliki wawasan kelautan dalam pembangunan nasional.
Berbagai jenis ikan laut, ikan palagis dan demersal di perairan Indonesia
merupakan ikan-ikan yang bernilai jual tinggi, baik di pasar domestic maupun ekspor.
Khusus untuk ikan karang, Indonesia bahkan menjadi produsen terbesar di dunia, baik
ikan konsumsi, maupun ikan hias. Ikan-ikan karang banyak diproduksi antara lain kerapu,
kakap, napoleon, kakatua, ekor kuning, beronang, kurisi, dan kue.
Berangkat dari pengetahuan bahwa Indonesia merupakan produsen terbesar di
dunia maka sudah seharusnya, sektor perikanan tidak lagi dijadikan sektor ke sekian dari
semua sektor yang menunjang perekonomian Indonesia. Sektor perikanan harus didukung
perkembanganya, sehingga Indonesia benar-benar bisa menjadi sentra ikan di dunia.
DAFTAR PUSTAKA

http://teukuseven6714.blogspot.co.id/2013/04/makalah-pengolahan-sumber-daya-
ikan-di.html
https://rakkagilangandhika.wordpress.com/2013/11/14/makalah-perikanan-dan-ke
lautan/
http://azainul340.blogspot.co.id/2013/11/makalah-perikanan-perekonomian-indon
esia.html

Anda mungkin juga menyukai