Oleh :
ABDUR RAHMAN, S.Pi, M.Sc
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 1
KATA PENGANTAR
atas limpahan Rahmat, Karunia dan kemudahan Ilmu-Nya jualah Modul Ajar
Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya dengan Menggunakan ENVI 4.4.” ini
dapat diselesaikan.
Inderaja dan SIG Perairan (GMKB604) dengan beban kredit 3 SKS merupakan
mata kuliah Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang dapat diperoleh pada
semester IV. Penuntun Praktikum ini merupakan pengantar yang dapat digunakan oleh
Penulis berharap semoga Modul ini dapat berguna bagi kemajuan mahasiswa/i
dan kemajuan ilmu kartografi pada dunia kerja dan di masa mendatang.
“Tak ada Gading yang Tak retak” adalah sifat ilmu yang dihasilkan oleh insan
kamil, oleh karena itu kritik dan saran ke arah perbaikan sangat penulis harapkan.
Penyusun
ii
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 2
DAFTAR ISI
Halaman
iii
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 3
BAB
DISPLAY CITRA, PEMBACAAN NILAI PIKSEL
DAN PENYUSUNAN CITRA KOMPOSIT
WARNA
1
Abdur Rahman
A. PENYIMPANAN & PEMBACAAN CITRA DIGITAL
Pada file-file image standar yang ada di dalam Microsoft Windows, seperti TIFF, JPEG,
BMP, GIF, PNG, dan sebagainya, antara file image dan file header biasanya sudah
dijadikan satu (header disimpan dalam satu file dengan file image). Tetapi pada citra
satelit format standar (seperti format ENVI), file header disimpan terpisah dari file image.
File header adalah file yang berisi petunjuk yang akan digunakan oleh software image
processing untuk membaca citra. File header pada file citra format standar ENVI
memuat informasi berikut :
File header berisi informasi jumlah kolom (samples), jumlah baris (lines), jumlah saluran
(band), offset, dan sebagainya. Pada citra format ENVI standar, jika file headernya
tidak ada maka kita bisa mengisikan jumlah kolom, baris, dan salurannya pada waktu
kita membuka citra. Teknisnya seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini :
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 4
Kotak dialog di atas secara otomatis akan muncul jika file header tidak ada pada waktu
kita membuka citra format ENVI standar.
Langkah pertama dalam pengolahan citra digital adalah melakukan konversi data
sehingga data tersebut dapat dibaca dan dikenali oleh software yang digunakan.
Dalam praktikum ini data yang dimaksud adalah data citra Penginderaan Jauh, yaitu
citra Landsat 7 ETM+. Keterangan data sebagai berikut :
Langkah-Langkah Kerja :
1. Jalankan program ENVI 4.5, Start>All Programs>RSI ENVI 4.5>ENVI
2. Klik menu File>Open External File>IP Software>ERDAS 7.5 (.Ian)
3. Atau langsung Open Image>Folder File Data>smg.Ian, Klik OK untuk mengakhiri.
Jendela Dialog akan terlihat seperti di bawah ini.
Catatan : Tipe penyimpanan pada format standar ENVI adalah BSQ, sedangkan
pada format *.Ian adalah BIL. Sehingga diperlukan proses konversi
untuk dapat membaca file tersebut.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 5
4. Muncul Jendela Available List. Ada 6 saluran yang akan muncul, namun saluran 6
yang terlihat pada jendela tersebut sebenarnya adalah saluran ETM7 (Infra Merah
Tengah II). Saluran ETM6 tidak disertakan karena berupa saluran inframerah
Thermal dengan ukuran piksel yang berbeda.
Setelah mengimpor data citra, langkah selanjutnya adalah menampilkan citra di layar
komputer untuk mengetahui kondisi liputan citra, baik dari segi sebaran pola obyek
secara geografis maupun kualitas citra itu sendiri. Cara display citra digital yang
pertama adalah dalam mode Gray Scale atau berdasar tingkat keabuan yang
merepresentasikan intensitas pantulan spektral obyek pada saluran tertentu (single
band).
Langkah-langkah kerja :
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 6
3. Pilih salah satu saluran yang akan ditampilkan.
4. Klik Load Band, sehingga muncul 3 jendela display citra, yaitu :
5. Amati seluruh citra, geserlah box merah pada jendela Scroll maupun image. Pada
jendela Zoom, Anda bisa melakukan zoom-in atau zoom-out dengan klik tanda +
atau – di sebelah kiri bawah kotak jendela Zoom. Akan perbesaran akan muncul di
bar jendela zoom.
6. Tampilkan juga saluran yang lain dan amati perbedaannya.
7. Jika anda ingin menampilkan saluran yang lain pada jendela display citra baru, klik
button Display#... (di sebelah kanan button Load Band)>New Display, sehingga
muncul jendela display kosong yang baru.
8. Pilih slauran yang diinginkan, klik Load Band.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 7
D. LINK DISPLAY
Salah satu kelebihan software ENVI adalah adanya fungsi Linkage antara saluran citra
(bahkan antar citra). Basis hubungan berdasarkan posisi piksel atau koordinat
geografis.
Langkah-langkah kerja :
1. Tampilkan 2 jendela display citra dengan saluran yang berbeda, atur sehingga
tampak nyaman dilihat.
2. Pada salah satu jendela image, klik menu Tools>Link>Link Displays
3. Pada jendela Link Displays, tentukan Display #1 ‘Yes’, Display #2 ‘Yes’. Link
Size/Position ‘pilih salah satu’, Dynamic Overlay ‘on’ Transparency ‘0’ lalu klik OK.
Dibawah ini adalah contoh 2 image citra Semarang yang sudah di Link Display
dengan display#1 citra komposit 321 dan display#2 citra komposit 432
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 8
4. Perhatikan kenampakkan display citra pada kedua jendela display akan sama.
5. Klik kiri mouse dan tahan pada citra jendela image untuk mengetahui perbedaan
respon spektral obyek terhadap saluran yang berbeda. Lepas klik untuk kembali ke
semula.
6. Lakukan untuk semua variasi saluran. Anda bisa menambahkan jendela menjadi 3
atau 4 display sesuai dengan kebutuhan.
7. Jika display citra lebih dari 2, pada jendela Link Displays anda bisa mengatur
Display # yang akan diaktifkan.
8. Untuk menghilangkan Link, pada jendela image klik menu Tools>Link>Unlink
Display.
Resolusi (disebut juga resolving power = daya pisah) adalah kemampuan suatu sistim
optik-elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau
secara spektral mempunyai kemiripan (Swain dan Davis, 1978). Pengertian ini
akhirnya berkembang, dengan menambahkan aspek waktu (temporal) didalamnya.
Dalam bidang Penginderaan Jauh, terdapat empat konsep resolusi yang sangat
penting, yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, dan resolusi
temporal. Dalam praktek pengolahan citra digital, resolusi layar juga memegang
peranan penting.
Pengertian praktis resolusi spasial adalah ukuran terkecil obyek yangmasih dapat
dideteksi oleh sistim pencitraan. Semakin kecil obyek (terkecil) yagn dapat terdeteksi,
semakin halus atau tinggi resolusinya. Begitu pula sebaliknya, semakin besar ukuran
obyek terkecil yang dapat terdeteksi, semakin kasar atau rendah resolusinya. Citra
SPOT yang beresolusi 10 dan 20 meter dapat disebut beresolusi (lebih) tinggi,
dibandingkan dengan citra Landsat TM yang beresolusi 30 meter, ataupun Landsat
MSS yang beresolusi 79 meter.
Ukuran dalam meter ini juga menunjukkan bahwa obyek yang lebih kecil daripada
resolusi itu (misal 79 meter) tidak akan dapat dikenali, atau dipresentasikan sebagai
obyek itu sendiri secara individual. Obyek tersebut akan tercatat sebagai satu sel
penyusun citra (pixel = picture element, elemen gambar). Yang sebenarnya memuat
informasi beberapa obyek. Piksel semacam ini disebut mixed-pixel (mixel)
(Kannegeieter, 1987). Mixel diperlawankan dengan piksel murni (pure pixel) yang
memuat informasi satu jenis obyek saja. Obyek berupa liputan padang rumput yang
luas mempunyai kemungkinan untuk menyajikan sejumlah besar piksel murni.
Semakin besar resolusinya, semakin besar kemungkinan suatu citra untuk menyajikan
banyak mixel.
Langkah-Langkah Kerja :
1. Perhatikan perbedaan respon nilai spektral pada obyek air, lahan terbuka,
vegetasi kerapatan tinggi dan bangunan industri.
2. Pilih titik-titik pengamatan yang ekstrim (misalnya laut atau danau untuk obyek
air, daerah pegunungan untuk vegetasi kerapatan tinggi, dsb) dan posisinya
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 9
tetap untuk setiap saluran (gunakan koordinat posisi piksel sebagai panduan
pengamatan nilai piksel setiap saluran).
3. Untuk membaca posisi dan nilai piksel, klik menu Tools>Cursor
Location/Value
4. Pada jendela Cursor Location/Value muncul angka posisi dan nilai piksel yang
mengikuti kemampuan kursor Anda dan arahkan pada citra. Jika kedua
jendela masih dalam kondisi link, maka nilai piksel kedua saluran akan muncul
seperti gambar di bawah ini.
9 titik pengamatan
piksel pada
vegetasi sedang
4 3 2
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 10
TUGAS
1. Amati minimal 9 piksel (seperti gambar di atas) untuk setiap obyek per saluran.
Catat koordinat, nilai piksel, dan rerata nilai piksel untuk satu obyek pada
saluran tertentu dianggap mewakili nilai pantulan spektral obyek tersebut pada
saluran yang digunakan.
2. Buat tabel catatan nilai piksel untuk obyek-obyek di atas pada semua saluran.
Sehingga anda memiliki pantulan spektral obyek yang diukur pada semua
saluran
JAWAB
1. Tabel Pengamatan Nilai Rata-rata Pengamatan pada 9 piksel untuk masing-
masing obyek Tubuh Air, Lahan Terbuka, Vegetasi Kerapatan Tinggi, dan
Bangunan Industri adalah sebagai berikut :
Band 1 127 127 134 141 134 127 141 134 121 131,78
Band 2 105 105 105 105 105 105 98 105 98 103,44
Band 3 42 42 42 46 42 51 38 46 46 43,89
Band 4 13 17 13 13 10 13 13 13 13 13,11
Band 5 11 9 9 4 11 11 11 4 7 8,56
Band 7 17 17 13 13 10 17 20 17 13 15,22
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 11
250,00
200,00
100,00
50,00
0,00
Blue (450-520) Green (520-600) Red (630-690) NIR (760-900) MIR1 (1550-1750) MIR2 (2080-2350)
Wavelength (nm)
200
Air
150 Lahan Terbuka
Band4
50
0
0 10 20 30 40 50 60
Band3
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 12
BAB
PENGAMATAN POLA SPEKTRAL
DENGAN SCATTER PLOT 2
Abdur Rahman
Scatter Plot atau diagram pencar menggambarkan hubungan pantulan antara 2 saluran.
Bentuk hubungan digambarkan dalam pola pengelompokkan nilai piksel. Diagram
pencar ini sangat bermanfaat untuk pengenalan obyek terkait dengan besar pantulan
spektralnya.
Sebelum menampilkan scatter plot, ambil sampel beberapa obyek terlebih dahulu agar
dapat diketahui pola pengelompokkan piksel pada scatter plot dengan cara sebagai
berikut :
Langkah-Langkah Kerja :
1. PENGAMBILAN OBYEK
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 13
2. MENAMPILKAN SCATTER PLOT
Langkah-Langkah Kerja :
1. Pada jendela Image, klik File > Preference. Set image window Xsize = 700
dan Ysize = 1000, klik OK. Ini dimaksudkan untuk menampilkan keseluruhan
potongan citra pada diagram pencar.
2. Pada menu image klik Tools > 2-D Scatter Plots, tentukan saluran untuk
sumbu x dan y, klik OK. Muncul diagram pencar, kemudian atur sehingga
jendela diagra,m pencar berada di luar jendela.
3. Pada jendela Scatter Plot klik File > Import ROIs, klik Select All Items. OK.
Warna obyek akan muncul baik di citra mupun di diagram pencar. Amati
kecenderungan pengelompokkan obyek pada diagra pencar.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 14
4. Cobalah untuk variasi x dan y yang lain, pada jendela scatter plot klik Options >
Change Bands, tentuka saluran yang dibutuhkan. Amati juga pola spektral
untuk obyek-obyek di atas.
5. Untuk lebih memperjelas dimana obyek scatter plot, klik kiri pada citra dan
gerakkan, maka pada scatter plot akan mengikuti gerakan kursor Anda dimana
spektral obyek berada.
6. Simpan salah satu diagram pencar dengan pola pengelompokkan obyek, beri
notasi untuk pengelompokkan spektralnya.
Gambar Pola Pengelompokan spektral obyek air, Tanah Kosong, Vegetasi Rapat dan
Bangunan Industri pada Band 3 vs 4
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 15
BAB
PENYUSUNAN CITRA KOMPOSIT
WARNA 3
Penyusunan citra komposit warna adalah cara yang paling umum untukmenonjolkan
masing-masing keunggulan saluran secara serentak dalam suatu display, sehingga
memudahkan pengguna dalam interpretasi citra secara visual. Citra ini merupakan
perpaduan 3 saluran, dengan masing-masing saluran diberi warna dasar, yaitu merah,
hijau, dan biru (RGB). Warna yang terjadi adalah kombinasi dari tingkat kecerahan
pada suatu obyek di setiap saluran. Citra komposit standar merupakan paduan tiga
saluran dengan rujukan foto udara inframerah dekat. Pada umumnya saluran ETM4
(inframerah dekat) diberi warna merah, saluran ETM3 (merah) diberi warna hijau, dan
saluran ETM2 (hijau) diberi warna biru. Citra warna yang terbentuk disebut dengan
citra warna semu standar (standar false color composite).
Meskipun demikian bukan berarti citra komposit ini tidak dapat digunakan dalam proses
pengenalan obyek. Kadang-kadang justru citra komposit tak standar lebih ekspresif
dalam menyajikan kenampakkan obyek yang dijadikan pusat perhatian (misal tubuh air
di sela-sela hutan lahan basah). Ketersediaan citra multispektral dengan jumlah
saluran yang lebih banyak, termasuk saluran biru dan dan inframerah tengah,
memberikan kemungkinan yang lebih banyak dalam membuat kombinasi citra komposit.
Citra komposit warna asli pun dapat dihasilkan, bila tersedia saluran-saluran biru, hijau
dan merah.
Langkah-Langkah Kerja :
1. Pada jendela available Band List, pilih radio button RGB, jendela Selected Band
berubah menjadi 3 saluran dengan urutan pewarnaan RGB.
2. Untuk pertama kali, buatlah komposit warna semu standar. Masukkan saluran
input komposit, perhatikan radio button warna (RGB) yang aktif, dan klik saluran
untuk input. Jika ketiga saluran sudah Anda masukkan, cek sekali lagi agar
tidak terjadi kesalahan.
3. Klik Load RGB, untuk menampilkan citra komposit pada jendela Display.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 16
4. Amati kenampakkan yang terjadi pada citra komposit, catat warna yang terjadi
pada ke-empat obyek yang sebelumnya Anda teliti. Lihat posisi koordinatnya
pada Tabel.
5. Amati juga nilai piksel pada ketiga saluran yang membentuk warna tersebut,
gunakan prosedur point D3. Karena komposit, maka nilai piksel yang muncul
adalah ketiga saluran penyusun komposit.
6. Contoh di bawah ini adalah komposit warna Red (ETM3), Green (ETM2) dan
Biru (ETM1)-Komposit 321, 452, 457, dan 352, untuk kenampakkan obyek air,
lahan terbuka, vegetasi kerapatan tinggi, dan bangunan industri, untuk warna
komposit asli dan komposit warna semu
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 17
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 18
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 19
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 20
TUGAS
1. Apa yang disebut dengan komposit warna asli (true color composite), dan
bagaimana cara memperolehnya?. Apa bedanya dengan komposit warna
semu (false color composite).
2. Berdasarkan catatan nilai piksel Anda untuk tiap obyek pada 3 komposit yang
berbeda. Jelaskan mengapa warna vegetasi kerapatan tinggi pada citra
komposit 432 berwarna merah pekat, sedangkan pada citra komposit 321
berwarna hijau kehitaman ? Jelaskan pula untuk warna yang terbentuk pada
citra komposit non-standar yang Anda pilih.
3. Perbandingkan ketiga citra komposit, buat tabel tingkat kemudahan
pengenalan ke-empat obyek dari sangat mudah, mudah, agak sulit dan sulit
sekali. Buatlah kesimpulan.
4. Bagaimana prinsip membuat citra komposit yang lebih menonjolkan obyek
tanah.
JAWABAN
1. Komposit warna asli (true color composite) adalah Citra standar merupakan
paduan tiga saluran warna yang sebenarnya. Artinya komposit warna (RGB)
pada saluran Red diberi warna Band 3 (ETM3) warna Merah, Green diberi
warna Band ETM2 (Hijau) dan Blue diberi warna ETM1 (berwarna biru).
Sehingga dengan kombinasi warna tersebut akan terbentuk warna komposit asli
321 yang menggambarkan Biru untuk tubuh air dan Hijau untuk vegetasi,
menggambarkan warna sebenarnya dari obyek.
Sedangkan Komposit Warna Semu (false color composite), yaitu komposit tiga
saluran dengan rujukan foto udara inframerah dekat. Artinya, warna merah
pada saluran Red diberi warna ETM4 (Band Inframerah dekat), Green diberi
warna Band ETM3 (Band merah) dan Blue diberi warna Band ETM2 (Hijau).
Sehingga warna yang terbentuk adalah komposit warna yang tidak sebenarnya
menjadi komposit warna semu (432).
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 21
2.
3.
4.
2. Warna vegetasi kerapatan tinggi pada citra komposit 432 berwarna merah pekat,
dikarenakan pada warna komposit RGB pada saluran Red diberi warna Band ETM4
(inframerah dekat), saluran Green diberi warna Band ETM3 (merah) dan saluran
Biru diberi warna Band ETM2 (Hijau). Warna vegetasi berwarna merah pekat,
dikarenakan hampir tidak ada sumbangan warna lain selain warna merah hanya
warna biru pada saluran biru. Sedangkan warna biru lebih banyak dibiaskan dalam
perjalanannya ketika melewati jendela atmosfir. Oleh karena itu vegetasi dengan
kerapatan tinggi berwarna merah pekat, warna ini dihasilkan dari kombinasi band
ETM4 dan Band ETM3.
Pada citra komposit 321 pada saluran RGB diberi warna sesuai dengan warna
Band yang ada dimana warna Band3 (merah) ditempatkan pada saluran Red,
Band2 (Hijau) ditempatkan pada saluran Hijau dan Band1 (Biru), ditempatkan pada
saluran Biru. Sehingga penampakkan obyek yang berwarna biru akan dipantulkan
berwarna biru, obyek hijau berwarna hijau sesuai dengan pantulan obyek.
Pada pembentukan warna selain warna dasar (Merah, Hijau, dan Biru) akan
membentuk komposit citra warna semu. Seperti komposit warna 543 lebih cocok
untuk melihat kenampakan obyek sungai yang berwarna magenta karena adanya
warna tambahan dari warna merah dan biru.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 22
3a. Tabel tingkat kemudahan pengenalan Obyek
CITRA KOMPOSIT
OBYEK
321 432 452 457 352
Air sm sm sm ss as
Lahan Terbuka sm as ss am m
Vegetasi Kerapatan m sm s s sm
Tinggi
Bangunan Industri m s ss s s
Keterangan : sm = sangat mudah, m = mudah, as = agak sulit,
s = sulit ss = sangat sulit
3b.
4. Prinsip membuat citra komposit yang lebih menonjolkan obyek tanah adalah dengan
melihat panjang gelombang tertinggi yang dipantulkan dari nilai spektral yang
dipantulkan oleh obyek dan besarnya nilai persentase pantulan obyek. Bila dilihat
dari grafik spektral nilai pantulan obyek yang dikemukakan oleh Jensen (2004),
obyek tanah memantulkan panjang gelombang sebesar 40 % pada panjang
gelombang 1200 – 1300 nm. Ini berarti untuk citra Landsat7 ETM+ nilai tersebut
berada pada Band ETM4 dengan ETM5. Dengan demikian untuk obyek tanah
dapat dibuat kombinasi yang melibatkan kedua band tersebut seperti 452 atau 457
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 23
BAB
KOREKSI RADIOMETRIK DAN
GEOMETRIK 4
A. KOREKSI RADIOMETRIK
Koreksi citra merupakan suatu operasi pengkondisian supaya citra yang digunakan
benar-benar memberikan informasi yang akurat secara geometris dan radiometris.
Oleh karena itu, operasi koreksi disebut juga dengan operasi prapengolahan
(preprocessing) (Danoedoro, 1996). Ada dua koreksi yang dilakukan yaitu koreksi
radiometrik dan koreksi geometri.
Koreksi radiometrik diperlukan atas dua dasar alasan, yaitu untuk memperbaiki kualitas
visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel yang atidak sesuai dengan nilai
pantulan atau pancaran spektral obyek yang sebenarnya. Koreksi radiometrik yang
ditujukan untuk memperbaiki kualitas viasul citra berupa pengisian kembali baris yang
kosong karena drop out baris maupun masalah kesalahan awal pelarikan (scanning
start). Baris yang tidak sesuai dengan yang seharusnya dikoreksi dengan mengambil
nilai piksel satu baris di atas dan di bawahnya, kemudian dirata-ratakan (Guindon, 1984,
dalam Danoedoro, 1996).
Koreksi radiometrik yang ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai
dengan yang seharusnya biasanya mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer
sebagai sumber kesalahan utama. Pada koreksi ini, diasumsikan bahwa nilai piksel
terendah pada suatu kerangka liputan seharusnya nol, sesuai dengan nilai bit coding
sensor. Apabila nilai terendah piksel pada kerangka liputan tersebut bukan nol, maka
nilai penambah tersebut dipandang sebagai hamburan atmosfer.
Nilai piksel merupakan hasil bit-koding informasi spektral dari obyek bayangan di
permukaan bumi. Informasi spektral ini mencapai detektor pada sensor dalam bentuk
radiansi spektral (spektral radiance) dengan satuan miliWatt cm-2sr-1µm-1. secara
teoritik, pada suatu sistim penginderaan jauh ideal, nilai pantulan spektral obyek di
permukaan bumi sama dengan nilai radiansi spektral yang terekam di detektor. Namun
pada spektrum tampak dan perluasannya (0,36 – sekitar 0,9 µm), informasi spektral
obyek di permukaan bumi biasanya mengalami bias, karena ada hamburan dari obyek
lain di atmosfer, khususnya partikel debu, uap air dan gas triatomik. Dengan adanya
bias maka tersebut diperlukan koreksi untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai
dengan yang seharusnya. Rumus umum koreksi nilai piksel pada setiap scene adalah
dengan mengurangi setiap nilai citra yang akan dikoreksi dengan nilai bias :
Pencarian nilai bias dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan ;
penyesuaian histogram (histogram adjusment), penyesuaian regresi, kalibrasi
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 24
bayangan (shdow calibration), dan metode pencar (metode bronsveld) (Danoedoro,
1996).
Gambar 1. Citra komposit saluran 752 Kota Semarang yang belum terkoreksi
radiometrik
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 25
Gambar 2. Citra komposit saluran 752 Kota Semarang yang telah terkoreksi
radiometrik
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 26
A.2.1. Pembacaan Nilai Minimum dan Maksimum Saluran
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 27
Gambar Histogram Citra Semarang pada Plot Key, Min, Max, Mean, dan Stdev dan
Band 1
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 28
A.2.2. Proses Koreksi Radiometrik
Langkah-Langkah Kerja :
1. Pada bar menu klik Basic Tools > Band Math, sehingga muncul jendela Band
Math.
2. Pada text box Enter an expression ketikkan bx – bias (misalnya b1 – 62, dimana b1
adalah band input), kemudian klik Add to List, klik OK.
5. Tampilkan citra salah satu saluran sebelum dikoreksi dan tampilkan juga citra
saluran tersebut setelah dikoreksi radiometrik-nya.
6. Link-kan keduanya, amati perbedaan kecerahan antara keduanya. Catat
perubahannya.
7. Cek nilai pikselnya. Apakah nilai piksel citra terkoreksi sesuai dengan pengurangan
bias?
8. Tampillkan statistik citra terkoreksi beserta histogramnya, catat perubahannya,
simpan juga histogramnya. Perbandingkan dengan histogram sebelum koreksi, beri
komentar dan sertakan dalam laporan.
A B
Gambar 1. Histogram Citra Kota Semarang Band 321 yang sudah (A) dan yang belum
(B) telah dikoreksi dengan metode Histogram
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 29
(a) (b)
Gambar 2. Hasil Histogram Citra Kota Semarang yang sudah (a) dan yang blum (b)
dikoreksi dengan metode Histogram
Garis Vegetasi
Garis Tanah
Obyek Air
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 30
Pada Gambar 1 dan 2 di atas dapat dilihat perbandingan nilai piksel antara Citra yang
belum dikoreksi dan yang telah dikoreksi dengan metode Penyesuaian Histogram.
Citra yang telah terkoreksi (A) tercatat nilai piksel pada RGB masing-masing menjadi
R:3; G:45 dan B:141, sedangkan pada Citra yang belum (B) dikoreksi R:46; G:118 dan
B:154. ini berarti ada penyesuaian histrogram dan pengurangan nilai piksel pada
masing-masing saluran RGB pada Band1 untuk obyek air. Hal ini berati ada
pengurangan nilai piksel (pengurangan efek hamburan yang diakibatkan oleh atmosfer)
untuk citra yang telah terkoreksi sebesar R:43, G:73 dan B:13 untuk citra komposit 321.
Pengurangan nilai piksel pada citra yang telah terkoreksi mengindikasikan bahwa pada
proses koding digital sensor, obyek air memberikan respon sebesar R:3; G:45 dan
B:141 pada band biru untuk komposit warna 321. Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa
resolusi citra semakin jelas setelah dikoreksi dengan metode histogram dibandingkan
dengan citra yang belum dikoreksi. (Danoedoro, 1996).
B. KOREKSI GEOMETRIK
Koreksi geometrik atau biasa juga disebut transformasi geometrik citra, yang paling
mendasar adalah penempatan kembali nilai-nilai piksel sedemikian rupa, sehingga
hasilnya dapat dilihat Gambaran onyek di permukaan bumi yang terekam sensor.
Perubahan bentuk kerangka liputan dari bujur sangkar menjadi jajaran genjang
merupakan hasil dari transformasi ini.
Ada beberapa cara untuk melakukan koreksi geometrik, yaitu rektifikasi dan registrasi
geometrik, Jensen (1986). Rektifikasi adalah proses dimana citra dibuat planimetrik
berdasarkan rujukan pada peta yang mempunyai proyeksi standar, cara ini dikenal
dengan rektifikasi citra ke peta (image to map rectification). Cara yang kedua adalah
regristrasi geometrik citra, yaitu registrasi citra ke citra (image to image registration)
dengan menggunakan citra lain pada daerah yang sama yang udah dikoreksi terlebih
dahulu.
Koreksi ini mencakup perujukan titik-tititk tertentu pada citra ke titik-titik yang sama ke
medan maupun di peta. Pasangan titik-titik kemudian digunakan untuk membangun
fungsi matematis yang menyatakan hubungan antara posisi sembarang titik pada citra
dengan titik onyek yang sama pada peta maupun lapangan. Posisi piksel yang
dimaksud adalah posisi pusat piksel. Pada koreksi ini, telah dipertimbankan bahwa
perubahan posisi piksel itu juga mencakup perubahan informasi nilai spektralnya.
Untuk mengatasi hal ini, diperlukan interpolasi nilai spektral baru selama transformasi
geometri, sehinggan dihasilkan geometri baru dengan nilai baru. Proses interpolasi
nilai spektral selama transformasi geometri disebut resampling. Interpolasi spasial
adalah penentuan hubungan geometrik antara lokasi piksel pada citra masukan dan
peta. Pada proses ini dibutuhkan beberapa titik kontrol medan (Ground Control Point/
GCP) yang dapat diidentifikasi pada citra dan peta. Apabila persamaan transformasi
koordinat diterapkan pada titik-titik kontrol maka diperoleh residual x dan residual y.
Residual adalah penyimpangan posisi titik yang bersangkutan terhadap posisi yang
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 31
diperoleh melalui transformasi koordinat yang kemudian dinyatakan sebagai nilai
Residual Means Square Error atau RMS(error).
Tingkat keberhasilan dalam tahap ini biasanya ditentukan dengan besarnya nilai
ambang RMS(error) total, atau yang dikenal dengan istilah ’sigma’. Menurut ketelitian
baku peta nasional Amerika Serikat (US National Map Standard), nilai sigma citra harus
lebih kecil daripada setengah resolusi spasial citra yang bersangkutan (Eastman, 1997,
dalam Like Indrawati, 2001), sehingga rata-rata pergeseran posisi yang dapat diterima
dari hasil koreksi ini nantinya adalah 0,5 x ukuran piksel.
Transformasi affine, yaitu memerlukan minimal 4 titik kontrol untuk mengubah posisi
geometrik citra sama dengan posisi geometerik referensi (peta). Transformasi ini
lebih sesuai untuk daerah yang bertopografi relatif datar atau landai.
Transformasi orde dua, yang dapat dijalankan minimal dengan 6 titik kontrol (atau
12 parameter), dengan ketelitian yang pada umumnya lebih akurat dibandingkan
dengan transformasi affine.
Transformasi orde tiga, yang dapat dijalankan minimal dengan 10 titik kontrol (20
parameter), dan lebih tepat untuk daerah dengan variasi topografi yang besar.
Interpolasi nearest neighbor, dimana nilai baru untuk piksel dengan posisi baru
diambil dari nilai piksel lama pada posisi lama yang terdekat.
Interpolasi bilinear, dimana nilai piksel baru pada posisi baru dihitung dengan
mempertimbangkan 4 nilai piksel lama pada posisi lama yang terdekat.
Interpolasi cubic-convolution, yang memperhitungkan 16 nilai piksel lama pada
posisi lama terdekat.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 32
banyak GCP yang akan Anda gunakan, serta di mana
saja. Diskusikan dengan asisten jika perlu.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 33
B.1.2. PROSES REKTIFIKASI
Langkah-Langkah Kerja :
7. Tentukan Registration Parameters dan output file, klik OK untuk eksekusi. Lakukan
hingga semua saluran ter-rektifikasi.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 34
Gambar 2. Gambar Citra yang belum dikoreksi dan yang sudah dikoreksi
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 35
Tugas :
1. Sumber kesalahan pada citra dapat dibagi menjadi kesalahan sistimatik dan
non sistimatik. Apa yang dimaksud dengan kesalahan sistimatik dan non-
sistimatik? Bagaimana hal tersebut bisa terjadi ?
Jawaban :
1. Kesalahan Sistimatik atau Kesalahan Geometri adalah kesalahan
diakibatkan oleh wahana/alat perekam, dalam hal ini kesalahan yang
diakibatkan oleh satelit pada saat melakukan perekaman obyek yang ada di
permukaan bumi. Kesalahan ini terjadi sebagai akibat adanya gerakan satelit,
rotasi bumi, gerakan cermin pada sensor skaner, dan juga faktor kelengkungan
bumi.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 36
2. Teknik yang saya gunakan untuk menganalisis citra yang sudah terkoreksi
geometrik yang berbasis nilai spektral (multispektral) adalah dengan
menggunakan metode resampling nearest neighbour. Dengan asumsi bahwa
nilai spektral tidak akan mengalami perubahan, dikarenakan metode ini
mengambil kembali nilai piksel terdekat ( mengambil empat piksel) yang telah
bergeser ke posisi baru. Dengan menggunakan metode ini analisa citra
multispektral akan memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan metode belinear interpolation (mengambil enam piksel)
dan cubic convolution (mengambil 16 nilai piksel) untuk menggantikan nilai
piksel yang telah bergeser akibat proses perekaman obyek. (Jensen, 1986).
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 37
BAB
APLIKASI PERUBAHAN LAHAN
5
Keadaan Umum Wilayah
Secara geografis Kabupaten Klaten terletak diantara 110o30' -110o45' Bujur
Timur dan 7o30' - 7o45' Lintang Selatan. Luas wilayah kabupaten Klaten mencapai
665,56 km2. Di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo. Di sebelah
selatan berbatasan dengan kabupaten Gunungkidul (Daerah Istimewa Yogyakarta). Di
sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan
di sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Boyolali. Menurut topografi kabupaten
laten terletak diantara gunung Merapi dan pegunungan Seribu dengan ketinggian antara
75 - 160 meter diatas permukaan laut yang terbagi menjadi wilayah lereng Gunung
Merapi di bagian utara areal miring, wilayah datar dan wilayah berbukit di bagian
selatan Ditinjau dari ketinggiannya, wilayah kabupaten Klaten terdiri dari dataran dan
pegunungan, dan berada dalam ketinggian yang bervariasi, yaitu 9,72% terletak di
ketinggian 0-100 meter dari permukaan air laut. 77,52% terletak di ketinggian 100-500
meter dari permukaan air laut dan 12,76% terletak di ketinggian 500-1000 meter dari
permukaan air laut. Keadaan iklim Kabupaten Klaten termasuk iklim tropis dengan
musim hujan dan kemarau silih berganti sepanjang tahun, temperatur udara rata-rata 28-
30o Celsius dengan kecepatan angin rata-rata sekitar 153 mm setiap bulannya dengan
curah hujan tertinggi bulan Januari (350mm) dan curah hujan terrendah bulan Juli
(8mm). (Anonim, 2008).
B. Manfaat Praktikum
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 38
C. Waktu dan Tempat
Data pendukung yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah Peta Rupa Bumi
Digital. Perangkat lunak pengolahan data yang digunakan adalah ; ENVI 4.5, Arc.GIS,
ArcView 3.3, MS. Excel.
E. Analisis Data
Pengolahan data pada Praktikum ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pengolahan data
untuk latihan dan menjawab soal-soal latihan dan pengolahan data untuk
melihat/mendeteksi perubahan pemanfaatan lahan di Wilayah Kabupaten Klaten.
Proses pengolahan data adalah sebagai berikut : (Gambar 1. )
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 39
Langkah-Langkah kerja yang digunakan untuk mengamati perubahan penggunaan
Lahan Kabupaten Klaten tahun 1998 dan tahun 2002 adalah diikhtisarkan seperti
Gambar di bawah ini :
Cropping Citra
Ekspor Citra PROSES
Raster to Vektor
Klasifikasi Terselia
(Supervised Classification)
Klaten2008.shp
Ekspor Citra
Raster to Vektor
Klaten1998.shp
OVERLAY
HASIL
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 40
I. CITRA TM KLATEN TAHUN 1998
1. KOREKSI RADIOMETRIK
1.1. Proses input band pada Bandmath
Langkah-Langkah Kerja :
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 41
1.2. Proses Penggabungan Band Menjadi Saluran Baru
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 42
2. KOREKSI GEOMETRIK
Langkah-Langkah Kerja :
6. Dialog GCP, Image to Image List dan Citra klaten1998 yang telah diberi ± 16 titik
kontrol dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 43
Gambar 1. Citra Landsat TM 1998 dengan beberapa nilai GCP
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 44
2.2. CROPPING AREA
Langkah-Langkah Kerja :
1. Catat koordinat UTM Citra ETM Klaten 2002 pada pojok kiri atas, (tercatat :
444420.00 E, 9162210.00 S), dan pojok kanan bawah (468390.00 E, 913830.00
S)
2. Koordinat ini digunakan untuk memotong citra TM Klaten1998 yang telah
terkoreksi Geometrik. Adapun langkah-langkah kerja adalah sebagai berikut :
3.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 45
Gambar 3. Citra TM Klaten1998 yang telah dicropping Band 432
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 46
Gambar 4. Citra ETM+ Klaten2002 g Band 432
2.3. Klasifikasi Terselia (Supervised) Citra TM Klaten1998 dan Citra Klaten ETM
2002
Langkah-Langkah Kerja :
9. Pada Gambar dibawah ini dapat dilihat hasil proses klasifikasi terselia (Supervised
classification) untuk Citra TM Klaten1998 dan Citra ETM+ Klaten 2002.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 47
Gambar 5. Citra TM Klaten 1998 yang sudah terklasifikasi terselia metode
Paralelepiped Majority1
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 48
Gambar 6. Citra ETM+ Klaten 2002 yang sudah terklasifikasi terselia metode
Paralelepiped Majority1
2.4. Export Hasil Klasifikasi Citra Landsat TM Klaten1998 dan Citra Landsat ETM
Klaten2002
Citra TM Klaten 1998 dan Citra ETM Klaten 2002, agar dapat ditumpang susun
(Overlay) untuk memudahkan melihat perubahan lahan yang terjadi dan dapat
ditampilkan pada layout peta dapat melalui beberapa cara. Pada praktikum ini
praktikan menggunakan cara mengubah data Raster yang sudah diproses dari Envi
diubah ke file *.shp agar dapat dibaca pada software Arc.View 3.2. maupun ArcGis 9.2.
Agar dapat dibaca dan dilakukan proses overlay sebelumnya data tersebut harus di
ubah menjadi format vektor dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah-Langkah Kerja :
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 49
2.5. Menghitung Perubahan Lahan Citra Landsat TM Klaten1998 dan Citra
Landsat ETM Klaten2002 dengan Menggunakan Fasilitas ENVI 4.5
Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama periode tahun
1998 dan tahun 2002, dapat dihitung dengan berbagai cara yaitu :
1. Mengambil data dari Table.dbf yang ada di program Arc.View, kemudian diolah
dengan menggunakan program Excell.
2. Dihitung langsung dengan menggunakan program yang tersedia pada program
ENVI 4.5 (menggunakan fasilitas Change Detection – Statistic).
3. Pada praktikum ini, Praktikan menggunakan cara yang kedua, karena dianggap
praktis dan hasil lebih akurat dibandingkan dengan cara pertama.
4. Sebagai Knowledge Location, untuk membantu pemahaman terhadap obyek lokasi
digunakan :
Data Statistik Kabupaten Klaten
Google earth
Penggunaan Lahan Kab. Klaten
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 50
Langkah-Langkah Kerja :
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 51
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Bank Data Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah. Didownload
tanggal 8 Desember jam 15.00 Wita.
Tempo Interaktif. Ribuan Hektare Tanah Pertanian di Kab. Klaten Jadi Lahan Kritis.
Hari Senin, Tanggal 08 Januari 2007. Didownload tanggal 8 Desember
2008 pukul 15.00 Wita.
Danoedoro, Projo, 1996. Pengolahan Citra Digital. Teori dan Aplikasinya dalam Bidang
Penginderaan Jauh. Fakultas Geografi Universitas Lambung Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Lillesan. T.M dan Kiefer. R.W. 1990. Pengindraan Jauh dan Interprestasi Citra.
(Terjemahan). Gajah Mada University Press. Yokyakarta.
Nuarsa, I,W, 2005. Menganalisis Data Spasial dengan Arc.View GIS 3.3 untuk Pemula.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 52
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Penerbit Gadjah Mada
University Press. 618 halaman.
Totok Gunawan, dkk, 2008. Buku Petunjuk Praktikum Penginderaan Jauh Terapan
untuk Hidrologi. Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh. Fakultas
Geografi UGM. Yogyakarta.
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 53
Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 54